MAKALAH
PARTISIPATIF, DELEGASI, DAN PEMBERDAYAAN
KELOMPOK 4
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membuat keputusan adalah salah satu fungsi yang paling penting yang dilakukan oleh
para pemimpin. Banyak aktifitas para manajer dan administrator yang berupa perbuatan dan
pelaksanaan keputusan, termasuk merencanakan pekerjaan, memecahkan masalah-masalah
teknis, memilih para bawahan, menentukan kenaikan upah membuat penugasan kerja, dan
sebagainya. Kepemimpinan partisipatif melibatkan usaha-usaha manajer untuk mendorong dan
memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan yang penting.
Kepemimpinan partisipatif, pendelegasian, dan pemberdayaan merupakan subyek yang
menjebatani pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku dalam kepemimpinan. Penelitian
mengenai kepemimpinan partisipatif dan pendelegasian menekankan perspektif pemimpin
mengenai pembagian kekuasaan. Pengertian mengenai pemberdayaan adalah tambahan yang
lebih terbatas dan baru bagi literatur kepemimpnan dan penelitian, ini menekankan pada
perspektif para pengikut.
BAB II
PEMBAHASAN
KEPEMIMPINAN
PARTISIPATIF, DELEGASI, DAN PEMBERDAYAAN
2.1 Sifat Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif menyangkut penggunaan berbagai macam prosedur keputusan
yang memberi orang lain pengaruh tertentu terhadap keputusan pemimpin tersebut. Istilah
lainnya yang biasa digunakan untuk menyebut aspek kepemimpinan partisipatif mencakup
konsultasi, pengambilan keputusan bersama pembagian kekuasaan, desentralisasi dan
manajemen yang demokratis yang kepemimpinan partisipatif dapat dianggap sebagai suatu jenis
perilaku yang berbeda walaupun dapat digunakan bersama dengan perilaku tugas dan hubungan
yang khusus (Likert, 1967; Yulk, 1971).
Macam-macam partisipatif
Kepemimpinan partisipatif dapat mengambil berbagai bentuk. Berbagai bentuk prosedur
pengamnbilan keputusan dapat digunakanan dengan mengikutsertakan orang lain dalam
pengambilan keputusan. Sejumlah ahli teori kepemimpinan telah mengajukan berbagai macam
taksnomi mengenai prosedur pengambilan kepututsan, dan hingga kini tidak ada kesepakatan
mengenai jumlah prosedur pengambilan keputusan yang optimal atau cara terbaik untuk
mengidentifikasinya (Heller & Yulk, 1969, Strauss, 1977; Tennenbaum & Schmidt, 1958,
Vroom & Yetton, 1973). Namun demikian, kebanyakan ahli teori tersebut ingin mengakui empat
buah prosedur pengambilan keputusan berikut.
1. Keputusan yang otokratis, manajer membuat kepututsan sendiri tanpa menanyakan
pendapat atau saran dari orang lain, dan orang-orang tersebut tidak mempunyai pengaruh
langsung terhadap kepututsan itu, tidak ada partisipasi.
2. Konsultasi. Manajer menanyakan pendapat dan gagasan, kemudian mengambil
kepututsannya sendiri setelah mempertimbangkan saran dan perhatian mereka secara
serius.
3. Keputusan bersama. Manejer bertemu dengan orang lain untuk mendiskusikan masalah
kepututsan tersebut, dan mengambil keputusan bersama, manajer tidak mempunyai
pengaruh lagi terhadap keputusan terakhir seperti juga partisipan lainnya.
4. c. Manajer memberikan otoritas dan tanggung jawab membuat keputusan kepada
seseorang atau kelompok manajer biasanya menyebutkan batas dimana pilihan akhir
harus berada, dan persetujuan awal mungkin atau mungkin tidak perlu diminta sebelum
keputusan itu dapat diimplementasikan.
Para penulis juga membedakan para tiga macam konsultasi :
1. Pemimpin tersebut mengajukan keputusan yang dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu,
namun bersedia untuk memodifikasikannya jika menghadapi keberatan atau keprihatinan.
2. Pemimpin tersebut memberikan usulan sementara dan secara aktif mendorong orang
untuk memberikan saran perbaikan.
