Anda di halaman 1dari 33

Chapter 5 Participative Leadership, Delegation, and Empowerment

Kepemimpinan Partisipatif,Delegasi, dan Pemberdayaan

Seperti yang kita ketahui pengambilan keputusan adalah salah satu fungsi terpenting yang
dilakukan oleh para pemimpin seperti merencanakan pekerjaan, memecahkan masalah teknis,
memilih bawahan, menentukan kenaikan gaji, membuat penugasan pekerjaan, dan
sebagainya. Kepemimpinan partisipatif. delegasi. dan pemberdayaan adalah materi yang
membahas tentang kekuasaan dan perilaku dalam sebuah kepemimpinan.

Kepemimpinan partisipatif dan delegasi menekankan perspektif kepemimpin tentang


pembagian kekuasaan. Sedangkan Pemberdayaan melibatkan persepsi anggota organisasi
bahwa mereka memiliki kesempatan untuk menentukan peran pekerjaan mereka. Kedua
perspektif yang berbeda tersebut dapat memberikan sebuah pemahaman bahwa ke efektifan
sebuah kepemimpinan sangat berfungsi bagi suatu organisasi

Kepemimpinan Partisipatif

Dalam kepemimpinan partisipatif akan terjadi nya sebuah konsultasi, pengambilan


keputusan bersama, pembagian kekuasaan, desentralisasi, pemberdayaan, dan pengelolaan
yang demokratis. Kepemimpinan partisipatif adalah upaya seorang pemimpin untuk
mendorong dan memfasilitasi partisipasi dalam membuat keputusan penting, dan
menggunakan berbagai prosedur keputusan yang memungkinkan seseorang terpengaruh
keputusan seorang pemimpin.

Kepemimpinan partisipatif terdapat beberapa bentuk, sebagian besar ahli teori akan
mengakui empat prosedur keputusan

1. Keputusan Otokratis: pada keputusan ini Manajer membuat keputusan sendiri tanpa
meminta pendapat atau saran dari orang lain

2. Konsultasi: Manajer meminta pendapat dan ide orang lain, kemudian membuat
keputusan sendiri setelah mempertimbangkan dengan serius saran dan kekhawatiran
para anggota.

Tannenbaum dan Schmidt (1958) membedakan tiga jenis konsultasi:

(1) Pemimpin menyajikan keputusan yang dibuat tanpa konsultasi sebelumnya, tetapi
bersedia untuk mengubahnya ketika anggota merasa keberatan.
(2) Pemimpin menyajikan proposal tentatif dan secara aktif mendorong anggota untuk
menyarankan cara untuk memperbaikinya

(3) Pemimpin menyajikan masalah dan meminta anggota untuk berpartisipasi dalam
mendiagnosis dan mengembangkan solusi, tetapi kemudian membuat keputusan
sendiri.

Sebenarnya prosedur konsultasi ini sering terjadi secara informal daripada pada dalam
pertemuan formal. Prosedur konsultasi biasanya terjadi dari beberapa elemen
1.konsultasi tentang diagnosis masalah tetapi bukan tentang pilihan akhir di antara
solusi, atau 2. konsultasi tentang pilihan akhir di antara serangkaian solusi yang telah
ditentukan sebelumnya.

3. Keputusan Bersama: Manajer membahas sebuah masalah bersama setelah itu


berdiskusi dan membuat keputusan secara bersama, dalam prosedur ini manajer tidak
memiliki pengaruh lebih besar di banding anggota lainnya atas keputusan yang dibuat
karena keputusan dibuat secara bersama.

4. Pendelegasian: Manajer memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada individu


atau kelompok untuk membuat keputusan, kemudian manajer biasanya menentukan
batasan - batasan di mana pilihan akhir harus jatuh

Konsekuensi dari kepemimpinan Partisipatif

1. Kualitas Keputusan

Melibatkan anggota dalam membuat keputusan kemungkinan akan meningkatkan kualitas


keputusan ketika peserta memiliki informasi yang kurang dari pemimpin dan bersedia bekerja
sama dalam mencari solusi yang baik untuk menentukan keputusan. Namun Jika peserta
dengan pemimpin memiliki tujuan yang berbeda, maka kerjasama tidak akan mungkin
terjadi, ketika anggota memiliki persepsi yang berbeda tentang masalah dan cara menangani
nya maka sulit juga untuk menemukan keputusan yang berkualitas dari situ kelompok
mungkin gagal mencapai kesepakatan Akhirnya, aspek lain dari situasi keputusan seperti
waktu, jumlah peserta, dan kebijakan formal dapat membuat beberapa bentuk partisipasi
menjadi tidak efektif

2. Persetujuan Keputusan.
Seseorang yang memiliki pengaruh besar dalam membuat keputusan cenderung di anggap
menjadi keputusan mereka, hal ini dapat meningkatkan motivasi anggota untuk menyuarakan
berbagai solusi dari setiap permasalahan . Partisipasi juga memberikan sebuah pemahaman
tentang sifat masalah dan memberi alasan mengapa alternatif tertentu diterima dan yang lain
ditolak. Peserta juga mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mereka
akan terpengaruh oleh keputusan, yang kemungkinan akan mengurangi rasa ketakutan dan
kecemasan. Jika anggota yg lain merasakan konsekuensi yang merugikan akan terjadi dlm
keputusan tersebut, anggota di perkenankan untuk mengungkapkan sebuah ke khawatiran
mereka dan membantu menemukan solusinya.

3. Kepuasan dengan proses keputusan

Seseorang akan merasa lebih bermartabat dan terhormat ketika mereka memiliki
kesempatan untuk mengungkapkan pendapat dan preferensi tentang keputusan yang akan
mempengaruhi. Proses ini juga dapat mengurangi rasa kepuasan jika peserta merasa seorang
pemimpin berusaha untuk memanipulasi anggota untuk mendukung keputusan yang tidak
diinginkan.

4.Pengembangan Keterampilan Peserta.

Dari sebuah Pengalaman dapat membantu membuat sebuah keputusan yang kompleks dan
menghasilkan lebih banyak keterampilan dan kepercayaan diri peserta. Dalam proses
mendiagnosis penyebab suatu masalah dapat menghasilkan solusi yang layak kemudian
mengevaluasi solusi untuk menemukan yang terbaik, dan merencanakan bagaimana cara
mengimplementasikannya. Peserta yang terlibat dalam semua aspek proses pengambilan
keputusan belajar lebih banyak. Kinerja seorang anggota juga tergantung pada sejauh mana
anggota mendapatkan pembinaan dan dorongan dari pemimpin selama proses pengambilan
keputusan tersebut.

Objectives for Different Participants

Tujuan pemimpin untuk menggunakan partisipasi mungkin berbeda tergantung pada siapa
peserta yg akan dihadapi seperti, bawahan, rekan kerja, atasan, atau orang luar.

 Bawahan = untuk meningkatkan rasa percaya diri terhadap bawahan atas penerimaan
keputusan nya. Tujuan selanjutnya mungkin untuk mengembangkan keterampilan
pengambilan dan untuk memfasilitasi pembangunan tim.
 Rekan kerja = Konsultasi dengan rekan kerja dapat meningkatkan kualitas keputusan
jika rekan-rekan memiliki pengetahuan yang relevan tentang penyebab masalah dan
solusi. Kerja sama antar manajer lain diperlukan cara mengimplementasikan sebuah
keputusan dan penyesuaian di gunakan untuk meningkatkan pemahaman dan
komitmen mereka. Namun, konsultasi harus dibatasi pada keputusan yang tepat,
sehingga waktu tidak terbuang sia-sia

 Atasan = Konsultasi kepada atas an memungkinkan seorang manajer untuk


mengetahui bagaimana perasaan bos terhadap suatu masalah dan kemungkinan akan
bereaksi terhadap berbagai proposal. Namun Di sisi lain, konsultasi yang berlebihan
dengan atasan menunjukkan kurangnya rasa percaya diri dan inisiatif dari bawahan yg
pada dasarnya di beri wewenang untuk membuat pilihan akhir dalam keputusan.
Dalam hal ini sebaiknya tidak menjadi terlalu bergantung pada bos ketika membuat
keputusan.

