Anda di halaman 1dari 20

TUJUAN DAN JENIS-JENIS PERILAKU

MANAJERIAL
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Leadership
Dosen pengampu Chairul Saleh, S.E., M.Si.

LEADERSHIP

KELAS A

Kelompok 4:

1. Sukma Aprilia Putri NIM 160810201033


2. Riska Aprilia Kustanti NIM 160810201053
3. Nawa Dahana Tribudi A. NIM 160810201188
4. Vicky Bangun Andre Y. NIM 160810201194
5. Princessa Natalia NIM 160810201245

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mengizinkan kami untuk
mengerjakan tujuan dan jenis-jenis perilaku manajerial. Dengan ridhaNya pula,
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Serta terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga serta teman-teman


kami, yang telah memberikan kami semangat untuk terus berkarya dan berprestasi.
Sesungguhnya kebaikan dan dukungan yang diberikan kepada kami takkan dapat
kami balas, hanya kata terimakasihlah yang dapat kami tuturkan. Terimakasih
sebesar-besarnya pula kepada dosen pengampu matakuliah Leadership yaitu Bapak
Chairul Saleh, S.E., M.Si. yang telah memberikan tugas ini kepada kami agar kami
bisa terus menggali pengetahuan dan memperluas wawasan. Semoga makalah ini
bermanfaat dan sesungguhnya Allah SWT akan membalas kebaikan anda semua
kepada kami.
Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu
hasil makalah kami tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik sisi,
sistematika maupun lainnya. Oleh karena itu kami menunggu saran dan kritik yang
membangun. Semoga tugas dalam bentuk makalah ini berguna untuk penilaian
kami maupun bagi para pembaca, serta mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada
kesalahan.

Jember, 8 April 2019

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… i


DAFTAR ISI …………………………………………………………...… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang ………………………..………..…. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………..……...... 2
1.3 Tujuan ………………………………………….…. 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………. 3
2.1 Tujuan dan Jenis-Jenis Perilaku Manajerial ............. 3
2.2 Supporting ................................................................ 3
2.3 Developing ............................................................... 4
2.4 Mentoring ................................................................. 4
2.4.1 Informal Mentoring ...................................... 5
2.4.2 Formal Mentoring ........................................ 6
2.5 Recognizing .............................................................. 7
2.6 Rewarding ................................................................ 7
2.6.1 Informal Rewarding ..................................... 9
2.6.2 Formal Rewarding ....................................... 9
2.7 Conflict Management ............................................... 10
2.8 Team Building .......................................................... 13
2.9 Networking ............................................................... 15
BAB II PENUTUP …………..……………………….…………… 16
3.1 Kesimpulan ……………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………......…………... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam organisasi.
Berhasil tidaknya suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh sumber daya yang
ada dalam organisasi tersebut. Di samping itu faktor yang sangat berperan penting
adalah faktor kepemimpinan. Peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapka. Pengembangan organisasi
merupakan suatu kegiatan mengadakan perubahan secara berencana yang
mencakup suatu diagnosa secara sistematis terhadap organisasi. Seorang pemim pin
harus ikut aktif dalam mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pengembangan
organisasi. Keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya atau pengelola dan komitmen pimpinan
pucuk organisasi. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang seharusnya dimiliki
oleh pemimpin organisasi. Efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh
kepiawaiannya mempengaruhi dan mengarahkan para anggotanya. tentunya pihak
pimpinan harus mempunyai kemampuan dalam mengelola, mengarahkan,
mempengaruhi, memerintah dan memotivasi bawahannya untuk memperoleh
tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Di dalam mengelola karyawan yang ada
dalam perusahaan harus diciptakan suatu komunikasi kerja yang baik antara atasan
dan bawahan agar tercipta hubungan kerja yang serasi dan selaras. Dengan
meningkatnya semangat dan kegairahan kerja para karyawan tersebut diharapkan
akan mencapai prestasi yang tinggi di bidang pekerjaan mereka masing-masing
sehingga tujuan perusahaan akan tercapai dengan hasil yang memuaskan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan makalah
ini adalah “Apa saja tujuan dan jenis-jenis perilaku manajerial?”

