Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH HAKEKAT PEKERJAAN MANAJERIAL

Mata Kuliah : KEPEMIMPINAN


Dosen Pengampu : SONDANG N. B. MARBUN, S.E, M.MA
Disusun oleh :
 PEPPY LUPITA SITORUS – 220410168
 ANGEL MEIRINA SILALAHI –
 ERWIN TUMANGGER – 220410176

1
POLA-POLA AKTIVITAS KHAS DALAM PEKERJAAN MANAJERIAL
Para peneliti menggunakan metode deskriptif seperti observasi langsung,
laporan dan wawancara. Para peneliti berusaha untuk menemukan jawaban atas
pertanyaan seperti berapa banyak waktu yang digunakan manajer bagi dirinya sendiri
atau berinteraksi dengan berbagai macam orang (seperti bawahan, rekan sejawat,
atasan dan orang luar), seberapa sering manajer menggunakan bentuk interaksi itu
berlansung dan siapa yang memulainya.
Langkah Pekerjaan Adalah Cepat dan Selalu Meningkatkan Penelitian tentang
aktivitas menajerial ternyata berlawanan dengan konsepsi umum manajer sebagai
orang yang secara cermat membuat perencanaan dan menyusun kegiatan kemudian
duduk dikantornya sambil menunggu terjadinya pengecualian atas operasi normal
yang membutuhkan perhatian mereka.
Isi Pekerjaan Bervariasi dan Terfragmentasi Kegiatan manajer cenderung
terfragmentasi disamping juga bervariasi. Interupsi seringkali terjadi, pembicaraan
terpatah-patah, dan kegiatan penting diselingi dengan yang tidak penting, yang
membutuhkan perubahaan perasaan secara cepat. Manajer dapat melakukan aktivitas
yang berkisar dari pertemuan mengenai anggaran yang menyangkut keputusan
tentang penggunaan berjuta-juta dolar sampai diskusi mengenai cara memperbaiki
kran ledeng (Sales, 1979).
Banyak Aktivitas Bersifat Reaktif Aktivitas manajerial yang bersifat
terfragmentasi mencerminkan fakta bahwa banyak interaksi diprakarsai oleh orang
lain dan banyak perilaku manajer yang sifatnya reaktif bukannya proaktif. Stereotipe
umum para manajer adalah bahwa mereka menggunakan sebagian sebagian besar
waktunya untuk melakukan analisis cermat terhadap masalah bisnis dan
mengembangkan rencana-rencana yang rumit untuk menanganinya.
Aktivitas-aktivitas yang terfragmentasi dan tuntutan hebat yang terus menerus
yang mencirikan pekerjaan manajerial membuat para manajer sukar untuk
mempunyai waktu yang panjang, tanpa interupsi, yang dibutuhkan untuk jenis
kegiatan yang demikian. Perencanaan reflektif serta aktivitas lainnya yang
membutuhkan waktu yang lama, seperti misalnya membangun tim dan melatih
keterampilan kompleks kepada para bawahan, biasanya didahului oleh kegiatan.
Disamping itu, para manajer itu sendiri biasanya menekankan aspek aktif pekerjaan
mereka, dan bahkan selama interaksi lisan, mereka cenderung berfokus pada masalah
2
yang spesifik yang harus segera ditangani bukannya persoalan umum atau strategi
jangka panjang.
Masalah terjadi secara sangat tidak teratur, dan manajer memilih memberikan
rekasi terhadap masalah ketika berhadapan dengannya, sementara yang lain akan
diabaikan atau ditunda. Pentingnya sebuah masalah menjadi penentu apakah masalah
itu akan dipahami dan ditangani, tetapi sering tidak jelas hingga sejauh mana
sebenarnya suatu masalah dianggap penting.
Manajer akan cenderung untuk mengabaikan atau menunda penyelesaian suatu
masalah bila tidak ada tekanan eksternal untuk menyelesaikannya, masalah yang
dihadapi tidak jelas dan sulit untuk didiagnosa, masalah yang menjadi tanggung jawab
manager lain atau sub unit lainnya, dan masalah yang tidak dapat diselesaikan tanpa
tambahan sumber daya atau dukungan yang sulit atau tidak mungkin diperoleh.
Interaksi Sering Melibatkan Rekan Sejawat dan Orang Luar Timbulnya
interaksi lateral dan eksternal yang tinggi dapat dijelaskan berdasarkan kebutuhan
manajer akan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang kompleks dan tidak pasti
yang mempengaruhi operasi subunit organisasinya, dan ketergantungan manajer
terhadap kerja sama dan bantuan dari banyak orang di luar rantai komando yang
langsung (Kotter, 1982).
Hubungan yang telah lama dibangun harus dijaga dan yang baru dibangun
dengan orang-orang yang kemudian menduduki posisi kunci, saat terjadi perubahan
dalam organisasi, dan saat lingkungan eksternal berubah.
Banyak Interaksi Melibatkan Komunikasi Lisan Para manajer memperlihatkan
pilihan yang kuat terhadap penggunaan media komunikasi lisan seperti telepon dan
pertemuan. Penelitian mengenai kegiatan manajerial menemukan bahwa para manajer
tingkat rendah dan menengah menggunakan 27 hingga 82 persen waktu mereka dalam
bentuk komunikasi lisan, dan angka tersebut sebesar 65 hingga 75 persen bagi para
manajer tingkat tinggi.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa kebanyakan dari komunikasi lisan oleh
manajer tersebut menyangkut pertukaran informasi dan usaha-usaha untuk
mempengaruhi orang. Para manajer cenderung lebih menyukai informasi terkini
daripada informasi yang sudah lama, dan informasi terkini tersebut biasanya diperoleh
dari kontak-kontak tatap muka dengan mereka yang mempunyai akses terhadap
informasi tersebut, termasuk banyak orang yang berada diluar subunit organisasi
manajer itu.
3
Komunikasi lisan memungkinkan efek kata-kata diperkuat olen intonasi, gerakan, dan
komunikasi non-verbal lainnya. Interaksi tatap muka membantu usaha mempengaruhi
dan memberikan kesempatan untuk memperoleh umpan balik yang segera tentang
efektivitasnya. Penelitian deskriptif menemukan bahwa interaksi lisan dari seorang
manajer secara mengherankan cenderung mencakup sejumlah kata untuk
memperolok, membuat lelucon, dan mendiskusikan subyek yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan. Aktivitas sosialisasi dan bisik-bisik tersebut memungkinkan
membantu para manajer membangun dan mempertahankan hubungan yang efektif
dalam jaringan kerja yang luas dengan orang-orang dibutuhkan bantuan
dandukungannya.
Proses Pengambilan Keputusan Adalah Tidak Teratur dan Bersifat Politis
Banyak dari keputusan tentang manajemen menjelaskan pengambilan keputusan
sebagai peritiwa khusus yang dibuat oleh manajer atau sebuah kelompok saja, dengan
suatu cara yang teratur dan rasional. Seringkali mereka tidak mampu mengingat
kembali kapan sebuah keputusan akhirnya dicapai. Beberapa keputusan penting
berupa hasil dari banyak tindakan kecil atau pilihan sedikit demi sedikit yang diambil
tanpa memperhatikan persoalan strategis yang lebih luas.
Proses-proses pengambilan keputusan kemungkinan akan dicirikan oleh lebih banyak
kebingungan, kekacauan, dan emosi daripada rasionalitas. Bukannya analisis yang
hati-hati mengenai hasil yang mungkin terjadi dalam hubungannya dengan tujuan
yang ditentukan lebih dahulu, informasi sering diubah atau ditekan dengan tujuan
supaya sesuai dengan konsep semula (pre-conception) tentang tindakan yang terbaik
atau yang dapat memenuhi kepentingan pribadi atas pilihan tertentu.
Keputusan penting dalam organisasi secara umum membutuhkan dukungan dan
kewenangan dari berbagai orang yang berada pada tingkat manajemen yang berbeda
di berbagai subunit organisasi tersebut. Orang yang memprakarsai proses
pengambilan keputusan dapat saja bukan orang yang membuat pilihan terakhir di
antara alternatif-alternatif tindakan.
Berbagai orang yang tersangkut dalam pengambilan keputusan sering tidak
sependapat mengenai sifat masalah yang sebenarnya dan kemungkinan hasil dari
berbagai solusi, yang disebabkan oleh perspektif, asumsi, serta nilai yang berbeda-
beda, dari para manajer yang berasal dari spesialisasi fungsional dan latar belakang
yang berbeda pula. Proses pengambilan keputusan yang sangat politis yang bertele-
tele kemungkinan akan terjadi bila keputusan tersebut menyangkut masalah yang
4
penting dan kompleks yang tidak langsung tersedia pemecahan yang baik, terdapat
banyak kelompok yang terkena dengan kepentingan yang saling bertentangan, dan
tersebarnya kekuasaan ke kelompok-kelompok tersebut. Proses pengambilan
keputusan tersebut dapat bertele-tele sampai beberapa bulan atau beberapa tahun
lamanya akibat penundaan serta interupsi karena saran dibelokkan oleh para
penentang, didahului oleh krisis, atau dikembalikan kepada para pemrakarsa untuk
diperbaiki, yaitu perlu disesuaikan dengan keinginan para manajer yang dibutuhkan
bantuan.
Keputusan yang menyangkut perubahan besar pada strategi organsasi atau politik,
kebanyakan hasilnya akan tergantung pada keterampilan mempengaruhi dan
ketekunan para individu manajer yang ingin memprakarsai perubahan dan pada
kekuasaan relatif dari berbagai koalisi yang tersangkut dalam membuat atau memberi
wewenang untuk membuat keputusan tersebut.
Tidak semua keputusan memerlukan perubahan besar atau proses politis yang
bertele-tele. Meskipun para manajer jarang terlihat mampu membuat keputusan
penting pada suatu saat tertentu, mereka sebenarnya membuat banyak keputusan yang
kurang penting dalam proses pemecahan masalah operasional, membuat rencana
kerja, memberi kewenangan menggunakan dana untuk pembelian alat tulis kantor
atau peralatan, dan menyetujui kenaikan upah. Keputusan tersebut seringkali
menyangkut masalah yang telah tersedia solusinya yang dibuat dengan resiko rendah,
manajer tersebut mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan, dengan hanya
sedikit orang penting yang akan terpengaruh oleh keputusan tersebut, hanya terdapat
sedikit konflik mengenai tujuan atau solusi, dan ada tekanan untuk membuat
keputusan yang cepat karena adanya tenggat waktu atau krisis. Kebanyakan
Perencanaan Adalah Tidak Formal dan Adaptif Perencanaan seringkali dijelaskan
dalam kepustakaan manajerial utama sebagai proses formal penulisan tujuan, strategi,
kebijakan dan anggaran, yang menurut kebawah dari manajemen puncak mengikuti
hirarki, dengan versi yang makin terinci pada tiap tingkatan manajemen yang lebih
rendah. Studi-studi deskriptif menemukan bahwa beberapa perencanaan memang
terjadi, namun biasanya tidak formal dan implisit. Para manajer menggunakan
sejumlah teknik mempengaruhi selama interaksi sehari-hari mereka dengan orang-
orang lain untuk memobilisasi dukungan dan menciptakan peristiwa-peristiwa. Dalam
studi mengenai eksekutif tingkat tinggi, Quinn (1980), menemukan bahwa
kebanyakan dari keputusan strategis penting dibuat diluar proses perencanaan formal
5
dan strategi dirumuskan dengan cara sedikit demi sedikit, fleksibel dan intuitif.
Strategi diperhalus dan di implementasikan secara simultan dengan cara yang hati-hati
sedikit demi sedikit yang mencerminkan kebutuhan untuk mengembangkan koalisi
politis guna mendukung strategi dan juga untuk menghindari resiko dari komitmen
awal terhadap tindakan tertentu yang tidak dapat ditarik kembali.