 Pihak luar= konsultasi dengan pihak luar seperti klien dan pemasok membantu
memastikan bahwa keputusan yang di buat dpt diterima. Konsultasi dengan pihak
luar adalah cara untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebutuhan dan preferensi
mereka, memperkuat jaringan eksternal, meningkatkan koordinasi, dan memecahkan
masalah bersama yang terkait dengan pekerjaan.

Model Keputusan Normatif

Prosedur pengambilan keputusan yang digunakan oleh seorang pemimpin mempengaruhi


kualitas keputusan dan penerimaan keputusan oleh setiap anggota yang diharapkan dapat
menjalankan keputusan tersebut, seperti yg telah di sebutkan td menurut vroom & yetton
terdapat pengaruh prosedur keputusan pada kualitas keputusan dan penerimaan tergantung
pada berbagai aspek situasi, dan prosedur yang efektif

1. Prosedur Keputusan

Vroom dan Yetton mengidentifikasi lima prosedur keputusan untuk keputusan yang
melibatkan banyak anggota,

• AI. Anda memecahkan masalah atau membuat keputusan sendiri, menggunakan


informasi yang tersedia untuk Anda saat itu.
• AII. Anda memperoleh informasi yang diperlukan dari bawahan Anda, kemudian
memutuskan sendiri pemecahan masalahnya.

• CI. Anda berbagi masalah dengan anggota yang relevan secara individu.
mendapatkan ide dan saran mereka, tanpa menyatukan mereka sebagai sebuah
kelompok.

• CII. Anda berbagi masalah dengan anggota Anda sebagai sebuah kelompok,
mendapatkan ide dan saran kolektif mereka. Kemudian Anda membuat keputusan

• GIl. Anda berbagi masalah dengan anggota Anda sebagai sebuah kelompok.
Bersama-sama menghasilkan dan mengevaluasi alternatif dan berusaha mencapai
kesepakatan untuk solusi. Peran Anda sangat mirip dengan ketua. Anda tidak
mempengaruhi kelompok untuk memilih / mengikuti solusi pilihan Anda, dan Anda
bersedia menerima dan menerapkan apapun hasil solusi yg telah disetujui bersama.

2. Variabel Situasional.

Dalam Variabel Situasional terdapat beberapa aspek situasi keputusan:

1. Jumlah informasi relevan yang dimiliki oleh pemimpin dan bawahan


2. Kemungkinan anggota akan menerima keputusan otokratis (membuat keputusan sendiri
tanpa meminta pendapat org lain)
3. Anggota akan bekerja sama jika diizinkan untuk berpartisipasi
4. Jumlah ketidaksepakatan di antara anggota dengan alternatif pilihan pemimpin, dan
5. Sejauh mana masalah keputusan tidak terstruktur dan membutuhkan pemecahan
masalah yang kreatif.

Model tersebut juga mempertimbangkan (1) apakah keputusan itu penting atau sepele,
dan (2) apakah keputusan itu akan diterima oleh anggota meskipun mereka tidak terlibat
dalam pembuatannya.

3. Penerimaan Keputusan

Penerimaan keputusan adalah tingkat komitmen untuk menjalankan apa yg menjadi


keputusan secara efektif, dapat di jalankan jika suatu keputusan harus dilaksanakan oleh
anggota dengan adanya motivasi kerja di setiap anggota.

Dalam sebuah kasus, anggota sangat termotivasi untuk melaksanakan keputusan yang
dibuat oleh pemimpin karena keputusan trsbt bermanfaat bagi mereka atau pemimpin
menggunakan taktik program reward agar anggota semangat untuk menjalani nya . Asumsi
dasar model ini adalah bahwa pemimpin harus meningkatkan motivasi/ semangat kerja
seorang anggota karena semakin termotivasi untuk mengimplementasikannya dengan sukses,
maka semakin mudah untuk pengambilan keputusan bersama daripada untuk konsultasi, dan
keputusan otokratis

4. Kualitas Keputusan

Kualitas keputusan mengacu pada aspek objektif dari keputusan yang


mempengaruhi kinerja kelompok selain dari efek yang dimediasi oleh penerimaan
keputusan.

5. Aturan Keputusan

Model ini menyediakan seperangkat aturan untuk mengidentifikasi prosedur


keputusan apa pun yang tidak pantas dalam situasi tertentu.

Keterangan

1. Prosedur Keputusan

Vroom dan Yetton mengidentifikasi lima prosedur keputusan untuk keputusan


yang melibatkan beberapa bawahan, termasuk dua jenis keputusan otokratis (AI dan
AII), dua jenis konsultasi (CI dan CII), dan satu berbagai pengambilan keputusan
bersama oleh pemimpin dan bawahan sebagai kelompok (GII). Masing-masing
prosedur keputusan ini didefinisikan sebagai berikut (Vroom &Yetton, 1973,
hal.13):

1. Anda memecahkan masalah atau membuat keputusan sendiri, menggunakan


informasi yang tersedia untuk Anda pada saat itu.

2. Anda mendapatkan informasi yang diperlukan dari bawahan Anda, kemudian


memutuskan solusi untuk masalah itu sendiri.

3. Anda berbagi masalah dengan sobordinates yang relevan secara individual,


mendapatkan ide dan saran mereka, tanpa menyatukan mereka sebagai sebuah
kelompok

4. Anda berbagi masalah dengan bawahan Anda sebagai sebuah kelompok,


mendapatkan ide-ide kolektif mereka ang saran
5. Anda berbagi masalah dengan bawahan Anda sebagai sebuah kelompok.
Bersama-sama Anda menghasilkan dan mengevaluasi alternatif dan mencoba
untuk mencapai kesepakatan (konsensus) pada suatu solusi.

2. Variabel Situasional

Efektivitas prosedur keputusan tergantung pada beberapa aspek dari situasi


keputusan.

a. Jumlah informasi yang relevan yang dimiliki oleh pemimpin dan bawahan,

b. Kemungkinan bahwa bawahan akan menerima keputusan otokratis,

c. Rupa bahwa bawahan akan bekerja sama jika diizinkan untuk berpartisipasi,

d. Jumlah ketidaksepakatan di antara bawahan sehubungan dengan alternatif yang


diandai mereka

e. Sejauh mana masalah keputusan tidak terstruktur memerlukan pemecahan


masalah kreatif

Model ini juga memperhitungkan:

1. Apakah keputusan itu penting atau sepele

2. Apakah keputusan akan diterima oleh bawahan bahkan jika mereka tidak terlibat
dalam pembuatannya.

3. Penerimaan Keputusan

Penerimaan keputusan adalah tingkat komitmen untuk melaksanakan keputusan


secara efektif. Penerimaan adalah penting setiap kali keputusan harus dilaksanakan
oleh bawahan atau memiliki implikasi untuk motivasi kerja mereka. Dalam beberapa
kasus, bawahan sangat termotivasi untuk menerapkan keputusan yang dibuat oleh
pemimpin karena jelas bermanfaat bagi mereka atau karena pemimpin menggunakan
taktik pengaruh untuk mendapatkan komitmen mereka terhadap keputusan tersebut.
Namun, bawahan mungkin tidak menerima keputusan otokratis karena alasan lain.

