Anda di halaman 1dari 11

BAB 2 HAKIKAT PEKERJAAN MANAJERIAL

POLA-POLA AKTIVITAS KHAS DALAM PEKERJAAN


MANAJERIAL

Langkah Pekerjaan Adalah Cepat dan Selalu Bersemangat


Penelitian tentang aktivitas manajerial ternyata berlawanan dengan konsepsi umum
manajer sebagai orang yang secara cermat membuat perencanaan dan menyusun kegiatan
kemudian duduk dikantornya sambil menunggu terjadinya pengecualian atas operasi normal
yang membutuhkan perhatian mereka.

Pekerjaan Bervariasi dan Terfragmentasi


Kegiatan manajer cenderung terfragmentasi disamping juga bervariasi. Interupsi
seringkali terjadi, pembicaraan terpatah – patah, dan kegiatan penting diselingi dengan yang
tidak penting, yang membutuhkan perubahan perasaan secara cepat. Manajer dapat
melakukan aktivitas yang berkisar dari pertemuan mengenai anggaran yang menyangkut
keputusan tentang penggunaan berjuta – juta dolar sampai diskusi mengenai cara
memperbaiki kran ledeng (Sales, 1979).

Banyak Aktivitas Bersifat Reaktif


Aktivitas manajerial yang bersifat terfragmentasi mencerminkan fakta bahwa banyak
interaksi diprakarsai oleh orang lain dan banyak perilaku manajer yang sifatnya reaktif
bukannya proaktif. Stereo tipe umum para manajer adalah bahwa mereka menggunakan
sebagian besar waktunya untuk melakukan analisis cermat terhadap masalah bisnis dan
mengembangkan rencana – rencana yang rumit untuk menanganinya.
Aktivitas – aktivitas yang terfragmentasi dan tuntutan hebat yang terus menerus yang
mencirikan pekerjaan manajerial membuat para manajer sukar mempunyai waktu yang
panjang, tanpa interupsi, yang dibutuhkan untuk jenis kegiatan yang demikian. Perencanaan
reflektif serta aktivitas lainnya yang memutuhkan waktu yang lama, seperti misalnya
membangun tim dan melatih keterampilan kompleks kepada para bawahan, biasanya
didahului oleh kegiatan. Di samping itu, para manajer itu sendiri biasanya meenekankan
aspek aktif pekerjaan mereka, dan bahkan selama interaksi lisan, mereka cenderung berfokus
pada masalah yang spesifik yang harus segera ditangani bukannya persoalan umum atau
strategi jangka panjang. Masalah terjadi secara singkat tidak teratur, dan manajer memilih
memberikan reaksi tehadap masalah ketika berhadapan dengannya, sementara yang lain akan
diabaikan atau ditunda. Pentingnya sebuah masalah menjadi penentu apakah masalah itu akan
dipahami dan ditangani, tetapi sering tidak jelas hingga sejauh mana sebenarnya suatu
masalah dianggap penting.
Manajer akan cenderung untuk mengabaikan atau menunda penyelesaian suatu
masalah bila tidak ada tekanan eksternal untuk menyelesaikannya, masalah yang dihadapi
tidak jelas dan sulit untuk diagnose, masalah yang menjadi tanggung jawab manajer lain atau
sub unit lainnya, dan masalah yang tidak dapat diselesaikan tanpa tambahan sumber daya
atau dukungan yang sulit atau mungkin diperoleh.

Interaksi Sering Melibatkan Rekan Sejawat dan Orang Luar


Timbulnya interaksi lateral dan eksternal yang tinggi dapat dijelaskan berdasarkan
kebutuhan manajer akan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang kompleks dan tidak
pasti yang mempengaruhi operasi subunit organisasinya, dan ketergantungan manajer
terhadap kerja sama dan bantuan dari banyak orang di luar rantai komando yang langsung
(Kotter, 1982).
Hubungan yang telah lama dibangun harus dijaga dan yang baru dibangun dengan
orang – orang yang kemudian menduduki porsi kunci, saat terjadi perubahan dalam
organisasi, dan saat lingkungan eksternal yang berubah.

Banyak Interaksi Melibatkan Komunikasi Lisan


Para manajer memperlihatkan pilihan yang kuat terhadap penggunaan media
komunikasi lisan seperti telepon dan pertemuan. Penelitian mengenai kegiatan manajerial
menemukan bahwa para manajer tingkat rendah dan menengah menggunakan 27 hingga 82
persen waktu mereka dalam bentuk komunikasi lisan, dan angka tersebut sebesar 65 hingga
75 persen bagi para manajer tingkat tinggi.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa kebanyakan dari komunikasi lisan oleh
manajer tersebut menyangkut pertukaran informasi dan usaha-usaha untuk mempengaruhi
orang. Para manajer cenderung lebih menyukai informasi terkini daripada informasi yang
sudah lama, dan informasi terkini tersebut biasanya diperoleh dari kontak-kontak tatap muka
dengan mereka yang mempunyai akses terhadap informasi tersebut, termasuk banyak orang
yang berada diluar subunit organisasi manajer itu.
Komunikasi lisan memungkinkan efek kata-kata diperkuat olen intonasi, gerakan, dan
komunikasi non-verbal lainnya. Interaksi tatap muka membantu usaha mempengaruhi dan
memberikan kesempatan untuk memperoleh umpan balik yang segera tentang efektivitasnya.
Penelitian deskriptif menemukan bahwa interaksi lisan dari seorang manajer secara
mengherankan cenderung mencakup sejumlah kata untuk memperolok, membuat lelucon,
dan mendiskusikan subyek yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Aktivitas sosialisasi
dan bisik-bisik tersebut memungkinkan membantu para manajer membangun dan
mempertahankan hubungan yang efektif dalam jaringan kerja yang luas dengan orang-orang
dibutuhkan bantuan dan dukungannya.

