Anda di halaman 1dari 13

http://perpusunpas.wordpress.

com/2011/05/30/kepemimpinan-partisipatif-danpendelegasian/

KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF DAN PENDELEGASIAN (diresume dari buku Prof. Benyamin Haritsz) Kepemimpinan partisipatif menyangkut baik pendekatan kekuasaan maupun perilaku kepemimpinan. Kepemimpinan menyangkut aspek-aspek kekuasaan seperti bersama-sama menanggung kekuasaan (pwer sharing), pemberian kekuasaan (empowering) dan proses-proses mempengaruhi yang timbal balik dan menyangkut aspek-aspek perilaku kepimpinan seperti prosedur-prosedur spesifik yang digunakan untuk berkonsultasi dengan orang lain untuk memperoleh gagasan dan saran-saran serta perilaku spesifik yang digunakan untuk mendelegasikan kekuasaan. I. Lingkup Kepemimpinan Partipatif Kepemimpinan partisipatif menyangkut penggunaan berbagai macam prosedur keputusan yang memberikan orang lain suatu pengaruh tertentu terhadap keputusan-keputusan pemimpin tersebut. Macam-macam partisipasi Kepemimpinan partisipatif dapat dibagi dalam berbagai bentuk prosedur pengambilan keputusan dapat digunakan untuk mengikutsertakan orang lain dalam pengambilan keputusan. Kebanyakan dari teoritikus mengakui ada empat buah prosedur pengambilan keputusan yang cukup berarti, antara lain: 1. Keputusan yang otokratik. 2. Konsultasi. 3. Keputusan bersama. 4. Penedelegasian. Keempat prosedur pengambilan keputusan tersebut dapat disusun bersamasama dalam sebuah jajaran yang terdiri dari tidak ada pengaruh oleh orang lain sampai pada pengaruh yang besar. Varietas konsultasi dibedakan menjadi tiga buah, yaitu: 1. Pemimpin tersebut member sebuah keputusan yang dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu, namun bersedia memodifikasinya menghadapi keberatan maupun keprihatinan; 2. Pemimpin tersebut member sebuah usulan sementara dan secara aktif mendorong orang untuk menyarankan cara-cara memperbaikinya; 3. Pemimpin tersebut mengajukan sebuah masalah dan meminta orang lain untuk berpartisipasi dalam mengdiagnosanya serta mengembangkan pemecahan-pemecahannya namun kemudian membuat keputusannya sendiri. Perilaku yang partisipatif mempunyai kualitas yang dinamis dan dapat berubah sepanjang waktu. Misalnya, apa yang semulanya merupakan konsultasi dapat menjadi keputusan bersama, dan apa yang semulanya merupakan keputusan bersama dapat menjadi konsultasi, ketika ia menjadi jelas bahwa kelompok tersebut harus membuat keputusan akhir. Keuntungan-keuntungan potensial kepemimpinan partisipatif