4. Kualitas keputusan
Kualitas keputusan mengacu pada aspek objektif dari keputusan yang
mempengaruhi kinerja kelompok selain dari efek yang dimediasi oleh penerimaan
keputusan. Kualitas keputusan tinggi ketika alternatif terbaik dipilih.

Efek partisipasi pada kualitas keputusan tergantung pada distribusi informasi


yang relevan dan keahlian pemecahan masalah antara pemimpin dan bawahan.
Model ini mengasumsikan bahwa partisipasi akan menghasilkan keputusan yang
lebih baik jika bawahan menimbulkan informasi yang relevan dan bersedia bekerja
sama dengan pemimpin dalam membuat keputusan yang baik.

5. Aturan Keputusan

Kualitas keputusan mengacu pada aspek objektif dari keputusan yang


mempengaruhi kinerja kelompok selain dari efek yang dimediasi oleh penerimaan
keputusan. Kualitas keputusan tinggi ketika alternatif terbaik dipilih.

Efek partisipasi pada kualitas keputusan tergantung pada distribusi informasi


yang relevan dan keahlian pemecahan masalah antara pemimpin dan bawahan.
Model ini mengasumsikan bahwa partisipasi akan menghasilkan keputusan yang
lebih baik jika bawahan menimbulkan informasi yang relevan dan bersedia bekerja
sama dengan pemimpin dalam membuat keputusan yang baik.

Model yang direvisi

Vroom dan Jago (1998) meninjau temuan penelitian pada model dan menawarkan
versi revisi itu. Model yang direvisi dirancang untuk memperbaiki beberapa
kelemahan dalam versi sebelumnya. Model Vroom-Yetton menghilangkan beberapa
prosedur dari set yang layak, tetapi itu tidak menunjukkan prosedur mana yang
paling baik.

Aturan Keputusan dalam Model Keputusan Vroom-Yetton

1) Ketika keputusan itu penting dan bawahan memiliki informasi yang relevan yang
tidak dimiliki oleh pemimpin, keputusan otokratis (AI, AII) tidak tepat karena
keputusan penting akan dibuat tanpa semua informasi yang relevan dan tersedia.

2) Ketika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak berbagi perhatian pemimpin
untuk tujuan tugas, keputusan kelompok (GIl) tidak tepat karena prosedur ini
akan memberikan terlalu banyak pengaruh atas keputusan penting untuk orang
yang tidak kooperatif atau bahkan bermusuhan.

3) Ketika kualitas keputusan itu penting, masalah keputusan tidak terstruktur, dan
pemimpin tidak memiliki informasi dan keahlian yang diperlukan untuk membuat
keputusan yang baik, maka keputusan harus dibuat dengan interaksi antara orang-
orang yang memiliki informasi yang relevan (CII, GII).

4) Ketika penerimaan keputusan penting dan bawahan tidak mungkin menerima


keputusan otokratis, maka keputusan otokratis (AI, AII) tidak tepat karena
keputusan tersebut mungkin tidak dilaksanakan secara efektif.

5) Ketika penerimaan keputusan penting dan bawahan cenderung tidak setuju di


antara mereka sendiri tentang solusi terbaik untuk masalah penting, prosedur
otokratis (AI, Semua) dan konsultasi Individu (CI) tidak tepat karena mereka
tidak memberikan kesempatan untuk menyelesaikan perbedaan melalui diskusi
dan negosiasi di antara bawahan dan antara bawahan dan pemimpin.

6) Ketika kualitas keputusan tidak penting tetapi penerimaan adalah penting dan
tidak mungkin dihasilkan dari keputusan otokratis, maka satu-satunya prosedur
yang tepat adalah keputusan kelompok (GII), karena penerimaan dimaksimalkan
tanpa mempertaruhkan kualitas.

7) Ketika penerimaan keputusan penting dan tidak mungkin dihasilkan dari


keputusan otokratis, dan bawahan berbagi tujuan tugas pemimpin, bawahan harus
diberikan kemitraan yang sama dalam proses keputusan (GII), karena penerimaan
dimaksimalkan tanpa mempertaruhkan kualitas.

Penelitian tentang Model

Beberapa studi lapangan telah dilakukan untuk menguji model Vroom-Yetton sejak
pertama kali muncul (yaitu, Ettling &Jago, 1988; Vroom &Margerison &Glude,
1979; Paulus &Ebadi, 1989; Tjosvold, Wedley, &Field, 1986; Vroom&jago,
1978). Metode penelitian yang paling umum adalah untuk mengumpulkan insiden
di mana manajer menggambarkan keputusan yang sucessful atau tidak
menyenangkan.
Singkatnya, penelitian empiris pada versi awal dari model keputusan normatif
memberikan beberapa dukungan untuk itu, tetapi penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk menguji model secara memadai dan masing-masing aturan
keputusan.

Kelemahan Konseptual

Kritik terhadap model ini telah mengidentifikasi beberapa kelemahan konseptual.


Proses keputusan diperlakukan sebagai episode diskrit tunggal yang terjadi pada satu
titik waktu, tetapi keputusan yang paling penting biasanya melibatkan beberapa
pertemuan dengan berbagai orang yang berbeda pada waktu yang berbeda, siklus
berulang terjadi ketika keputusan dikembalikan untuk revisi yang diperlukan untuk
pemimpin mungkin harus menggunakan urutan prosedur keputusan yang berbeda
dengan orang yang berbeda pada waktu yang berbeda sebelum masalah diselesaikan.

Ringkasan

Model keputusan normatif mungkin yang terbaik didukung dari teori kontingensi
kepemimpinan (lihat Bab 6). Ini berfokus pada aspek-aspek spesifik dari perilaku,
itu termasuk variabel intervensi yang berarti, dan mengidentifikasi aspek-aspek
penting dari situasi memoderasi hubungan antara perilaku dan hasil.

CARA MENDIAGNOSIS SITUASION KEPUTUSAN

1. Evaluasi seberapa penting keputusan itu.

2. Mengidentifikasi orang-orang dengan pengetahuan atau keahlian yang relevan.

3. Mengevaluasi kemungkinan kerjasama oleh peserta.

4. Mengevaluasi kemungkinan penerimaan tanpa partisipasi.

5. Mengevaluasi apakah layak untuk mengadakan pertemuan.

BAGAIMANA MENDORONG PARTISIPASI

1. Mendorong orang untuk mengekspresikan keprihatinan mereka.


2. Jelaskan proposal sebagai tentatif.
3. Catat ide dan saran.
4. Carilah cara untuk membangun ide dan saran.
5. Jadilah bijaksana dalam mengungkapkan kekhawatiran tentang saran.
6. Dengarkan pandangan yang berbeda tanpa bersikap defensif.
7. Cobalah untuk menggunakan saran dan berurusan dengan masalah.
8. Tunjukkan penghargaan atas saran

DELEGASI

Seperti disebutkan sebelumnya, delegasi melibatkan penugasan tanggung jawab


baru kepada bawahan dan otoritas tambahan untuk melaksanakannya. Delegasi
secara kualitatif berbeda dalam beberapa hal dari bentuk lain dari kepemimpinan
partisipatif seperti konsultasi dan pengambilan keputusan bersama. Delegasi
memiliki faktor penentu situasional yang agak berbeda dari konsultasi. Misalnya,
seorang manajer yang kelebihan beban pekerjaan cenderung menggunakan lebih
mendelegasikan tetapi lebih sedikit konsiltasi. Dengan demikian, tidak
mengherangkan bahwa analisis faktor kusioner kepemimpinan biasanya
dihasilkanfaktor yang berbeda untuk konsultasi dan pendelegasian (Yulk & Fu,1999)