KANDUNGAN PEKERJAAN MANAJERIAL


Penelitian deskriptif awal mengenai pekerjaan manajerial terutama membahas
penyediaan deskripsi mengenai pola-pola kegiatan. Lalu fokus penelitian deskriptif
telah berpindah ke penggolongan kandungan kegiatan-kegiatan manajerial berdasar
tujuannya. Penelitian tersebut adalah menetapkan kategori perilaku yang mana yang
memiliki arti, kas, dan relevan untuk menggolongkan aktivitas para manajer yang
terlihat.
Penelitian uraian tugas berusaha mengidentifikasi persyaratan perilaku untuk
mencapai kinerja yang efektif atas pekerjaan manajerial. Persyaratan perilaku
didefinisikan berdasar tanggung jawab dan tugas penting yang harus dilaksanakan,
tanpa memperhatikan siapa yang memegang posisi. Penelitian awal mengenai uraian
tugas bagi para eksekutif telah dilakukan oleh Hemphill. Program penelitian yang luas
untuk menyusun kuesioner yang berguna untuk menjelaskan pekerjaan manajerial dan
untuk menetapkan tingkat gaji yang cocok dimulai pada Control Data Corporation
Tahun 1974. Peran – peran Manajerial dari Mintzberg. Mintzberg (1973) lebih
menggunakan pengamatan bukunya survey untuk mempelajari lebih lanjut kandungan
aktivitas manajerial. Ia telah menyusun taksonomi menengenai peran manajerial yang
digunakan untuk pengkodean kandungan aktivitas yang diamati dalam studi mengenai
para eksekutif. Peran manajerial berlaku bagi tiap manajer namun kepentingan
relatifnya dapat berbeda – beda bagi manajer tertentu dengan manajer lainnya. Peran
manajer ditetapkan lebih dahulu oleh sifat dari posisi manajerial tersebut, namun para
manajer mempunyai beberapa fleksibelitas mengenai cara masing-masing peran
tersebut diinterprestasikan dan diterapkan. Masing-masing peran akan dijelaskan
secara singkat.
1. Peran Proforma pemimpin ( Figurehead Role ). Sebagai konsekuensi dalam
kewenangan formal mereka sebagai kepala organisasi atau salah satu subunitnya, para
manajer diharuskan untuk melakukan tugas simbolis tertentu yang bersfat legal dan

6
sosial. Manajer tersebut harus berpartisipasi dalam kegiatan tersebut meskipun
kegiatan itu hanya mempunyai kepentingan yang marjinal saja bagi pekerjaan
mengelola.
2. Peran sebagai pemimpin. Para manajer bertanggung jawab agar sub unit
organisasinya berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi guna mengejar tujuan
dasarnya.