Pengambilan Keputusan Adalah Tidak Teratur dan Bersifat Politis


Banyak dari keputusan tentang manajemen menjelaskan pengambilan keputusan
sebagai peritiwa khusus yang dibuat oleh manajer atau sebuah kelompok saja, dengan suatu
cara yang teratur dan rasional. Seringkali mereka tidak mampu mengingat kembali kapan
sebuah keputusan akhirnya dicapai. Beberapa keputusan penting berupa hasil dari banyak
tindakan kecil atau pilihan sedikit demi sedikit yang diambil tanpa memperhatikan persoalan
strategis yang lebih luas.
Proses-proses pengambilan keputusan kemungkinan akan dicirikan oleh lebih banyak
kebingungan, kekacauan, dan emosi daripada rasionalitas. Bukannya analisis yang hati-hati
mengenai hasil yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan tujuan yang ditentukan
lebih dahulu, informasi sering diubah atau ditekan dengan tujuan supaya sesuai dengan
konsep semula (pre-conception) tentang tindakan yang terbaik atau yang dapat memenuhi
kepentingan pribadi atas pilihan tertentu.
Keputusan penting dalam organisasi secara umum membutuhkan dukungan dan
kewenangan dari berbagai orang yang berada pada tingkat manajemen yang berbeda di
berbagai subunit organisasi tersebut. Orang yang memprakarsai proses pengambilan
keputusan dapat saja bukan orang yang membuat pilihan terakhir di antara alternatif-alternatif
tindakan.
Berbagai orang yang tersangkut dalam pengambilan keputusan sering tidak
sependapat mengenai sifat masalah yang sebenarnya dan kemungkinan hasil dari berbagai
solusi, yang disebabkan oleh perspektif, asumsi, serta nilai yang berbeda-beda, dari para
manajer yang berasal dari spesialisasi fungsional dan latar belakang yang berbeda pula.
Proses pengambilan keputusan yang sangat politis yang bertele-tele kemungkinan akan
terjadi bila keputusan tersebut menyangkut masalah yang penting dan kompleks yang tidak
langsung tersedia pemecahan yang baik, terdapat banyak kelompok yang terkena dengan
kepentingan yang saling bertentangan, dan tersebarnya kekuasaan ke kelompok-kelompok
tersebut.
Proses pengambilan keputusan tersebut dapat bertele-tele sampai beberapa bulan atau
beberapa tahun lamanya akibat penundaan serta interupsi karena saran dibelokkan oleh para
penentang, didahului oleh krisis, atau dikembalikan kepada para pemrakarsa untuk
diperbaiki, yaitu perlu disesuaikan dengan keinginan para manajer yang dibutuhkan bantuan.
Keputusan yang menyangkut perubahan besar pada strategi organsasi atau politik,
kebanyakan hasilnya akan tergantung pada keterampilan mempengaruhi dan ketekunan para
individu manajer yang ingin memprakarsai perubahan dan pada kekuasaan relatif dari
berbagai koalisi yang tersangkut dalam membuat atau memberi wewenang untuk membuat
keputusan tersebut.
Tidak semua keputusan memerlukan perubahan besar atau proses politis yang bertele-
tele. Meskipun para manajer jarang terlihat mampu membuat keputusan penting pada suatu
saat tertentu, mereka sebenarnya membuat banyak keputusan yang kurang penting dalam
proses pemecahan masalah operasional, membuat rencana kerja, memberi kewenangan
menggunakan dana untuk pembelian alat tulis kantor atau peralatan, dan menyetujui kenaikan
upah. Keputusan tersebut seringkali menyangkut masalah yang telah tersedia solusinya yang
dibuat dengan resiko rendah, manajer tersebut mempunyai kewenangan untuk membuat
keputusan, dengan hanya sedikit orang penting yang akan terpengaruh oleh keputusan
tersebut, hanya terdapat sedikit konflik mengenai tujuan atau solusi, dan ada tekanan untuk
membuat keputusan yang cepat karena adanya tenggat waktu atau krisis.

Kebanyakan Perencanaan Adalah Tidak Formal dan Adaptif


Perencanaan seringkali dijelaskan dalam kepustakaan manajerial utama sebagai
proses formal penulisan tujuan, strategi, kebijakan dan anggaran, yang menurut kebawah dari
manajemen puncak mengikuti hirarki, dengan versi yang makin terinci pada tiap tingkatan
manajemen yang lebih rendah. Studi-studi deskriptif menemukan bahwa beberapa
perencanaan memang terjadi, namun biasanya tidak formal dan implisit.
Para manajer menggunakan sejumlah teknik mempengaruhi selama interaksi sehari-
hari mereka dengan orang-orang lain untuk memobilisasi dukungan dan menciptakan
peristiwa-peristiwa.
Dalam studi mengenai eksekutif tingkat tinggi, Quinn (1980), menemukan bahwa
kebanyakan dari keputusan strategis penting dibuat diluar proses perencanaan formal dan
strategi dirumuskan dengan cara sedikit demi sedikit, fleksibel dan intuitif.
Strategi diperhalus dan di implementasikan secara simultan dengan cara yang hati-hati
sedikit demi sedikit yang mencerminkan kebutuhan untuk mengembangkan koalisi politis
guna mendukung strategi dan juga untuk menghindari resiko dari komitmen awal terhadap
tindakan tertentu yang tidak dapat ditarik kembali.

