Anda di halaman 1dari 9

 Ukuran dewan direksi

Dewan direksi adalah sebuah badan yang bertanggung jawab


atas pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis suatu
perusahaan. Ukuran dewan direksi dapat menjadi suatu hal penting,
dan para ahli bisnis memiliki pandangan yang beragam terkait
dengan ukuran yang ideal. Berikut adalah beberapa pengertian
ukuran dewan direksi menurut para ahli:
Frederick W. Gluck dan Daniel P. McCarthy: Menurut
keduanya, ukuran dewan direksi yang ideal adalah yang
memungkinkan semua anggota dapat berpartisipasi secara aktif
dalam pengambilan keputusan. Mereka menekankan pentingnya
terjaga keseimbangan antara jumlah anggota yang cukup untuk
mendapatkan beragam perspektif dan pandangan, tetapi tidak terlalu
besar sehingga menjadi sulit untuk mencapai konsensus.
Corporate Governance Code (UK) dan Cadbury Committee:
Standar tata kelola perusahaan di Inggris, yang dihasilkan oleh
Cadbury Committee, merekomendasikan bahwa ukuran dewan
direksi harus mencukupi untuk mengakomodasi beragam keahlian
dan pengalaman, namun tidak terlalu besar sehingga menjadi tidak
efisien dalam pengambilan keputusan.
John Carver: John Carver, seorang pakar tata kelola organisasi
dan pengembang model kepengurusan, menekankan konsep "board of
the right size." Menurutnya, ukuran dewan direksi yang tepat adalah
ukuran yang memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan
yang efektif, dan dapat diukur berdasarkan kemampuan dewan
untuk menjalankan fungsi-fungsi inti mereka.
Corporate Governance Code (AS): Di Amerika Serikat, Corporate
Governance Code merekomendasikan bahwa ukuran dewan direksi
harus mencerminkan kebutuhan perusahaan dan industri tempat
perusahaan tersebut beroperasi. Dengan kata lain, tidak ada satu
ukuran yang sesuai untuk semua perusahaan, namun perusahaan
sebaiknya memiliki dewan yang cukup besar untuk mencakup
keahlian yang diperlukan.
Berdasarkan pandangan para ahli, simpulan umum tentang
ukuran dewan direksi adalah bahwa tidak ada satu ukuran yang
sesuai untuk semua perusahaan. Idealnya, ukuran dewan direksi
harus mencerminkan kebutuhan dan karakteristik spesifik
perusahaan, sambil mempertimbangkan keseimbangan antara
mendapatkan beragam perspektif dan memungkinkan pengambilan
keputusan yang efektif. Faktor-faktor seperti keahlian anggota, jenis
industri, dan skala operasi perusahaan harus dipertimbangkan dalam
menentukan ukuran dewan yang optimal. Dengan demikian,
pendekatan yang fleksibel dan kontekstual diperlukan dalam
menentukan ukuran dewan direksi yang efektif untuk setiap
organisasi.
 Direktur independent
Direktur independen adalah anggota direksi yang (1) tidak
mempunyai hubungan material dengan perusahaan, (2) bukan
merupakan bagian dari tim eksekutif perusahaan, dan (3) tidak
terlibat dalam kegiatan sehari-hari. operasional sehari-hari
perusahaan.
OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan):
OECD memberikan definisi direktur independen sebagai individu
yang tidak memiliki hubungan bisnis atau kepentingan finansial yang
signifikan dengan perusahaan, sehingga dapat berkontribusi secara
independen dalam pengambilan keputusan dewan.
direktur independen merupakan elemen kunci dalam tata
kelola perusahaan yang baik. Mereka diharapkan untuk membawa
perspektif independen, mengawasi kinerja manajemen eksekutif, dan
berkontribusi secara aktif dalam pengambilan keputusan dewan.
Keterlibatan direktur independen diharapkan dapat menyeimbangkan
kekuasaan antara manajemen eksekutif dan dewan direksi, serta
memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pengambilan keputusan
yang berpihak pada kepentingan pemegang saham. Meskipun peran
mereka penting, ukuran dewan, keahlian, dan keseimbangan yang
tepat antara direktur independen dan non-independen juga menjadi
faktor penting dalam menentukan efektivitas sistem tata kelola
perusahaan.