3. Pemimpin tersebut mengajukan masalah dan melihat orang lain untuk berpartsipasi dalam
melakukan diagnosis dan menyusun pemecahannya, tetapi kemudian membuat
keputusannya sendiri.
Vroom dan Yetton, 1973). Membedakan antara berkonsultasi dan para individu dan
berkonsultasi dengan kelompok.
Gambar 4.1 kontinum ( jajaran ) dari prosedur pengambilan keputusan
Keputusan konsultasi keputusan pendelegasian
Otokratis bersama
Prosedur keputusan
- Keputusan otoktaris
- konstultasi
- keputusan bersama
- pendegelasian
Proses penjelasan
- Memahami masalah
- Pemecahan masalah-integratif
- Indentifikasi procedural
- Keadilan prosedural
Variable situsional
- Pentingnya keputusan
- Distribusi pengetahuan
- Distribusi pengetahuan
- Tekanan waktu
- Ciri+ nilai anggota
Potensi manfaat
- Keputusan berkualitas tinggi
- keputusan dengan penerimaan tinggi
- keputusan tinggi
- pengeembangan keterampilan yang baik
-
Potensi Manfaat Dari Partisipasi
Kepemimpinan partisipatif menawarkan beragam potensi manfaat tetapi apakah manfaat
itu nyata bergantung pada siapakah partisipannya, beberapa banyak pengaruh yang mereka
miliki, dan aspek lain dari situasi keputusan.
Kualitas keputusan. Melibatkan orang lain dalam membuat keputusan akan lebih
mungkin untuk meningkatkan kualitas daripada keputusan saat para partisipan memiliki
informasi dan pengetahuan yang tidak dimiliki pemimpin dan bersedia bekerja sama dalam
menemukan solusi yang baik atas masalah keputusan. Bekerja sama dengan berbagai
pengetahuan akan bergantung pada batas dimana para partisipan mempercayai pemimpin yang
memandang prosesnya sebagai sah dan menguntungkan. jika para anggota memiliki persepsi
berbeda akan masalah itu atau prioritas berbeda akan berbagai hasil, sangatlah sulit untuk
menemukan keputusan yang bekualitas tinggi. Kelompok mungkin gagal mencapai kesepakatan
atau gagal mengatasi kompromi yang buruk. Akhirnya aspek lain dari situasi keputusan seperti
tekanan waktu, jumlah partisipan, dan lebijakan formasl dapat membuat bentuk partisipasi
menjadi tidak praktis.
Penerima keputusan. Orang yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuat
keputusan cenderung untuk mengenali dan memandang sebagai keputusan mereka. Rasa
kepemilikan ini meningkatkan motivasi mereka untuk menerapkan dengan berhasil. Partisipasi
juga memberikan pengalaman yang lebih baik atas sifat masalah keputusan dan alasan mengapa
alternatif tertentu diterimah dan lainnya ditolak. Partisipan mendapatkan pemahaman yang lebih
baik tentang bagaimana mereka terpengaruh oleh sebuah keputusan, yang akan mungkin
mengurangi ketakutan dan kecemasan yang tidak beralasan tentangnya. Jika ada kemungkinan
konsekuensi merugikan, partisipan mengizinkan orang mendapatkan kesempatan
memperlihatkan kekhawatiran mereka dan membantu menemukan solusi yang memecahkan
kekhawatiran ini. Akhirnya, jika keputusan dilakukan melalui proses partisipatif yang dianggap
sah oleh sebagian besar anggota, maka kelompok itu akan mungkin menerapkan tekanan sosial
pada anggota yang segan untuk melakukan bagian mereka dalam penerapan keputusan.
Alasan lain mengenai kurangnya kerja sama, bahwa para partispan yang potensial secara
sederhana tidak ingin terlibat dalam pembuatan keputusan yang mereka pandang sebagai
tanggung jawab manajer tersebut. Kesempatan untuk berpatisipasi mungkin ditolak para
pengikut yang telah memiliki kelebihan pekerjaan, khususnya saat keputusan tidak
mempengaruhi mereka secara penting. Seperti banyaknya orang yang menolak untuk
memberikan suara dalam sebuah pemilihan setempat, tidak semua orang akan antusias mengenai
kesempatan untuk partisipasi dalam keputusan organisatoris.