1
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tujuan dan jenis-jenis perilaku manajerial yang meliputi:

1. Supporting
2. Mentoring
3. Recognizing
4. Rewarding
5. Conflict Management
6. Team Building
7. Networking

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tujuan dan Jenis-Jenis Perilaku Manajerial


Tujuan dan jenis-jenis perilaku manajerial pada dasarnya sebagai sarana
untuk mencapai tujuan. Dengan memperhatikan apakah tujuan tercapai atau tidak
dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut, maka kita bisa mengetahui jiwa
kepemimpinan dari seseorang. Selain itu untuk membantu orang lain menjadi
termotivasi, mempertahankan serta meningkatkan motivasi di dalam diri mereka.
Dengan kata lain, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa memotivasi
pengikut/ bawahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan dan jenis-jenis
perilaku manajerial meliputi: Supporting, Mentoring, Recognizing, Rewarding,
Conflict Management, Team Building dan Networking.

2.2 Supporting
Dorongan (supporting) ialah desakan yang dialami untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan untuk
mempertahankan hidup. Dorongan sudah ada sejak lahirnya manusia namun sering
tidak disadari dan terlepas dari kontrolnya rasio manusia. Dorongan erat kaitannya
dengan perasaan-perasaan yang paling dalam. Kuantitas dan kualitas dorongan
berbeda-beda pada setiap individu. Pendidikan dan kebiasaan-kebiasaan yang baik
ikut mempengaruhi dorongan-dorongan tersebut.
Kebutuhan dan dorongan-dorongan yang tidak atau belum terpenuhi
menyebabkan timbulnya ketegangan-ketegangan. Ketegangan-ketegangan
cenderung menaik, bila kebutuhan dan dorongan tadi semakin lama terhambat, dan
tidak terpenuhi sehingga menjadi semakin kumulatif terkumpul. Sebaliknya
ketegangan cenderung dan berkurang, bila kebutuhan-kebutuhan terpenuhi atau
terpuaskan.
Kebutuhan dan dorongan-dorongan tadi merangsang orang untuk berbuat
atau bertingkah laku. Lalu timbullah dinamika, gerak-gerik, usaha, perbuatan,
tingkah laku atau praksis ( praktik, penerapan keterampilan ). Pemuasan kebutuhan

3
dan praksis itu memberikan rasa lega dan puas. Maka rangkaian proses dapat
digambarkan dengan bagan berikut ini:

Pemimpin yang baik wajib mememahami kebutuhan-kebutuhan manusiawi


baik kebutuhan diri sendiri maupun kebutuhan orang lain sehingga dia bisa bersikap
bijaksana. Dengan demikian dia akan mampu memuaskan semua pihak dan
berhasillah kepemimpinannya. iri utama seorang pemimpin justru terlihat
bagaimana ia mensupport orang lain bukan seberapa banyak orang yang
melayaninya. Support yang besar kepada banyak oranglah yang membuat orang
berebut melayaninya. Orang-orang melayani dengan tulus, bukan karena alasan
transaksional.

2.3 Developing
Menunjukkan harapan positif terhadap orang lain, bahkan dalam kasus yang
“sulit”. Mempercayai bahwa orang lain ingin dan dapat belajar. Memberikan arahan
atau demonstrasi dengan alasan atau dasar pemikiran dimasukkan sebagai strategi
pelatihan. Memberikan umpan balik negatif dalam berperilaku dari pada hal yang
bersifat pribadi, dan mengungkapkan harapan positif untuk kinerja masa depan atau
memberikan saran individu untuk perbaikan. Mengidentifikasi pelatihan atau
pengembangan yang dibutuhkan dan merancang atau membangun program serta
atau bahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mendelegasikan tugas atau
tanggung jawab untuk tujuan pengembangan terhadap orang lain.

2.4 Mentoring
Mentoring adalah proses berbagi pengalaman dan pengetahuan dari seorang
yang sudah berpengalaman (been there done that) kepada seseorang yang yang
ingin belajar di bidang tersebut. Di sini kata kuncinya adalah berbagi pengalaman

4
dan pengetahuan. Fokusnya lebih ke pengembangan diri dan karir, tidak harus ada
tujuan spesifik yang ingin dicapai. Penekanan juga lebih ke relasi antara mentor dan
mentee bukannya ke pencapaian tujuan. Terdapat sejumlah component mentoring,
antara lain sebagai berikut:

1. Mentor
2. Mentee
3. Relationship between mentor and mentee
4. Organisasi

Untuk melakukan mentoring oleh seorang pemimpin atau manajer kepada bawahan
atau karyawan dapat di combine dengan coaching untuk mendapatkan hasil yang
lebih optimal seperti mengikat perusahaan atau organisasi menjadi satu tim yang
kuat. Mentoring tidak hanya dilakukan secara formal, tetapi juga dapat
diberlakukan secara informal.
2.4.1 Informal Mentoring
Informal Mentoring dimulai dari hubungan antara dua orang dimana
seseorang mendapatkan wawasan, pengetahuan, kebijaksanaan,
persahabatan, dan dukungan dari yang lain dan proses pendampingan yang
sebenarnya tidak terstruktur. Salah satu orang dapat memulai hubungan
mentoring, mentor untuk membantu yang lain, anak didik untuk dapatkan
kebijaksanaan dari orang yang bisa dipercaya. Cotton and Ragins (2000)
menemukan bahwa informal mentoring organisasi lebih bermanfaat
daripada formal mentoring. Informal mentor memberikan jumlah yang lebih
tinggi dari beberapa jenis fungsi pengembangan karir, termasuk pembinaan,
memberikan tugas yang menantang, atau meningkatkan anak didik paparan
dan visibilitas. Mentor informal lebih cenderung terlibat dalam hal positif
kegiatan psikososial seperti konseling, memfasilitasi interaksi sosial, peran
modeling, dan memberikan pertemanan. Salah satu hasil dari pendampingan
informal adalah itu mentee jauh lebih puas dengan mentor mereka daripada
mentee dengan mentor formal. Perbedaan ini dapat dikaitkan dengan
perbedaan mendasar di struktur hubungan. Hubungan mentoring informal

5
berkembang karena mentee dan mentor siap mengidentifikasi satu sama
lain. Mentor dapat melihat seseorang diri dalam diri mentee dan mentee
mungkin ingin meniru kualitas mentor. Akhirnya, dalam pendampingan
informal, mentee dan mentor selektif tentang siapa mereka ingin melakukan
pendekatan untuk hubungan pendampingan; itu bisa bertahan selama
bertahun-tahun (Nemanick, 2000). Pendampingan informal adalah alat yang
kuat dan berharga untuk mengembangkan karyawan. Itu terjadi dalam suatu
hubungan yang secara sukarela dibentuk oleh kedua orang. Itu adalah
persahabatan pertama, pembelajaran dan karier kedua dan ketiga.
Program informal mentoring dapat meliputi:

1. Unspecified goals
2. Unknown outcomes
3. Limited access to the program
4. Self-selection of mentors and mentorees
5. Long-term mentoring
6. No expert training or support
7. Indirect organizational benefits

2.4.2 Formal Mentoring

Formal Mentoring adalah proses pendampingan yang terstruktur


dan terorganisasi dengan baik. Biasanya ada agenda yang ditetapkan atau
tujuan bisnis tertentu, dan mentoring match. Formal mentoring berbeda
dengan pendampingan informal yang dikembangkan dalam suatu program
dan proses yang ditetapkan untuk pendampingan berlangsung. Biasanya
jangka pendek (satu tahun), dengan harapan akan berkembang lebih lama
secara informal. Mentor biasanya adalah sukarelawan, tetapi mereka tetap
dipilih, dan kedua belah pihak dari hubungan pendampingan mungkin tidak
saling memilih atau seorang pemimpin/manajer jika dalam lingkup
organisasi. Ada banyak manfaat dalam pendampingan formal. Karyawan
yang dibimbing terkena dampak dalam hal pertumbuhan profesional,
peningkatan karir dan mobilitas. Para mentor bangga pada pencapaian orang

6
lain dan mentor itu diperkuat dan memperbarui komitmennya pada
pekerjaan dan profesi.

Program formal mentoring dapat meliputi:

1. Connection to a strategic business objective of the organization


2. Established goals
3. Measurable outcomes
4. Open access for all who qualify
5. Strategic pairing of mentors and mentorees
6. Mentoring engagements lasting 9-12 months
7. Expert training and support
8. Direct organizational benefits

2.5 Recognizing
Recognizing berkaitan dengan mengenali karakter masing-masing bawahan
sangat perlu dilakukan oleh seorang pemimpin karena setiap karyawan atau
bawahan sangat unik dan berbeda-beda. Dengan mengenali sifat/karakter bawahan,
hubungan atasan dengan bawahan akan terasa dekat dan jika terjadi
kesalahpahaman, maka atasan dapat menyatukan dan menyelesaikan permasalahan
dengan mudah dan mencegah timbulnya konflik di dalam organisasi / kelompok.
Recognizing tidak hanya melingkupi mengenali karakter bawahan tetapi juga dapat
mengenali potensi-potensi yang bisa dikembangkan oleh organisasi yang dipimpin
maupun mengenali risiko-risiko yang mungkin akan timbul dalam sebuah
organisasi.