Varietas Delagation

Aspek utama delegasi meliputi berbagai dan besarnya tanggung jawab, jumlah
kebijaksanaan atau berbagai pilihan yang diizinkan dalam memutuskan bagaimana
melaksanakan tanggung jawab, wewenang untuk mengambil tindakan dan
melaksanakan keputusan tanpa persetujuan sebelumnya, frekuensi dan sifat
persyaratan pelaporan, dan aliran informasi kinerja (Sherman, 1966; Webber, 1918)
Dalam bentuknya yang paling umum, delegasi melibatkan penugasan baru dan
berbeda-berbeda tugas atau tanggung jawab kepada bawahan. Misalnya, orang yang
bertanggung jawabuntuk pembuatan sesuatu juga diberikan tanggung jawab untuk
memeriksa produk dan memperbaiki setiap cacat yang ditemukan. Dalam
pelaksanaannya, tercatat ada lima jenis delegasi, berikut ini adalah penjelasannya:

1. Delegasi Umum

Artinya, delegasi yang mana pihak bawahan akan diberikan wewenang oleh
atasan untuk melakukan berbagai fungsi manajemen umum, seperti penempatan
pengarahan, perencanaan, pengorganisasian serta pengawasan.

2. Delegasi Khusus
Artinya, delegasiyang berhubungan dengan suatu tugas tertentu yang harus
dilakukan oleh bawahan.

3. Delegasi Formal

Artinya, delegasi yang dilakukan berdasarkanstruktur organisasi yang berlaku


didalam perusahaan tersebut.

4. Delegasi Informal

Artinya, delegasi yang dilakukan oleh bawahan tanpa adanya wewenang yang
diberikan atasan karena dia merasa mampuuntuk melakukan pekerjan tersebut.

5. Delegasi Lateral

Artinya, suatu delegasi yang mana pihak yang menerima wewenangdiminta untuk
melakukan tugas tertentu dengan bantuan sejumlah orang.

BENTUK DELEGASI

1) Bentuk delegasi yang paling umum melibatkan penugasan tugas atau tanggung
jawab baru dan pembeda kepada bawahan.

2) Ada delegasi moderat ketika bawahan diizinkan untuk menentukan apa yang
harus dilakukan tetapi harus mendapatkan persetujuan sebelum melaksanakan
keputusan.

3) Ada delegasi substansial ketika subordiete diizinkan untuk membuat keputusan


penting dan menerapkannya tanpa mendapatkan persetujuan sebelumnya.

POTENSI KEUNTUNGAN DELEGASI

1) Mengembangkan keterampilan bawahan dan kepercayaan diri.

2) Memungkinkan bawahan untuk menangani masalah dengan cepat.

3) Perbaiki keputusan dengan memindahkannya dekat dengan tindakan.

4) Meningkatkan komitmen bawahan untuk suatu tugas.

5) Buat pekerjaan lebih menarik bagi bawahan.


6) Penting untuk manajemen waktu untuk seorang manajer yang kelebihan beban
dengan tanggung jawab.

Potensi Keuntungan Delegasi

Ada banyak alasan berbeda untuk mendelegasikan (Leana, 1986; Newman & Warren, 1977;
Preston & Zimmerer, 1978; Yukl & Fu, 1999). Tabel 4-4 menunjukkan hasil yang ditemukan
dalam sebuah penelitian yang menanyakan kepada manajer di beberapa organisasi tentang
pentingnya berbagai alasan pendelegasian kepada bawahan.

Pendelegasian menawarkan sejumlah keuntungan potensial jika dilakukan dengan cara yang
tepat oleh seorang manajer. Salah satu keuntungan potensial dari delegasi, seperti bentuk
partisipasi dan pembagian kekuasaan lainnya, adalah peningkatan kualitas keputusan.
Pendelegasian kemungkinan akan meningkatkan kualitas keputusan jika bawahan memiliki
lebih banyak keahlian dalam cara melakukan tugas daripada manajer. Kualitas keputusan
kemungkinan besar akan meningkat juga jika pekerjaan bawahan membutuhkan tanggapan
cepat terhadap situasi yang berubah dan jalur komunikasi tidak memungkinkan manajer
untuk memantau situasi dengan cermat dan membuat penyesuaian yang cepat. Seorang
bawahan yang lebih dekat dengan masalah daripada manajer dan memiliki informasi yang
lebih relevan dapat membuat keputusan yang lebih cepat dan lebih baik tentang bagaimana
menyelesaikan masalah. Hasilnya mungkin layanan pelanggan yang lebih baik dan
pengurangan biaya administrasi. Namun, pendelegasian tidak mungkin meningkatkan
kualitas keputusan jika bawahan tidak memiliki keterampilan untuk membuat keputusan yang
baik, gagal memahami apa yang diharapkan, atau memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan
tujuan manajer.

Keuntungan potensial lain dari pendelegasian adalah komitmen bawahan yang lebih besar
untuk mengimplementasikan keputusan secara efektif. Komitmen dihasilkan dari identifikasi
dengan keputusan dan keinginan untuk membuatnya berhasil. Namun, komitmen tidak
mungkin meningkat jika bawahan memandang pendelegasian sebagai taktik manipulatif oleh
manajer, menganggap tugas tidak mungkin dilakukan, atau percaya bahwa tanggung jawab
yang baru didelegasikan adalah peningkatan beban kerja yang tidak adil.

Pendelegasian tanggung jawab dan wewenang tambahan dapat membuat pekerjaan bawahan
lebih menarik, menantang, dan bermakna. Pekerjaan yang diperkaya terkadang diperlukan
untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang kompeten, terutama ketika organisasi
memiliki peluang terbatas untuk maju ke posisi tingkat yang lebih tinggi. Memberi manajer
junior lebih banyak tanggung jawab dan wewenang, dengan kenaikan gaji yang sepadan,
mengurangi kemungkinan mereka akan terpikat ke perusahaan lain pada saat persaingan ketat
untuk mendapatkan bakat manajerial. Namun, pendelegasian hanya akan meningkatkan
kepuasan bawahan yang menginginkan lebih banyak tanggung jawab, memiliki keterampilan
yang diperlukan untuk menangani tanggung jawab baru, dan mampu mengalami beberapa
keberhasilan dalam menyelesaikan tugas yang menantang. Pendelegasian akan menurunkan
kepuasan kerja jika bawahan terus-menerus frustrasi karena kurangnya otoritas dan sumber
daya yang cukup untuk melaksanakan tanggung jawab baru, atau kurangnya kemampuan
untuk melakukan pekerjaan.

Pendelegasian adalah bentuk penting dari manajemen waktu bagi seorang manajer yang
dibebani tanggung jawab. Dengan mendelegasikan tugas dan fungsi yang kurang penting
kepada bawahan, seorang manajer membebaskan waktu tambahan untuk tanggung jawab
yang lebih penting. Bahkan ketika seorang manajer dapat melakukan tugas yang
didelegasikan lebih baik daripada bawahan, penggunaan waktu manajer akan lebih efisien
untuk berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang akan memiliki pengaruh terbesar pada kinerja
unit organisasi manajer. Tanpa pendelegasian, seorang manajer tidak mungkin memiliki
waktu bebas yang cukup untuk melakukan beberapa tugas penting yang memerlukan blok
waktu yang lebih besar dan tidak segera mendesak.