2.6 Pemberdayaan
Teori dan penelitian yang telah ditinjau sebelumnya dalam bab ini mengembil pandangan
mengenai pembagian kekuasaan dan partisipasi yang berpusat pada pemimpin. Penekanannya
adalah pada apa yang telah dilakukan untuk memberikan lebih banyak pengetahuan kepada
orang atas keputusan yang terhubung dengan pekerjaan dan untuk menciptakan kondisi yang
memupuk inisiatif dan determinasi diri. Tindakan-tindakan pada pemimpin merupakan
determinan penting dari pemberian kewenangan, tetapi mereka tidak menjelaskan kapan dan
mengapa orang akan merasa diberikan kewenangan. Bukannya berfokus pada perilaku pemimpin
atau proses pembuatan keputusan yang formal, sebuah perspektif alternatif sesuai dengan
persepsi para pengikut dan atas situasi kerja yang berhubungan dengan keputusan dan nilai-nilai.
Sifat Dan Pemberdayaan Psikologis
Istilah pemberian pemberdayaan menjelaskan bagaimana motivasi instruksi dan
kemajuan diri (life-efficacy) dan orang terpengaruh oleh perilaku kepemimpinan, karakteristik
pekerjaan, stuktur organisasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai mereka sendiri. Salah satu alasan
penting untuk mempertimbangankan proses-proses psikologis adalah bahwa praktik-pratik
partisipatif dan program keterlibatan karyawan tidak selalu mengurus partisipasi tidak memiliki
kekuasaan atau membiarkan orang merasa bahwa pekerjaan mereka berarti dan berharga (Conger
& Kanungo, 1998). Sebagai contoh, mengisi orang untuk menentukan sebagaimana melakukan
tugas sepele dan merendahkan diri adalah mungkin meningkatkan pertasan mereka akan nilai diri
dan kepuasan diri. Mendelegasikan tanggung jawab untuk tugas yang lebih penting tidak akan
memberikan kewenangan bila orang kekurangan ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar berhasil melaksanakan tugas itu dan merasa kwatir tentang kegagalan kesempatan untuk
memilih seorang pemimpin mungkin hanya mengurangi sedikit perasaan tidak memiliki
kekuasaaan jika pilihannya adalah antara kedua kandidat yang sama-sama tidak memuaskan.
Teori mengenai pemberian kewenangan psikologis berusaha untuk menjelaskan kapan dan
mengapa usaha untuk memberikan kewenangan kepada orang yang akan mungkin berhasil.
Teori tentang mendefenisikan elemen pemberian kewenangan psikologis telah diusulkan
oleh berbagai sarjana (misalnya Bowwen & Lawler, 1992: Conger & Kanungo, 1988: Canter,
1983: Thomas & Velthouse, 1990), tetapi meski demikian hanya mendapatkan sedikit penelitian
mengenai pertanyaan ini yang didelegasikan oleh Spreitzer (1995) menentukan dukungan bagi
usulusan bahwa pemberdaayan psikologis meliputi empat elemen yang mendefenisikan.
1. Makna. Kandungan dan konsekuensi dari pekerjaan konsisten dengan nilai-nilai
idealisme.
2. Determinasi diri. Orang itu memiliki kemampuan untuk menentukan bagaimana dan
kapan pekerjaan itu diselesaikan.
3. Kemajuan diri (self-efficacy). Orang itu memiliki kepercayaan diri yang tinggi mengenai
mampu melakukan pekerjaan itu secara efektif.
4. Dampak. Orang itu yakin bahwa sangat mungkin untuk memiliki dampak penting pada
pekerjaan dan lingkungannya kerja.
Penekanan pada empat elemen ini menghubungkan psikologis dengan teori dan penelitian
sebelumnya mengenai motivasi kerja (misalnya Bandura, 1986: Sharair,1991) rancanagan
pekerjaan (misalnya Frade & Ferris, 1987) Hatkman & Oldham, 1980, kepemimpinan partisipatif
( misalnya, Sagie & Koswlki,2000: From & Jago, 1978), dan program-program organisator
keterlibatan (karyawan, misalnya, Coton, 1993: Lawer, 1986).