Kepemimpinan partisipatif menawarkan sejumlah keuntungan seperti meningkatkan kualitas sebuah keputusan bila para peserta mempunyai informasi dan pengetahuan yang tidak dipunyai pemimpin tersebut, bersedia untuk kerjasama dalam mencari suatu pemecahan yang baik untuk suatu masalah keputusan, disamping itu peluang untuk memperoleh suatu pengaruh terhadap sebuah keputusan biasanya meningkatkan komitmen dalam hal tersebut. Keuntungan yang potensial juga tergantung pada siapa yang tersangkut dalam pengambilan keputusan, apakah mereka para bawahan, kerabat, atasan atau pihak luar. 2. Studi mengenai kepemimpinan partisipatif Para ilmuwan bidang social telah berminat untuk mempelajari konsekuensi dari kepemimpinan partisipatif. Setelah perilaku yang berorientasi pada tugas dan mendukung, sejumlah penelitian mengenai perilaku yang terbesar adalah tentang kepemimpinan partisipatif. Kebanyakan studi-studi tersebut menyangkut partisipasi para bawahan serta criteria efektivitas pemimpin biasanya adalah kepuasan dan kinerja para bawahan. Dampak dari partisipasi Secara kontras, penemuan dari studi kasus yang deskriptif mengenai para manajer yang efektif mendukung secara konsisten keuntungan kepemimpinan partisipatif. Secara singkat, setelah lebih dari empat puluh tahun penelitian mengenai kepemimpinan partisipasi, kita mendapatkan konklusi bahwa kepemimpinan partisipatif kadang-kadang menghasilkan kepuasan, usaha dan kinerja lebih tinggi di waktu lain serta tidak demikian adanya. Keterbatasan penelitian partisipatif Terdapat kelemahan-kelemahan metodologis dalam kebanyakan penelitian yang digunakan mengevaluasi efek kepemimpinan partisipatif. Studi-studi kuesioner-korelasional mengenai kepemimpinan partisipatif dibatasi oleh masalah pengukuran dan kesukaran untuk menemukan arah hubungan, sebab akibat. Ekesperimen lapangan juga mempunyai keterbatasan, banyak dari eksperimen itu menyangkut sebuah program partisipasi yang diajukan oleh organisasi tersebut daripada oleh perilaku dan partisipatif seorang manajer individual. Kurangnya hasil-hasil yang konsisten tentang efektivitas kepemimpinan partisipatif dapat juga mencerminkan fakta bahwa berbagai macam bentuk partisipasi adalah efektif pada situasi-situasi tertentu, namun tidak pada yang lainnya. 3. Model pengambilan keputusan normatif dari Vroom dan Yetton Vroom dan Yetton membangun atas dasar pendekatan sebelumnya, langkah lebih lanjut dalam menspesifikasikan prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam masing-masing situasi spesifik yang berbeda. Efektivitas keseluruhan dari sebuah keputusan tergantung pada dua variable intervensi: kualitas keputusan dan penerimaan keputusan. Variabel-variabel intervensi tersebut sebaliknya dipengaruhi oleh prosedur-prosedur dan pengambilan keputusan yang digunakan oleh

seorang pemimpin. Namun, dampak dari prosedur pengambilan keputusan tersebut mempengaruhi kualitas dari keputusan dan penerimaannya tergantung pada berbagai aspek dari situasi tersebut. Vroom dan Yetton mengidentifikasi lima buah prosedur pengambilan keputusan untuk keputusan yang menyangkut para bawahan yang majemuk, termasuk dua buah bentuk pengambilan keputusan yang otokratik, dua buah bentuk konsultasi dan sebuah bentuk keputusan bersama oleh pemimpin dan bawahan sebagai sebuah kelompok. Menurut model pengambilan keputusan yang normative, efektivitas sebuah prosedur pengambilan keputusan tergantung pada aspek-aspek berikut ini: 1. Jumlah informasi yang relevan yang dipunyai pemimpin dan bawahannya, 2. Kemungkinan para bawahan menerima sebuah keputusan yang otokratik, 3. Kesamaan sasaran pemimpin dan bawahannya, 4. Pentingnya kualitas putusan, 5. Pentingnya penerimaan keputusan, 6. Jumlah ketidaksepakatan di antara para bawahan yang berkaitan dengan alternatif-alternatif yang diinginkannya, dan 7.sejauh mana masalah keputusan terebut tidak terstruktur. 4. Aplikasi-aplikasi: pedoman bagi kepemimpinan partisipatif Mendasari hasil penelitian mengenai partisipasi dan model dari Vroom & Yetton, beberapa pedoman sementara ditawarkan untuk digunakan pada kepemimpinan partisipati: 1. Evaluasi tentang pentingnya keputusan 2. Identifikasi orang-orang yang mempunyai pengetahuan atau keahlian yang relevan 3. Evaluasi kemungkinan kerjasama para peserta 4. Evaluasi kemungkinan penerimaan tanpa partisipasi 5. Evaluasi kelayakan (feasible) untuk mengadakan sebuah pertemuan Beberapa pedoman untuk mendorong lebih banyak partisipasi antara lain meliputi: 1. Konsultasi dengan orang-orang sebelum membuat perubahan 2. Jelaskan bahwa sebuah usulan bersifat sementara 3. Catat gagasan-gagasan dan saran-saran 4. Carilah cara-cara untuk membangun gagasan-gagasan dan saransaran 5. Berbicaralah secara taktis dalam keprihatinan untuk menjadi saran 6. Dengarkanlah pandangan-pandangan orang yang menolak tanpa menjadi defensive 7. Coba untuk menggunakan saran dan hadapi keprihatinan 8. Perlihatkan penghargaan terhadap saran-saran 5. Pendelegasian Pendelegasian menyangkut penugasan tanggungjawab yang baru kepada para bawahan serta kewenangan tambahan untuk melaksanakannya. Sesuai dengan taksonomi terintegrasi yang disampaikan, pendelegasi dan konsultasi diperlakukan sebagai kategori yang khusus dari