Pendelegasian dapat menjadi metode pengembangan manajemen yang efektif. Organisasi


perlu mengembangkan bakat manajerial untuk mengisi posisi kosong pada tingkat otoritas
yang lebih tinggi. Pendelegasian adalah cara untuk memfasilitasi pengembangan
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tanggung jawab utama di posisi yang lebih
tinggi. Namun, ketika pendelegasian digunakan untuk tujuan pengembangan, biasanya
manajer perlu melakukan lebih banyak pemantauan dan pembinaan. Jadi, ketika digunakan
untuk tujuan ini, pendelegasian tidak mungkin banyak mengurangi beban kerja seorang
manajer.

Alasan Kurangnya Pendelegasian

Dengan semua potensi keuntungan dari pendelegasian ini, sepertinya hal itu harus terjadi bila
perlu. Namun, untuk sejumlah alasan beberapa manajer gagal untuk mendelegasikan
sebanyak yang seharusnya (Leana, 1986; Newman & Warren, 1977; Preston & Zimmerer,
1978; Yukl & Fu, 1999). Hasil dari studi yang menanyakan kepada manajer di beberapa
perusahaan tentang pentingnya alasan yang berbeda untuk tidak mendelegasikan ditunjukkan
pada Tabel 5-5.

Beberapa aspek kepribadian dikaitkan dengan kegagalan untuk mendelegasikan, termasuk


kebutuhan yang kuat akan kekuasaan, rasa tidak aman, kebutuhan yang tinggi untuk
berprestasi, dan kesulitan dalam membentuk hubungan. Beberapa manajer menikmati
pelaksanaan kekuasaan atas bawahan dan perasaan bertanggung jawab. Pendelegasian akan
membutuhkan pembagian kekuasaan dengan bawahan dan mengurangi ketergantungan
mereka.

'TABEL 4-5 PERSENTASE MANAJER YANG MENILAI ALASAN TIDAK


MENDELEGASIKAN SEBAGAI CUKUP ATAU SANGAT PENTING
JAUHKAN KEPUTUSAN YANG MELIBATKAN 87
INFORMASI RAHASIA.
PERTAHANKAN TUGAS DAN KEPUTUSAN YANG 76
SANGAT PENTING.
PERTAHANKAN TUGAS DAN KEPUTUSAN SEBAGAI 73
PUSAT PERAN ANDA.
PERTAHANKAN TUGAS YANG KESALAHANNYA 58
SANGAT TERLIHAT.
PERTAHANKAN TUGAS YANG BISA ANDA LAKUKAN 51
LEBIH BAIK DARIPADA BAWAHAN.
PERTAHANKAN TUGAS YANG SULIT DIJELASKAN 43
KEPADA BAWAHAN.
PERTAHANKAN TUGAS YANG SULIT DIPANTAU. 39
PERTAHANKAN TUGAS YANG MENARIK DAN 24
MENYENANGKAN.

Pendelegasian tidak pernah mutlak, karena seorang manajer tetap bertanggung jawab atas
aktivitas kerja bawahannya. Untuk menghindari risiko kesalahan, seorang manajer yang
merasa tidak aman dapat mendelegasikan tugas-tugas sensitif hanya kepada beberapa
bawahan yang dapat dipercaya, atau tidak sama sekali. Lebih jauh lagi, membiarkan bawahan
menunjukkan kompetensi dalam melaksanakan tanggung jawab manajerial dapat
menciptakan pesaing untuk pekerjaan manajer.

Manajer dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi seringkali lebih memilih untuk
mempertahankan tugas-tugas penting dan menantang daripada mendelegasikannya kepada
bawahan (Miller & Toulouse, 1986). Manajer yang bangga memecahkan masalah penting
mungkin enggan untuk melepaskan aktivitas itu atau mengakui orang lain dapat
melakukannya dengan efektif. Keengganan untuk mendelegasikan mungkin didukung oleh
bias dalam persepsi kinerja sendiri. Satu percobaan menemukan bahwa manajer menilai
kualitas kinerja lebih tinggi ketika mereka terlibat langsung dalam mengawasi tugas,
meskipun kualitas sebenarnya sama dengan tugas yang didelegasikan (Pfeffer, Cialdini,
Hanna, & Knopoff, 1998).
Kegagalan untuk mendelegasikan juga terkait dengan karakteristik bawahan, seperti keahlian
tugas dan tujuan bersama. Manajer enggan untuk mendelegasikan tanggung jawab yang
signifikan kepada bawahan yang tidak memiliki keahlian yang diperlukan (Ashour &
England, 1972; Leana, 1986; Yukl & Fu, 1999). Bahkan jika seorang bawahan memiliki
keahlian, pendelegasian tanggung jawab yang signifikan tidak mungkin jika orang tersebut
tampaknya acuh tak acuh tentang tujuan tugas (McGregor, 1960). Persepsi ini mungkin
awalnya tidak akurat, tetapi ketidakpercayaan oleh manajer pada akhirnya dapat
menjadikannya ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya (Argyris, 1964). Kadang-kadang
ketidakpercayaan bawahan lebih ditentukan oleh masalah kepribadian manajer daripada
karakteristik aktual bawahan (Johnston, 2000).

Pembaca tidak boleh berasumsi bahwa hanya manajer yang tidak aman dan haus kekuasaan
yang enggan untuk mendelegasikan. Bahkan para manajer yang menjadi sukses dalam
memberdayakan orang sering mengatakan bahwa secara pribadi itu sulit. Pertimbangkan Ben
Cohen, salah satu pendiri Ben and Jerry's (Ice Cream), yang sangat percaya pada
pemberdayaan. Ketika menjelaskan betapa sulitnya itu, dia menjelaskan bagaimana tidak
wajar untuk mengajukan pertanyaan kepada karyawan ketika dia sudah tahu jawabannya,
mendengarkan dengan sabar ketika mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar, atau
meminta ide mereka ketika dia ingin mengekspresikan ide-idenya sendiri (O'Toole, 1995).

Potensi pendelegasian juga tergantung pada sifat pekerjaan dan besarnya wewenang yang
dimiliki oleh pemimpin. Kurangnya otoritas pemimpin untuk membuat keputusan atau
mengubah cara pekerjaan dilakukan membatasi potensi pendelegasian. Kendala lain adalah
ketika bawahan memiliki pekerjaan yang sangat saling bergantung. Bahkan jika orang
memiliki tujuan yang sama, mereka mungkin tidak setuju tentang prioritas dan cara terbaik
untuk mencapai tujuan. Dalam situasi ini memberdayakan individu untuk bertindak sendiri
meningkatkan bahaya mereka akan bekerja di lintas tujuan. Untuk mencapai koordinasi dan
menghindari konflik destruktif, perlu untuk mencurahkan lebih banyak waktu untuk
pertemuan untuk merencanakan kegiatan bersama dan memecahkan masalah operasional.
Dalam situasi seperti ini, lebih layak untuk menggunakan konsultasi atau mendelegasikan
wewenang untuk suatu tugas kepada tim daripada kepada bawahan individu. Tim yang
dikelola sendiri dibahas dalam Bab 11.

Penelitian tentang Konsekuensi Pendelegasian


Penelitian empiris yang tersedia tentang delegasi pemimpin lebih sedikit daripada tentang
konsultasi pemimpin dengan individu atau kelompok. Studi tentang jumlah delegasi yang
digunakan oleh supervisor menemukan bahwa hal itu berkorelasi dengan kinerja bawahan
(misalnya, Bauer & Green, 1996; Leana, 1986; Schriesheim, Neider, & Scandura, 1998).
Miller dan Toulouse (1986) menemukan bahwa jumlah delegasi oleh eksekutif puncak di 97
usaha kecil terkait dengan profitabilitas dan pertumbuhan penjualan mereka. Penelitian
deskriptif tentang manajemen yang efektif juga cenderung mendukung efektivitas
pendelegasian (Bradford & Cohen, 1984; Kanter, 1983; Kouzes & Posner, 1987; Peters &
Austin, 1985; Peters & Waterman, 1982). Namun, arah kausalitas sulit ditentukan dalam
penelitian yang ada. Tidak jelas apakah pendelegasian meningkatkan kinerja, peningkatan
kinerja menghasilkan lebih banyak pendelegasian, atau kedua efek tersebut terjadi secara
bersamaan. Lebih longitudinal, penelitian eksperimental diperlukan untuk menyelidiki arah
kausalitas dan kondisi memfasilitasi (misalnya, saling percaya, tujuan bersama, pemimpin
kepercayaan diri, keinginan bawahan untuk tanggung jawab lebih).

