Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Bagi para manajer yang efektif, perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi
dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer
yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahan.
Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif
meliputi memperhatikan kepercayaan dan rasa percaya, bertindak ramah dan
perhatian, berusaha memahami permasalah bawahan, membantu mengembangkan
bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada
bawahan, memperhatikan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan
memberiak pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan. Cara terbaik
untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan melakukan eksperimen
dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih para pemipin untuk
meggunakan perilaku tertentu.

Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan
persyaratan spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari.
Mendefenisikan kategori perilaku yang tingkat kekhususan ini memudahkan
tujuan, seperti pengembangan alat penilaian kinerja atau penentuan kebutuhan
akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori tersebut antar studi
terhadap berbagai jenis pemimpin.
BAB II

PEMBAHASAN

PENELITIAN KEPEMIMPINAN DI OHIO STATE UNIVERSITY

Kuesioner penelitian tentang kepemimpinan yang efektif di pengaruhi oleh


penelitian awal Ohio State University. Selama tahun 1950-an, tugas awal para
peneliti adalah mengidentifikasikan kategori-kategori perilaku kepemimpinan
yang relevan dan mengembangkan kuesioner yang menjelaskan perilaku ini. Para
peneliti telah menyusun daftar dari sekitar 1.800 contoh perilaku kepemimpinan,
kemudian mengurangi daftar tersebut sehingga 150 hal yang kelihatan menjadi
contoh yang baik mengenai fungsi kepemimpinan yang penting. Kuesioner awal
yang terdiri dari hal-hal ini digunakan dengan sampel personalia militer dan sipil
untuk menjelaskan perilaku para penyelia mereka (Fleihsman, 1953 & Winer,
1957; Hemphil & Coons, 1957)

a. Kategori perilaku kepemimpinan

Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner menunjukan bahwa para


bawahan memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua
kategori yang terdefinisi secara luas, yang satu hubungan dengan tujuan tugas
yang lainnya berhubungan dengan hubungan antar peribadi.

1.Pertimbangan. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan


mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan
kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan,
meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahn bawahan, medukung atau
berjuang bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting
sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari bawahan, dan
memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.

2. Struktur memprakarsai (initiating structure). Pemimpin menentukan dan


membuat strukutur perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah pencapaian
tujuan formal. Contohnya meliputi, mengkritik pekerjaan yang buruk,
menekankan pentingnya memenuhi tenggat waktu, menugaskan bawahan,
mempertahnkan standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti
prosedur standar, dan menawarkan pendekatan pendekatan baru terhadap masalah,
dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.

b. Kuesioner deskripsi perilaku

Berdasarkan hasil studi-studi awal, dua buah kuesioner yang direvisi dan
dipersingkat telah dibuat untuk mengukur pertimbangan dan struktur
memperkarsai : Leader Behaviour Description Quesionnaire (LBDQ) dan
Supervisory Behaviour Description (SBD atau SBDQ). Walaupun kedua
kuesioner ini sering di perlakukan sama, isi skala perilaku bagi kedua versi
kuesioner tersebut tidaklah sama (Schriesheim & stogill 1975), kuesioner ketiga,
yang disebut “Leader Openion Quesionnare” (LOQ), oleh beberapa peneliti telah
di anggap sebagai ukuran mengenai perilaku, namun ia lebih cocok untuk
dipandang sebagai ukuran tentang sikap daripada perilaku.

c. Hasil Kuisioner Pra-Survey Mengenai Kepemimpinan di PD.

