Konflik Peran
Berbagai orang (“ role senders”) dalam sebuah organisasi menggunakan tekanan
terhadap manajer agar menyesuaikan diri dengan keyakinan mereka tentang cara yang baik
dibutuhkan dan dibutuhkan untuk berperilaku. Pada saat tertentu, berbagai orang membuat
permintaan yang tidak tepat pada para manajer, sehingga menciptakan konflik peran. Para
manajer sering mengalami dirinya diserang oleh permintaan yang saling bertentangan dari
para atasan dan bawahannnya. Konflik tersebut dapat menyangkut ke tidak setujuan
mengenai prioritas relatif dari dua peran, atau mengenai cara menjalankan peran tertentu.
Dalam usaha mendamaikan peran yang saling bertentangan, manajer kemungkinan akan lebih
responsif terhadap harapan dari para atasan, karena para atasan tersebut mempunyai
kekuasaan yang lebih banyak terhadap manajer dari pada para bawahan.
Selain harapan mengenai peran orang lain, persepsi pemimpin mengenai tuntutan
peran akan tergantung pada sifat tugasnya. Harapan mengenai peran para bawahan atau
atasan tidak konsisten dengan tuntutan tugas yang objektif, khususnya jika sifat tugas atau
lingkungan eksternalnya telah berubah sedangkan norma serta kepercayaan mengenai
perilaku pemimpin yang baik masih tetap sama.
Tingkatkan manajemen
Para menejer dari tingkatan yang lebih tinggi biasanya lebih memperhatikan
penggunaan kekuasaan yang luas dalam membuat rencana jangka panjang,merumuskan
kebijakan, memodifikasi struktur organisasi dan memperkasai cara-cara baru untuk
melakukan kegiatan.
Manajer yang berada pada tingkatan yang tinggi dalam hararki otoritas organisasi
biasanya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat keputusan yang penting,
yang mencakup tujuan organisasi, perencanaan strategi untuk mencapai tujuan, penentuan
kebijakan umum, rancangan kebijakan umum, rancangan struktur organisasi, dan alokasi
sumberdaya.
Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa mana manager tingkat lebih rendah
mempunyai kebijaksanaan yang lebih sedikit, diminta untuk lebih sering berkonsultasi
dengan atasan sebelum mengambil tindakan mengenai keputusan, dan jarang membuat
pilihan mengenai keputusan akhir.
Para manager tingkat lebih rendah cenderung lebih memperhatikan masalah teknis,
staffing (seleksi personalia dan pelatihan ), merencanakan pekerjaan, dan membantu kinerja
para bawahan. Jumlah aktifitas perhari lebih besar bagi para menager tingkat lebih rendah,
dan waktu yang di habiskan oleh setiap aktifitas cenderung untuk lebih sedikit (kurke &
Aldrich 1973 thomason, 1967 walker,guest, turner,1956).
Interdepedensi lateral
Sejauh mana sejauh sub unit seseorang pemimpin tergantung pada sub unit lainnya
dalam organisasi yang sama(“indepedensi lateral”) atau pada kelompok eksternal akan cukup
bvanyak mempengaruhi prilaku pemimpin. Pada saat interpredensi dengan subunit lainnya
meningkat. Koordinasi semakin menjadi penting namun juga menjadi lebih sukar bagi
manager subunit untuk bersama-sama menyesuaikan rencana jadwal serta aktivitas (galbraith
1973 mintzberg 1979). Interdepedensi lateral merupakan ancaman bagi subunit tersebut
karena kagiatan rutin harus lebih sering dimodifikasi agar dapat memenuhi kebutuhan subunit
lainnya , yang mengakibatkan hilangnya otonomi dan stabilitas (hunt & Osborn 1982 sayles
1979).