Pemberdayaan psikologis barangkali memiliki jenis konsekuensi yang sama dengan
motivasi instruksi dan kemajuan diri (self-efficacy). Sejumlah potensi manfaat telah
didefenisikan (P.Block, 1987; Howard, 1998, K.W Thomas & Felthouse, 1990) konsekuensi
yang menguntungkan meliputi: (1) komitmen tugas yang lebih kuat, (2) inisiatif yang lebih besar
dalam menjalankan tanggung jawab peran, (3) ketekunan yang lebih besar dihadapan rintangan
dan kemundururan sementara, (4) lebih inovasi dan pembelajaran, (5) optimisme yang lebih kuat
tentang keberhasilan akhir dari pekerjaan itu, (6) kepuasan kerja yang lebih tinggi, (7) komitmen
organisator yang lebih kuat dan (8) berkurangnya pergantian karyawan. Beberapa potensi biaya
dan resiko juga telah didefenisikan (misalnya Balofi & Doherty, 1989; Bowend & Lower, 1992;
Eccles, 1993). Contohnya meliputi : (1) biaya yang lebih tinggi untuk seleksi dan pelatihan, (2)
biaya tenaga kerja yang lebih tinggi bagi karyawan yang terampil, (3) kualitas pelayanan yang
tidak konsisten, (4) pemberian yang mahal dan keputusan yang buruk oleh beberapa karyawan,
(5) perasaan pelanggaran akan ketidakadilan perlakuan yang tidak sama, (6) perlawanan oleh
para manajer mengarah yang meras terancam, dan (7) konflik yang berasal dari harapan
karyawan diluar apa yang di pakai dipenuhi oleh manajemen puncak. Namun hanya ada
beberapa studi yang memuji kosenkuensi dari pemberdayaan psikologis (misalnya Howrd &
Wellins, 1994; Kobre, Boss, Sejam dan Sanjem & Goodman,1999; Koncanzak, Stelly & Trusty,
2000, Spreizer, 1995; spreizer, & Nason, 1997). Terlalu dini untuk dapat mencapai kesimpulan
yang kuat tetapi kombinasi bukti dari studi-studi ini dan jalur penelitian terkait kenyataan bahwa
potensi manfaat lebih mungkin terjadi saat kondisinya lebih menguntungkan bagi pemberian
kewenangan
V Kesimpulan
Kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha seorang manajer untuk mendorong
dan memudahkan partisipasi orang lain dalam membuat keputusan yang jika tidak demikian
maka akan dibuat sendiri dari manajer itu. Partisipasi memiliki banyak bentuk, dimulai dari
melakukan revisi keputusan tentatif setelah menerima protes, meminta saran sebelum membuat
keputusan, meminta seseorang atau kelompok untuk bersama-sama membuat suatu keputusan
yang tergantung pada persetujuan final dari manajer tersebut. Meengikutsertakan orang lain
dalam membuat keputusan sering merupakan kebutuhan agar keputusan agar kebutuhan tersebut
diterima dan diimplementasikan dalam organisasi. Namun, bahkan bila tidak perlu berkonsultasi
dengan orang lain sebelum membuat keputusan, seorang manajer mungkin masih lebih suka
melakukannya agar mendapatkan manfaat dari partisipasi. Potensi manfaat dari partisipasi
meliputi kualitas keputusan yang lebih baik dan penerimaan keputusan yang lebih besar oleh
orang yang akan menetapkannya atau yang akan terpengaruh olehnya.
Partisipasi tidak mungkin efektif jika partisipan potensial tidak memiliki sasaran yang
sama dari pemimpin tersebut, jika mereka tidak ingin menerima tanggung jawab untuk
membantu dalam pengambilan keputusan, jika mereka tidak mempercayai pemimpin tersebut,
atau jika tekanan waktu dan penyebaran partisipan membuatnya tidak praktis jika melakukan
konsultasi dengan orang-orang atau untuk mengadakan pertemuan kelompok. Mungkin tidak
akan efektif kecuali jika manajer tersebut memilki ketrampilan yang mencukupi dalam
mengelola