2.6 Rewarding
Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep
manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para
pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang
dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan
suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga

7
bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau
meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.
Karyawan yang mengaku merasa dihargai pada minggu sebelumnya,
cenderung berkinerja lebih baik di minggu sesudahnya. Bandingkan dengan
kebanyakan manajer yang tidak menyadari bahwa perilaku yang dipuji adalah
perilaku yang akan diulang. Mereka malah mengira, membanggakan seorang
karyawan di hadapan karyawan lainnya adalah tindakan yang salah. ara manajer
perlu mendorong anak buahnya menyelesaikan tugas dengan benar, lalu
mengomentarinya -memberi mereka penghargaan.
Menurut Mahsun (2006, p.112) terdapat empat alternatif norma pemberian
reward agar dapat digunakan untuk memicu motivasi dan produktivitas pegawai,
yaitu:

1. Goal congruence (kesesuaian tujuan)


Setiap organisasi publik pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Sedangkan setiap individu dalam organisasi mempunyai tujuan individual
yang sering tidak selaras dengan tujuan organisasi. Dengan demikian,
reward harus diciptakan sebagai jalan tengah agar tujuan organisasi dapat
dicapai tanpa mengorbankan tujuan individual, dan sebaliknya tujuan
individual dapat tercapai tanpa harus mengorbankan tujuan organisasi.
2. Equity (keadilan).
Reward harus dialokasikan secara proposional dengan
mempertimbangkan besarnya kontribusi setiap individu dan kelompok.
Dengan demikian siapa yang memberikan kontribusi tinggi maka
rewardnya juga akan tinggi, sebaliknya siapa yang memberi kontribusi yang
rendah maka rewardnya juga akan rendah.
3. Equality (kemerataan)
Reward juga harus didistribusikan secara merata bagi semua pihak
(individu/kelompok) yang telah menyumbangkan sumber dayanya untuk
tercapainya produktivitas
4. Kebutuhan

8
Alokasi reward kepada pegawai seharusnya mempertimbangkan
tingkat kebutuhan utama dari pegawai. Reward yang berwujud finansial
tidak selalu sesuai dengan kebutuhan utama pegawai.

2.6.1 Informal Rewarding

Penghargaan informal merupakan elemen kunci untuk menjalin


hubungan yang sehat dengan karyawan. Pemberian penghargaan informal
secara reguler dan konsisten akan membuat karyawan merasa dihargai dan
dihormati. Penghargaan ini meliputi tindakan-tindakan seperti: memuji
karyawan atas kemajuan yang dicapai dalam tujuan, proyek, atau upaya
positif lainnya. Ingat kembali prinsip penghargaan yang kita bahas
sebelumnya, dan pertimbangkan karakteristik penghargaan informal berikut
ini:

1. Merupakan aktivitas harian


2. Berbiaya rendah atau nihil
3. Berfokus pada perilaku, kemajuan, atau hasil kerja yang spesifik
4. Berdampak langsung.

2.6.2 Formal Rewarding

Karakteristik penghargaan formal yakni sebagai berikut:

1. Memiliki kriteria dan hasil yang spesifik


2. Lebih sering diberikan kepada karyawan yang berkinerja paling
unggul
3. Jarak antarwaktu yang signifikan (minggu, bulan, kuartal, tahun)

Banyak perusahaan atau manajer tidak menerapkan penghargaan


formal karena mereka memiliki keterbatasan atau tidak ada anggaran.
Organisasi-organisasi publik sering menggunakan dalih seperti itu. Kita
memang harus lebih kreatif mengelola anggaran yang terbatas, namun
penghargaan formal masih mungkin diterapkan.

9
Penghargaan formal harus berfokus pada tujuan-tujuan utama
departemen dan tim. Tanpa tujuan yang jelas, sangat sulit menerapkan
penghargaan formal. Bos yang buruk sama sekali tidak menetapkan tujuan,
tetapi para pemimpin ingin berkinerja optimal dan memanfaatkan
kemampuan terbaik karyawan. Contoh-contoh penghargaan formal:
kenaikan gaji sesuai prestasi, promosi jabatan, cuti, sertifikat pencapaian,
plakat pencapaian, trofi pencapaian, lencana atau pita pencapaian,
pemberian tugas baru, liburan ke tempat wisata, liburan akhir pekan, kartu
belanja, dll.