3. Peran sebagai penghubung. Peran sebagai penghubung yang mencakup perilaku


yang bertujuan untuk menetapkan dan mempertahankan jaringan hubungan dengan
para individu dan kelompok diluar unit organisasi manajer itu.
4. Peran sebagai pemantau. Para manajer berkelanjutan mencari imformasi dari
sejumlah sumber, seperti membaca laporan dan memo, hadir dalam pertemuan dan
pengarahan dan melakukan perjalanan pengamatan.
5. Peran sebagai Disseminator (pembagi informasi). Para manajer mempunyai akses
khusus ke sumber informasi yang tidak tersedia bagi para bawahan.
6. Peran sebagai Juru Bicara. Para manajer juga diharuskan untuk menentukan
informasi dan memberikan pernyataan tentang nilai kepada pihak yang berada diluar
subunit organisasi mereka.
7. Peran sebagai wirausahawan. Manajer sebuah organisasi atau subunitnya bertindak
sebagai pemrakarsa dan perancang perubahan yang terkendali untuk memanfaatkan
peluang dalam memperbaiki situasi yang ada sekarang
8. Peran sebagai Orang yang Menangani Kekacauan/ Gangguan. Dalam peran ini,
manajer menangani krisis yang mendadak yang tidak dapat diabaikan, yang berbeda
dengan masalah yang dipecahkan secara sukarela oleh manajer tersebut guna
memanfaatkan peluang (peran wirausahawan).
9. Peran sebagai Pengalokasi Sumber Daya. Para manajer menggunakan kekuasaan
mereka untuk mengalokasikan sumber daya seperti uang, personalia, material,
peralatan, fasiltas, dan jasa.
10. Peran sebagai Perunding. Perundingan apapun yang membutuhkan komitmen
yang subtansial mengenai sumber daya akan terbantu oleh kehadiran manajer yang
mempunyai kekuasaan untuk membuat komitmen tersebut.

Konflik Peran
Berbagai orang (“ role senders”) dalam sebuah organisasi menggunakan tekanan
7
terhadap manajer agar menyesuaikan diri dengan keyakinan mereka tentang cara yang
baik dibutuhkan dan dibutuhkan untuk berperilaku. Pada saat tertentu, berbagai orang
membuat permintaan yang tidak tepat pada para manajer, sehingga menciptakan
konflik peran. Para manajer sering mengalami dirinya diserang oleh permintaan yang
saling bertentangan dari para atasan dan bawahannnya. Konflik tersebut dapat
menyangkut ke tidak setujuan mengenai prioritas relatif dari dua peran, atau mengenai
cara menjalankan peran tertentu. Dalam usaha mendamaikan peran yang saling
bertentangan, manajer kemungkinan akan lebih responsif terhadap harapan dari para
atasan, karena para atasan tersebut mempunyai kekuasaan yang lebih banyak terhadap
manajer dari pada parabawahan.
Selain harapan mengenai peran orang lain, persepsi pemimpin mengenai tuntutan
peran akan tergantung pada sifat tugasnya. Harapan mengenai peran para bawahan
atau atasan tidak konsisten dengan tuntutan tugas yang objektif, khususnya jika sifat
tugas atau lingkungan eksternalnya telah berubah sedangkan norma serta kepercayaan
mengenai perilaku pemimpin yang baik masih tetap sama.

TEORI TENTANG TUNTUTAN, KENDALA, DAN PEMILIHAN

Sebuah manajerial dari Mintezberg menjelaskan jenis manajerial yang dituntut yang
umum bagi kebanyakan posisi manajerial dan administratif. Tetapi, penelitian
deskriptif menunjukkan bahwa para manajer juga mempunyai tuntutan peran unik
yang spesifik bagi jenis posisi manajerial tertentu dalam organisasi tertentu.
Konponen Inti dari Model Permintaan, kendala, dan pilihan membentuk sifat
pekerjaan dan amat mempengaruhi perilaku sifat para manajer. Tuntutan (Demands)
adalah apa yang harus dilakukan orang yang memegang pekerjaan dan jika tidak
melakukannya ia akan berisiko menerima sanksi atau kehilangan posisi. Akibatnya,
tuntutan adalah harapan mengenai peran dari orang yang mempunyai kekuasaan yang
cukup besar untuk memperoleh kepatuhan. Tuntutan mencakup standar, tujuan dan
tenggang waktu bagi pekerjaan yang harus dipenuhi, dan prosedur birokratis yang
tidak dapat diabaikan atau didelegasikan , seperti menyiapkan anggaran dan laporan,
mengikuti pertemuan tertentu, memberi wewenang untuk melakukan pembayaran,
menandatangani dokumen, dan melakukan penilaian kinerja.
Kendala (containts) adalah karakteristik organisasi dan lingkungan eksternal

