KEPEMIMPINAN
RPS 4
“Pemerdayaan Kepemimpinan”
DOSEN PENGAJAR :
I Gusti Made Suwandana, S.E, M.M
Kelas D2M/ Ruang EIII2
Oleh :
Ayu Putri Dyanthi (02/1707522035)
Ni Wayan Veni Desi Antari (03/1707522038)
Ni Putu Arya Wiratni (16/1707522067)
Kadek Sita Artha Hapsari (25/1707522122)
Konsekuensi Kepemimpinan Partisipatif
- Manfaat Potensial Partisipatif
Kepemimpinan partisipan menawarkan beragam manfaat potensial, namun
manfaat ini terjadi bergantung pada siapa partisipannya, berapa banyak
pengaruh yang mereka miliki, dan aspek lain situasi keputusan.
Manfaat meliputi :
o Kualitas keputusan yang lebih tinggi
o Penerimaan keputusan yang lebih tinggi oleh partisipan
o Kepuasan lebih atas proses keputusan
o Pengembangan keterampilan pembuatan keputusan
Kosekuensinya dilihat dari kualitas keputusannya, dimana tindakan untuk
melibatkan orang lain dalam membuat keputusan akan lebih bisa
meningkatkan kualitas keputusan jika para partisipan memiliki informasi
dan pengetahuan yang tak dimiliki pemimpin dan bersedia bekerja sama
dalam menemukan solusi yang baik atas masalah keputusan tertentu. Dan
tentu jika sudah bekerjasama namun sasaran tidak dapat dibandingkan hal
ini tidak akan membuat mengurangi kualitas dari keputusan. Dan jika para
partisipan memiliki persepsi berbeda akan masalah itu atau prioritas
berbeda untuk berbagai hasil, sangatlah sulit menemukan keputusan yang
berkualitas tinggi. Grup mungkin gagal untuk mencapai kesepakatan atau
justru menetapkan kompromi yang buruk. Akhirnya, aspek lain situasi
keputusan seperti tekanan waktu, jumlah partisipan, dan kebijakan formal
dapat membuat bentuk partisipatif menjadi tidak praktis.
- Prosedur Keputusan
o Penerimaan keputusan, orang dengan pengaruh yang cukup besar
dalam membuat keputusan cenderung mengenali dan
memandangnya sebagai keputusan mereka. Rasa kepemilikan ini
meningkatkan motivasi mereka untuk menerapkannya dengan
berhasil.
o Kepuasan dengan proses keputusan yaitu orang akan lebih
mungkin merasa bahwa mereka diperlakukan dengan bermartabat
dan rasa hormat ketika mereka memiliki kesempatan untuk
memperlihatkan pendapat dan pilihan tentang keputuan yang akan
memengaruhi mereka.
o Pengembangan keterampilan partisipan dimana pengalaman dalam
membantu membuat keputusan rumit dapat menghasilkan
pengembangan keterampilan dan kepercayaan diri yang lebih besar
oleh partisipan.
- Tujuan para partisipan yang berbeda-beda
Manfaat potensial pertisipasi tidaklah sama bagi semua jenis partisipan.
Tujuan pemimpin untuk menggunakan partisipasi bisa berbeda,
tergantung pada apakah partisipan tersebut merupakan bawahan, rekan
sejawat, atasan, atau orang luar.
o Konsultasi ke arah bawah : tujuannya yaitu dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas keputusan dengan memanfaatkan
pengetahuan dan keahlian pemecahan masalah dari para bawahan,
meningkatkan penerimaan bawahan atas keputusan itu dengan
memberikan rasa kepemilikan bagi mereka, mengembangkan
keterampilan pembuatan keputusan dari para bawahan dengan
memberi mereka pengalaman dalam membantu menganalisis
masalah keputusan dan mengevalusi solusi, dan yang terakhir
memudahkan penyelesaian konflik dan pembentukan tim.
o Konsultasi horizontal : dengan yang berasal dari subunit berbeda
dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas keputusan saat rekan
sejawat memiliki pengetahuan yang relevan tentang penyebab
masalah tertentu dan solusi yang mungkin tersedia. Jika kerja sama
para manajer lain diperlukan untuk menerapkan keputusan,
konsultasi merupakan cara meningkatkan pemahaman dan
komitmen mereka. Konsultasi horizontal memudahkan koordinasi
dan kerja sama antar para manajer sub unit organisasi berbeda
dengan tugas yang saling bergantung.
o Konsultasi ke arah atas : memungkinkan manajer mengambil
keahlian atasan, yang mungkin lebih beasr daripada keahlian
manajer itu. Hal ini memungkinkan manajer mengetahui
bagaimana perasaan atasan tentang masalah tertentu dan
kemungkinan reaksinya terhadap berbagai proposal. Di sisi lain,
hal ini menunjukkan kurangnya rasa percaya diri dan inisiatif.