2.7 Conflict Management


Menurut pandangan kontemporer, konflik bukan saja sesuatu hal yang tidak
dapat dihindari, melainkan ia merupakan pula sesuatu kondisi yang perlu untuk
orang-orang dan organisasi-organisasi supaya mereka dapat bersikap adaptif
terhadap perubahan. Tingkat perubahan tertentu diperlukan bagi ketahanan dan
pertumbuhan keorganisasian, dan dalam hubungan ini konflik dapat bermanfaat
sebagai sebuah elemen yang menunjangn perubahan tersebut. Mengingat bahwa
adanya peran potensial yang bermanfaat dari konflik, maka menurut pandangan
kontemporer, konflik itu perlu di “manaje”.

Manajemen konflik (conflict management) mengandung arti bahwa konflik


dapat memainkan peranan dalam rangka upaya pencapaian sasaran-sasaran secara
efisien. Mengingat bahwa konflik keorganisasian dengan cepat dapat bereskalasi,
dan merusak kultur sesuatu organisasi, maka kegiatan memanaje konflik
keorganisasian merupakan sebuah prioritas penting.

Setiap organisasi perlu mengimbangkan kebutuhan untuk menciptakan


konflik “baik” tertentu (yang dapat mengatasi inersia, dan memungkinkan proses
belajar keorganisasian baru) dengan kebutuhan untuk mencegah konflik “baik”
tersebut berkembang menjadi konflik “buruk” (yang menyebabkan suatu
kekacauan dalm koordinasi dan integrasi antar fungsi-fungsi dan divisi-divisi yang
ada ).

10
Metode yang dipilih sesuatu organisasi untuk memanaje konflik tergantung
pada sumber timbulnya problem yang ada. Pada sebuah perusahaan di Amerika
Serikat CS First Boston, problem yang dihadapi adalah sistem imbalan yang tidak
adil, yang menghukum subunit tertentu, karena subunit lain tidak melaksanakan
tugas-tugas mereka dengan baik. Guna mengatasi problem tersebut, maka
perusahaan yang bersangkutan harus meniadakan sumber terjadinya konflik
tersebut dengan jalan mengubah cara siistem imbalannya.

Pada perusahaan Eastman Kodak yang terkenal, di Amerika Serikat, sumber


konflik yang pernah terjadi di sana adalah perjuangan para manajer puncak untuk
melindungi posisi dan hak-hak mereka, dan konflik tersebut barulah terpecahkan
setelah diadakan perubahan pada tim manajemen puncak. Kedua macam contoh
yang disajikan berkaitan dengan dua macam strategi yang seringkali digunakan
para manajer guna mengatasi masalah konflik :

- Mengubah struktur sesuatu organisasi untuk mengurangi atau meniadakan


sumber konflik, atau
- Mencoba mengubah sikap para individu, atau individu-individu itu sendiri
(Lawrence et.all., 1976)
Dari uraian yang disajikan dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa :
konflik sebaiknya jangan sekedar dihindari, dikurangi atau diatasi, jadi konflik
perlu di manage.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa memanaje konflik dapat


mengandung arti : “secara aktif mencari konflik, atau menciptakan secara positif
kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya konflik” (David L.Austin).

Pandangan yang disajikan cukup banyak yang menyetujuinya antara lain


melalui pendapat Stephen Robbins berikut :

“… Managing conflict may mean stimulating and creating it as well as diminishing


or channeling it” (Robbins, 1974:13).

11
Adapun inti pandangan dibelakang pernyataan mencari konflik tersebut
adalah bahwa setiap waktu dapat saja terjadi gejaa, di mana jumlah konflik di dalam
sesuatu organisasi mungkin lebih rendah dibandingkan dengan jumlah konflik yang
diperlukan untuk mencapai pencapaian-pencapaian tujuan-tujuan organisasi secara
efektif.

Maka, dalam kondisi demikian diperlukan tindakan-tindakan manajemen


guna meningkatkan tingkat actual konflik, hingga dicapai tingkat yang diinginkan.

“…A company void of constructive conflict is a company void of excitement,


diversity and viability”.