8
yang membatasi apa yang dapat dilakukan oleh manajer. Termasuk didalamnya
adalah peraturan yang birokratis, kebijakan , dan peraturamn yang harus di awasi,
serta kendala hukum seperti UU Perburuhan, peraturan tentang lingkungan, peraturan
tentang jaminan keamanan, peraturan tentang keselamatan kerja. Jenis kendala lain
menyangkut kebereadaan sumber daya, seperti fasilitas, peralatan , pembiayaan sesuai
angggaran, persediaan, karyawan dan peralatan pendukung. Teknologi yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan menghambat pilihan tentang cara pekerjaan
tersebut akan dilakukan.
Pemilihan (Choices) adalah kegiatan yang dapat dilakukan oleh manajer
namun tidak diharuskan untuk mengerjakannya, pemilihan peluang yang tersedia bagi
para seorang pada jenis posisi manajerial tertentu untuk menerapkan apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya. Tuntutan dan kendala membatasi pilihan
dalam jangka pendek, namun dalam jagka panjang manajer mempunyai beberapa
peluang untuk memodifikasi tuntutan dan untuk menghindari kendala, dan dengan
demikian dapat memperluas pilihan.
Deteminan Berdasarkan Situasi Terdapat perbedaan pola tuntutan, kendala,
dan pemilihan bagi berbagai jenis pekerjaan manajerial, tergantung pada aspek situasi
seperti pola hubungan, pola kerja, dan jumlah keterpaparan Pola Hubungan. Tuntutan
yang dibuat bagi manajer oleh para atasan, bawahan, rekan sejawat, dan orang yang
berada diluar organisasi mempengaruhi cara manajer tersebut menggunakan waktu
dan banyaknya keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan tentang
peran. Lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk berhubungan dengan para atasan
jika manajer sangat bergantung pada atasan tersebut untuk memperoleh sumber daya
atau tugas kerja, dan mereka membuat tuntutan yang tidak dapat
diprediksikan ,Sejauh mana para bawahan, rekan sejawat, dan atasan yang membuat
tuntutan yang saling bertentangan terhadap manajer akan menentukan berapa banyak
konflik peran yang akan dialami dan hal ini jelas mempunyai implikasi terhadap
kesukaran untuk memuaskan berbagai tuntutan tersebut.
Stewart menemukan bahwa pola persyaratan dan tuntutan peran akan
mempengaruhi perilaku manajerial, dan pola perilaku yang agak berbeda akan terkait
dengan jenis pekerjaan manajerial berbeda pula. Faktor berikut berguna untuk
menggolongkan pekerjaan manajerial :
1. Sejauh mana kegiatan manajerial itu terbangun sendriri (self-generating) atau
merupakan tanggapan atas tuntutan, instruksi, dan masalah dari orang lain.
9
2. Sejauh mana pekerjaan tersebut berulang bukannya bervariasi dan unik
3. Jumlah ketidak pastian dalam pekerjaan
4. Sejauh mana kegiatan manajerial membutuhkan perhatian yang terus menerus
untuk jangka waktu yang lama
5. Jumlah tekanan untuk memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan.
Keterpaparan. Aspek lain dari pekerjaan manajerial yang menentukan perilaku dan
keterampilan apa yang dibutuhkan disebut keterpaparan ( exposure ). Keterpaparan
adalah jumlah tanggung jawab untuk memenuhi keputusan Penelitian Terhadap
Determinan Situasi.
Perspektif Stewart yang luas tentang tuntutan dan kendala tidak tercermin
dalam sebagian besar riset tentang determinan situasional dari perilaku
kepemimpinan. Walaupun riset tidak sistematis kendati demikian risat sendiri
memberikan wawasan yang berguna mengenai cara aktivitas manajerial,ukuran
subunit, dan tahapan daur hiduporganisasi.
Tingkatkan manajemen Para menejer dari tingkatan yang lebih tinggi biasanya
lebih memperhatikan penggunaan kekuasaan yang luas dalam membuat rencana
jangka panjang,merumuskan kebijakan, memodifikasi struktur organisasi dan
memperkasai cara-cara baru untuk melakukan kegiatan.
Manajer yang berada pada tingkatan yang tinggi dalam hararki otoritas organisasi
biasanya memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat keputusan yang
penting, yang mencakup tujuan organisasi, perencanaan strategi untuk mencapai
tujuan, penentuan kebijakan umum, rancangan kebijakan umum, rancangan struktur
organisasi, dan alokasi sumberdaya.
Blankenship dan miles (1968) menemukan bahwa mana manager tingkat lebih
rendah mempunyai kebijaksanaan yang lebih sedikit, diminta untuk lebih sering
berkonsultasi dengan atasan sebelum mengambil tindakan mengenai keputusan, dan
jarang membuat pilihan mengenai keputusan akhir.
Para manager tingkat lebih rendah cenderung lebih memperhatikan masalah
teknis, staffing (seleksi personalia dan pelatihan ), merencanakan pekerjaan, dan
membantu kinerja para bawahan. Jumlah aktifitas perhari lebih besar bagi para
menager tingkat lebih rendah, dan waktu yang di habiskan oleh setiap aktifitas
cenderung untuk lebih sedikit (kurke & Aldrich 1973 thomason, 1967 walker,guest,
turner,1956)
Besarnya unit organisasi Implikasi dari besarnya unit kerja atau “rentang
10
kendali” (span of control)” bagi prilaku pemimipin telah di selidiki dalam berbagai
jenis penelitian, dari study mengenai kelompok kecil hingga study atas para chief
executives, kotter (1982) telah mempelajari para general manager dan menyimpulkan
bahwa para manager sub unit organisasi yang lebih besar mempunyai pekerjaan yang
lebih menuntut dibandingkan dengan para manager unit yang lebih kecil. Keputusan
lebih sukar karena volume masalah dan kegiatan yang luar biasa banyaknya serta
kurangnya pengetahuan yang terinci yang mungkin dipunyai manager. Karena unit
yang lebih besar kemungkinan akan mempunyai struktur yang lebih birokratis, para
manager harus menghadapi banyak lebih banyak kendala (misalnya peraturan,
produser, standar, serta otorisasi yang dibutuhkan). Konsisten dengan analisis
tersebut, kotter menemukan bahwa para general manager dalam unit organisasi yang
lebih besar mempunyai jaringan kerja yang lebih luas dan mengikuti lebih banyak
pertemuan yang direncanakan.
Jika manager mempunyai banyak bawahan, akan lebih sukar mengumpulkan
mereka semua untuk menghadiri pertemuan, atau untuk konsultasi secara pribadi
dengan setiap orang itu.jadi, para pemimpin cenderung lebih sedikit menggunakan
kepemimpinan partisipatif atau membatasinya “komite eksekutif” atau kebeberapa
orang “letnan” yang dipercayai saja. Heller dan yaki (1969) menemukan bahwa pada
saat rentang kembali meningkat, para manager dari tingkat yang lebih tinggi membuat
keputusan yang otokratis, namun mereka juga lebih banyak menggunakan
pendelegasian. Kedua gaya pengambilan keputusan tersebut memungkinkan manager
yang tanggung jawabnya overloaded mengurangi jumlah waktu yang di butuhkan
untuk membuat keputusan. Para manager dari tingkat yang lebih rendah dalam study
tersebut juga membuat lebih banyak keputusan yang otokratis pada saat rentangnya
bertambah, namun mereka tidak menggunakan lebih banyak pendegelasian, mungkin
karena pendegelasian kurangfeasible (layak) bagi mereka. Blankenship dan miles
(1968) menemukan bahwa dengan meningkatnya rentang kendali, para managaer
lebih banyak menyadarkan diri pada para bawahan untuk memperkrasai tindakan
keputusan, dan kecenderungan tersebut lebih ditekankan bagi para manager tingkat
atas dari pada bagi para manager tingkat bawah.
Pada saat besarnya kelompok tersebut meningkat, demikian pula beban kerja
administratifnya. Para manager membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
melakukan hal-hal seperti membuat rencana, melakukan koordinasi, menyusun staf,
dan membuat anggaran (cohen & march, 1974 hemphill 1950 katzell et al 1968).
11
Peningkatan persyaratan koordinasi diperbesar jika para bawahan mempunyai tugas.
Yang sangat tidak pasti dan sangata saling tergantung. Terkadang bagian dari beban
administrative yang meningkat dapat di delegasikan kepemimpin kedua, kekomite
pengkoordinasian yang terdiri dari para bawahan, atau kepara spesialis
pengkoordinasia yang baru yang yang bekerja sebagai asisten staf. Namun dalam
banyak kasus, pemimpin tersebut diharapkan untuk menerima tanggung jawab untuk
member arah dan mengintegrasikan kegiatan kelompok.
Para nabager dari kelompok yang besar memiliki kesempatan yang lebih
sedikit untuk berinteraksi dengan masing-masing bawahan dan memelihara hubungan
antara pribadi yang efektif dengan mereka (ford,1981), tersedia waktu yang lebih
sedikit untuk memberikan dukungan, dorongan dan pengakuan terhadap setiap
bawahan (goodstadt & kipnis 1970). Masalah mengenai bawahan cenderung akan
ditangani dengan cara yang lebih normal dan netral dan para manager akan lebih
cenderung (kipnis & koseptino 1969 kpnis dan lane 1962). Jika bawahan mempunyai
masalah kinerja, pemimpin lebih kecil kecenderungannya akan memberikan intruksi
dan pembimbingan secara perorangan.
Pada saat kelompok tumbuh menjadi lebih besar, kemungkinan akan tumbuh
klik-klik dan golongan. Sub-kelompok tersebut sering bersaing untuk memperoleh
kekuasaan dan sumber daya alam, menciptakan konflik dan mengancam solidaritas
kerjasama tim. Jadi, pemimpin kelompok besar membutuhkan lebih banyak waktu
untuk membangun identifikasi kelompok, mengembangkan kerja sama, dan
mengelola konflik. Namun, tekanan untuk melakukan lebih banyak kegiatan
administrative dalam kelompok besar dapat menyebabkan pemimpin tersebut
mengabaikan kegiatan untuk mempertahankan kelompok hingga masalah serius
timbul.
Interdepedensi lateral Sejauh mana sejauh sub unit seseorang pemimpin
tergantung pada sub unit lainnya dalam organisasi yang sama(“indepedensi lateral”)
atau pada kelompok eksternal akan cukup bvanyak mempengaruhi prilaku pemimpin.
Pada saat interpredensi dengan subunit lainnya meningkat. Koordinasi semakin
menjadi penting namun juga menjadi lebih sukar bagi manager subunit untuk
bersama-sama menyesuaikan rencana jadwal serta aktivitas (galbraith 1973 mintzberg
1979). Interdepedensi lateral merupakan ancaman bagi subunit tersebut karena
kagiatan rutin harus lebih sering dimodifikasi agar dapat memenuhi kebutuhan
subunit lainnya , yang mengakibatkan hilangnya otonomi dan stabilitas (hunt &
12
Osborn 1982 sayles 1979). Penelitian mengenai pola kegiatan para manager
menemukan bahwa hasilnya konsisten dengan gambaran tersebut. Saat interdependesi
lateral meningkat, kegiatan eksternal pemimpin menjadi lebih penting, para manager
lebih banyak menggunakan waktunya dalam interaksi lateral, dan merasa membangun
hubungan kerja dengan kontak-kontak dibagian lain dari organisasi (hammer &turk
1987 kaplan 1986 kotter 1982 michael & yuki 1993,stewart 19676,1976, walker,
mguest & ,turner 1956 yanouzas 1964 ).
Para pemimpin dalam hubungan lateral meliputi fungsi-fungsi seperti
mengumpulkan informasi dari subunit lainnya, memperoleh bantuan dan kerjasama
dari mereka, melakukan negosiasi untuk memperoleh persetujuan, mencapai
keputusan bersama untuk mengkoordinasi kegiatan unit, mempertahankan
kepentingan unit, memperomosikan citra yang menguntungkan bagi unit, dan
bertindak sebagai juru bicara bagi para bawahan. Sejauh mana pemimpin menekankan
masing-masing kegiatan tersebut tergantaung pada sifat hubungan laeral tersebut.
Misalnya, jika sebuah unit memberikan pelayanan berdasarkan permintaan kepada
unit lainnya, perhatian utama pemimpin tersebut adalah bertindak sebagai penahan
bagi para bawahan terhadap permintaan dari luar itu. (sayles 1979).
Pada saat pemimpin tersebut berusaha untuk mempertemukan permintaan dari
atas dan dari bawah, penting juga untuk membuat kompromi dalam usaha mencapai
persetujuan dengan unit lainnya, para bawan mengharapkan pemimpin tersebut akan
mewakili kepentingan mereka, namun tidak mungkin mempertahankan hubungan
kerja yang efektif dengan manager subunit lainnya. kecuali pemimpin tersebut juga
tanggap terhadap kpemimpin mereka. Salancik et al(1975) telah melakukan study
mengenai para manager dalam sebuah perusahaan asuransi untuk meneliti konflik
peran yang demikian. Ia menemukan bahwa untuk mempertahankan usaha kerjasama,
para manager yang mempunyai kegiatan kerja yang saling terkait cenderung untuk
menjadi lebih tanggap terhadap kebutuhan masing-masing. Semakin banyak jumlah
teman kerja dengan siapa seorang manager harus berhubungan secara teratur, semakin
sedikit tanggapan managaer tersebut terhadap keinginan bawahan.
Situasi krisis Jika sebuah kelompok mengalami tekanan yang kuat
melaksanakan tugas yang sulit atau untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang
bermusuhan, harapan peran bagi pemimpin tersebut cenderung akan berubah dalam
cara yang dapat di prediksi. Dalam keadaan demikian, para bawahan mengharapkan