KANDUNGAN PEKERJAAN MANAJERIAL

Penelitian Tentang Uraian Tugas (Job Description)


Penelitian uraian tugas berusaha mengidentifikasi persyaratan perilaku untuk
mencapai kinerja yang efektif atas pekerjaan manajerial. Persyaratan perilaku didefinisikan
berdasar tanggung jawab dan tugas penting yang harus dilaksanakan, tanpa memperhatikan
siapa yang memegang posisi. Penelitian awal mengenai uraian tugas bagi para eksekutif telah
dilakukan oleh Hemphill. Program penelitian yang luas untuk menyusun kuesioner yang
berguna untuk menjelaskan pekerjaan manajerial dan untuk menetapkan tingkat gaji yang
cocok dimulai pada Control Data Corporation Tahun 1974.
Peran – peran Manajerial dari Mintzberg
Mintzberg (1973) lebih menggunakan pengamatan bukunya survey untuk
mempelajari lebih lanjut kandungan aktivitas manajerial. Ia telah menyusun taksonomi
menengenai peran manajerial yang digunakan untuk pengkodean kandungan aktivitas yang
diamati dalam studi mengenai para eksekutif. Peran manajerial berlaku bagi tiap manajer
namun kepentingan relatifnya dapat berbeda – beda bagi manajer tertentu dengan manajer
lainnya. Peran manajer ditetapkan lebih dahulu oleh sifat dari posisi manajerial tersebut,
namun para manajer mempunyai beberapa fleksibelitas mengenai cara masing-masing peran
tersebut diinterprestasikan dan diterapkan. Masing-masing peran akan dijelaskan secara
singkat.
1. Peran Proforma pemimpin ( Figurehead Role ). Sebagai konsekuensi dalam kewenangan
formal mereka sebagai kepala organisasi atau salah satu subunitnya, para manajer
diharuskan untuk melakukan tugas simbolis tertentu yang bersfat legal dan sosial.
Manajer tersebut harus berpartisipasi dalam kegiatan tersebut meskipun kegiatan itu
hanya mempunyai kepentingan yang marjinal saja bagi pekerjaan mengelola
2. Peran sebagai pemimpin. Para manajer bertanggung jawab agar sub unit organisasinya
berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi guna mengejar tujuan dasarnya.
3. Peran sebagai penghubung. Peran sebagai penghubung yang mencakup perilaku yang
bertujuan untuk menetapkan dan mempertahankan jaringan hubungan dengan para
individu dan kelompok diluar unit organisasi manajer itu.
4. Peran sebagai pemantau. Para manajer berkelanjutan mencari imformasi dari sejumlah
sumber, seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam pertemuan dan pengarahan dan
melakukan perjalanan pengamatan.
5. Peran sebagai Disseminator (pembagi informasi). Para manajer mempunyai akses khusus
ke sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan.
6. Peran sebagai Juru Bicara. Para manajer juga diharuskan untuk menentukan informasi
dan memberikan pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar subunit
organisasi mereka.
7. Peran sebagai wirausahawan. Manajer sebuah organisasi atau subunitnya bertindak
sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan
peluang dalam memperbaiki situasi yang ada sekarang
8. Peran sebagai Orang yang Menangani Kekacauan/ Gangguan. Dalam peran ini, manajer
menangani krisis yang mendadak yang tidak dapat diabaikan, yang berbeda dengan
masalah yang dipecahkan secara sukarela oleh manajer tersebut guna memanfaatkan
peluang (peran wirausahawan).
9. Peran sebagai Pengalokasi Sumber Daya. Para manajer menggunakan kekuasaan mereka
untuk mengalokasikan sumber daya seperti uang, personalia, material, peralatan, fasiltas,
dan jasa.
10. Peran sebagai Perunding. Perundingan apapun yang membutuhkan komitmen yang
subtansial mengenai sumber daya akan terbantu oleh kehadiran manajer yang mempunyai
kekuasaan untuk membuat komitmen tersebut.

Konflik Peran
Berbagai orang (“ role senders”) dalam sebuah organisasi menggunakan tekanan
terhadap manajer agar menyesuaikan diri dengan keyakinan mereka tentang cara yang baik
dibutuhkan dan dibutuhkan untuk berperilaku. Pada saat tertentu, berbagai orang membuat
permintaan yang tidak tepat pada para manajer, sehingga menciptakan konflik peran. Para
manajer sering mengalami dirinya diserang oleh permintaan yang saling bertentangan dari
para atasan dan bawahannnya. Konflik tersebut dapat menyangkut ke tidak setujuan
mengenai prioritas relatif dari dua peran, atau mengenai cara menjalankan peran tertentu.
Dalam usaha mendamaikan peran yang saling bertentangan, manajer kemungkinan akan lebih
responsif terhadap harapan dari para atasan, karena para atasan tersebut mempunyai
kekuasaan yang lebih banyak terhadap manajer dari pada para bawahan.
Selain harapan mengenai peran orang lain, persepsi pemimpin mengenai tuntutan
peran akan tergantung pada sifat tugasnya. Harapan mengenai peran para bawahan atau
atasan tidak konsisten dengan tuntutan tugas yang objektif, khususnya jika sifat tugas atau
lingkungan eksternalnya telah berubah sedangkan norma serta kepercayaan mengenai
perilaku pemimpin yang baik masih tetap sama.