Beberapa hal pokok yang berkaitan dengan soal konflik

“Konflik” berhubungan dengan perilaku terbuka, yang timbul karena suatu


proses, di mana para anggota organisasi-organisasi, memeproleh kesan (persepsi)
bahwa tujuan-tujuan mereka tidak sesuai dengan tujuan-tujuan para
anggotalainnya, dan di mana merek mempersepsi adanya peluang tertentu untuk
bertindak terhadap anggota-anggota lainnya guna menghalangi mereka mencapai
tujuan-tujuan.

Konflik berhubungan dengan perilaku sadar (deliberate behavior), para


anggota organisasi, yang mendesain untuk mengganggu atau menhalangi
pencapaian tujuan-tujuan para anggota organisasi lainnya (Albanese, 1978:424).

Ada tiga hal pokok yang perlu ditekankan sehubungan dengan perosalan
konflik. Adapun hal-hal pokok yang dimaksud seagai berikut :

1. Konflik berkaitan dengan perilaku terbuka (Overt behavior)


Perilaku demikian mungkin merupakan hasil sebuah proses, di mana selisih
paham atau ketidaksetujuan antar individu-individu dan kelompok-
kelompok dibiarkan memuncak. Adalah penting bahwa para manajer perlu
melaksanakan intervensi mereka, dalam proses tersebut sebelum terjadinya
konflik. Sla;ipun demikian, istilah konflik kita hubungkan dengan perilaku
terbuka.

12
2. Konflik muncul karena dua macam persepsi

 Ketidaksesuaian tujuan yang dipersepsi


 Dan peluang yang dipersepsi untuk mempengaruhi pencapaian tujuan-
tujuan piahk lain.

Ketidaksesuain tujuan merupakan sebuah kondisi yang perlu, tetapi tidak


cukup, untuk konflik. Andaikan kita menganggap bahwa tujuan kita tidak
sesuai dengan tujuan-tujuan orang lain, tetapi kita tidak memiliki peluang
untuk menghalangi tujuan orang tersebut, maka tidak akan terdapat adanya
konflik sesuai dengan rumusan konflik yang telah dikemukakan.
3. Perilaku yang dilakukan secara sadar (deliberate behavior)
Konflik memerlukan perilaku yang dilakukan secara sadar atau “tindakan-
tindakan secara aktif” (active striving) oleh salah seorang partisipan untuk
menghalangi pencapaian tujuan pihak atau partisipan lain (Rensis Likert,
Jane Gibson Likert, 1976:7).
Andaikata tindakan menghalangi tersebut terjadi secara kebetulan, atau hal
tersebut karena alasan lain, dari tindakan yang diintensi, yang dilakukan oleh
seorang di antara para partisipan yang ada, maka tidak ada konflik sesuai rumusan
tentang konflik.
2.8 Team Building
Wendell L. French, dan Cecil H. bell, berpendapat bahwa : pembentukan
tim (team building), merupakan sebuah upaya pengembangan organisasi yang
bertujuan untuk memperbaiki kinerja secara menyeluruh. Selanjutnya dikatakan
oleh mereka : “…probably the most important single group of intervention in OD
are the team building activities, the goals of which are the improvement and
increased effectiveness of various teams within the organization” (French, et.al,
1978:119). Sebagai sebuah teknik pengembangan organisasi (OD), pembentukan
tim, pada umumnya mengikuti prosedur perubahan klasik, yang semua dirumuskan
oleh seorang yang bernama Kurt Lewin yang meliputi fase-fase berikut :

1. Mencairkan (unfreezing)

13
Tugas pertama pada fase ini adalah mengupayakan agar tim yang
ada, merasakan dan memahami kebutuhan akan perubahan. Iklim
keterbukaan dan kepercayaan dikembangkan, hingga kelompok yang ada
siap untuk menghadapi dan melaksanakan perubahan.

2. Bergerak (moving)

Dengan jalan menggunakan sebuah teknik survey umpan balik tim


yang ada menyusun sebuah diagnosis tentang di masa organisasi mereka
sedang berada, dan ke arah mana melalui rencana-rencana aksi yang
disusun, organisasi tersebut akan berkembang.