 Komisaris independent
Tunggal (2009:79) mengungkapkan “Komisaris independen
adalah anggota dewan komisaris yang diangkat berdasarkan
keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang
saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris
lainnya.”
Berdasarkan Peraturan OJK No. 34/POJK.04/2014 Komisaris
Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar
Emiten atau Perusahaan Publik dan memenuhi persyaratan sebagai
komisaris independen
Komisaris Independen menurut Agoes dan Ardana (2014:110)
“Dewan Komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang
ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang
saham minoritas) dan pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas
mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan
latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan kealian professional
yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi
kepentingan perusahaan”.
menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006)
“Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
berafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan.”

Dapat disimpulkan bahwa komisaris independen adalah


anggota dewan komisaris yang diangkat tanpa afiliasi dengan
pemegang saham utama, anggota direksi, atau anggota dewan
komisaris lainnya. Mereka ditunjuk untuk mewakili pemegang saham
independen atau minoritas, dengan penunjukan didasarkan pada
latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional
mereka. Komisaris independen diharapkan bebas dari hubungan
bisnis atau afiliasi lainnya yang dapat mengurangi kemandirian
mereka, dan mereka bertugas semata-mata untuk kepentingan
perusahaan. Dalam konteks tata kelola perusahaan, peran komisaris
independen mencakup pengawasan terhadap manajemen,
memberikan penilaian independen terhadap keputusan dewan
direksi, dan melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
Keberadaan komisaris independen dianggap sebagai mekanisme
untuk menyeimbangkan kekuasaan di dalam dewan komisaris dan
memastikan transparansi, akuntabilitas, serta pengambilan
keputusan yang sejalan dengan kepentingan perusahaan.

 Komite renumerasi

Komite Nominasi dan Remunerasi adalah Komite yang dibentuk


oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam
membantu melaksanakan fungsi dan tugas Dewan Komisaris terkait
Nominasi dan Remunerasi terhadap anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris. Berdasarkan Peraturan OJK No.
34/POJK.04/2014 dalam menjalankan tugasnya, Komite Nominasi
dan Remunerasi wajib menyusun pedoman kerja yang mengikat bagi
setiap anggota Komite Nominasi dan Remunerasi, yang akan menjadi
acuan dan pedoman kerja bagi Komite Nominasi dan Remunerasi
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Remunerasi adalah imbalan yang ditetapkan dan diberikan


kepada anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris karena
kedudukan dan peran yang diberikan sesuai dengan tugas, tanggung
jawab, dan wewenang anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris.
(OJK No. 34/POJK.04/2014)
Fungsi utama komite remunerasi menurut Corporate
Governance dan Etika Korporasi yang dikeluarkan kantor Menteri
Negara BUMN tahun dalam Murwaningsari, (2009), yaitu:

 Mengkaji dan merekomendasikan perubahan system


remunerasi,direksi, komisaris, dan karyawan sehingga
mencerminkan keterkaitan antara pencapaian target kinerja
perusahaan dengan tingkat reward atau punishment yang
diterima.
 Mengkaji serta merekomendasikan perubahan suatu
pemberian dan penggunaan fasilitas yang disajikan oleh
direksi, dewan komisaris, karyawan untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan yang menimbulkan terjadinya
pemborosan.
 Melaporkan hasil pengkajian dan rekomendasi kepada dewan
komisaris untuk dapat diteruskan pada RUPS guna
mendapatkan persetujuan.

 Dualisme CEO/Direksi

CEO Duality adalah istilah yang merujuk kepada seseorang


yang memiliki dua jabatan sekaligus, yaitu sebagai dewan direksi
(Chief Executive Officer) dan dewan komisaris (Chairman of Board)
dalam sebuah perusahaan (Hsu et al., 2019).

CEO Duality di Indonesia dapat diartikan sebagai penggunaan


sistem kekerabatan dalam penempatan jabatan untuk dewan direksi
dan dewan komisaris (Murhadi, 2009).