TEORI TENTANG PERMINTAAN, HAMBATAN, DAN PILIHAN

Komponen Inti dari Model


Permintaan, kendala, dan pilihan membentuk sifat pekerjaan dan amat mempengaruhi
perilaku sifat para manajer.
Permintaan (Demands) adalah apa yang harus dilakukan orang yang memegang
pekerjaan dan jika tidak melakukannya ia akan berisiko menerima sanksi atau kehilangan
posisi. Akibatnya, tuntutan adalah harapan mengenai peran dari orang yang mempunyai
kekuasaan yang cukup besar untuk memperoleh kepatuhan. Tuntutan mencakup standar,
tujuan dan tenggang waktu bagi pekerjaan yang harus dipenuhi, dan prosedur birokratis yang
tidak dapat diabaikan atau didelegasikan , seperti menyiapkan anggaran dan laporan,
mengikuti pertemuan tertentu, memberi wewenang untuk melakukan pembayaran,
menandatangani dokumen, dan melakukan penilaian kinerja.
Hambatan (containts) adalah karakteristik organisasi dan lingkungan eksternal yang
membatasi apa yang dapat dilakukan oleh manajer. Termasuk didalamnya adalah peraturan
yang birokratis, kebijakan, dan peraturamn yang harus di awasi, serta kendala hukum seperti
UU Perburuhan, peraturan tentang lingkungan, peraturan tentang jaminan keamanan,
peraturan tentang keselamatan kerja. Jenis kendala lain menyangkut kebereadaan sumber
daya, seperti fasilitas, peralatan, pembiayaan sesuai angggaran, persediaan, karyawan dan
peralatan pendukung. Teknologi yang digunakan untuk melakukan pekerjaan menghambat
pilihan tentang cara pekerjaan tersebut akan dilakukan.
Pilihan (Choices) adalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh manajer namun tidak
diharuskan untuk mengerjakannya, pemilihan peluang yang tersedia bagi para seorang pada
jenis posisi manajerial tertentu untuk menerapkan apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melakukannya. Tuntutan dan kendala membatasi pilihan dalam jangka pendek, namun dalam
jagka panjang manajer mempunyai beberapa peluang untuk memodifikasi tuntutan dan untuk
menghindari kendala, dan dengan demikian dapat memperluas pilihan.

Deteminan Berdasarkan Situasi


Terdapat perbedaan pola tuntutan, kendala, dan pemilihan bagi berbagai jenis
pekerjaan manajerial, tergantung pada aspek situasi seperti pola hubungan, pola kerja, dan
jumlah keterpaparan.
Pola Hubungan. Tuntutan yang dibuat bagi manajer oleh para atasan, bawahan, rekan
sejawat, dan orang yang berada diluar organisasi mempengaruhi cara manajer tersebut
menggunakan waktu dan banyaknya keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan tentang peran. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk berhubungan dengan
para atasan jika manajer sangat bergantung pada atasan tersebut untuk memperoleh sumber
daya atau tugas kerja, dan mereka membuat tuntutan yang tidak dapat diprediksikan.
Sejauh mana para bawahan, rekan sejawat, dan atasan yang membuat tuntutan yang
saling bertentangan terhadap manajer akan menentukan berapa banyak konflik peran yang
akan dialami dan hal ini jelas mempunyai implikasi terhadap kesukaran untuk memuaskan
berbagai tuntutan tersebut.
Pola Kerja. Stewart menemukan bahwa pola persyaratan dan tuntutan peran akan
mempengaruhi perilaku manajerial, dan pola perilaku yang agak berbeda akan terkait dengan
jenis pekerjaan manajerial berbeda pula. Faktor berikut berguna untuk menggolongkan
pekerjaan manajerial :
1. generating) atau merupakan tanggapan atas tuntutan, instruksi, dan masalah dari orang
lain.
2. Sejauh mana pekerjaan tersebut berulang bukannya bervariasi dan unik
3. Jumlah ketidak pastian dalam pekerjaan
4. Sejauh mana kegiatan manajerial membutuhkan perhatian yang terus menerus untuk
jangka waktu yang lama
5. Jumlah tekanan untuk memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan.
Keterpaparan. Aspek lain dari pekerjaan manajerial yang menentukan perilaku dan
keterampilan apa yang dibutuhkan disebut keterpaparan ( exposure ). Keterpaparan adalah
jumlah tanggung jawab untuk memenuhi keputusan.

