Nama Kelompok :
Dewan direksi pada akhirnya bertanggung jawab atas urusan bisnis dan tata kelol
a perusahaan sebagaimana tercantum dalam dokumen peraturannya, termasuk anggaran d
asar, anggaran rumah tangga, dan perjanjian pemegang saham.
1. Komite Audit
2. Komite Kompensasi
3. Komite Tata Kelola
4. Komite nominasi
5. Komite pengungkapan
6. Panitia tetap atau panitia khusus lainnya
V. Model Dewan
1) Model Dewan Satu Tingkat - terdiri dari direktur dalam (eksekutif) dan direktur luar
(non-eksekutif). Direktur dalam dianggap sebagai manajer pengambilan keputusan
dan direktur luar diasumsikan memiliki kekuasaan dan tugas untuk memantau
keputusan tersebut.
2) Model Dewan Dua Tingkat - Sistem dewan dua tingkat, yang terdiri dari dewan
pengawas dan dewan manajemen, lebih dikenal dengan model dewan Jerman,
menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang berbeda untuk anggota setiap
dewan.
3) Model Dewan Modern – struktur dewan modern berdasarkan dua komponen dewan
strategis dan dewan pengawas adalah cabang alami dari reformasi tata kelola
perusahaan yang sedang berkembang.
Profil PT Lapindo Brantas, Inc PT Lapindo Brantas, Inc adalah suatu perusahaan yang
bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui
skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. PT Lapindo Br
antas, Inc melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah kerja (WK) di darat dan 3 WK l
epas pantai dan saat ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. PT
Lapindo Brantas, Inc. Adalah perusahaan eksplorasi gas dan minyak yang merupakan joint ve
nture antara PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco Energi Tbk. (32%) dan Santos
Australia (18%).
Kasus PT Lapindo Brantas, Inc PT Lapindo Brantas, Inc sangat dikenal secara luas balik
dalam maupun luar negeri semenjak peristiwa banjir lumpur panas sidoarjo,atau yang bia
sa dikenal dengan perisitwa Lumpur Lapindo yang terjadi pada 29 Mei 2006. Peristiwa L
umpur Lapindo, adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT
Lapindo Brantas di Sumur Banjar Panji 1 (BJP-1) yang terletak di Dusun Balongnongo D
esa Renokenongo, Kecamatan Porong,Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia. Semb
uran lumpur yang berbahaya ini sampai sekarang masih berlanjut dan belum dapat ditutu
p, atau bahkan untuk diberhentikan. Semburan lumpur lapindo ini merupakan suatu perist
iwa yang sangat memilukan dan merugikan banyak pihak. Oleh karena peristiwa ini, men
yebabkan tutup nya tidak kurang dari 10 pabrik, merendam lebih dari 100 hektar lahan pr
oduktif dan pemukiman penduduk yang pada akhirnya memaksa para penduduk setempat
untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman agar tidak terendam lumpur panas tersebut.
Selain itu lumpur panas di Sidoarjo tersebut mengganggu jadwal perjalanan kereta api da
n akses transportasi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup. Semburan atas lumpu
r panas ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar hingga tidak dapat diperkirakan at
as kerugian ekonomi dan lingkungannya. Di sisi lain, pengrajin kulit didaerah Tanggulan
gin terpaksa untuk gulung tikar dan mengakibatkan kerugian serta pengangguran yang m
eningkat. Lumpur panas yang tersembur tersebut juga berbahaya bagi kesehatan masyara
kat karena dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker, meny
ebabkan sel darah merah pecah ( hemolisis ), jantung berdebar ( cardiac aritmia ), dan ga
ngguan ginjal. Ringkasnya,Selain perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan, dampa
k sosial banjir lumpur tidak bisa dipandang remeh. Kasus ini tidak menunjukkan perbaik
an kondisi, ketidak pastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi.