perilaku manejerial masing-masing dengan sejumlah subkategori. Pendelegasi dari beberapa hal secara kualitatif berbeda dari bentuk-bentuk lain kepemimpinan partisipatif. Pendelegasian juga mempunyai determinan situasional yang agak berbeda dengan konsultasi. Misalnya seoranag manajer mempunyai pekerjaan yang berlebih-lebihan kemungkinan akan menggunakan pendelegasian, tetepi sedikit konsultasi. Tidak heran tentang kepemimpinan secara bebas menghasilkan factor-faktor yang berbeda untuk konsultasi dan pendelegasian. Berbagai Macam Pendelegasian Istilah pendelegasian umumnya digunakan untuk menjelaskan berbagai macam bentuk dan tingkatan yang berbeda-beda mengenai pembagian kekuasaan. Aspek-aspek utama pendelegasian termasuk keanekaragaman dan besarnya tanggungjawab, jumlah kebebasan atau jajaran pilihan yang diperkenakan dalam memutuskan bagaimana melaksanakan tanggungjawab. Dalam bentuknya yang paling umum, pendelegasian menyangkut penugasan tugas-tugas atau bertanggungjawab untuk memproduksi sesuatu juga diberi tanggung jawab untuk memeriksa hasil produksi tersebut dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan apa saja yang ditemukannya. Bila di berikan tugas-tugas, kewenangan tambahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut biasanya didelegasikan juga. Kadang-kadang pendelegasian hanya menyangkut spefisikasi wewenang dan kebebasan tambahan untuk pekerjaan dan penugasan sama yang sudah dilakukan oleh bawahan tersebut. Pendelegasian ditingkatkan dengan memberi kepada penjual tersebut lebih banyak kebebasan untuk menetapkan harga pada waktu pengiriman. Sejauh mana seorang bawahan harus meminta izin dahulu dari atasannya sebelum bertindak ini merupakan aspek lain dari pendelegasian. Tingkat paling rendah dari pendelegasian adalah bila seseorang harus meminta kepada atasannya apa yang harus dilakukannya. Tingkat pendelegasian lebih besar bilamana seorang bawahan diizinkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Namun harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu sebelum melaksanakan keputusan tersebut. Pendelegasian yang paling banyak terjadi bilamana bawahan tersebut diizinkan untuk membuat keputusan dan melaksanakannya tanpa mendapatkan persetujuan terlebih dahulu. Persyaratan untuk melapor adalah aspek lain dari pendelegasian yang cukup banyak variasi. Jumlah otonomi bawahan adalah lebih besar bilamana laporan tersebut hanya dibutuhkan secara tidak teratur. Otonomi juga lebih besar bilamana laporan-laporan tersebut hanya menjelaskan baik angka maupun prosedur yang digunakan untuk mencapainya. Arus informasi mengenai kinerja yang tersangkut dalam memantau kegiatan seorang bawahan juga bervariasi. Otonomi para bawahan akan lebih besar bila informasi yang terinci tentang prestasi kerja bawahan langsung dikirim kepada bawahan tersebut. Seorang bawahan besar juga kemungkinannya