PENELITIAN TERHADAP DETERMINAN SITUASIONAL

Tingkatkan manajemen
Para menejer dari tingkatan yang lebih tinggi biasanya lebih memperhatikan
penggunaan kekuasaan yang luas dalam membuat rencana jangka panjang,merumuskan
kebijakan, memodifikasi struktur organisasi dan memperkasai cara-cara baru untuk
melakukan kegiatan.
Manajer yang berada pada tingkatan yang tinggi dalam hararki otoritas organisasi
biasanya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat keputusan yang penting,
yang mencakup tujuan organisasi, perencanaan strategi untuk mencapai tujuan, penentuan
kebijakan umum, rancangan kebijakan umum, rancangan struktur organisasi, dan alokasi
sumberdaya.
Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa mana manager tingkat lebih rendah
mempunyai kebijaksanaan yang lebih sedikit, diminta untuk lebih sering berkonsultasi
dengan atasan sebelum mengambil tindakan mengenai keputusan, dan jarang membuat
pilihan mengenai keputusan akhir.
Para manager tingkat lebih rendah cenderung lebih memperhatikan masalah teknis,
staffing (seleksi personalia dan pelatihan ), merencanakan pekerjaan, dan membantu kinerja
para bawahan. Jumlah aktifitas perhari lebih besar bagi para menager tingkat lebih rendah,
dan waktu yang di habiskan oleh setiap aktifitas cenderung untuk lebih sedikit (kurke &
Aldrich 1973 thomason, 1967 walker,guest, turner,1956).

Besarnya unit organisasi


Implikasi dari besarnya unit kerja atau “rentang kendali” (span of control)” bagi
prilaku pemimipin telah di selidiki dalam berbagai jenis penelitian, dari study mengenai
kelompok kecil hingga study atas para chief executives, kotter (1982) telah mempelajari para
general manager dan menyimpulkan bahwa para manager sub unit organisasi yang lebih
besar mempunyai pekerjaan yang lebih menuntut dibandingkan dengan para manager unit
yang lebih kecil. Keputusan lebih sukar karena volume masalah dan kegiatan yang luar biasa
banyaknya serta kurangnya pengetahuan yang terinci yang mungkin dipunyai manager.
Karena unit yang lebih besar kemungkinan akan mempunyai struktur yang lebih birokratis,
para manager harus menghadapi banyak lebih banyak kendala (misalnya peraturan, produser,
standar, serta otorisasi yang dibutuhkan). Konsisten dengan analisis tersebut, kotter
menemukan bahwa para general manager dalam unit organisasi yang lebih besar mempunyai
jaringan kerja yang lebih luas dan mengikuti lebih banyak pertemuan yang direncanakan.
Jika manager mempunyai banyak bawahan, akan lebih sukar mengumpulkan mereka
semua untuk menghadiri pertemuan, atau untuk konsultasi secara pribadi dengan setiap orang
itu.jadi, para pemimpin cenderung lebih sedikit menggunakan kepemimpinan partisipatif atau
membatasinya “komite eksekutif” atau kebeberapa orang “letnan” yang dipercayai saja.
Heller dan yaki (1969) menemukan bahwa pada saat rentang kembali meningkat, para
manager dari tingkat yang lebih tinggi membuat keputusan yang otokratis, namun mereka
juga lebih banyak menggunakan pendelegasian. Kedua gaya pengambilan keputusan tersebut
memungkinkan manager yang tanggung jawabnya overloaded mengurangi jumlah waktu
yang di butuhkan untuk membuat keputusan. Para manager dari tingkat yang lebih rendah
dalam study tersebut juga membuat lebih banyak keputusan yang otokratis pada saat
rentangnya bertambah, namun mereka tidak menggunakan lebih banyak pendegelasian,
mungkin karena pendegelasian kurangfeasible (layak) bagi mereka. Blankenship dan miles
(1968) menemukan bahwa dengan meningkatnya rentang kendali, para managaer lebih
banyak menyadarkan diri pada para bawahan untuk memperkrasai tindakan keputusan, dan
kecenderungan tersebut lebih ditekankan bagi para manager tingkat atas dari pada bagi para
manager tingkat bawah.
Pada saat besarnya kelompok tersebut meningkat, demikian pula beban kerja
administratifnya. Para manager membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk melakukan
hal-hal seperti membuat rencana, melakukan koordinasi, menyusun staf, dan membuat
anggaran (cohen & march, 1974 hemphill 1950 katzell et al 1968). Peningkatan persyaratan
koordinasi diperbesar jika para bawahan mempunyai tugas.
Yang sangat tidak pasti dan sangata saling tergantung. Terkadang bagian dari beban
administrative yang meningkat dapat di delegasikan kepemimpin kedua, kekomite
pengkoordinasian yang terdiri dari para bawahan, atau kepara spesialis pengkoordinasia yang
baru yang yang bekerja sebagai asisten staf. Namun dalam banyak kasus, pemimpin tersebut
diharapkan untuk menerima tanggung jawab untuk member arah dan mengintegrasikan
kegiatan kelompok.
Para nabager dari kelompok yang besar memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk
berinteraksi dengan masing-masing bawahan dan memelihara hubungan antara pribadi yang
efektif dengan mereka (ford,1981), tersedia waktu yang lebih sedikit untuk memberikan
dukungan, dorongan dan pengakuan terhadap setiap bawahan (goodstadt & kipnis 1970).
Masalah mengenai bawahan cenderung akan ditangani dengan cara yang lebih normal dan
netral dan para manager akan lebih cenderung (kipnis & koseptino 1969 kpnis dan lane
1962). Jika bawahan mempunyai masalah kinerja, pemimpin lebih kecil kecenderungannya
akan memberikan intruksi dan pembimbingan secara perorangan.
Pada saat kelompok tumbuh menjadi lebih besar, kemungkinan akan tumbuh klik-klik
dan golongan. Sub-kelompok tersebut sering bersaing untuk memperoleh kekuasaan dan
sumber daya alam, menciptakan konflik dan mengancam solidaritas kerjasama tim. Jadi,
pemimpin kelompok besar membutuhkan lebih banyak waktu untuk membangun identifikasi
kelompok, mengembangkan kerja sama, dan mengelola konflik. Namun, tekanan untuk
melakukan lebih banyak kegiatan administrative dalam kelompok besar dapat menyebabkan
pemimpin tersebut mengabaikan kegiatan untuk mempertahankan kelompok hingga masalah
serius timbul.