Penyebab Terjadinya Peristiwa Lumpur Lapindo Pada awalnya, PT Lapindo Brantas Inc
sebagai operator blok brantas telah menunjuk PT Medici Citra Nusa untuk melaksanakan
pekerjaan pemboran eksplorasi Sumur BJP-1. PT Medici Citra Nusa sebagai kontraktor u
tama bertanggung jawab terhadap semua pekerjaan yang terkait dengan eksplorasi sumur
seperti cementing , mudlodging , penyediaan peralatan pemboran,maupun pekerjaan terk
ait lainnya. Pemboran dimulai pada tanggal 8Maret 2006 dan terus berlangsung hingga ta
nggal 29 Mei 2006.Akhirnya, pada tanggal 29 Mei 2006 muncul erupsi lumpur panas ket
ika pemboran Sumur BJP-1 belum selesai. Atas kemunculan erupsi lumpur panas tersebu
t, PT Lapindo Brantas, Inc bersembunyi dibalik gempa tektonik di Yogyakarta yang terja
di pada hari yang sama dimana erupsi lumpur panas tersebut menyembur keluar dari tana
h. Namun atas beberapa ahli yang di datangkan dalam pemeriksaan masalah ini, mereka
mengatakan bahwa tidak ada hubungannya antara gempa tektonik di Yogyakarta dengan
Surabaya. Setelah diselidiki, hal yang menjadi penyebab adanya semburan lumpur panas
tersebut adalah PT Lapindo Brantas, Incsebagai operator dan PT Medici Citra Nusa dian
ggap kurang telit idalam melakukan pengeboran sumur dan terlalu menyepelekan baik ki
nerja maupun dampak yang mungkin dapat diterima atas pengeboran yang dilakukannya.
Kurang teliti dan menyepelekannya pengeboran tersebut dilihat atas ketidak sesuaian ran
cangan pengeboran dengan kenyataan. Awalnya rancangan pengeboran adalah sumur aka
n dibor dengan kedalaman 8500 kaki (2590 meter)untuk bisa mencapai batu gamping. La
lu sumur tersebut dipasang casing yang bervariasi sesuai dengan kedalaman sebelum me
ncapai batu gamping. Casing merupakan suatu pipa baja yang berfungsi untuk mencegah
gugurnya dinding sumur, menutup zona bertekanan abnormal, zona lost dan sebagainya.
Awalnya, PT Lapindo sudah memasang casing 30 inci pada kedalaman 150 kaki,20 inci
pada 1195 kaki, 16 inci pada 2385 kaki dan 13-3/8 inci pada3580 kaki. Namun setelah m
engebor lebih dalam lagi, mereka tidak melanjutkan untuk memasang casing . Mereka be
rencana akan memasang casing lagi setelah mencapai/menyentuh titik batu gamping. Sel
ama pengeboran tersebut, lumpur yang bertekanan tinggi sudah mulai menerobos, namun
PT Lapindo masih bisa mengatasi dengan pompa lumpur dari PT Medici.Dan setelah ked
alam 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Kemudian, sumur menemb
us satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick , yaitu masuknya fluida formasi t
ersebut ke dalam sumur. ketika bor akan diangkat untuk mengganti rangkaian, tiba-tiba b
or macet sehingga gas tidak bisa keluar dari melalui saluran fire pit dalam rangkaian pipa
bor dan menekan kesamping. Oleh karena itu, gas mencari celah dan keluar melalui perm
ukaan tanah yang merekah di permukaan rawa. Pada akhirnya, bor dipotong dan operasi
pengeboran dihentikan serta perangkap BOP ( Blow Out Proventer ) ditutup. Selanjutnya,
Lapindo di duga memiliki motivasi untuk melakukan biaya penghematan karena kelalaia
n dalam pemasangan casing dan pengeboran vertikal. Pengeboran vertikal jauh lebih men
ghemat biaya, begitu juga dengan tidak dipasangnya casing. Indikasi pengiritan lain juga
terlihat dengan terbatasnya persediaan lumpur sebagai pelumas dan pemberat dalam peng
elolaan tekanan dasar sumur untuk menghindari loss, kick, dan blowout . Atas kasus ini,
Direktur Eksplorasi Lapindo Imam Agustino dan Direktur PT Medici CitraYeni Namawi
ditetapkan menjadi tersangka karena keduanya telah lalai memasang casing sehingga terj
adi under ground blow out yang sulit dikendalikan
Pelanggaran PT Lapindo Brantas, Inc Terkait Tata Kelola Perusahaan Dalam tata kelola
perusahaan, perusahaan yang mempraktikan tata kelola perusahaan yang baik akan menja
di kunci sukses perusahaan untuk tumbuh menguntungkan dalam jangka panjang, sedang
kan perusahaan yang tidak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dapat memiliki
kegagalan dalam usahanya.