untuk mendapatkan lebih sedikit kekuasaan bila informasi mengenai prestasi kerja dikirim terlebih dahulu kepada Boss dan kemudian diteruskan kepada bawahan tersebut. Keuntungan Potensial pendelegasian Pendelegasian menawarkan sejumlah keuntungan potensial, bila dilaksanakan dengan cara yang sesuai oleh seorang manajer. Salah satu keuntungan potensial pendelagasian, seperti halnya dengan bentuk-bentuk lain dari partisipasi dan pembagian kekuasaan, adalah perbaikan kulitas keputusan. Kualitas keputusan kemungkinan juga akan meningkat bilamana pekerjaan dari bawahan tersebut meminta tanggapan yang cepat terhadap suatu situasi yang berubah-ubah dan bila garis komunikasi tidak mengizinkan manajer tersebut untuk memantau situasi tersebut dari dekat dan cepat membuat penyesuaian. Sebaliknya, kualitas keputusan kemungkinannya tidak akan menjadi lebih untuk membuat keputusan yang benar, gagal untuk memahami apa yang diharapkan darinya atau mempunyai tujuan-tujuan yang tidak sesuai dengan yang dipunyai manajer tersebut. Keuntungan potensial lainnya dari pendelegasian adalah komitmen yang lebih besar dari bawahan untuk melaksanakan keputusan secara efektif. Komitmen kemungkinan jika sebuah keputusan sibuat oleh bawahan, karena bawahan tersebut akan merasa tutut memiliki keputusan tersebut dan akan berusaha untuk manghindari suatu keputusan yang tidak akan berhasil yang mencerminkan rendahnya kemampuannya. Pendelegasian adalah salah satu metode utama manajemen waktu bagi seorang manajer yang dibebani tanggungjawab yang berlebihan. Dengan mendelegasikan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang kurang penting kepada para bawahan, seorang manajer mendapatkan waktu bebas tambahn untuk tanggungjawab yang lebih penting. Pendelegasian tanggungjawab dan kewenangan tambahan adalah sebuah bentuk dari pengkayaan tugas ( job enrichment ) yang kemungkinan akan membuat pekerjaan seseorang bawahan akan lebih menarik, menantang dan lebih berarti. Alasan Kurangnya Pendelagasian Sejumlah alas an mengapa beberapa orang manajer gagal mendelegasikan sebanyak yang seharusnya (Newman & Warrant, 1977; Preston & Zimmerer, 1978). 1. Rasa tidak percaya pada para bawahan tersebut. 2. Alasan yang berhubungan dengan tidak cukupnya pendelegasian adalah rasa takut akan dipersalahkan untuk kesalahan apa saja yang dibuat oleh bawahan. Untuk menghindari risiko membuat kesalahan, seorang manajer dapat mendelegasikan tugas-tugas yang sensitive hanya kepada beberapa orang bawahan yang dipercaya atau tidak sama sekali.Kurangnya pendelegasian

merupakan sebuah masalah pada para manajer yang merasa tidak mantap atau yang merupakan seorang perfectionist. 1. Kecurigaan terhadap bawahan. Bila nilai-nilai dan sasaran-sasaran bawahan dirasakan tidak sesuai dengan yang dipunyai manajer, hanya sedikit saja pendelegasian kekuasaan untuk membuat keputusan akan terjadi. Contoh: organisasi yang mempunyai hubungan buruh-manajemen yang lemah. Bawahan dianggap orang yang malas dan tidak mau menerima tanggung jawab yang lebih besar, seorang manajer besar kemungkinannya idak akan banyak mendelegasikan (McGregor, 1960). Pendelegasian Mengenai Konsekuensi Pendelegasian Lena (1986) menemukan bahwa pendelegasian oleh para manajer klaim asuransi saling berhubungan dengan kompetensi tugas bawahan dalam pengaruhnya terhadap prestasi kerja bawahan; pendelegasian berhubungan dengan prestasi kerja yang lebih baik bagi para bawahan yang mempunyai kompetensi kerja yang tinggi dengan prestasi kerja yang paling jelek bagi para bawahan dengan kompetensi kerja yang rendah. Miller dan Toulouse (1986) menemukan bahwa jumlah pendelegasian pada 79 bisnis kecil berhubungan dengan tingkat keuntungan dan pertumbuhan penjualan mereka. Penelitian deskriptif mengenai manajemen efektif juga cenderung untuk mendukung efektivitas Pendelegasian (Bradforw & Cohen, 1984; Kanter, 1983, Kouze & Posner, 1987; Peters & Austin, 1985; Peter & Waterman, 1982). 6. APLIKASI-APLIKASI: PEDOMAN BAGI PENDELEGASIAN Pedoman mengenai apa yang didelegasikan Delegasikan tugas-tugas dan lakukan dengan lebih baik oleh bawahan Delegasikan tugas-tugas yang mendesak walaupun bukan prioritas tinggi. Delegasikan tugas-tugas yang relevan bagi karir seorang bawahan. Delegasikan tugas-tugas dengan kesukaran yang sesuai. Delegasikan tugas-tugas yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Delegasikan tugas-tugas yang tidak sentral pada peran manajer. 7. Aplikasi-aplikasi: Pedoman tentang Cara Mendelegasi Keberhasilan pendelegasian tergantung pada bagaimana pendelegasian itu dilakukan maupun pada apa yang didelegasikan. - Spesifikasikan tanggungjawab yang jelas. - Berikan kekuasan yang cukup dan perinci batas-batas kebijaksanaannya. - Perinci persyaratan pelaporan - Pastikan penerimaan tanggung jawab dari bawahan - Teruskan informasi kepada mereka untuk diketahui. - Pantaulah kemajuan dengan cara yang sesuai. - Usahakan agar bawahan memperoleh informasi yang dibutuhkan. - Berilah dukungan dan bantuan, namun hindari pendelgasian yang terbalik.