Manajer yang memiliki otoritas untuk membuat pilihan akhir
dalam keputusan akan lebih bijaksana bila tidak terlaku tergantung
pada atasan saat membuat keputusan ini.
o Berkonsultasi dengan orang luar : seperti klien dan para pemasok,
membantu memastikan bahwa keputusan yang memengaruhi
mereka telah dipahami dan diterima. Konsultasi dengan orang luar
adalah cara untuk belajar lebih banyak tentang keputusan dan
pilihan mereka, memperkuat jaringan eksternal, meningkatkan
koordinasi, dan menyelesaikan masalah bersama yang
berhubungan dengan pekerjaan.
Keragaman Pendelegasian
o Dalam bentuknya yang paling umum, pendelegasian menyangkut
pemberian tugas atau tanggung jawab yang baru dan berbeda kepada
bawahan. Bila diberikan tugas yang baru, kewenangan tambahan yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut biasanya didelegasikan
juga.
o Pendelegasian ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak
kebebasan kepada bawahan. Sejauh mana bawahan harus meminta izin
dari atasannya sebelum bertindak merupakan aspek lain pendelegasian.
o Hanya ada sedikit atau tidak ada pendelegasian untuk seseorang yang
harus bertanya dulu ke atasannya tentang apa yang harus dilakukannya
bila terjadi masalah atau hal yang luar biasa.
o Tingkat pendelegasian yang lebih besar terjadi bila bawahan tersebut
diizinkan membuat keputusan dan melaksanakannya tanpa
mendapatkan persetujuan terlebih dulu.
2. Bagaimana Mendelegasikan
Keberhasilan pendelegasian tergantung bagaimana pendelegasian itu dilakukan
dan apa yang didelegasikan. Pedoman dibawah ini didesain untuk membatasi
masalah dan untuk menghindari kesulitan umum yang berhubungan dengan
pemberian tugas dan pendelegasian otoritas.
a. Tetapkan tanggung jawab secara jelas
Pada saat mendelegasikan, penting untuk memastikan bahwa bawahan
mengerti tanggung jawabnya yang baru. Jelaskan hasil yang diharapkan
dari sebuah tugas yang didelegasikan.
b. Berikan otoritas yang cukup dan tetapkan batas tanggung jawabanya
Otoritas mencakup dana yang digunakan, sumber daya yang dapat dipakai,
keputusan yang dapat dibuat tanpa persetujuan lebih dulu, dan persetujuan
yang dapat dinegosiasikan secara langsung dengan pihak luar atau dengan
unit lain organisasi itu.
c. Spesifikasikan persyaratan pelaporan
Pada saat bawahan memperlihatkan kemampuannya melaksanakan tugas
yang didelegasikan, frekuensi laporan dapat dikurangi. Laporan mengenai
kemajuan harus menekankan pada hasil, dan penggunaan prosedur yang
sah, etis, dan konsisten dengan kebijakan organisasi.
d. Pastikan penerimaan tanggung jawab dari bawahan
Agar pendelegasian berhasil, bawahan harus menerima penugasan yang
baru tersebut dan berjanji melaksanakannya. Bila bawahan tidak
mempunyai rasa percaya diri, akan sangat membantu untuk menyatakan
keyakinan kita pada kemampuan orang tersebut untuk melakukan
pekerjaan yang baik.
Sejumlah manfaat potensial telah diidentifikasi oleh para pakar (P. Block, 1987;
Howard, 1998; K.W. Thomas & Velthouse, 1990). Manfaat tersebut meliputi : (1)
komitmen tugas yang lebih kuat, (2) inisiatif yang lebih besar dalam menjalankan
tanggung jawab peran, (3) ketekunan yang lebih besar saat menghadapi rintangan dan
kemunduran sementara, (4) inovasi dan pembelajaran yang lebih banyak, serta
optimisme yang lebih besar tentang keberhasilan pekerjaan yang akan dicapai, (5)
kepuasan kerja yang lebih tinggi, (6) komitmen organisasi yang lebih kuat, dan (7)
berkurangnya pergantian karyawan. Beberapa potensi biaya dan risiko juga telah
diidentifikasikan (misalnya Baloff & Doherty, 1989; Bowen & Lawler, 1992; Eccles,
1993). Contohnya meliputi: (1) biaya yang lebih tinggi untuk seleksi dan pelatihan,
(2) biaya tenaga kerja yang lebih tinggi bagi karyawan yang terampil, (3) kualitas
pelayanan yang tidak konsisten, (4) kesepakatan yang mahal dan keputusan yang
buruk oleh beberapa karyawan, (5) perasaan pelanggan akan ketidakadilan akibat
perlakuan yang tidak sama, (6) perlawanan oleh para manajer menengah yang merasa
terancam, dan (7) konflik akibat melambungkan harapan karyawan di luar apa yang
bersedia dipenuhi oleh manajemen puncak. Namun, hanya ada beberapa studi yang
menguji konsekuensi dari pemberdayaan psikologis (misalnya Howard & Wellins,
1994; Koberg, Boss, Senjem & Goodman, 1999; Konczak, Stelly & Trusty, 2000;
Spreitzer, 1995; Spreitzer, Kizilos & Nason, 1997). Satu contoh penelitian ini adalah
survei 406 perusahaan manufaktur di Inggris (Waterson, Clegg, Bolden, Pepper, Warr
& Wall, 1999): 22 persen dari perusahaan melaporkan sedikit atau tidak ada
peningkatan kinerja secara keseluruhan, 32 persen dari perusahaan tersebut
melaporkan peningkatan sedang, dan 46 persen melaporkan peningkatan kinerja
secara nyata. Pada intinya, hasil penelitian tentang dampak dari program
pemberdayaan adalah campur aduk dan tidak konklusif.