Kebersihan Kota Bandung No Pernyataan Jawaban (%) Jumlah Pegawai


Target dalam Ya Tidak % 1 Pimpinan dapat memberikan daya tarik kepada para
bawahan. 20,0 80,0 30 100 2 Tugas dinyatakan dengan jelas. 33,3 66,7 30 100 3
Ada beberapa alternatif jalur penyelsaian tugas. 56,7 43,3 30 100 4 Pimpinan
mencontohkan bagaimana cara penyelesaian tugas kepada bawahan. 16,7 83,3 30
100 5 Pimpinan mempunyai wewenang dalam memberikan penghargaan atau
hukuman. 100,0 0,0 30 100 6 Pimpinan memiliki legitimasi kekuasaan. 100,0 0,0
30 100 Sumber: Hasil Olah Data Kuisioner Sementara (2015) Berdasarkan Tabel
1.2, dapat dilihat bahwa kepemimpinan di PD. Kebersihan Kota Bandung secara
keseluruhan belum sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dikarenakan masih
terdapat beberapa indikator mengenai kepemimpinan yang mendapatkan
kecenderungan negatif dari pegawai, seperti mengenai pimpinan kurang jelas
dalam menjelaskan tugas yang diberikan serta pimpinan kurang dalam
memberikan contoh dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal tersebut
menyebabkan bila pekerjaan yang akan di berikan menjadi kurang menarik
menurut tangapan pegawai.

d. Hasil dari Penelitian Survei

Berdasarkan hasil pra-kuesioner sementara kepada pegawai di PD. Kebersihan


Kota Bandung, terlihat beberapa masalah yang menarik perhatian untuk di teliti
lebih lanjut, yaitu mengenai rendahnya kepuasan kerja pegawai yang di pengaruhi
oleh kurangnya peran pemimpin dan budaya organisasi yang kurang berjalan
dengan baik di instansi. Mengingat pentingnya faktor-faktor 9 penunjang
kepuasan kerja pegawai seperti kepemimpinan dan budaya organisasi di PD.
Kebersihan Kota Bandung, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan

STUDI-STUDI KEPEMIMPINAN DARI MICHIGAN

Proses penelitian utama kedua mengenai perialaku kepemimpinan telah


dilakukan oleh para peneliti dari University of Michigan pada waktu yang kira-
kira sama dengan studi kepemimpinan dari Ohio State University. Fokus
penelitian Michigan adalah identifikasi hubungan di antara perilaku pemimpin,
proses kelompok, dan ukuran mengenai kinerja kelompok. Penelitian awal adalah
sejumlah studi lapangan dengan berbagai macam pemimpin, termasuk para
manajer bagian dalam sebuah perusahaan asuransi (Katz, Maccoby dan
Morse1950), para penyelia di dalam sebuah perusahaan pabrikasi yang besar
(Katz dan Kahn 1952), dan para penyelia dari kelompok bagian kereta api (Katz,
Maccoby, Gurin dan Floor 1951), informasi tentang perilaku manajerialdi
kumpulkan dengan cara wawancara dan kuesioner. Ukuran ojektif mengenai
produktifitaskelompok di gunakan untuk menggolongkan para menejer sebagai
relatif efektif atau tidak efktif. Perbandingan anatara para manajer, yang efektif
dan tidak efktif telah mengungkapkan beberapa perbedaan yang menarik dalam
perilaku manajerial, yang diringkaskan oleh Likert (1961-1967).
a. Perilaku kepemimpinan efektif

Penelitian menemukan bahwa tiga jenis perilaku kepemimpinan dapat


dibedakan antara para manajer yang efektif dan manajer tidak efektif. Setiap jenis
perilaku dijelaskan secara singkat.

b. Kepemimpinan rekan sejawat

Bower dan Seashore (1966) memperluas penelitian tentang perilaku


kepemimpinan dengan berpendapat bahwa kebanyakan fungsi kepemimpinan
dapat dilakukan oleh orang lain selain pemimpin kelompok yang telah ditunjuk.
Menurut Bowers dan Seashore (1966 hal 249) terdapat pikiran sehat dan juga
alasan teoritis untuk meyakini bahwa seorang pemimpin yang diakui secara ormal
melalui perialaku kepemimpinan penyelianya tersebut menentukan pola
kepemimpinan bersama yang diberikan oleh masing-masing bawahan.