- Buatlah agar kesalahan itu menjadi suatu proses belajar. http://mulydelavega.blogspot.com/2009/06/urgensi-kepemimpinanpartisipatif.html I. Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan yang partisipatif memberikan ruang peran serta secara bermakna pada para bawahan dalam menjalankan aktivitas lembaga serta proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini, pemimpin menghargai masukan berguna yang diberikan oleh para bawahannya dan bukan tidak mungkin masukan mereka dijadikan landasan penentuan keputusan. Ada beberapa unsur penting dan tidak mungkin dipisahkan yang membentuk kepemimpinan partisipatif. Beberapa unsur penting tersebut adalah konsultasi, pengambilan keputusan bersama, pembagian kekuasaan, desentralisasi, serta manajemen yang bersifat demokratis. Seorang pemimpin yang baik tentunya rela membuka ruang peran serta bagi para bawahannya secara sungguh-sungguh. Dalam artian bahwa ia memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyumbangkan saran, menyampaikan kritik atau keluhan, mengemukakan koreksi, serta berpartisipasi dalam penentuan keputusan. Pemimpin melakukan beberapa hal tersebut tidak sekedar basa basi. Dalam artian bahwa ia tidak memberikan kesempatan untuk menyatakan gagasan tetapi selanjutnya ia menciptakan rasa takut pada para bawahannya untuk mengemukakan inisiatif sehingga akhirnya para bawahan menyerahkan sepenuhnya proses kelembagaan padanya karena merasa apatis. Menurut Vroom dan Yetton, prosedur pengambilan keputusan dalam organisasi meliputi lima model yaitu 1) Model AI mengandung arti bahwa pemimpin memecahkan masalah dan membuat keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang ada saat ini. 2) Model AII berarti bahwa pemimpin memperoleh informasi yang diperlukan dari para bawahan dan memutuskan sendiri keputusannya. Tetapi, ia bisa memberitahukan atau tidak kepada para bawahan untuk mendapatkan informasi mengenai masalah yang sebenarnya. Hanya sebatas memberikan informasilah peran para bawahan. Mereka tidak berperan dalam memecahkan masalah. 3) Model CI mengandung arti bahwa para bawahan yang berkompeten diajak berbicara mengenai suatu hal secara pribadi. Kemudian, pemimpin membuat keputusan yang mungkin didasari oleh masukan yang diberikan oleh bawahan atau bahkan tidak sama sekali. 4) Model CII berarti bahwa pemimpin mengajak para bawahan berbicara dan mereka dikumpulkan sebagai suatu kelompok. Selanjutnya, keputusan yang dibuat bisa dilandasi oleh masukan yang diberikan oleh para bawahannya atau juga bisa berdasarkan pandangan sendiri. 5) Model GII menggambarkan bahwa pemimpin dan para bawahan berbicara