Penerapan: Pedoman Pendelegasian

Bagian bab ini memberikan beberapa pedoman tentatif untuk penggunaan pendelegasian
yang efektif oleh para manajer. Meskipun penelitian tentang delegasi masih sangat terbatas,
ada kesepakatan yang cukup besar dalam literatur praktisi tentang kapan dan bagaimana
menggunakan delegasi secara efektif. Panduan tentang apa yang harus didelegasikan
disajikan di sini terlebih dahulu, diikuti dengan panduan tentang cara mendelegasikan (lihat
Tabel 5-6 untuk ringkasan).

Apa yang Didelegasikan

Pemilihan tugas untuk didelegasikan sebagian bergantung pada tujuan pendelegasian.


Beberapa pedoman tentang apa yang harus didelegasikan adalah sebagai berikut.

• Delegasikan tugas yang dapat dilakukan dengan lebih baik oleh bawahan.

Beberapa tanggung jawab dapat dilakukan dengan lebih baik oleh seorang bawahan daripada
oleh seorang manajer. Kinerja yang lebih baik oleh bawahan kemungkinan besar terjadi
ketika orang tersebut memiliki keahlian lebih, ketika orang tersebut lebih dekat dengan
masalah dan dapat memperoleh informasi yang lebih tepat waktu tentang hal itu, atau karena
manajer tidak memiliki waktu yang diperlukan untuk melakukan tugas dengan benar.
Tanggung jawab seperti itu biasanya merupakan kandidat yang baik untuk didelegasikan, apa
pun tujuannya.

TABEL 5-6 Pedoman Pendelegasian

Apa yang Harus Didelegasikan

• Tugas yang dapat dilakukan dengan lebih baik oleh bawahan

• Tugas yang mendesak tetapi bukan prioritas utama

• Tugas yang relevan dengan karier bawahan

• Tugas dengan tingkat kesulitan yang sesuai

• Baik tugas yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan

• Tugas yang tidak pusat peran manajer

Bagaimana Mendelegasikan

• Tentukan tanggung jawab dengan jelas.

• Memberikan wewenang yang memadai dan menetapkan batas-batas


kebijaksanaan.

• Tentukan persyaratan pelaporan.

• Pastikan bawahan menerima tanggung jawab.

• Menginformasikan orang lain yang perlu tahu.

• Pantau kemajuan dengan cara yang tepat.

• Atur agar bawahan menerima informasi yang diperlukan.

• Berikan dukungan dan bantuan, tetapi hindari pendelegasian terbalik.

• Jadikan kesalahan sebagai pengalaman belajar.

• Delegasikan tugas-tugas yang mendesak tetapi bukan prioritas utama.

Ketika tujuannya adalah untuk mengurangi beban kerja yang berlebihan, tugas terbaik untuk
didelegasikan adalah tugas yang mendesak tetapi bukan prioritas utama. Tugas-tugas ini
harus diselesaikan dengan cepat, tetapi manajer tidak punya waktu untuk melakukan
semuanya. Beberapa tugas mungkin merupakan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh
bawahan sebaik manajer, tetapi lebih baik dilakukan oleh bawahan daripada tidak sama
sekali. Pendelegasian tugas-tugas ini membebaskan lebih banyak waktu bagi seorang manajer
untuk melakukan tugas-tugas dengan prioritas lebih tinggi.

• Delegasikan tugas yang relevan dengan karir bawahan.

Jika tujuan pendelegasian adalah untuk mengembangkan keterampilan bawahan, tanggung


jawab harus relevan dengan tujuan karir bawahan. Delegasi pengembangan kemungkinan
akan mencakup proyek-proyek khusus yang memungkinkan bawahan kesempatan untuk
berjuang dengan tugas yang menantang dan latihan inisiatif dan pemecahan masalah.
Persiapan bawahan untuk mengambil alih pekerjaan manajer atau untuk maju ke pekerjaan
serupa di unit lain memerlukan pendelegasian beberapa tanggung jawab manajerial yang
penting, termasuk tanggung jawab yang pada awalnya mungkin tidak dilakukan oleh
bawahan sebaik manajer. Beberapa dari tugas yang didelegasikan ini mungkin tidak relevan
dengan pekerjaan bawahan saat ini dan, pada kenyataannya, dapat mengambil waktu dari
pekerjaan rutin bawahan.

• Delegasikan tugas dengan tingkat kesulitan yang sesuai.

Tugas yang didelegasikan harus menantang bagi bawahan, tetapi tidak terlalu sulit untuk
menawarkan sedikit harapan untuk melakukannya dengan sukses. Tugas harus cukup sulit
sehingga beberapa kesalahan mungkin terjadi, karena kesalahan merupakan bagian integral
dari pengalaman belajar. Namun, tugas tersebut tidak boleh terlalu sulit dan penting sehingga
kesalahan akan merusak kepercayaan diri bawahan dan merusak reputasinya. Pendelegasian
untuk tujuan pembangunan harus dilakukan secara bertahap. Saat bawahan belajar bagaimana
menangani tanggung jawab awal, tanggung jawab tambahan dapat didelegasikan.

• Delegasikan tugas yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Beberapa manajer menyimpan semua tugas yang menyenangkan untuk diri mereka sendiri
dan hanya mendelegasikan tugas yang membosankan dan membosankan kepada bawahan.
Tugas seperti itu tidak akan memperkaya pekerjaan bawahan dan cenderung mengurangi
daripada meningkatkan kepuasan kerja bawahan. Di sisi lain, beberapa manajer dengan
kompleks martir hanya mendelegasikan tugas-tugas yang menyenangkan dan
mempertahankan untuk diri mereka sendiri semua yang tidak menyenangkan. Pendekatan ini
meninggalkan celah dalam pengembangan bawahan dan kemungkinan akan membuat
pekerjaan manajer lebih stres daripada yang seharusnya. Pendelegasian harus mencakup
tugas-tugas yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Tugas yang tidak menyenangkan
harus dibagi oleh bawahan atau dirotasi di antara mereka untuk menghindari persepsi pilih
kasih dan ketidakadilan dalam penugasan kerja.

• Delegasikan tugas-tugas yang tidak penting bagi peran manajer.

Tugas-tugas yang secara simbolis penting dan sentral bagi peran seorang manajer tidak boleh
didelegasikan. Tanggung jawab ini mencakup hal-hal seperti menetapkan tujuan dan prioritas
untuk unit kerja, mengalokasikan sumber daya di antara bawahan, mengevaluasi kinerja
bawahan, membuat keputusan personel tentang kenaikan gaji dan promosi untuk bawahan,
mengarahkan respons kelompok terhadap krisis, dan berbagai kegiatan figuran untuk yang
diharapkan oleh seorang manajer (Mintzberg, 1973). Ketika diperlukan untuk
mengembangkan keterampilan bawahan yang terkait dengan tanggung jawab ini, bentuk
partisipasi lain seperti konsultasi dan keputusan kelompok dapat digunakan daripada
delegasi. Misalnya, perencanaan strategis dapat dilakukan dalam rapat perencanaan di mana
bawahan memberikan ide dan saran, tetapi tanggung jawab untuk keputusan strategis tidak
didelegasikan kepada bawahan secara individu.