CEO Duality merupakan seseorang yang menjabat menjadi 2


peran yaitu CEO (dewan CEO Duality direksi) dan chairman of board
(dewan komisaris) dalam perusahaan (Booth et al.2002).
Dalam konteks yang dijelaskan oleh kutipan di atas, dapat
disimpulkan bahwa CEO Duality merujuk pada situasi di mana satu
individu memegang dua jabatan utama dalam sebuah perusahaan,
yaitu sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Chairman of the
Board (Ketua Dewan Komisaris). Beberapa ahli, seperti Hsu et al.
(2019) dan Booth et al. (2002), mengonsep CEO Duality sebagai
seseorang yang mengemban tanggung jawab sebagai kepala eksekutif
dan ketua dewan direksi atau dewan komisaris secara
bersamaan.Dalam konteks Indonesia, Murhadi (2009) menyebutkan
bahwa CEO Duality dapat diartikan sebagai penggunaan sistem
kekerabatan dalam penempatan jabatan untuk dewan direksi dan
dewan komisaris. Ini mungkin merujuk pada praktik di mana
individu yang sama atau terkait secara kekeluargaan memegang
kedua jabatan tersebut, yang dapat memunculkan pertanyaan
tentang independensi dan pengawasan internal.

 Audit Independen

Menurut Sukrisno Agoes (2013:4), pengertian audit indepebden


adalah sebagai “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematik oleh pihak yang independen terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta
catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan
tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran dari
laporan keuangan tersebut.”

Menurut Alvin A. Arens, Mark S. Beasley dan Randal J. Elder


(2014:111) independensi dalam auditing adalah: “A member in public
practice shall be independence in the performance a professional
service as require by standards promulgated by bodies designated by
a council.” Independensi berarti sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempetimbangkan fakta dan adanya pertimbangan
yang objektif tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan
pendapatnya, maka audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta
tanpa ada pengaruh dari luar.

American Accounting Association (AAA): audit independen


adalah penilaian objektif dan profesional terhadap informasi
keuangan suatu entitas untuk menilai apakah laporan keuangan
tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.

Louis V. Beashel dan Ronald M. Sweeney: menekankan bahwa


audit independen adalah suatu proses yang dilakukan oleh pihak
yang tidak memiliki hubungan keuangan atau kepentingan bisnis
yang signifikan dengan perusahaan yang diaudit. Hal ini bertujuan
untuk memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan dapat
dipercaya dan sesuai dengan standar akuntansi.

Canadian Institute of Chartered Accountants (CICA):


menyatakan bahwa audit independen adalah pemeriksaan yang
dilakukan oleh seorang auditor independen, yang memiliki kewajiban
untuk memberikan pendapat profesional dan independen mengenai
laporan keuangan suatu entitas.

Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB): audit


independen adalah proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor
eksternal yang independen dan objektif. Auditor ini diharapkan untuk
menilai apakah laporan keuangan memberikan gambaran yang wajar
tentang posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan.

Menurut Donald dan William (1982) dalam Siti Nurmawar


Indah (2010) indpendensi auditor independen mencakup dua aspek,
yaitu:

a) Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran dalam diri


akuntan dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif, tidak memihak dalam diri auditor
dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
b) Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat
bahwa auditor independen bertindak bebas atau independen,
sehingga auditor harus menghindar keadaan atau faktor-faktor
menyebabkan masyarakat meragukan kebebasannya

 Kepemilikan institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan jumlah


saham yang dimiliki pihak institusi lain diluar perusahaan seperti
bank, perusahaan investasi, perusahaan asuransi serta perusahaan
lain yang pada akhir tahun diukur dengan menggunakan presentase

Brigham dan Houston, (2006) dalam Ayuningtyas (2013)


Kepemilikan institusional merupakan persentase kepemilikan saham
yang dimiliki oleh badan hukum atau institusi keuangan seperti
perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, bank, dan institusi -
institusi lainnya.

Kepemilikan institusional adalah merupakan proporsi saham


yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang diukur dengan
presentase, (Naufal, 2020:13), (Nabela, 2015:2)

Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham


yang dimiliki oleh pemilik institusi dan blockholders pada akhir
tahun. Yang dimaksud institusi adalah perusahaan investasi, bank,
perusahaan ausransi, maupun lembaga lain yang bentuknya seperti
perusahaan.

Menurut Naufal, (2020:14), Yuniati (2016:35) kepemilikan


institusional adalah tingkat kepemilikan saham oleh institusi dalam
perusahaan, diukur oleh proposi saham yang dimiliki oleh
institusional pada akhir tahun yang dinyatakan dalam persentase.
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor
manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional
akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal.
Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional akan
menjamin kemakmuran pemegang saham

Anda mungkin juga menyukai