3. Membekukan kembali (refreezing)

Setelah rencana-rencana telah dilaksanakan, dan evaluasi dilakukan,


maka tim yang ada, mulai bergerak untuk melakukan stabilitas guna
mencapai kinerja yang lebih efektif.
Kelompok-kelompok keluarga Kelompok-kelompok khusus (tim-tim
(Anggota-anggota dari unit yang mengawali, kelompok-kelompok
keorganisasian yang sama) tugas (task force) atau SATGAS (satuan
tugas), komite-komite dan kelompok-
kelompok antar fungsional
1. Pelaksanaan tugas (Contoh: 1. Pelaksanaan tugas (problem-
pemecahan masalah, problem khusus penjelasan
pengambilan keputusan, peran dan tujuan, pemanfaatan
penjelasan peran, dan sumber-sumber daya dan
penetapan tujuan) sebagainya)
2. Membentuk dan memelihara 2. Hubungan-hubungan (contoh:
hubungan-hubungan antar konflik antar unit atau antar
perorangan (misalnya: perorangan dan kurang
hubungan antara pemimpin- dimanfaatkannya masing-
bawahan dan hubungan antara masing hal sebagai sumber
rekan kerja) daya)

14
3. Memahami dan memanajemen 3. Proses-proses (misalnya:
proses-proses kelompok dan komunikasi, pengambilan
kultur keputusan dan alokasi tugas)
4. Teknik analisis peran untuk 4. Teknik analisis peran untuk
klarifikasi peran dan klarifikasi peran dan
perumusannya perumusannya
5. Teknik-teknik negosiasi 5. Negosiasi peran
Ada sebuah perusahaan besar di Amerika Serikat yang melaksanakan
program pembentukan tim dengan cara-cara berikut :

a) Lokakarya Keterampilan-keterampilan Tim


b) Pengumpulan Data
c) Konfrontasi Data (Pembahasan Data)
d) Perencanaan Kegiatan
e) Pembentukan Tim
f) Pembentukan Antar Tim
2.9 Networking
Networking dapat berupa bersosialisasi, berpolitik, dan berinteraksi dengan
pihak luar. Gagasan setiap orang untuk saling terhubung sangat penting bagi para
pemimpin karena ini berarti mereka berpotensi dapat menjangkau siapa pun, di
mana saja. Selama ada satu orang yang berperan dalam menghubungkan kota, desa,
masyarakat, atau keluarga, maka pemimpin yang berpotensi dapat menghubungi
mereka hanya melalui enam atau tujuh orang.
Namun demikian, membentuk hubungan hanyalah langkah pertama.
Pemimpin membutuhkan sesuatu yang lebih untuk menarik perhatian orang lain
dan inilah yang disebut dengan kepercayaan. Pemimpin harus dapat dipercaya jika
dia ingin didengar oleh jaringan pertemanannya karena orang hanya akan mengikuti
pemimpin yang mereka percaya.

15
BAB III
KESIMPULAN

Tujuan dan jenis-jenis perilaku manajerial meliputi: Supporting, Mentoring,


Recognizing, Rewarding, Conflict Management, Team Building dan Networking
harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi. Pemimpin harus bisa
memberikan support kepada karyawan agar semangat dalam bekerja, menjadi
mentor yang baik untuk karyawan, mampu mengenali dan berhubungan baik
dengan karyawan, mengenali potensi dan risiko yang mungkin akan muncul,
memberikan reward bagi karyawan yang berprestasi, mencegah dan memanage dan
konflik dalam suatu organisasi, mambangun team building dan bersosialisasi dan
membangun jaringan baik pihak internal dan eksternal perusahaan. Hal tersebut
dilakukan pada dasarnya sebagai sarana dalam mencapai tujuan organisasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Conlow, R., & Watsabaugh, D. (2015). Superstar Leadership. Surabaya: PT


Menuju Insan Cemerlang.
Cotton, J. L., Miller, J. S., & Ragins, B. R. (2000). Marginal mentoring: The effects
of type of mentor, quality of relationship, and program design on work and
career attitudes. Academy of Management Journal, 43(6), 1177-1194.
Inzer, L. D., & Crawford, C. B. (2005). A Review of Formal and Informal
Mentoring:. Journal of Leadership Education, Volume 4, Issue 1.
Kartono, K. (2006). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Nemanick Jr., R. C. (2000). Comparing formal and informal mentors. Academy of
Management Executive, 14(3), 136.
O'Connor, C. (2014). Kepemimpinan yang Sukses dalam Seminggu. Jakarta:
Penerbit Indeks.
Winardi, J. (2003). Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

17

Anda mungkin juga menyukai