Bagaimana Mendelegasikan

Keberhasilan pendelegasian sangat tergantung pada bagaimana pelaksanaannya dan juga


pada apa yang didelegasikan. Panduan berikut dirancang untuk meminimalkan masalah dan
menghindari perangkap umum yang terkait dengan penugasan tugas dan pendelegasian
wewenang. Empat pedoman pertama adalah untuk pertemuan awal yang diadakan untuk
mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahan.

• Tentukan tanggung jawab dengan jelas.

Saat mendelegasikan, penting untuk memastikan bawahan memahami tanggung jawab baru.
Jelaskan hasil yang diharapkan untuk tugas atau penugasan yang didelegasikan, klarifikasi
tujuan dan prioritas, dan beri tahu orang tersebut tentang tenggat waktu yang harus dipenuhi.
Periksa pemahaman dengan meminta bawahan untuk menyatakan kembali harapan Anda,
atau dengan menanyai bawahan tentang aspek-aspek penting dari tugas tersebut. Dalam kasus
bawahan yang tidak berpengalaman, Anda mungkin ingin meminta orang tersebut untuk
menyiapkan rencana tindakan untuk Anda tinjau sebelum diterapkan.

• Berikan otoritas yang memadai dan tentukan batasan kebijaksanaan.

Kecuali sumber daya yang memadai disediakan, bawahan tidak mungkin berhasil dalam
melaksanakan tugas yang didelegasikan. Ketika menugaskan tanggung jawab baru, tentukan
jumlah wewenang yang tepat yang dibutuhkan oleh bawahan untuk melaksanakannya.
Tentukan dengan jelas ruang lingkup wewenang dan batas kebijaksanaan bawahan.
Wewenang meliputi dana yang dapat dikomitmenkan, sumber daya yang dapat digunakan,
keputusan yang dapat dibuat tanpa persetujuan terlebih dahulu, dan kesepakatan yang dapat
dinegosiasikan secara langsung dengan pihak luar atau unit lain dalam organisasi.

• Tentukan persyaratan pelaporan.

Penting bagi bawahan untuk memahami jenis informasi yang harus dilaporkan, seberapa
sering laporan diharapkan, dan cara di mana kemajuan akan dipantau (misalnya, laporan
tertulis, rapat tinjauan kemajuan, presentasi dalam rapat departemen, evaluasi kinerja
formal. ). Frekuensi dan waktu tinjauan kemajuan akan tergantung pada sifat tugas dan
kompetensi bawahan. Pemeriksaan yang lebih sering sesuai untuk tugas-tugas kritis dengan
eksposur tinggi dan biaya kesalahan yang tinggi, dan untuk bawahan yang kurang
pengalaman dan kepercayaan diri. Ketika bawahan menunjukkan kompetensi dalam
melakukan tugas yang didelegasikan, frekuensi pelaporan dapat dikurangi. Laporan kemajuan
harus menekankan hasil, tetapi sarana untuk menyelesaikan tugas yang didelegasikan tidak
boleh diabaikan sepenuhnya. Penting untuk memastikan penggunaan prosedur yang legal,
etis, dan konsisten dengan kebijakan organisasi.

• Pastikan bawahan menerima tanggung jawab.

Jika pendelegasian ingin berhasil, bawahan harus menerima tugas baru dan berkomitmen
untuk melaksanakannya. Dalam beberapa kasus penerimaan tidak menjadi masalah, karena
tugas yang diberikan menarik dan penting untuk kemajuan karir bawahan. Namun, seorang
bawahan mungkin enggan untuk mengakui keraguan dan kekhawatiran tentang tugas baru.
Hal ini berguna untuk memungkinkan bawahan untuk berpartisipasi dalam menentukan tugas
apa yang akan diberikan dan berapa banyak wewenang yang akan didelegasikan. Dengan
delegasi perkembangan, akan berguna untuk mendiskusikan bagaimana tugas yang
didelegasikan relevan dengan kemajuan karir seseorang. Jika bawahan kurang percaya diri,
akan sangat membantu untuk mengungkapkan keyakinan pada kemampuan orang tersebut
untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

Bagaimana Mengelola Pendelegasian

Lima pedoman berikutnya menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil manajer setelah
mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahan. Langkah-langkah ini membantu
memastikan bahwa pendelegasian akan berhasil.

• Menginformasikan orang lain yang perlu tahu.

Orang-orang yang dipengaruhi oleh pendelegasian dan orang-orang yang kerja sama dan
bantuannya diperlukan bagi bawahan untuk melakukan tugas-tugas yang didelegasikan harus
diberitahu tentang tanggung jawab dan wewenang baru bawahan. Kecuali diberitahu tentang
pendelegasian oleh Anda, orang-orang ini mungkin meragukan otoritas bawahan dan
mengabaikan permintaan dan arahannya. Orang-orang yang perlu diberi tahu mungkin
termasuk bawahan lain, bawahan bawahan Anda, rekan-rekan di unit lain, orang luar seperti
klien dan pemasok, dan atasan Anda.

• Pantau kemajuan dengan cara yang tepat.

Dengan tugas yang didelegasikan, seperti halnya semua tugas, penting untuk memantau
kemajuan dan memberikan umpan balik kepada bawahan. Sulit untuk mencapai
keseimbangan optimal antara kontrol dan delegasi, dan pertemuan tinjauan kemajuan
memungkinkan seorang manajer untuk memantau kemajuan bawahan tanpa harus mengawasi
terlalu dekat setiap hari. Bawahan diberi keleluasaan yang cukup besar untuk menangani
masalah tanpa campur tangan, namun bebas untuk meminta nasihat dan bantuan kapan pun
dibutuhkan. Ketika wewenang didelegasikan, seorang manajer dan bawahan harus
memutuskan jenis ukuran kinerja dan indikator kemajuan yang akan dikumpulkan.

• Atur agar bawahan menerima informasi yang diperlukan.


Biasanya yang terbaik adalah memiliki semua informasi rinci tentang aliran kinerja bawahan
langsung ke bawahan, dengan informasi ringkasan yang kurang rinci datang ke manajer pada
interval yang lebih jarang. Namun, dalam kasus delegasi perkembangan dengan bawahan
yang tidak berpengalaman, informasi rinci dapat dikumpulkan lebih sering untuk memeriksa
secara dekat kemajuan bawahan. Selain informasi kinerja, bawahan akan membutuhkan
berbagai jenis informasi teknis dan umum untuk melaksanakan tugas yang didelegasikan
secara efektif. Beri tahu bawahan tentang perubahan yang memengaruhi rencana dan
jadwalnya. Jika memungkinkan, atur agar informasi teknis yang relevan mengalir langsung
ke bawahan dan bantu bawahan itu menetapkan sumber informasi esensialnya sendiri.

• Berikan dukungan dan bantuan, tetapi hindari pendelegasian terbalik.

Seorang manajer harus memberikan dukungan psikologis kepada bawahan yang putus asa
atau frustrasi, dan mendorong orang tersebut untuk terus maju. Untuk tugas-tugas yang baru
didelegasikan, mungkin perlu untuk memberikan lebih banyak saran dan pelatihan tentang
prosedur untuk melakukan beberapa aspek pekerjaan. Namun, penting untuk menghindari
pendelegasian terbalik, di mana kontrol ditegaskan kembali atas tugas yang sebelumnya
didelegasikan. Ketika seorang bawahan meminta bantuan dengan masalah, dia harus diminta
untuk merekomendasikan solusi. Manajer dapat membantu orang tersebut mengevaluasi
apakah solusi tersebut layak dan tepat.