Interdepedensi lateral
Sejauh mana sejauh sub unit seseorang pemimpin tergantung pada sub unit lainnya
dalam organisasi yang sama(“indepedensi lateral”) atau pada kelompok eksternal akan cukup
bvanyak mempengaruhi prilaku pemimpin. Pada saat interpredensi dengan subunit lainnya
meningkat. Koordinasi semakin menjadi penting namun juga menjadi lebih sukar bagi
manager subunit untuk bersama-sama menyesuaikan rencana jadwal serta aktivitas (galbraith
1973 mintzberg 1979). Interdepedensi lateral merupakan ancaman bagi subunit tersebut
karena kagiatan rutin harus lebih sering dimodifikasi agar dapat memenuhi kebutuhan subunit
lainnya , yang mengakibatkan hilangnya otonomi dan stabilitas (hunt & Osborn 1982 sayles
1979).
Penelitian mengenai pola kegiatan para manager menemukan bahwa hasilnya
konsisten dengan gambaran tersebut. Saat interdependesi lateral meningkat, kegiatan
eksternal pemimpin menjadi lebih penting, para manager lebih banyak menggunakan
waktunya dalam interaksi lateral, dan merasa membangun hubungan kerja dengan kontak-
kontak dibagian lain dari organisasi (hammer &turk 1987 kaplan 1986 kotter 1982 michael &
yuki 1993,stewart 19676,1976, walker, mguest & ,turner 1956 yanouzas 1964 ).
Para pemimpin dalam hubungan lateral meliputi fungsi-fungsi seperti mengumpulkan
informasi dari subunit lainnya, memperoleh bantuan dan kerjasama dari mereka, melakukan
negosiasi untuk memperoleh persetujuan, mencapai keputusan bersama untuk
mengkoordinasi kegiatan unit, mempertahankan kepentingan unit, memperomosikan citra
yang menguntungkan bagi unit, dan bertindak sebagai juru bicara bagi para bawahan. Sejauh
mana pemimpin menekankan masing-masing kegiatan tersebut tergantaung pada sifat
hubungan laeral tersebut. Misalnya, jika sebuah unit memberikan pelayanan berdasarkan
permintaan kepada unit lainnya, perhatian utama pemimpin tersebut adalah bertindak sebagai
penahan bagi para bawahan terhadap permintaan dari luar itu. (sayles 1979).
Pada saat pemimpin tersebut berusaha untuk mempertemukan permintaan dari atas
dan dari bawah, penting juga untuk membuat kompromi dalam usaha mencapai persetujuan
dengan unit lainnya, para bawan mengharapkan pemimpin tersebut akan mewakili
kepentingan mereka, namun tidak mungkin mempertahankan hubungan kerja yang efektif
dengan manager subunit lainnya. kecuali pemimpin tersebut juga tanggap terhadap
kpemimpin mereka.
Salancik et al(1975) telah melakukan study mengenai para manager dalam sebuah
perusahaan asuransi untuk meneliti konflik peran yang demikian. Ia menemukan bahwa
untuk mempertahankan usaha kerjasama, para manager yang mempunyai kegiatan kerja yang
saling terkait cenderung untuk menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan masing-masing.
Semakin banyak jumlah teman kerja dengan siapa seorang manager harus berhubungan
secara teratur, semakin sedikit tanggapan managaer tersebut terhadap keinginan bawahan.

Krisis
Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat melaksanakan tugas yang sulit
atau untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang bermusuhan, harapan peran bagi pemimpin
tersebut cenderung akan berubah dalam cara yang dapat di prediksi. Dalam keadaan
demikian, para bawahan mengharapkan pemimpin tersebut akan lebih tegas, member
petunjuk dan memberikan (halpin, 1954 mulder &stemerding 1963). Mereka melihat kepada
pemimpin agar memperlihatkan inisiatif dalam mendefisinikan masalah, mengidentifikasi
solusi, mengatur tanggapan kelompok terhadapkrisis tersebut, tetap member informasi
kepada kelompok mengenai pristiwa yang terjadi. Misalnya, sebuah study yang dilakukan
diatas kapal-kapal angkatan laut memperlihatkan bahwa para perwira angkatan laut
menjalankan lebih banyak kekuasaan dalam situasi krisis, dan lebih kreatif, lebih otokratis,
dan berirontasi tujuan (mulder, risetma van eck &de jong 1970). Paraperwira yang
memperlihatkan inisiatif dan menjalankan kekuasaan dengan cara yang pasti dan percaya diri
biasanya lebih efektif. Dalam sebuah study mengenai cara manager bankdi belanda, mulder,
de jong, koppelaar, dan verhage(1986)menemukan bahwa konsultasi dengan para bawahan
kurang digunakan dalam stuasi krisis dari pada dalam stuasi non kritis disbanding dengan
para managaer yang kurang efektif, dan kurang cenderung menggunakannya dalam situasi
krisis.