dalam suatu kelompok. Kemudian, mereka bertukar gagasan guna memecahkan suatu persoalan yang dihadap. Bila solusi sudah diperoleh, ia dijadikan dasar pengambilan keputusan. Ia bersedia menerima solusi yang dihasilkan dari pembicaraan itu dan tidak memaksakan kehendak agar gagasannyalah yang dijadikan dasar pengambilan keputusan. Melalui kepemimpinan yang partisipatif, diharapkan kondisi organisasional suatu lembaga menjadi lebih baik. Sehubungan dengan hal ini, bila mekanisme kepemimpinan partisipatif mencapai sasarannya, lembaga dapat memperoleh beberapa manfaat penting diantaranya 1) Kualitas keputusan yang diambil menjadi lebih tinggi karena telah melalui proses curah pikir (brain storming) serta adu gagasan. Tentunya, proses tersebut harus dilandasi oleh itikad baik, akal sehat, saling percaya, dan kesediaan untuk menerima gagasan baik yang disampaikan oleh pihak lain. 2) Pendewasaan anggota lembaga terjadi karena mereka dibiasakan untuk memahami pemikiran dan argumentasi pihak lain serta bersedia menerima kenyataan berupa diterima atau tertolaknya suatu usulan yang disampaikan. 3) Para anggota lembaga merasa diperlakukan secara terhormat sehingga perasaan ikut memiliki (sense of belonging) terhadap lembaga menjadi lebih kuat tertanam dalam hati mereka. 4) Para anggota lembaga menjadi terlatih untuk menganalisis masalah serta memecahkannya dan juga rasa kepercayaan diri mereka menjadi lebih mudah terbangun. Selanjutnya, apabila nantinya dipercaya untuk mengampu jabatan lebih tinggi, mereka menjadi lebih siap. Mengingat kenyataan bahwa kepemimpinan partisipatif memberikan peluang kepada para bawahan untuk terlibat dalam aktivitas lembaga serta proses pengambilan keputusan, efektivitas keputusan dalam lembaga tetap harus memperoleh perhatian. Tidak sepantasnya seorang pemimpin menimpakan kesalahan pada terlibatnya para bawahan bila ia tidak dapat mengambil suatu keputusan secara efektif. Sehubungan dengan hal ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas keputusan. Diantaranya adalah 1) variabel situasional berupa jumlah informasi yang dimiliki oleh pemimpin serta bawahannya, kongruensi sasaran (goal congruence) pemimpin dan para bawahannya, mampunya pemimpin dan bawahan menjalin kesepakatan, dan kreativitas dalam memecahkan kebuntuan dalam pengambilan keputusan. 2) kesediaan para bawahan untuk menerima keputusan karena mereka merasa bahwa ada nilai positif yang dihasilkan oleh keputusan itu serta merasa keterlibatan dalam pengambilan keputusan benar-benar dihargai. 3) kualitas keputusan bagi lembaga yakni apakah secara obyektif terlepas dari perasaan suka maupun tidak suka secara individual- keputusan yang diambil memberikan dampak positif atau tidak pada lembaga. Masalah kualitas keputusan ini amat penting untuk diperhatikan terlebih bila terdapat alternatif yang beragam.

4) dipahaminya aturan main dalam proses pengambilan keputusan. Pemahaman tentang aturan main sekaligus kesediaannya untuk menerapkan secara konsekuen menjadikan proses yang ditempuh memiliki probabilitas lebih besar untuk membuahkan hasil yang efektif dari pada apabila para bawahan serta atasan masih belum memiliki pemahaman yang sama. Seorang pemimpin yang partisipatif akan merasa senang apabila para bawahannya memperlihatkan antusiasme terhadap upaya memecahkan problematika yang dihadapi oleh lembaga dan juga upaya untuk membuat kondisi lembaga semakin baik. Untuk itu, ia harus mampu melakukan diagnosis secara seksama terhadap beberapa aspek yang memiliki keterkaitan dengan situasi proses pengambilan keputusan. Beberapa aspek itu antara lain 1) pemahaman tentang urgensi keputusan yang akan diambil bagi lembaga. 2) pribadi yang memiliki kecakapan tertentu terkait dengan keputusan yang akan diambil. 3) seberapa besar kemungkinan untuk membangun kerja sama antara pemimpin dengan para bawahan dalam pengambilan keputusan. 4) kelayakan untuk menyelenggarakan pertemuan guna mencari beragam alternatif guna mengambil keputusan. Selain itu, ia juga perlu sekali memberikan penguatan atau dorongan terhadap partisipasi para bawahannya. Penguatan terhadap partisipasi mereka dilakukan dengan jalan 1) memberikan kesempatan para bawahan untuk mengungkapkan gagasan mereka. 2) memperhatikan secara sungguh-sungguh gagasan yang dikemukakan oleh para bawahan. 3) memberikan umpan balik atas gagasan yang diungkapkan oleh para bawahan. 4) memberikan peluang bagi munculnya gagasan pembanding dari para bawahan lainnya. 5) memperlihatkan apreasi yang baik terhadap gagasan para bawahan termasuk juga saran-saran yang bersifat korektif. II. Pendelegasian Wewenang Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk mendewasakan para bawahannya sehingga pada saat suksesi terjadi atau ketika mereka dibebani tanggung jawab lebih tinggi, kesiapan mental telah mereka miliki. Terkait dengan masalah ini, pendelegasian wewenang (delegation of authority) merupakan satu cara yang dapat ditempuh untuk melakukannya. Pada dasarnya, pendelegasian wewenang adalah pemberian tugas atau tanggung jawab oleh seorang pemimpin kepada bawahannya. Apabila dikaitkan dengan konsep kepemimpinan partisipatif, pendelegasian wewenang adalah suatu hal yang menunjang, walaupun tidak identik. Secara