13
pemimpin tersebut akan lebih tegas, member petunjuk dan memberikan (halpin, 1954
mulder &stemerding 1963).
Mereka melihat kepada pemimpin agar memperlihatkan inisiatif dalam
mendefisinikan masalah, mengidentifikasi solusi, mengatur tanggapan kelompok
terhadapkrisis tersebut, tetap member informasi kepada kelompok mengenai pristiwa
yang terjadi. Misalnya, sebuah study yang dilakukan diatas kapal-kapal angkatan laut
memperlihatkan bahwa para perwira angkatan laut menjalankan lebih banyak
kekuasaan dalam situasi krisis, dan lebih kreatif, lebih otokratis, dan berirontasi tujuan
(mulder, risetma van eck &de jong 1970). Paraperwira yang memperlihatkan inisiatif
dan menjalankan kekuasaan dengan cara yang pasti dan percaya diri biasanya lebih
efektif. Dalam sebuah study mengenai cara manager bankdi belanda, mulder, de jong,
koppelaar, dan verhage(1986)menemukan bahwa konsultasi dengan para bawahan
kurang digunakan dalam stuasi krisis dari pada dalam stuasi non kritis disbanding
dengan para managaer yang kurang efektif, dan kurang cenderung menggunakannya
dalam situasi krisis.

Tahap dalam daur hidup organisasi


Organisasi bergerak melalui daur hidup yang sama seperti organism
biologis ,Dengan tahap kelahiran tahap pertumbuhan, tahap kejenuhan, dan tahap
kemunduran atau tahap hidup baru (revitalisasi)(Quinn & Cameron 1983). Baliga dan
hunt (1988) Berpendapat bahwa dengan menguji jenis proses apa yang penting selama
tiap-tiap tahap, kita dimungkinkan untuk mengedintifikasi tuntutan, kendala, serta
pilihan akan perubahan kepemimpinan manajemen puncak.