Bowers dan Seashore adalah peneliti pertama yang menyusun kuesioner untuk
mejelaskan kepemimpinan rekan sejawat dan juga perilaku kepemimpinan oleh
manajer. Survey organization (Taylor dan Bowers 1972) yang telah digunakan
secara luas dalam organisasi oleh para peneliti di University of Michigan,
mempunyai skala yang mengukur dua perilaku yang berorientasi pada tugas
(penekanan dan sasaran

KETERBATASAN DARI PENELITIAN SURVEI

Penelitian yang menggunakan kuesioner sejauh inimenggunakan metode


umum yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara perilaku
kepemmpinan yang bersifat mendasarinya (misalnya, ciri-ciri kepemimpinan,
sikap) atau hasil dari perilaku ini (misalnya, kepuasan dan kinerja bawahan).
Namun, sering sulit diterjemahkan makna dari hasil studi survei ini. Dua sumber
kesalahan meliputi keterbatasana kuesioner dan permasalahan dalam menentukan
hubungan sebab akibat (causality).
a. Prasangka dalam Kuesioner Deskripsi Perilaku

Kuesioner deskripsi perilaku rentan terhadap beberapa jenis bias dan kesalaan
(Luthans dan Lockwood,1984; Schriesheim dan Kerr 1977; Uleman, 1991).
Sebuah sumber kesalah adalah penggunaan hah-hal ambigu (samar-samar).yang
dapat diterjemahkan dalam beberapa cara berbeda oleh beberapa responden
berbeda. Kebanyakan kuesioner kepemimpinan memiliki format respon tetap yang
meminta responden memikirkan kembali selama periode beberapa bulan atau
tahun dan menunjukan beberapa sering atau berapa banyak seorang pemimpin
menggunakan perilaku yang dijelaskan dalam item tertentu.

Sumber kesalah lain item-item kuesioner adalah bias respons. Misalnya


beberapa responden menjawab setiap item dengan cara hampir sama meskipun
terdapat perbedaan nyata dalam perilaku pemimpin itu, karena responden
menyukai (atau tidak menyukai) pemimpin tersebut (Schriesheim, Kinicki dan
Schriesheim, 1979).

b. Menerjemahkan hubungan sebab akibat dalam studi survei

Sebagian besar penelitian mengenai dampak perilaku kepemimpinan telah


mengukur perilaku dengan kuesioner yang diisi oleh para bawahan, dan nilai-nilai
perilaku yang dihasilkan telah dokorelasikan dengan ukuran kriteria yang
diperoleh pada titik waktu yang sama.

PENELITIAN PERILAKU TUGAS DAN HUBUNGAN MELALUI


EKSPERIMEN

Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat adalah dengan


melakukan eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan melatih
para pemipin untuk meggunakan perilaku tertentu. Beberapa eksperimen telah
dilakukan dalam suasana laboratorium kepada para mahasiswa universitas (Day,
1971; Day dan Hamblin, 1964; Farris dan Lim, 1969; Herold, 1977; Lowin dan
Craig, 1968; Misumi dan Shirakashi, 1966; Sims dan Manz 1984).penelitian ini
memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi dalam dua arah,
mdengan perilaku kehasil, dan sebaliknya.

Keterbatasan dan kebanyakan eksperimen laboratorium mengenai


kepemimpinan adalah bahwa eksperimen itu sangant tidak realistis, sehingga sulit
menggeneralisasi hasilnya kepara karyawan dalam organisasi sebenarnya. Dalam
usaha untuk menanggulangi keterbatasan tersebut, dua buah studi telah dilakukan
dengan memperkerjakan para mahasiswa untuk sementara waktu, bekerja paruh
waktu, untuk seorang penyelia yang sebenarnya adalah salah satu peneliti.
Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi yang sebenarnya dan hanya
sedikit dari eksperimen itu digunakan untuk meneliti dampak dari perilaku
kepemimpinan. Dalam eksperimen lapangan ini, perialku telah dimanupulasi
dengan program latihan. Dalam studi selama 18 bulan terhadap para manajer
sebuah pabrik saja, para manajer yang menerima pelatihan menghsilkan
pertimbangan lebih yang banyak dan memerima peringkat kerja yanglebih tinggi
dibanding para Manajer pada kelompok kendali (hand & slocum, 1972). Hasilnya
tidak pasti untuk perilaku yang berorientasi pada tugas. Pada studi mengenai para
penyelia sebuah rumah sakit, pelatihan meningkatkan perilaku pertimbangan dan
menghasilkan kepuasan dan kehadiran lebih tinggi, diukur dua bulan setelah
pelatihan (wexley & Nemeroff, 1975). Dalam studi terhadap para penyelia lini
pertama, pelatihan meningkatkan penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi
pada hubungan (misalnya, mendengarkan secara aktif, memberi pujian), dan
terdapat peningkatan signifikan atas peringkat kinerja yang dibuat satu tahun
setelah pelatihan oleh atasan dari masing-masing penyelia (latham & Saari, 1979).
Pada studi terhadap penyelia, pelatihan hubungan antar manusia menghasilkan
lebih banyak penggunaan beberapa perilaku yang berorientasi pada hubungan
(misalnya mendengarkan secara aktif, memberi pujian, konsultasi) dan
peningkatan signifikan sebanyak 17 persen atas produktivitas kerja (produksi per
jam) terjadi pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan (Porras &Anderson,
1981). Akhirnya, pada studi terhadap para penyelia produksi di sebuah parik
mebel, produktivitas meningkata (untuk enam bulan hingga 2 tahun setelah
pelatuhan) pada tiga dari empat departemen di mana para penyelianya dilatih
untuk menggunakan lebih banyak pujian kepada para bawahannya (Wikoff,
Anderson & Crowell, 1983). Ringkasnya, penelitian eksperimental dalam
laboraturium dan suasana lapangan menemukan bahwa peningkatan perilaku
kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan biasanya menghasilkan kepuasan
dan produktivitas yang lebih tinggi pada para bawahan. Perilaku yang berorientasi
pada tugas tidak dimanipulasi pada banyak studi eksperimental, dan jika
dimanupulasi hasilnya campur aduk dan tidak bisa disimpulkan.