Tahap dalam daur hidup organisasi


Organisasi bergerak melalui daur hidup yang sama seperti organism biologis,
Dengan tahap kelahiran tahap pertumbuhan, tahap kejenuhan, dan tahap kemunduran atau
tahap hidup baru (revitalisasi)(Quinn & Cameron 1983).
Baliga dan Hunt (1988) berpendapat bahwa dengan menguji jenis proses apa yang
penting dalam tiap – tiap tahap, kita dimungkinkan untuk mengidentifikasi permintaan,
hambatan, serta pilihan akan perubahan kepemimpinan manajemen puncak.

PERUBAHAN SIFAT PEKERJAAN MANAJERIAL


Pekerjaan manajerial telah diubah olah berubahnya tren perekonomian, politik, dan
kemasyarakatan (Dess & Picken, 2000). Tren menuju globalisasi terus semakin cepat karena
menguatnya kompetisi asing, pasar luar negeri menjadi lebih penting dan lebih banyaknya
perusahaan yang menjadi perusahaan muntinasional atau berpartisipasi dalam usaha bersama
lintas Negara.
Tanggung jawab menajerial makin melibatkan permasalah internasional, dan para
manajer harus mamapu memahami, berkomunikasi dan mempengaruhi orang dari budaya
berbeda. Keragaman budaya tenaga kerja didalam organisasi juga semakin meningkat, untuk
membangun hubungan kooperatif, dibutuhkan empati yang cukup besar, rasa saling
menghormati dalam keragaman, dan memahami nilai, keyakinan, dan sikap orang yang
datang dengan budaya yang berbeda.
Teknologi baru saja mengubah sifat pekerjaan dan membuat mungkin informasi yang
lebih rincidan tepat waktu kepada siapa saja yang membutuhkannya. Namun, meningkatnya
informasi tentang operasi dan lingkungan organisasi dapat menjadi keuntungan dan kerugian.
Membutuhkan rasa obyektif dan prioritas yang jelas dan ketrampilan kognitif yang kuat
untuk mengatasi kebanjiran informasi dan memahaminya. Selanjutnya, karena komunikasi
elektronik menjadi makin penting, para pemimpin akan harus menyesuaikan perilaku mereka
agar sesuai dengan tegnologi yang baru tersebut.
Perubahan sifat organisasi menyajikan tantangan lainnya lagi, banyak organisasi yang
dibuat desentralisasi menjadi unit organisasi yang lebih kecil dan semi-otonomi, dibuat
mendatar strukturnya dengan menghilangkan lapisan manajemen menengah, atau
direstrukturisasi berdasar tim-tim yang prosuksi yang mencakup sejumlah lini fungsional atau
geografis. Dalam organisasi yang berbasis tim, terdapat lebih banyak kepentiangan bersam,
dan tanggung jawab kepemimpinan senantiasa berubah dalam cara yang penting. Sebagai
contoh, para pemimpin tim diharapkan untuk menjadi lebih pembimbing (coach) dan
fasulitator dan tidak terlalu menjadi pengatur (director) dan penggendali.
Tren lainnya adalah meningkatnya ketergantungan keapda pemasok, konsultan dan
kontraktor dari luar yang menyediakan persediaan, bahan, atau jasa-jasa yang dibutuhkan
dalam waktu yang tepat. Dalam kasus yang ekstrim, perusahaan yang terintegrasi secara
vertical yang melakukannya segala sendiri telah digantikan oleh organisasi “virtual” yang
“melakukan outsourse” sebagian besar aktifitasnya (misalnya: produksi, administrasi
penggajian dan tunjangan, jasa hokum, pemasaran). Para pemimpin dalam organisasi baru ini
diharapkan untuk lebih berfungsi sebagai wirausahawan dari sebagai manajer tradisional.
Mereka harus mengindentifikasikan kesempatan strategis,menegosiasikan usaha bersama
dengan organisasi lain, membangun aliansi strategis dan mengkoordinasikan aktifitas yang
saling bergantung dalam lusinan lokasi yang tersebar diseluruh dunia.