PERUBAHAN SIFAT PEKERJAAN MANAJERIAL


Pekerjaan manajerial telah diubah olah berubahnya tren perekonomian, politik, dan
kemasyarakatan (Dess & Picken, 2000). Tren menuju globalisasi terus semakin cepat
karena menguatnya kompetisi asing, pasar luar negeri menjadi lebih penting dan lebih
banyaknya perusahaan yang menjadi perusahaan muntinasional atau berpartisipasi
dalam usaha bersama lintas Negara. Tanggung jawab menajerial makin
melibatkan permasalah internasional, dan para manajer harus mamapu memahami,
berkomunikasi dan mempengaruhi orang dari budaya berbeda. Keragaman budaya
tenaga kerja didalam organisasi juga semakin meningkat, untuk membangun

14
hubungan kooperatif, dibutuhkan empati yang cukup besar, rasa saling menghormati
dalam keragaman, dan memahami nilai, keyakinan, dan sikap orang yang datang
dengan budaya yang berbeda.
Teknologi baru saja mengubah sifat pekerjaan dan membuat mungkin
informasi yang lebih rincidan tepat waktu kepada siapa saja yang membutuhkannya.
Namun, meningkatnya informasi tentang operasi dan lingkungan organisasi dapat
menjadi keuntungan dan kerugian. Membutuhkan rasa obyektif dan prioritas yang
jelas dan ketrampilan kognitif yang kuat untuk mengatasi kebanjiran informasi dan
memahaminya. Selanjutnya, karena komunikasi elektronik menjadi makin penting,
para pemimpin akan harus menyesuaikan perilaku mereka agar sesuai dengan
tegnologi yang baru tersebut.
Perubahan sifat organisasi menyajikan tantangan lainnya lagi, banyak
organisasi yang dibuat desentralisasi menjadi unit organisasi yang lebih kecil dan
semi-otonomi, dibuat mendatar strukturnya dengan menghilangkan lapisan
manajemen menengah, atau direstrukturisasi berdasar tim-tim yang prosuksi yang
mencakup sejumlah lini fungsional atau geografis. Dalam organisasi yang berbasis
tim, terdapat lebih banyak kepentiangan bersam, dan tanggung jawab kepemimpinan
senantiasa berubah dalam cara yang penting. Sebagai contoh, para pemimpin tim
diharapkan untuk menjadi lebih pembimbing (coach) dan fasulitator dan tidak terlalu
menjadi pengatur (director) dan penggendali.
Tren lainnya adalah meningkatnya ketergantungan keapda pemasok, konsultan
dan kontraktor dari luar yang menyediakan persediaan, bahan, atau jasa-jasa yang
dibutuhkan dalam waktu yang tepat. Dalam kasus yang ekstrim, perusahaan yang
terintegrasi secara vertical yang melakukannya segala sendiri telah digantikan oleh
organisasi “virtual” yang “melakukan outsourse” sebagian besar aktifitasnya
(misalnya: produksi, administrasi penggajian dan tunjangan, jasa hokum, pemasaran).
Para pemimpin dalam organisasi baru ini diharapkan untuk lebih berfungsi sebagai
wirausahawan dari sebagai manajer tradisional. Mereka harus mengindentifikasikan
kesempatan strategis,menegosiasikan usaha bersama dengan organisasi lain,
membangun aliansi strategis dan mengkoordinasikan aktifitas yang saling bergantung
dalam lusinan lokasi yang tersebar diseluruh dunia.
BERAPA BANYAK KEBIJAKSANAAN YANG DIMILIKI
MANAJER

15
Penelitian situasional memberikan bukti yang kuat bahwa aspek situasi
mempengaruhi pola kegiatan dan isi perilaku para manajer. Sebuah posisi manajerial
menuntut berbagai hal kepada orang yang menjabatnya, dan tindakan pemegang
jabatan itu menghadapi kendala berupa undang-undang, kebijakan, tradisi, dan
lingkup kewenangan formal. Walau terdapat tuntutan dan kendala tersebut, beberapa
pilihan mengenai perilaku masih tetap ada, khususnya yang berhubungan dengan
aspek apa yang ditekankan dari pekerjaan itu, berapa banyak waktu yang digunakan
untuk berbagi kegiatan, serta berapa banyak waktu yang digunakan untuk
berhubungan dengan bermacam orang. Penelitian memperlihatkan bahwa bahkan
untuk para manajer yang mempunyai tugas yang sama, terdapat cukup banyak
perbedaan perilaku (James & White, 1993; Kotter, 1992; Stewart, 1976, 1982)
misalnya, Stewart menemukan bahwa beberapa manajer bank menekankan supervise
staf, sedangkan yang lainnya mendelegasikan sebagian besar dari manajemen internal
ke assiten manajer yang berkonsentrasi pada pencarian bisnis yang baru secara aktif.
Sebagian, keanekaregaman perilaku dalam pekerjaan yang sama terjadi karena
adanya dimensi presentasi kerja yang majemuk. Dalam batas-batas yang dipaksakan
berdasar prioritas oleh tingkatan manajemen yang lebih tinggi, seseorang dapat
memilih untuk mengerahkan lebih banyak usahanya kesejumlah tujuan tertentu
disbanding tujuan lainnya.
Keanekaragaman dalam pekerjaan yang sama juga disebabkan oleh cara
manajer menangani konflig tentang peran. Harapan peran bagi pemimpin jarang sekali
mutlak atau komprehensif, dan pemimpin biasanya mempunyai kebijaksanaan yang
cukup besar untuk membentuk perannnya sendiri setelah beberapa waktu. Jika diberi
waktu yang cukup, pemimpin yang terampil akan mampu menyesuaikan persyaratan
peran yang awalnya tidak cocok. Para pemimpin yang mempunyai rekor pengambilan
keputusan yang berhasil dan loyalitas kepada organisasi diberi lebih banyak
kebebasan untuk mendefenisikan kembali perannya dan meprakarsai inovasi. Tetapi,
fleksibilitas tersebut akan lebih besar bagi harapan peran yang tidak menyangkut
nilai-nilai sentral yang mempunyai arti simbolis yang penting bagi para anggota
organisasi (Biggart & Hamilton, 1984)