PENELITIAN PERILAKU MENGGUNAKAN PERISTIWA KRITIS

Dalam kebanyakan studi tentang peristiwa kritis, peristiwa tersebut


dikelompokan bersama atas dasar isi perilaku yang sama, oleh para peneliti atau
oleh panel atasa responden. Kategori perilaku yang dihasilkan berbeda besar dari
satu studi dengan studi lainya. Pembeda terseut sebagian disebabkan oleh
keragaman pemimpin yang telah dipelajari, termasuk misalnya penyelia produksi
(Gellerman, 1976; Heizer, 1972), para menejer toko kelontong (Anderson
&Nilson, 1964) serta para menejer departemen pada toko-toko enceran (Campell,
Dunette, Arvey & Hellervik, 1973), dan para penyelia karyawan perkayuan
(Latham & Wexley, 1977)perbedaan kategori perilaku juga disebabkan oleh sifat
proses klaifikasi yang sembarang (arbitrary) dan subyektif. Meski demikian,
penilaian yang mendalam atas hasil-hassil studi itu memperlihatkan bahwa adanya
tinggkat kesamaan diantara studi terseut. Jenis perilaku pemimpin berikut ini ada
dalam seagian besar studi :

1. Merencanakan, mengkoordinasikan operasi


2. Mengawasi bawahan (mengarahkan, memberi instrukssi, memantau
kinerja)
3. Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para
bawahan
4. Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para
atasan, rekan sejawat, dan pihak luar.
5. Menerima tanggung jawab untuk mengawasi kebijakan organisatoriss,
melaksanakan tugas yang sibutuhkan, dan membuat keputusan yang
diperlukan.

Keterbatasan Penelitian Peristiwa Kritis

Metode peristiwa kritis mempunyai sejumlah keterbatasan. Metode ini


mengasumsikan bahwa sebagian esar responden mengetahui perilaku apa yang
penting dan relevean agi efektifitas pemimpin, dan mengasumsikan bahwa
perilaku tertentu itu penting jika sering muncul pada peristiwa yang dilaporkan
oleh banyak orang. Namun para responden terseut dapat bias persepsi mereka
tentang apa yang efektif, dan para responden dapat cenderung mengingat dan
melaporkan peristiwa yang konsisten dengan stereotipe mereka atau dengan teori
implisit tentang pemimpin yang efektif. Para peneliti jarang sekali melakukan
tindakan lanjut atas studi peristiwa kritis dengan penelitian tambahan untuk
memverifikasi bahwa perilaku terseebut mampu menbedakan antara para
pemimpin yang efektif dan tidak efektif yang yang dipilih berdasarka kriteria yang
bebas, misalnya kinerja kelomppok. Pendekatan tindak lanjut tersebut telah
digunakan dengan sukses pada sebuah studi yang dilakukan oleh Latham dan
Wexley (1977) terhadap penyelia dari para pekerja dalam usaha perkayuan.

Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada penelitian peristiwa kritis
didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan perilaku tersebut dengan
persyaratan spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin yang dipelajari.
Mendefenisikan kategori perilaku yang tingkat kekhususan ini memudahkan
tujuan, seperti pengembangan alat penilaian kinerja atau penentuan kebutuhan
akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori tersebut antar studi
terhadap berbagai jenis pemimpin. Keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi
dengan melakukan kodifikasi peristiwa tersebut dalam kategori perilaku yang
ditentukan lebih dulu yang dapat diunkan secara luas, seperti yang telah dilakukan
oleh Yukl dan Fleet (1982). Penggunaan kategori perilaku yang spesifik dan
ssituasional dan yang lebih generik memmungkinkan untuk digunakan pada
penelitian peristiwa kritis untuk mencapai beragam tujuan.

HIGH-HIGH LEADER

Penelitian Terhadap Pemimpin yang High-High

Dalam sebagian besar studi atas perilaku kepemimpinan, para peneliti telah
menggunakan ukuran dan analisis yang mengasumsikan model aditif. Para
peneliti ayng dilakukan di negara-negara barat, hasil model aditif tidak bisa
disimpulkan. Perilaku tugas dan hubungan cenderung terkorelasi secra positif
dengan kinerja bawahan, tetapi kolrelasi itu biasanya lemah (Fisher & Edwards,
1988). Hanya sedeikit studi yang benar-benar telah menguji interaksi antara
perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang terorientasi pada orang, dan
hasilnya tidak konsisten (misalnya, Evans, 1970; Fleishmen & Harris, 1962;
Larson, Hunt & Osborn, 1976). Dalam survei dan studi quasi ekserimental telah
memberikan dukunag yang lebih konsisten (Misumi, 1985), tetapi model multi
plikatif tidak diuji.

Sebagian rangkuman, penelitian survei hanya memberikan dukungan terbatas


bagi usulan universal bahwa para pemimpin tinggi-tinggi adalah lebih efektif.
Sebaliknya, penelitian deskriptif dari peristiwa kritis dan wawancara sangat
menyarankan agar para pemimpin yang efektif itu memandu dan memudahkan
pekerjaan untuk mencapai tujuan tugas sambil memelihara hubungan koopreatif
dan kerja tim.

Evaluasi dari Penelitian Mengenai Model

Penelitian survei atas konsekuensin dari perilaku pemimpin tidak


memberikan ujian yang memadai mengenai model tinggi-tinggi. Beberapa studi
telah secara langsung menyelidiki apakah kedua jenis perilaku pemimpin itu
berinteraksi dalam cara yang saling memudahkan. Bahkan jika sebagian besar
studi telah menyimpulkan analisis demikian, terdapat beberapa keraguan bahwa
kuesioner yang digunakan dalam kebanyakan studdi menjadi dasra yang memadai
untuk mengevaluasi teori itu. Studi survei tidak mempertimbangakan
kemungkinan bahwa para pemimpin yang efektif menggunakan sebentuk perilaku
yang berorientasi tuagas maupun hubungan (Blake & Mouton, 1982;Sashkin &
Fulmer,1988; Yukl, 1989). menurut Blake & mouton, pemimpin efektif bukanlah
seseorang yang secara simultan memperlihatkan dua jenis perilaku yang berbeda,
atau seseorang yang berganti-ganti perilaku, tetapi lebih sebagai seseorang yang
memilih bentuk perilaku tertentu yang secara simultan mencerminkan perhatian
baik terhadap tugas maupun orang

Pemimpin yang tinggi-tinggi (high-high) mendorong para bawahan untuk


menetapkan sasaran yang menantang tetapi realistis mengenai kualitas produk
yang luarbiasa bagusnya dan berkonsultasi dengan mereka tentang cara-cara untuk
meningkatkan kualitas. Pemimpin yang tinggi tugas dan rendah hubungan
menetapkan sasaran kualitas yang sulit dan menekan para bawahan utuk
meningkatkan kualitas. Pemimpin yang rendah tugass dan tinggi hubungan
mengabaikan masalah kualitas tetapi perhatian terhadap bawahan dan
berkonsultasi dengan mereka tentang cara-cara membuat lingkungan kerja
menjadi lebih menyenangkan. Pemimpin yang renda-rendah mengabaikan masalh
kualitas dan tidak acuh terhadap kebutuhan dan pilihan para bawahan.