umum, pendelegasian wewenang dilakukan dengan memberikan tugas atau tanggung jawab baru dan berbeda kepada bawahan. Dalam hal ini kita dapat mencontohkan seorang staff keuangan yang diberi tugas untuk melakukan pemeriksaan transaksi keuangan yang terjadi di dalam perusahaan. Ia harus memeriksa setiap transaksi yang terjadi secara seksama. Apabila terjadi hal yang tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya, ia diberi wewenang untuk melakukan perbaikan serta memberikan semacam rekomendasi terhadapnya. Aspek utama yang melekat pada pendelegasian wewenang adalah 1) besar dan ragam tanggung jawab. 2) kebebasan yang dimiliki dan pilihan untuk melaksanakan tanggung jawab. 3) kewenangan guna melakukan tindakan dan melaksanakan keputusan tanpa persetujuan terlebih dahulu. 4) frekuensi pelaporan serta persyaratannya. 5) arus informasi terkait dengan kinerja. Aspek lain dari pendelegasian wewenang adalah sejauh mana seorang bawahan harus meminta ijin kepada atasannya sebelum bertindak. Tingkatan pendelegasian wewenang terendah adalah bila seseorang masih harus bertanya atau meminta persetujuan atasan bila terjadi masalah yang dinilai diluar kebiasaan. Tingkatan yang lebih tinggi terjadi bila seorang bawahan diijinkan untuk menentukan apa yang harus dilakukannya tetapi harus memperoleh persetujuan dari atasannya terlebih dahulu sebelum melaksanakannya. Kemudian tingkatan tertinggi adalah ketika seorang bawahan diijinkan untuk menentukan suatu keputusan serta melaksanakannya tanpa persetujuan dari atasannya. Terkait dengan syarat pelaporan, bawahan dikatakan memiliki kewenangan lebih besar jika ia hanya perlu memberikan laporan dalam intensitas yang tidak terlalu besar semisal laporan secara bulanan. Selain itu, laporan yang diberikan kepada atasannya hanya mendeskripsikan hasil yang dicapai tanpa harus disertai penjelasan tentang bagaimana prosedur pencapaiannya secara detil. Dalam hal informasi atas kinerja, kewenangan bawahan dinilai besar apabila informasi rinci mengenai kinerja bawahan dikirimkan secara langsung kepadanya dan kemudian ia diberi wewenang untuk memperbaiki masalah yang terjadi. Beberapa manfaat yang diperoleh dari pendelegasian wewenang bila ia dilakukan secara benar adalah 1) Kualitas keputusan yang diambil menjadi lebih baik bila para bawahan memang memiliki kecakapan terhadap bidang tugasnya dibandingkan dengan atasannya serta ia lebih memahami permasalahan karena mempunyai lebih banyak informasi. 2) Komitmen bawahan untuk menerapkan keputusan secara efektif menjadi lebih tinggi bila pendelegasian wewenang itu memang benar-benar

dilaksanakan karena pertimbangan kecakapan bawahan dan bawahan yakin dirinya mampu. Bukan karena ia hendak dijebak oleh atasannya untuk menangani masalah yang tidak dikuasainya guna dipermalukan nantinya. 3) Bagi bawahan, pendelegasian wewenang dapat menjadikan pekerjaan yang dilakukannya menantang dan memiliki arti. Bagi para bawahan yang cakap, pekerjaan yang menantang merupakan salah satu hal yang membuatnya betah bekerja dan membuatnya siap memikul tanggung jawab lebih tinggi. 4) Bila atasan mendapatkan beban kerja berlebih, pendelegasian wewenang merupakan cara untuk menguranginya sehingga ia dapat memfokuskan perhatiannya pada pekerjaan yang dinilai lebih penting untuk dikerjakan segera. 5) Manajemen organisasi dapat dikembangkan menjadi lebih baik karena pendelegasian wewenang merupakan wujud upaya penguatan kemampuan manajerial seseorang bawahan. Pada saat ia dipromosikan menuju posisi lebih tinggi, ia telah siap untuk mengembannya. Sekalipun memiliki beberapa nilai lebih, pendelegasian wewenang tidak akan pernah bersifat mutlak. Seorang atasan tetap harus memikul tanggung jawab apabila ternyata pendelegasian wewenang tidak menciptakan keadaan yang lebih baik. Karenanya, ia tetap dibebani tanggung jawab untuk melakukan pemantauan. Pendelegasian wewenang bisa saja gagal bila bawahan tidak cakap dalam mengampu tugas yang dibebankan padanya. Dari sudut pandang pribadi atasan, kegagalan untuk melakukannya terjadi karena ia terlalu membutuhkan kekuasaan dan takut tersaingi oleh bawahannya yang terbukti mampu melaksanakan tugas yang dibebankan dan sulit untuk membangun hubungan dengan orang lain. Agar dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan standar kinerja yang diharapkan, beberapa pedoman harus diperhatikan. Diantaranya adalah 1) memastikan dengan tepat apa tanggung jawab yang ingin didelegasikan Agar tanggung jawab yang ingin didelegasikan bisa dipastikan, maka beberapa acuan dasar yang penting untuk diperhatikan adalah a. Pendelegasian wewenang dilakukan untuk tugas yang memang dapat dilakukan secara lebih baik oleh bawahan. b. Bila tujuannya adalah ingin mengurangi beban kerja berlebihan, maka tugas yang harus segera didelegasikan adalah tugas yang harus segera diselesaikan tetapi tidak mempunyai prioritas tinggi. c. Pemimpin perlu mengetahui pendelegasian tugas yang relevan dengan jenjang karier seorang bawahan. d. Pemimpin mendelegasikan tugas yang menentang tetapi pasti dapat dilakukan oleh bawahan. e. Para bawahan harus dibiasakan untuk bersedia melaksanakan segala tugas yang dibebankan padanya. 2) menerapkan cara yang sesuai untuk mendelegasikan wewenang