KETERBATASAN PENELITIAN DESKRIPTIF


Kebanyakan penelitian mengenai pola komunikasi dari para manager adalah

16
penelitian lama, dan harus dilakukan kembali bagi organisasi modern yang memiliki
media komunikasi jenis baru. Interaksi sangat dipengaruhi oleh teknologi baru seperti
telepon, internet dll.
Kebanyakan penelitian observasi mengenai sifat pekerjaan manajerial, bukan
dirancang untuk menjelaskan pola dan isi yang khas dari kegiatan manajerial, bukan
untuk menjawab secara langsung pertanyaan mengenai pola kegiatan atau pola
perilaku mana yang perlu dan efektif. Mengetahui bahwa banyak manajer
melaksanakan pekerjaan tertentu tidak menceritakan kepada kita apakah hal itu
penting sekali bagi efektifitas manajerial. Bahkan hasil penelitian situasional tersebut
dapat menyesatkan. Pola perilaku yang paling lazim dalam jenis pekerjaan atau situasi
manajerial tertentu tidak berarti menjadi paling efektif.
Study tentang deskripsi tugas para manajer mengukur persepsi manajer
mengenai pentingnya berbagai kegiatan serta tanggung jawab dari pekerjaan mereka.
Penelitian mengenai deskripsi tugas tersebut digunakan untuk mengindentifikasikan
kesamaan dan perbedaan persyaratan ketrampilan bagi berbagai jenis kedudukan
manajerial. Tujuan utama penelitian itu adalah untuk mempermudah pengembangan
system kompensasi, prosedur seleksi, serta prosedur penilaian kienrja, bukan untuk
menentukan bagaimana hubungan perilaku manajerial dengan criteria efektivitas
manajerial. Penilaian mengenai peringkat kepentiangan yang dibuat oleh banyak
manajer bisa saja berat sebelah (bias) oleh stereotype yang dirasakan bersama atau
oleh teori-teori implicit tentang pemimpin yang efektif. Sampai saat ni hanya terdapat
sedikit bukti yang memperliahatkan bahwa kegiatan dan perilaku manajerial yang
dinilai penting adalah yang juga berhubungan dengan criteria mengenai efektifitas
manajerial.
Studi deskriptif lainnya menganalisis dari wawancara dengan para manajer
yang sudah ditentukan dari awal bahwa mereka adalah manajer efektif (Kanter, 1982;
Kotter & Lawrence, 1974), atau dengan para manajer dari organisasi yang ditunjuk
sebagai organisasi yang efektif (Peters & Ausin, 1985; Peters & Waterman, 1982).
Pada peneliti tersebut mencoba untuk menemukan pola-pola perilaku atau tema umum
yang dapat menjelaskan mengapa para manajer/atau organisasi itu efektif. Namun,
studi itu tidak membandingkan para manajer yang efektif itu dengan para manajer
yang tidak efektif. Wawasan yang lebih lebih dapat diandalkan akan didapatkan jika
para peneliti membandingkan pola perilaku untuk menejer yang efektif dan tidak
efektif daru jenis yang sama dan secara eksplisit meneliti hubungan dari pola perilaku
17
manajerial dengan persyaratan dari situasi pekerjaan manajerial.
Kegiatan manajerial dapat dijelaskan berdasarkan 4 proses yaitu:
1. Mengenbangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengarui orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap kegiatan
khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih. Tumpang tindih yang
dihasilkan kategori-kategori tersebut.

APLIKASI BAGI PARA MANAJER


Walaupun kebanyakan enelitian deskriptif tentang kegiatan manajer tidak
dirancang untuk menghubungkan pola-pola kegiatan dengan efektifitas persaratan
pekerjaan manajerial. bagian ini meringkas beberapa pedoman pedoman tersebut
adalah pola dan tema yang diperoleh dari penelitian penelitian deskritif yang
menjelaskan, dan wawasan para praktisi, bukan dari hasil praktisi, bukan hasil dari
penelitian yang dirancang untuk menguji dalil-dalil tentang prilaku pemimpin yang
efektif. Pedoman untuk menggunakan waktu secara bijaksana akan di sajikan lebih
dulu, diikuti dengan pedoman untuk pemecahan masalah.

Pedoman Untuk Mengelola Waktu


Memahami alasan tuntutan dan kendala Adalah penting untuk mengetahui
bagaimana orang lain merasakan peran manajer dan apa yang mereka harapakan.
Persepsi mengenai tuntutan dan kendala mau tidak mau akan menyangkut penilaian
yang subyektif, namun banyak manajer gagal untuk mengambil waktu yang
dibutuhkan untuk mengambil informasi yang cukup dimana atas dasar tersebut,
manajer dapat melakuka penilaian. Jangan mengasumsikan bahwa semua orang setuju
dengan visi, persepsi atau ide mereka mengenai manajer yang efektif. Sebelum
seorang manajer dapat memuaskan orang –orang tersebut, atau memodifikasi harapan
mereka, ia harus memahami apa yang sebetulnya mereka ingin . mengerti tentang
harapan peran berarti membutuhkan seringnya interaksi tatap muka, mengajukan
pertanyaan, mendengarkan orang lain bukannya terus menerus berkotbah, peka
terhadap reaksi negative (termasuk gelagat non verbal), dan mencoba untuk

