Anda di halaman 1dari 7

A.

Perilaku Manajerial Manajer

Menurut Powwel dalam Ivancevich (2007: 103) ada dua tipe perilaku manajerial yakni :

1. Perilaku yang berorientasi pada tugas, diarah-kan pada kinerja bawahan dan mencakup pemulaian pekerjaan, pengorganisasian, dan pe-netapan tentang waktu dan standar.
2. Perilaku yang berorientasi pada orang, diarah-kan kepada kesejahteraan bawahan dan mencakup membangun rasa percaya diri, membuat mereka merasa nyaman, dan memberikan
ma-sukan kepada mereka berkenaan dengan per-soalan yang mempengaruhi mereka.

Menurut Ikhsan dan Ishak (2005: 96) perilaku manajerial adalah perilaku individu secara umum yang
berkaitan dengan arah tujuan, dimana mencapai dua tujuan sekaligus yakni tujuan pribadi dan
tujuan perusahaan. Tujuan pribadi secara langsung dihubungkan dengan pendapatan, status, dan
jaminan kerja. Dan tujuan perusahaan dihubungkan dalam pencapaian laba perusahaan.

Sedangkan Juran (1988: 20) mendefinisikan

perilaku manajerial sebagai sikap yang dimiliki

manajer, yang memandang suatu masalah dari segi apa yang terbaik untuk perusahaan?. Dimana
adanya kepercayaan bahwa manajer akan melakukan perubahan/terobosan menuju tingkat prestasi
yang baru atau hanya mempertahankan hasil yang telah dicapai saat ini.

Luthan dalam Ikhsan dan Ishak (2005: 97) menemukan bahwa manajer melakukan empat ke-giatan
manajerial:
1. Manajemen tradisional: mengambil keputusan, merencanakan, dan mengendalikan.
2. Komunikasi: mempertemukan, informasi rutin, dan memproses dokumen.
3. Manajemen sumberdaya manusia: memotivasi, mendisiplinkan, mengelola konflik, pengisian
staf (staffing), dan melatih.
4. Membentuk jaringan: bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan orang-orang luar.

Steiner dalam Rudito dan Famiola (2007: 67) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
etika manajerial:

Leadership

Peran manajer dalam menjalankan suatu perusa-haan adalah sangat sentral, sebab manajerlah yang
menjadi orang yang akan mengambil kepu-tusan penting dalam menjalankan seluruh akti-vitas
perusahaan. Dimana suatu pemimpin yang beretika memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan
dan mencapai apa yang dicita-citakannya.

Strategi dan Performasi

Sebuah fungsi penting dari manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingkat per-saingan
dan pelaksanaan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan yang membuat perusahaan dapat
mencapai tujuannya.

Budaya Perusahaan

Setiap perilaku yang berkembang dalam perusahaan yang nantinya dapat menjadi budaya
perusahaan. Budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya moral dan nilai di tem-pat
kerja. Inti dari kebudayaan perusahaan pada dasarnya terbentuk dari visi dan misi suatu perusahaan yang secara umum tersebar dalam bentuk aturan dan tindakan yang muncul dalam perusahaan yang bersangkutan.

Karakter Individu

Menurut Irwin dalam Rudito dan Famiola (2007: 72), perilaku etika dalam suatu organi-sasi akan
sangat dipengaruhi nilai-nilai, norma-norma, moral dan prinsip yang dianutnya dalam menjalankan
kehidupannya, yang kemudian bisa dianggap sebagai kualitas individu tersebut.

B. Teori Agensi

Teori agensi (agency theory)adalah teori yang menjelaskan agency relationship dan masalahmasalah yang ditimbulkannya. Agencyrelationship merupakan hubungan antara dua pihak, dimana
pihak pertama bertindak sebagai prinsipal/pemberi amanat dan pihak kedua disebut agen yang
bertindak sebagai perantara yang mewakili prinsipal dalam melakukan transaksi dengan pihak
ketiga. Pada agency theory yang disebut prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen
adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Pihak prinsipal memberi kewenangan kepada agen

untuk melakukan transaksi atas nama prinsipal dan diharapkan dapat membuat keputusan terbaik
bagi prinsipalnya.

Dalam perusahaan yang telah go public, agency relationship dicerminkan oleh hubungan antara
investor dan manajemen perusahaan, baik board of directors maupun board of commissioners.
Persoalannya adalah diantara kedua pihak tersebut seringkali terjadi perbedaan kepentingan.
Perbedaan tersebut mengakibatkan keputusan

yang

diambil

oleh

manajemen perusahaan

kurang mengakomodasi kepentingan pihak pemegang saham.Hal inilah biasa dikenal dengan agency
problem.

Menurut Jensen dan Smith tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan
kemampuan individu (baik prinsipal maupun agen) dalam mengevaluasi lingkungan dimana
keputusan harus diambil (The

belief

revision

role). Kedua, untuk mengevaluasi hasil dari

keputusan yang telah diambil guna mempermudah pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen
sesuai dengan kontrak kerja (The performance evaluation role).

Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang
saham. Prinsipal atau pemilik perusahaan menyerahkan pengelolaan perusahaan terhadap pihak
manajemen. Manajer sebagai pihak yang diberi wewenang atas pengambilan keputusan dan
berkewajiban menyediakan laporan keuangan akan cenderung untuk melaporkan sesuatu yang
memaksimalkan utilitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Sebagai pengelola
perusahaan, manajer akan lebih banyak memiliki informasi internal perusahaan dibandingkan
dengan pemilik perusahaan. Manajer wajib memberikan informasi yang diketahuinya kepada pihak
pemilik, namun informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi
perusahaan sebenarnya sehingga hal ini memacu terjadinya konflik keagenan. Dalam kondisi yang
demikian ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information
asymmetric) Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa
pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang
berlaku. Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya
atau monitoring cost dalam bentuk biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency cost.

Adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari:


1. The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh
prinsipal untuk mengaawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan
2. The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh
agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.

3. The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya
hubungan agensi.

Jensen dan Meckling menjelaskan bahwa asimetri informasi yang terbagi atas dua yakni moral
hazard dan adverse selection menghasilkan risiko agensi (agency risk). Investor yang bersifat
rasional akan memberikan harga atas risiko agensi ini dalam penentuan biaya ekuitas. Pelaporan
keuangan yang dapat diandalkan serta struktur kepemilikan yang baik diyakini dapat mengurangi
risiko agensi.

C. Struktur Kepemilikan

Menurut Wardhani menyatakan struktur kepemilikan menggambarkan komposisi kepemilikan saham


dari suatu perusahaan. Struktur kepemilikan juga menjelaskan komitmen pemilik untuk mengelola
dan menyelamatkan perusahaan. Para pihak yang berkepentingan seperti halnya pemilik modal
(sebagai principal) bisa mempercayakan kepada para profesional (managerial) untuk mengelola
perusahaan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam suatu perusahaan publik terdapat struktur kepemilikan perusahaan, struktur kepemilikan
merupakan suatu proporsi kepemilikan saham yang dimiliki

oleh pihak manajer perusahaan

(kepemilikan manajerial), pihak institusi (kepemilikan institusional), pihak individu (kepemilikan


individu), pihak publik/masyarakat (kepemilikan publik), dan pihak pemerintah (kepemilikan
pemerintah).

Struktur kepemilikan perusahaan memiliki pengaruh terhadap perusahaan. Struktur kepemilikan


mencerminkan

proporsi

kepemilikan

perusahaan.

Dengan

kata

lain

struktur

kepemilikan

mencerminkan proporsi hak principal (pemilik). Tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur
kepemilikan, motivasi pemilik dan kreditur corporate governance dalam proses insentif yang
membentuk motivasi manajer. Pemilik akan berusaha membuat berbagai strategi untuk mencapai
tujuan perusahaan, setelah strategi ditentukan maka langkah selanjutnya akan mengimplementasi
strategi dan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan
perusahaan.

Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang terbagi dalam
dua bentuk struktur kepemilikan, yaitu kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar.

Menurut Dallas dalam Shinta dan Ahmar menyatakan bahwa:Kepemilikan saham dikatakan
terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok,
sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang relative dominan dibandingkan
dengan yang lainnya. Kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham menyebar
secara relative merata ke publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar
dibandingkan dengan yang lainnya.

Berdasarkan teori keagenan, dalam struktur kepemilikan terdapat adanya pemisahan antara
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemisahan antara fungsi kepemilikan dan pengelolaan
perusahaan menimbulkan kemungkinan terjadinya agency problem yang dapat menyebabkan agency
conflict, yaitu konflik yang timbul sebagai akibat keinginan manajemen (agent) untuk melakukan
tindakan yang sesuai dengan kepentingannya yang dapat mengorbankan kepentingan pemegang
saham (principal). Untuk itu diperlukan sebuah kontrol dari pihak luar dimana peran monitoring dan
pengawasan yang baik akan mengarahkan tujuan sebagaimana mestinya.

Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan Manajerial (managerial ownership) adalah tingkat kepemilikan saham pihak


manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, misalnya direktur dan komisaris.
Kepemilikan manajerial ini diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun
dan dinyatakan dalam presentase. Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam
perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang
notabene adalah mereka sendiri. Argumentasi di atas menjustifikasi perlunya managerial
ownership. Program managerial ownership termasuk ke dalam program kebijakan remunerasi untuk
mengurangi masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Smith dan Watts
menjelaskan bagaimana paket kompensasi fixed (gaji) dan contingent (bonus) terbukti dapat
digunakan sebagai insentif untuk menyamakan kepentingan manajemen dan pemegang saham.

Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam kepemilikan saham dengan tujuan
mensetarakan dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini diharapkan manajer dapat
menghasilkan kinerja yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkat yang rendah. Dengan
penetapan dividen rendah perusahaan memiliki laba ditahan yang tinggi sehingga memiliki sumber
dana internal relatif tinggi untuk membiayai investasi di masa yang akan datang.

Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini
mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agencyconflict.Konflik kepentingan yang sangat

potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan guna melindungi
kepentingan pemegang saham.

Menurut Shleifer dan Vishny menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai
ekonomis nya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen
rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan
meningkat. Sehingga menurut Jensen dan Meckling kepemilikan manajemen terhadap saham
perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang
saham luar dengan manajemen.

Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang
menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang
meningkat. Kepemilikan oleh manajemenyang besar akan efektif memonitoring aktivitas
perusahaan.

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain. Menurut
Che Hat et al kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh orang di luar
perusahaan terhadap total saham perusahaan.

Tingkat saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih
intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic manajer, yaitu manajer melaporkan laba
secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang
sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang
saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang
efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional
terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan
manipulasi laba.

Penelitian Smith menunjukkan bahwa aktivitas monitoring institusi mampu mengubah struktur
pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini didukung
oleh Cruthley et al yang menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu

mensubstitusi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan kinerja perusahaan
semakin meningkat.

Anda mungkin juga menyukai