Penelitian mengenai pola kegiatan para manager menemukan bahwa hasilnya
konsisten dengan gambaran tersebut. Saat interdependesi lateral meningkat, kegiatan
eksternal pemimpin menjadi lebih penting, para manager lebih banyak menggunakan
waktunya dalam interaksi lateral, dan merasa membangun hubungan kerja dengan kontak-
kontak dibagian lain dari organisasi (hammer &turk 1987 kaplan 1986 kotter 1982 michael &
yuki 1993,stewart 19676,1976, walker, mguest & ,turner 1956 yanouzas 1964 ).
Para pemimpin dalam hubungan lateral meliputi fungsi-fungsi seperti mengumpulkan
informasi dari subunit lainnya, memperoleh bantuan dan kerjasama dari mereka, melakukan
negosiasi untuk memperoleh persetujuan, mencapai keputusan bersama untuk
mengkoordinasi kegiatan unit, mempertahankan kepentingan unit, memperomosikan citra
yang menguntungkan bagi unit, dan bertindak sebagai juru bicara bagi para bawahan. Sejauh
mana pemimpin menekankan masing-masing kegiatan tersebut tergantaung pada sifat
hubungan laeral tersebut. Misalnya, jika sebuah unit memberikan pelayanan berdasarkan
permintaan kepada unit lainnya, perhatian utama pemimpin tersebut adalah bertindak sebagai
penahan bagi para bawahan terhadap permintaan dari luar itu. (sayles 1979).
Pada saat pemimpin tersebut berusaha untuk mempertemukan permintaan dari atas
dan dari bawah, penting juga untuk membuat kompromi dalam usaha mencapai persetujuan
dengan unit lainnya, para bawan mengharapkan pemimpin tersebut akan mewakili
kepentingan mereka, namun tidak mungkin mempertahankan hubungan kerja yang efektif
dengan manager subunit lainnya. kecuali pemimpin tersebut juga tanggap terhadap
kpemimpin mereka.
Salancik et al(1975) telah melakukan study mengenai para manager dalam sebuah
perusahaan asuransi untuk meneliti konflik peran yang demikian. Ia menemukan bahwa
untuk mempertahankan usaha kerjasama, para manager yang mempunyai kegiatan kerja yang
saling terkait cenderung untuk menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan masing-masing.
Semakin banyak jumlah teman kerja dengan siapa seorang manager harus berhubungan
secara teratur, semakin sedikit tanggapan managaer tersebut terhadap keinginan bawahan.
Krisis
Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat melaksanakan tugas yang sulit
atau untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang bermusuhan, harapan peran bagi pemimpin
tersebut cenderung akan berubah dalam cara yang dapat di prediksi. Dalam keadaan
demikian, para bawahan mengharapkan pemimpin tersebut akan lebih tegas, member
petunjuk dan memberikan (halpin, 1954 mulder &stemerding 1963). Mereka melihat kepada
pemimpin agar memperlihatkan inisiatif dalam mendefisinikan masalah, mengidentifikasi
solusi, mengatur tanggapan kelompok terhadapkrisis tersebut, tetap member informasi
kepada kelompok mengenai pristiwa yang terjadi. Misalnya, sebuah study yang dilakukan
diatas kapal-kapal angkatan laut memperlihatkan bahwa para perwira angkatan laut
menjalankan lebih banyak kekuasaan dalam situasi krisis, dan lebih kreatif, lebih otokratis,
dan berirontasi tujuan (mulder, risetma van eck &de jong 1970). Paraperwira yang
memperlihatkan inisiatif dan menjalankan kekuasaan dengan cara yang pasti dan percaya diri
biasanya lebih efektif. Dalam sebuah study mengenai cara manager bankdi belanda, mulder,
de jong, koppelaar, dan verhage(1986)menemukan bahwa konsultasi dengan para bawahan
kurang digunakan dalam stuasi krisis dari pada dalam stuasi non kritis disbanding dengan
para managaer yang kurang efektif, dan kurang cenderung menggunakannya dalam situasi
krisis.