18
menemukan nilai dan kebutuhan yang mendasari opini dan pilihan seseorang.
Mengembangkan jumlah pilihan Terlalu banyak manajer yang berfokus pada tuntutan
dan gagal memberikan perhatian yang cukup terhadap peluang-peluang untuk
mendevinisikan pekrjaan dari berbagai cara. Adalah penting untuk melangkah
kebelakang dari pekerjaaan tersebut dan melihatnya dalam perspektif yang lebih luas.
Bagi sebagian besar manajer, biasanya untuk bersikap proaktif yang lebih
luasbagi sebagian besar manajer, biasanya mungkin untuk bersikap proaktif dengan
atasan manajer mengenai pendefinisian pekerjaan itu dengan cara yang dapat
memberikan kesemparan untuk membuat kebijaksanaan yang lebih banyak,
khususnya jika telah terdapat ambiguitas (dua arti) peran yang disebabkan oleh
tanggung jawab yang tidak di definisikan dengan baik. Pilihan dapat diperluas dengan
menemukan cara-cara untuk menghindari tuntutan untuk mengurangi kendala.
Penyusunan rencana dan agenda seorang manajer harus memasukkan analisis yang
sadar mengenai tuntutan dankendala yang membatasi efektivitas yang sekarang , dan
bagaimana tuntutan dan kendala itu dapat dikurangi, dihilangkan atau dihindari.
Menentukan apa yang ingin anda capai Waktu seorang manajer merupakan suatu
sumber daya langka yang harus digunakan dengan baik agar manajer tersebut bisa
menjadi efektif. Kunci dari manajemen waktu yang efektif adalah mengetahui apa
yang ingin anda capai. Seseorang yang memiliki sejumlah tujuan dan prioritas yang
jelas dapat mengidentifikasikan kegiatan yang penting dan merencanakan cara terbaik
untuk menggunakan waktu ; tanpa tujuan yang jelas, berapa banyakpun perencanaan
yang dibuat tidak akan memperbaiki manajemen waktu. Tujuan dan prioritas tersebut
dapat informal, sepertihalnya agenda mental dari kotter (1982), namun tujuan dan
prioritas itu perlu diidentifikasikan melalui proses yang disengaja dan sadar.
Menganalisis bagaimana anda menggunakan waktu anda Memperbaiki manajemen
waktu adalah sulit tanpa mengetahui bagaimana sebetulnya waktu itu di gunakan.
Sebagian besar manajer tidak mampu memperkirakan dengan akurat seberapa bnyak
waktu yang mereka gunakan untuk beberapa aktivitas berbeda. Sebagian besar system
manajemen waktu menyarankan pembuatan log harian atas ktivitas yang akan
dilaksanakan selama satu atau dua minggu.log tersebut harus menyebutkan setiap
aktivitas dalam blok waktu 15 menit. Hal ini berguna untuk menunjukan
sumberkendali atas setiap aktivitas (misalnya, diri sendiri, atasan, bawahan, orang
lain,persyaratan organisasi)dan apakah persyaratan tersebut telah direncanakan
sebelumnya atau merupakan reaksi segera atas permintaan dan masalah. Orang-orang
19
yang membuang buang waktu harus dicatat dalam log (masalnya, intrupsi yang tidak
perlu, pertemanan yang lang sung terlalu lama, mencari benda yang salah letak). Log /
catatan waktu itu harus di analisa untuk mengidentifikasikan seerapa penting dan
berartinya setiapaktifitas itu.perhatikan apakah aktifitas itu dapat di hilangkan,
dikombinasikan dengan aktivitas lainnya dan apkah aktivitas yang penting dan tidak
mendesak.
Merencanakan kegiatan harian dan mingguan Dalam literature yang luas mengenai
manajemen waktu yang berorientasi ke para praktisi, terdapat cukup bayak
kesepakatan mengenai pentingnya perencanaan dimulai terhadap kegiatan harian dan
mingguan (missalnya, webber,1980).saat merencanakan kegiatan harian, langkah
pertama adalah membuat daftar apa yang harus dilakukan untuk hari tersebut
memberikan prioritas ke tiap aktivitas.daftar prioritas tersebut dapat digunakan
dengan kalender yang memperlihatkan dengan kalender yang memperlihatkan
pertemuan yang dibutuhkan dan janji yang direncanakan untuk merencanakan hari
esok.
Menghindari aktivitas yang tidak diperluka Beberapa manajer terlalu di bebani
dengan tugas yang tidak penting karena mereka takut menyinggung perasaan para
bawahan, rekan sejawat, atau atasan dan mereka tidak mempunya rasa percaya diri
dan ketegasan menolak pimpinan. Salah satu cara menghindari tugas yang tidak perlu
adalah dengan menyiapkan perkataan yang prakts dengan mengatakan tidak
(musalnya; mengatakan bahwa anda hanya dapat melakukan tugas tersebut jika orang
itu melakukan pekerjaan tertentu untuk anda. Sarankan orang lain yang dapat
melakukan tugfas tersebut dengan lebih cepat dan lebih baik. Mengatasi penundaan
Alasan atas penundaan adalah takut kegagalan. Alasan orang menunda tugas adalah
kurang percaya diri. Membagi dengan bagian bagian kecil itulah cara yang yang
paling mudah untuk mengatasi penundaan.
Jadwalkan pada awal hari untuk memulai mengerjakan tugas yang kurnag
menyenangkan yang cenderung tertunda. Tugas demikian akan lebih mungkin
diselesaikan jika ditangani lebih dulu sebelum arus permintaan harian memberikan
alasan untuk menghindari tugas tersebut.
Mengambil keuntungan dari aktivitas yang reaktif Sifat lingkungan yang tidak dapat
diproduksi membuat penting untuk memandang petemuan yang kebetulan terjadi,
intrupsi dan pertemuan yang tidak direncanakan yang di prakarsai oleh orang lain
bukan hanya sebagai gangguan terhadap kegiatan yang direncanakan, namun yang
20
sebagai peluang untuk memperoleh informasi penting, menemukan masalah,
mempengaruhi orang lain, dan maju untuk menerapkan rencana dan agenda informasi.
Kewajiban yang mungkin membuang waktu, seperti keharusan untuk hadir pada
pertemuan dan pristiwa seremonial tertentu, dapat di ubah menjadi keuntungan bagi
manajer tersebut.
Menyediakan waktu untuk membuat perencanaan reflektif membutuhkan
manajemen waktu yang teliti. Sebuah pendekatan yang digunakan adalah dengan
menyisakan sebagian dari waktu pribadi (palingtidak satu sampai dua jam) untuk
membuat perencanaan indifidu. Pendekatan lainnya adalah dengan membuat jadwal
sesi setrategi priodik dengan para bawahan atau gugus tugas , dan menjadwalkan
pertemuan teratur dengan individu atau kelompok untuk meninjau rencana dan
kemajuan. Mengidentifikasi permasalahan penting yang dapat diselesaikan.
Masalah yang ada selalu lebih banyak jumlahnya daripada yang dapat
diselesaikan oleh manajer. Untuk mengatasionya haruslah kita memprioritaskan
masalah yang terpentingdulu agar dapatdiselesaikan dan menghasilkan permasalahan
yang lebih evisien. Mencari hubungan antar permasalahan Pandangan yang lebih luas
atas permasalahan memberikan wawasan yang lebih baik untuk memahami factor
itu.dengan menghubungkan permasalahn ke permasalahan yang lainnya dan ketujuan
setrategis informal, manajer akan lebih cenderung lebih menganalisa kesempatan
untuk melakukan tindakan yang berkontribusi terhadap solusi atas beberapa
permasalahan yang berhubungan pada waktu yang sama. Bereksperimen dengan
solusi inovatif Paramanajer yang evektif lebih bersedia untuk melakukan eksperimen
secara aktif dengan beberapa pendekatan inovatif untuk mencakup masalah. Dengan
adanya demikian bukan berarti manajer tersebut yakin itulah satusatunya cara yang
terbaik akan tetapi mengambil tindakan yang terbatas itu satusatunya cara untuk
mengembangkan pemahaman yang memadai.

RINGKASAN
Penelitian deskriptif menemukan bahwa pada dasarnya pekerjaan manajerial
adalah kacau, bervariasi, rekatif dan tidak teratur dan politis. Interaksi lisan yang
singkat lebih mendominasi dan banyak diantaranya menyangkut orang yang berada du
luar unit kerja yang dekat dengan manajer maupun rantai komando. Proses
penganbilan keputusan sangat politis, dan kebanyakan berasal dari perencanaan yang
bersifat informatif dan adaptif.
21
Beberapa penelitian deskriptip tersebut telah meneliti perbedaan dalam
perilaku yang berhubungan dengan aspek situasi manajerial. Penelitian komparetif
mengenai manajer dalam berbagai situasi memperlihatkan berbagai aspek lainnya
tentang situasi yang mempengaruhi perilaku manajerial, termasuk tingkatan
manajemen, besarnya unit organisasi. Pekerjaan manajerial sedang diubah dengan
mengubah tren social seperti globalisasi, keragaman tenaga kerja, kecepatan langkah
perubahan teknologi dan munculnya bentuk-bentuk organisasi baru.
Pada umumnya, penelitian deskriptif menyarankan bahwa pekerjaan
manajerial meliputi empat jenis kegiatan yaitu:
1. Mengenbangkan dan memeprtahankan hubungan
2. Memperoleh dan memberi informasi
3. Membuat keputusan
4. Mempengarui orang.
Proses tersebut saling terkait di antara berbagai kegiatan manajer, dan setiap
kegiatan khusus mana saja dapet menyangkut dia proses atau lebih. Tumpang tindih
yang dihasilkan kategori-kategori tersebu

DAFTAR PUSTAKA

Yukl, G. (2015). Kepemimpinan dan Organisasi. jakarta barat: pt.indeks.

Yukl., G. (2009). Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang.

22

Anda mungkin juga menyukai