Interdependensi biasa menjadi amat kompleks dan tidak selalu mungkin


untuk sebelumnya mengintegrasikan perhatian terhadap tugas dan orang. Pilihan
yang sulit harus di lakukan jika serangkaian tindakan memilimiki konsekuensi
positif dan negatif. Sebagai contoh, terkadang tindak mungkin mencapai tujuan
tugas kecuali orang diminta untuk membeuat pengorbanan, meninggalkan
tunjangan pribadi, da memderita kesulitan berat yang tidak akan mereka sukai.
Lebih kagi, kebanyakan jenis perilaku memiliki hasil yang makin berkurang, dan
tingkat optimalnya cara merupakan jumlah maksimum dari setiap perilaku.
Sebagai contoh, biasanya menguntungkan bagi pemimpin bila memperjelas
persyaratan peran para bawahan, tetapi pengarahan (“mikromanaging”) yang
berlebihan menyebabkan penolakan, menghalangi inisiatif, dan merendahkan
motivasi intrinssik. Biasanya menguntungkan bagi pemimpin jika memberikan
dukungan dan dorongan kepada para bawahan, tetapi sejumlah besar perilaku
mendukung (“menjadi terlalu melindungi”) yang berlebihan mendorong
ketergantungan, membatasi perkembangan, dan pada akhirnya dapat
menyebabkan penolakan. Model tersebut dan sebagian besar penelitian mengenai
hal tersebut tidak mengakui kebutuhan untuk menyeimbangkan nilai-nilai yang
saling bersaing dan tidak menemukan setingkat perilaku yang optimal.

Rekonsilasi Pendekatan Universal dan Situasional

Cara perilaku pemimpin dikonseptualisasikan dan diukur juga mempunyai


implikasi terhadap kontroversi mengenai model universal situasional tentang
efektifitas kepemimpinan. Model universal mendalilkan bahwa atribut
kepemimpinan tertentu adalah optimal dalam semua situasi, sedangkan model
situasional menyebutkan atribut berbeda berlaku dalam situasi berbeda. Saat
Blake n Mouton (1982) menekankan pada aspek kualitatif yang membedakan
perilaku tinggi-tinggi dari kombinasi lainnya, mereka dengan jelas mengakui
perlunya para pemimpin memilih bentuk perilaku yang spesifik yang cocok bagi
waktu atau situasi tertentu. Para manajer yang efektif mempunyai perhatian tinggi
baik terhadap tugas maupun orang, namun cara perhatian tersebut diterjemahkan
menjadi perilaku berfariasi menurut situasi dan dari satu bawahawn dengan
bawahan lainnya. Jadi, sebuah teori kep[emimpinan mungkin saja memiliki kedua
aspek universal dan situasioanal. Bentuk universal dari teori mereka adalah
orientasi nilai yang digunakan oleh manajer yang tinggi-tingi untuk memilih
perilaku yang cocok, bukan pola tertentu dari perilaku tinggi-tinggi yang
diterapkan secara otomatis pada semua situasi. Aspek situasional dari teori mereka
adalah pemikiran bahwa perilaku tersebut harus relevan dengan situasi agar dapat
menjadi efektif. Namun Blake & Mouton sebenarnya tidak pernah
mengembanngkan usulan yang spesifik mengenai perilaku yang cocok bagi situasi
yang berbeda.
Dengan memikirkan sifat pekerjaan manajerial (liahat bab 2), menjadi jelas
bahwa esensi dari pekerjaan demikian adalah sekelompok proses yang saling
terjalin (yakni, mempengaruhi, menangani informasi, membangun jaringan kerja,
dan mengambil keputusasn ) biasanya yang menyangkut baik masalah tugas
maupun hubungan. Dimensi tugas dan hubungan dari perilaku secara konseptual
dapat berbeda, namun pada prakteknya tiap peristiwa perilaku mempunyai
implikasi baik terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Para manajer telah
dibebani tuntutan yang berlebihan dan harus membagi waktunya dan memilih
perilaku yang relevan. Karena itu, para manajer yang efektif akan memiliki
perilaku dapat menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah secara brsama-
sama.