BERAPA BANYAK KEBIJAKSANAAN YANG DIMILIKI MANAJER


Penelitian situasional memberikan bukti yang kuat bahwa aspek situasi
mempengaruhi pola kegiatan dan isi perilaku para manajer. Sebuah posisi manajerial
menuntut berbagai hal kepada orang yang menjabatnya, dan tindakan pemegang jabatan itu
menghadapi kendala berupa undang-undang, kebijakan, tradisi, dan lingkup kewenangan
formal. Walau terdapat tuntutan dan kendala tersebut, beberapa pilihan mengenai perilaku
masih tetap ada, khususnya yang berhubungan dengan aspek apa yang ditekankan dari
pekerjaan itu, berapa banyak waktu yang digunakan untuk berbagi kegiatan, serta berapa
banyak waktu yang digunakan untuk berhubungan dengan bermacam orang. Penelitian
memperlihatkan bahwa bahkan untuk para manajer yang mempunyai tugas yang sama,
terdapat cukup banyak perbedaan perilaku (James & White, 1993; Kotter, 1992; Stewart,
1976, 1982) misalnya, Stewart menemukan bahwa beberapa manajer bank menekankan
supervise staf, sedangkan yang lainnya mendelegasikan sebagian besar dari manajemen
internal ke assiten manajer yang berkonsentrasi pada pencarian bisnis yang baru secara aktif.
Sebagian, keanekaregaman perilaku dalam pekerjaan yang sama terjadi karena adanya
dimensi presentasi kerja yang majemuk. Dalam batas-batas yang dipaksakan berdasar
prioritas oleh tingkatan manajemen yang lebih tinggi, seseorang dapat memilih untuk
mengerahkan lebih banyak usahanya kesejumlah tujuan tertentu disbanding tujuan lainnya.
Keanekaragaman dalam pekerjaan yang sama juga disebabkan oleh cara manajer
menangani konflig tentang peran. Harapan peran bagi pemimpin jarang sekali mutlak atau
komprehensif, dan pemimpin biasanya mempunyai kebijaksanaan yang cukup besar untuk
membentuk perannnya sendiri setelah beberapa waktu. Jika diberi waktu yang cukup,
pemimpin yang terampil akan mampu menyesuaikan persyaratan peran yang awalnya tidak
cocok. Para pemimpin yang mempunyai rekor pengambilan keputusan yang berhasil dan
loyalitas kepada organisasi diberi lebih banyak kebebasan untuk mendefenisikan kembali
perannya dan meprakarsai inovasi. Tetapi, fleksibilitas tersebut akan lebih besar bagi harapan
peran yang tidak menyangkut nilai-nilai sentral yang mempunyai arti simbolis yang penting
bagi para anggota organisasi (Biggart & Hamilton, 1984)

KETERBATASAN PENELITIAN DESKRIPTIF


Kebanyakan penelitian mengenai pola komunikasi dari para manager adalah
penelitian lama, dan harus dilakukan kembali bagi organisasi modern yang memiliki media
komunikasi jenis baru. Interaksi sangat dipengaruhi oleh teknologi baru seperti telepon,
internet dll.
Kebanyakan penelitian observasi mengenai sifat pekerjaan manajerial, bukan
dirancang untuk menjelaskan pola dan isi yang khas dari kegiatan manajerial, bukan untuk
menjawab secara langsung pertanyaan mengenai pola kegiatan atau pola perilaku mana yang
perlu dan efektif. Mengetahui bahwa banyak manajer melaksanakan pekerjaan tertentu tidak
menceritakan kepada kita apakah hal itu penting sekali bagi efektifitas manajerial. Bahkan
hasil penelitian situasional tersebut dapat menyesatkan. Pola perilaku yang paling lazim
dalam jenis pekerjaan atau situasi manajerial tertentu tidak berarti menjadi paling efektif.
Study tentang deskripsi tugas para manajer mengukur persepsi manajer mengenai
pentingnya berbagai kegiatan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Penelitian
mengenai deskripsi tugas tersebut digunakan untuk mengindentifikasikan kesamaan dan
perbedaan persyaratan ketrampilan bagi berbagai jenis kedudukan manajerial. Tujuan utama
penelitian itu adalah untuk mempermudah pengembangan system kompensasi, prosedur
seleksi, serta prosedur penilaian kienrja, bukan untuk menentukan bagaimana hubungan
perilaku manajerial dengan criteria efektivitas manajerial. Penilaian mengenai peringkat
kepentiangan yang dibuat oleh banyak manajer bisa saja berat sebelah (bias) oleh stereotype
yang dirasakan bersama atau oleh teori-teori implicit tentang pemimpin yang efektif. Sampai
saat ini hanya terdapat sedikit bukti yang memperliahatkan bahwa kegiatan dan perilaku
manajerial yang dinilai penting adalah yang juga berhubungan dengan criteria mengenai
efektifitas manajerial.
Studi deskriptif lainnya menganalisis dari wawancara dengan para manajer yang
sudah ditentukan dari awal bahwa mereka adalah manajer efektif (Kanter, 1982; Kotter &
Lawrence, 1974), atau dengan para manajer dari organisasi yang ditunjuk sebagai organisasi
yang efektif (Peters & Ausin, 1985; Peters & Waterman, 1982). Pada peneliti tersebut
mencoba untuk menemukan pola-pola perilaku atau tema umum yang dapat menjelaskan
mengapa para manajer/atau organisasi itu efektif. Namun, studi itu tidak membandingkan
para manajer yang efektif itu dengan para manajer yang tidak efektif. Wawasan yang lebih
lebih dapat diandalkan akan didapatkan jika para peneliti membandingkan pola perilaku
untuk menejer yang efektif dan tidak efektif daru jenis yang sama dan secara eksplisit
meneliti hubungan dari pola perilaku manajerial dengan persyaratan dari situasi pekerjaan
manajerial.
Kegiatan manajerial dapat dijelaskan berdasarkan 4 proses yaitu:
1. Mengembangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengaruhi orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap kegiatan
khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih.

Anda mungkin juga menyukai