a. Pelanggaran Prinsip-Prinsip OECD Dalam hal tata kelola perusahaan, terdapat prinsi
p-prinsip OECD 2004, yang menjadi acuan masyarakat internasional dalam pengem
bangan corporate governance. Prinsip-Prinsip OECD yang dilanggar oleh PT Lapind
o Brantas, Inc adalah sebagai berikut:
1) Prinsip : Peranan Stake holder dalam Corporate Governance Dalam prinsip ini,
OECD berfokus pada stake holder atau pemangku kepentingan perusahaan (mas
yarakat, pemerintah,karyawan, investor, kreditur, pemasok, dan lain-lain). Prinsi
p ini terdiri atas 6 sub prinsip. PT Lapindo Brantas, Inc melanggar sub prinsip A
dimana perusahaan tidak menghormati peraturan perundang-undangan yang mel
indungi para pemangku kepentingan, dimana dalam hal ini melanggar UU No. 3
2 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan U
U No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, PT Lapindo B
rantas, Inc juga melanggar Sub prinsip D dimana dalam sub prinsip tersebut dise
butkan bahwa stake holder seharusnya memiliki akses atas informasi yang relev
an, cukup, dan dapat diandalkan secara tepat waktu dan teratur. Namun, PT Lapi
ndo Brantas, Inc tidak memberikan akses untuk mengetahui informasi yang rele
van atas kegiatan operasi perusahaan yang tidak berjalan sesuai dengan standar
operasi pengeboran.
2) Prinsip VI: Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi Prinsip yang diuraik
an menjadi enam sub prinsip ini menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusa
haan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, monitoring yang efektif t
erhadap manajemen oleh dewan, sertaa kuntabilitas dewan terhadap perusahaan
dan pemegang saham.Menurut prinsip ini, tanggung jawab dewan yang utama a
dalah memonitor kinerja manajerial dan mencapai tingkat imbal balik yang mem
adai bagi pemegang saham.Selain itu, tanggung jawab lain yang tidak kalah pent
ing adalah memastikan bahwa perusahaan selalu mematuhi ketentuan peraturan
yang berlaku. Dewan juga harus mencegah timbulnya benturan kepentingan dan
menyeimbangkan berbagai kepentingan di perusahaan.Atas dasar tersebut, PT L
apindo Brantas Inc melakukan pelanggaran pada sub prinsip A dimana dalam su
b prinsipini disebutkan bahwa anggota dewan harus bertindak berdasarkan infor
masi yang jelas, dengan itikad yang baik, berdasarkan due diligence dan kehati-
hatian, serta demi kepentingan perusahaan dan pemegang saham.Berdasarkan su
b prinsip tersebut direksi PT Lapindo Brantas tidak bertindak sesuai dengan sub
prinsip tersebut, dimana terdapat upaya untuk melakukan penghematan yang dili
hat dari tidak dipasangnya casing , pengeboran yang vertikal,dan persediaan lum
pur yang terbatas. Selain itu, PT Lapindo Brantas melanggar sub prinsip C dima
na dewan direksi tidak menetapkan standar etika yang tinggi dan memperhatika
n kepentingan para pemangku kepentingan dengan mengabaikan sejumlah perin
gatan yang diberikan dari PT Medco dan ahli-ahli dalam pengeboran tersebut ya
ng menemukan lapisan lempung bergerak labil, dan apabila ditembus secara vert
ikal sudah diprediksi akan adanya risiko ledakan lumpur panas. Namun, hal ini d
iabaikan oleh PT Lapindo Brantas Inc. Selanjutnya, PT Lapindo Brantas, Inc me
langgar sub prinsip D dimana dewan direksi dan komisaris tidak menjalankan fu
ngsi-fungsi utamanya.Fungsi-Fungsi utama yang dilanggar komisaris adalah kur
angnya memonitor penerapan dan kinerja perusahaan,serta tidak adanya kebijak
an mengenai risiko. Selain itu,komisaris tidak mengawasi kebijakan direksi dala
m menjalankan perseroan. Kemudian, dewan komisaris tidak memonitor dan me
ngelola potensi benturan kepentingan dari manajemen dan tidak mengawasi pros
es keterbukaan dan transparansi.
2) Akuntabilitas Dalam hal ini, PT Lapindo Brantas, Inc tidak dapat mempertanggu
ng jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Dan jelas tidak memperdul
ikan kepentingan bagi para pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. D
ikarenakan tidak adanya akuntabilitas, maka tidak tercipta kinerja yang berkesin
ambungan
DAFTAR PUSTAKA
Raffles, SH,. M.H. (2022) EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS.
https://online-journal.unja.ac.id/jimih/article/view/367/6922