TAKSONOMI PERILAKU KEPEMIMPINAN

Sumber Keragaman antar Taksomi

Terdapat beberapa alas an atas keragaman taksomi yang dikembangkan untuk


menjelaskan perilaku kepimimpinan (Fleishman et,al.,1991;Yukl,1989). Kategori
perilaku adalah atribut abstraksi bukannya atribut berwujud dari dunia nyata.
Kategori perilaku di peroleh dari perilaku yang dapat diamati agar dapat
mengorganisasikan persepsi mengenai dunia dan membuatnya menjadi
berarti,namun kategori tersebut tidak ada dalam arti obyektif.Tidak terdapat
sejumlah kategori,perilaku yang “benar”.Jadi,taksomi yang di rancang untuk
mempermudah penelitian dan teori tentang efektivitas manajerial mempunyai
focus yang agak berbedah dari taksomi yang di rancang untuk menjelaskan
pengamatan atas aktifitas manajerial,atau taksomi yang di rancang untuk
mengkatalogkan tanggung jawab posisi dari para menejer dan para administrator.

Sumber ketiga dari keragamanantar taksomi perilaku adalah metode yang di


gunakan untuk mengembangkannya.Beberapa taksomi dikembangkan dengan
meneliti pola covariance antar butir (item) perilaku pada kuesioner deskripsi
perilaku yang menjelaskan manajer-manajer actual (metode analisis factor),
beberapa taksomi dikembangkan dengan menilai contoh-contoh perilaku
kelompok berdasarkankesamaan yang di rasakan mengenai isi atau tujuan
(klasifikasi penilaian judgmental),dan beberapa taksomi dikembangkan melalui
deduksindari teori (pendekatan teoritis-deduktif).Masing-masing metode
mempunyai bias tersendiri,dan penggunaan berbagai metode menghasilkan
taksomi yang agak berbeda,bahkan jika tujuannya sama.

Keterbatasan Dari Taksomi Berbasis Faktor

Analisis factor terhadap kuesioner survey telah digunakan untuk


mengembangkan sebagian besar taksomi perilaku.Ini merupakan perangkat
statistic yang berguna,tetapi memiliki beberapa keterbatasan serius yang
membantu menjelaskan kurangnya konsistensi bahkan diantara taksomi-taksomi
yang dikembangkan dengan metode yang sama untuk tujuan bersama.Terdapat
jenis prosedur analisis factor yang berbeda,dan hasilnya terpengaruh oleh piliihan
subyektif antar prosedur.Hasilnya juga terpengruh oleh kandungan darikumpulan
butir (item),jumlah ambigiutas dalam butir perilaku,pilihan format dan respon
yang digunakan dalam kuesioner,besaransampel dan identitas responden,
pengalaman dan kerumitan kognitif responden,maksud penggunaan dan
kerahasiaan data,dan harapan awal para peneliti.

Hasil analisis factor atas kuesioner yang menggambarkan perilaku juga


terpengaruh oleh pengalaman dan kerumitan kognitif responden.Cukup sulit untuk
memberikan peringkat perilaku kepimimpinan bahkan pada kondisi yang
terbaik.Orang yang memiliki pengalaman yang terbatas dan teori implicit yang
amat sederhana tentang kepimimpinan efektif tidaklah mungkin memperhatikan
dan mengingat aspek halus dari perilaku pemimpin yang terjadi beberapa bulan
atau tahun sebelumnya.Orang yang telah memahami taksomi yang rumit akan
akan lebih mungkin memberikan peringkat yang lebih akurat berdasarkan taksomi
itu..
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan


merupakan perilaku penting yang berorientasi pada hubungan. Memberikan
dukungan meliputih saran luas prilaku dimana seorang manajer rmemperlihatkan
pertimbangan, penerimaan, dan perhatian kepada kebutuhan dan perasaan
seseorang. seorang manajer yang perhatian dan bersahabat terhadap orang-orang
mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka. Mengembangkan
meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan yang
berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan
kemajuan karir seseorang.

Anda mungkin juga menyukai