Kombinasi bukti dari studi konsekuensi pemberdayaan dan jalur penelitian terkait
menyatakan bahwa manfaat potensial lebih mungkin terjadi kecuali kondisinya
kurang mendukung bagi pemberdayaan. Kondisi yang memperkuat atau
memperlemah pemberdayaan mencakup karakteristik organisasi, anggota. dan budaya
nasional. Kondisi ini terdaftar dalam Tabel.
Kondisi Tidak Mendukung Mendukung
Beri sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab baru.
Kasus
Bill Gates
Bill Gates merupakan pendiri sekaligus orang yang pernah menjabat langsung sebagai
CEO Microsoft. Microsoft adalah perusahaan teknologi yang sukses hingga saat ini. Bill
Gates dapat dilihat dan dinilai memiliki gaya kepemimpinan yang partisipatif.
- Bill Gates menyadari dan menghargai kontribusi karyawannya. Sejak awal rekrutmen
Bill Gates menghargai karyawannya sebagai aset perusahaan. Dalam merekrut
karyawan baru, Bill Gates percaya bahwa kesuksesan seorang karyawan Microsoft
tergantung pada rekrutmen yang benar daripada pengalaman yang diperoleh setelah
karyawan tersebut bekerja di Microsoft. Oleh karena itu Bill Gates menerapkan pola
rekrutmen yang sangat selektif. Ia tidak hanya mencari karyawan yang pintar tetapi
sangat super smart. Karyawan Microsoft didorong untuk selalu mengembangkan
kapasitas pribadi mereka untuk terus maju. Di Microsoft, karyawan ditempatkan
sebagai aset dan difasilitasi untuk mencapai hasil yang maksimal secara efektif,
karyawan benar-benar diperlakukan sebagai bagian yang cerdas dari keseluruhan
bisnis.
- Bill Gates fokus pada visi dan misinya. Ia juga merupakan pemimpin yang dapat
mengkomunikasikan idenya dengan baik. Ia percaya bahwa pemimpin yang baik
bukan hanya mempunyai ide yang hebat tetepi juga mampu mengkomunikasikan
idenya. Ia mendorong budaya komunikasi yang baik lewat email. Ia sering
melontarkan topik-topik diskusi hangat lewat email. Gates rajin membagikan nilai-
nilai Microsoft kepada karyawannya (share value). Ia merupakan pemimpin yang
selalu meluangkan waktu membangun hubungan dengan karyawannya di seluruh
dunia lewat email.
- Budaya kerja terbuka. sebagai seorang pemimpin, Bill Gates menerapkan budaya
usaha yang sangat baik. Baginya penting untuk melibatkan semua orang karena tidak
mungkin menguasai semua pengetahuan teknis atau melakukan semua pekerjaan
sendiri. Bill Gates membangun budaya kerja terbuka dengan cara mendorong
atmosfer yang bebas dan santai , menciptakan struktur datar dengan hirarki yang tidak
banyak, membagi perusahaan menjadi kelompok-kelompok kecil, memberikan
kelompok tersebut tugas yang terdefinisi dengan jelas dan memberi tanggung jawab
penuh terhadap tugas tersebut , mendorong diskusi dan perdebatan serta mengakui
dan menghargai kesuksesan kelompok atau individu .
Melalui gaya kepemimpinan seperti ini Bill Gates mampu membawa Microsoft
mengembangkan perusahaan serta memaksimalkan kemampuan dari para anggota
perusahaannya dengan maksimal agar tujuan bisnis perusahaan dapat berjalan dengan
sukses.
DAFTAR PUSTAKA
http://mentjep.blogspot.com/2015/02/tugas-pengantar-manajemen-gaya.html
Yukl, Gary. 2017. Kepimimpinan Dalam Organisasi Edisi Ketujuh. Jakarta : INDEKS