Adapun cara yang sesuai dan menjadikan probabilitas berhasilnya pendelegasian wewenang tinggi adalah a. menjelaskan tanggung jawab secara gamblang kepada bawahan. b. memberikan wewenang yang memadai dan memiliki batasan jelas. c. menjelaskan syarat pelaporan secara rinci. d. memastikan bahwa bawahan memang bersedia memikulnya dan memiliki komitmen kuat untuk melaksanakannya. Setelah wewenang didelegasikan kepada para bawahan, atasan harus melaksanakan tindak lanjut agar pendelegasian wewenang itu memperoleh dukungan. Diantaranya adalah 1) menyampaikan informasi tentang pendelegasian wewenang itu kepada pihak-pihak yang diharapkan dapat membantu bawahan. 2) memantau perkembangan terkait dengan pelaksanaan tugas melalui indikator yang jelas. 3) memberikan informasi tambahan mengenai tugas yang didelegasikan. 4) memberikan dukungan psikologis kepada para bawahan dengan tetap memintanya mampu menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapinya. 5) apabila terjadi kesalahan, ia harus diyakinkan bahwa kesalahan itu adalah bagian dari proses belajar dan ia tidak boleh dipermalukan. http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/04/pengertian-kepemimpinanpartisipatif.html http://www.bintan-s.web.id/2011/05/kepemimpinan-partisifatif.html Kepemimpinan partisipatif berkaitan erat dengan penggunaan berbagai macam prosedur pengambilan keputusan yang memberikan kepada orang lain suatu pengaruh tertentu terhadap keputusan-keputusan pemimpin tersebut. Menurut Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim. Terdapat tiga istilah yang terkait dengan kepemimpinan partisipatif, yaitu: 1. Konsultasi, yaitu pimpinan menanyakan opini dan gagasan bawahan, kemudian pemimpin mengambil keputusan, 2. Keputusan bersama, yaitu pimpinan bersama-sama bawahan mengambil sebuah keputusan dan keputusan tersebut menjadi keputusan final, 3. Pendelegsian, dimana seorang pemimpin memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada individu atau kelompok untuk mengambil sebuah keputusan. Pada intinya kepemimpinan pertisipatif adalah kepemimpinan yang selalu

melibatkan seluruh elemen organisasi dalam mengambil kebijakan organisasi. Titik tekannya hanya kepada penggunaan patisipasi mereka, pemimpin hanya akan menjadi seseorang yang melegalkan apa yang menjadi keputusan semua pihak http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-tentang-kepemimpinan/ Kepemimpinan partisipatif juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau nondirective. Pemimpin yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya sedikit menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembagkan strategi dan pemecahannya, ia hanya mengarahkan tim kearah tercapainya konsensus. ( Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, 2000: 162) Partisipasif Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi,tidak selamanya merupakan pemimpinyan terbaik.fiedler telah mengembakan suatumodel pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas,yakni model kepemimpinankontigennis.model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja.dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader member rolations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin.

Anda mungkin juga menyukai