• Jadikan kesalahan sebagai pengalaman belajar.

Penting untuk menyadari bahwa kesalahan tidak dapat dihindari untuk tugas-tugas yang
didelegasikan. Kesalahan dan kegagalan harus diperlakukan dengan serius, tetapi
tanggapannya tidak boleh berupa kritik dan kesalahan. Sebaliknya, episode tersebut harus
menjadi pengalaman belajar bagi kedua belah pihak saat mereka mendiskusikan alasan
kesalahan dan mengidentifikasi cara untuk menghindari kesalahan serupa di masa depan. Jika
menjadi jelas bahwa bawahan tidak tahu bagaimana melakukan beberapa aspek penting dari
pekerjaan, manajer harus memberikan instruksi dan pembinaan tambahan.

• Pemberdayaan yang Dirasakan

Teori dan penelitian yang diulas sebelumnya dalam bab ini membahas pembagian kekuasaan
dan partisipasi dari perspektif perilaku pemimpin, prosedur pengambilan keputusan, dan
struktur formal organisasi. Penekanannya adalah pada apa yang dilakukan untuk
memungkinkan lebih banyak pengaruh atas keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan
dan untuk menciptakan kondisi yang mendorong inisiatif dan penentuan nasib sendiri.
Tindakan pemimpin dan proses keputusan merupakan penentu penting pemberdayaan, tetapi
dengan sendirinya mereka tidak menjelaskan kapan dan mengapa orang benar-benar merasa
diberdayakan. Wawasan tambahan dapat diperoleh dengan memeriksa persepsi, kebutuhan,
dan nilai pengikut.

Sifat Pemberdayaan Psikologis

Istilah pemberdayaan psikologis menggambarkan bagaimana motivasi intrinsik dan self-


efficacy orang dipengaruhi oleh perilaku kepemimpinan, karakteristik pekerjaan, struktur
organisasi, dan kebutuhan dan nilai-nilai mereka sendiri. Salah satu alasan penting untuk
mempertimbangkan proses psikologis adalah bahwa praktik partisipatif dan program
keterlibatan karyawan tidak serta merta mengurangi perasaan tidak berdaya atau membuat
orang merasa bahwa pekerjaan mereka bermakna dan berharga (Conger & Kanungo, 1988).
Misalnya, membiarkan orang menentukan bagaimana melakukan tugas yang sepele dan
merendahkan tidak mungkin meningkatkan perasaan harga diri dan pemenuhan diri mereka.
Mendelegasikan tanggung jawab untuk tugas yang lebih signifikan tidak akan
memberdayakan jika orang tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
untuk melakukan tugas dengan sukses dan khawatir akan kegagalan. Kesempatan untuk
memilih seorang pemimpin mungkin tidak banyak membantu untuk mengurangi perasaan
tidak berdaya jika pilihannya adalah antara kandidat yang sama-sama tidak memuaskan.
Teori pemberdayaan psikologis berusaha menjelaskan kapan dan mengapa upaya
memberdayakan orang cenderung berhasil.

Teori tentang elemen yang menentukan pemberdayaan psikologis telah diusulkan oleh
berbagai sarjana (misalnya, Bowen & Lawler, 1992; Conger & Kanungo, 1988; Kanter, 1983;
Thomas & Velthouse, 1990), tetapi sampai sekarang hanya ada penelitian terbatas tentang
pertanyaan ini. Sebuah studi oleh Spreitzer (1995) menemukan dukungan untuk proposisi
bahwa pemberdayaan psikologis mencakup empat elemen yang menentukan: (1) makna, (2)
penentuan nasib sendiri, (3) efikasi diri, dan (4) dampak. Seseorang akan merasa lebih
berdaya jika isi dan konsekuensi dari pekerjaan itu sesuai dengan nilai dan cita-cita
seseorang, orang tersebut memiliki kemampuan untuk menentukan bagaimana dan kapan
pekerjaan itu dilakukan, orang tersebut memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk dapat
melakukannya secara efektif. , dan orang tersebut percaya bahwa hal itu mungkin memiliki
dampak yang signifikan pada pekerjaan dan lingkungan kerja. Penekanan pada keempat
elemen ini menghubungkan pemberdayaan psikologis dengan teori dan penelitian
sebelumnya tentang motivasi kerja (misalnya, Bandura, 1986; Shamir, 1991), desain
pekerjaan (misalnya, Hackman & Oldham, 1980; Fried & Ferris, 1987), kepemimpinan
partisipatif ( misalnya, Vroom & Jago, 1978; Sagie & Koslowsky, 2000), dan program
organisasi untuk keterlibatan karyawan (misalnya, Cotton, 1993; Lawler, 1986).

Program Pemberdayaan

Upaya peningkatan keberdayaan karyawan seringkali melibatkan program organisasi


daripada hanya tindakan individu pemimpin dengan bawahan langsung. Berbagai program
pemberdayaan yang berbeda telah digunakan, termasuk tim yang dikelola sendiri (lihat Bab
11), struktur dan proses demokratis, dan kepemilikan karyawan atas perusahaan (Heller,
2000; Lawler, Mohrman, & Benson, 2001; Yukl & Becker, 2007; Yukl & Lepsinger, 2004).
Beberapa program pemberdayaan organisasi ini dijelaskan secara singkat.

Seleksi dan Penilaian Pemimpin. Pemberdayaan lebih mungkin terjadi ketika anggota
memilih pemimpin mereka untuk jangka waktu terbatas, yang merupakan praktik umum
dalam organisasi sukarela, asosiasi profesional, dan unit politik demokratis (misalnya, dewan
kota, dewan sekolah, legislatif negara bagian). Sebagian besar organisasi bisnis swasta
memiliki pemimpin yang ditunjuk daripada dipilih, tetapi beberapa perusahaan menggunakan
bentuk seleksi hibrida. Para pemimpin dipilih oleh dewan perwakilan yang dipilih oleh para
anggota (cf, de Jong & van Witteloostuijn, 2004). Terlepas dari bagaimana seorang
pemimpin dipilih, pengaruh anggota lebih besar ketika mereka berpartisipasi secara aktif
dalam menilai kinerja pemimpin, terutama jika mereka mampu mencopot seorang pemimpin
dengan kinerja yang tidak memuaskan.

Prosedur Keputusan Demokrat. Pemberdayaan juga meningkat ketika prosedur formal


untuk membuat keputusan penting memberi anggota pengaruh yang signifikan atas keputusan
ini. Di beberapa organisasi piagam menetapkan bahwa pertemuan atau referendum harus
diadakan untuk memungkinkan anggota memutuskan hal-hal penting dengan suara mayoritas.
Dalam organisasi besar di mana partisipasi langsung tidak memungkinkan, bentuk
pemberdayaan alternatif yang kadang-kadang digunakan adalah dengan memilih perwakilan
dari setiap subunit utama di dewan pemerintahan, atau mengizinkan anggota tingkat yang
lebih rendah untuk memilih satu atau lebih perwakilan untuk bertugas di dewan
pemerintahan. Dewan direksi. Di banyak organisasi sektor publik, anggota juga memiliki hak
untuk menghadiri pertemuan terbuka dewan atau dewan untuk mengungkapkan pendapat
tentang isu-isu penting sebelum keputusan dibuat. Pemilihan pemimpin dan penggunaan
dewan pembuat kebijakan atau dewan dengan anggota terpilih adalah hal biasa di organisasi
sektor publik dan asosiasi profesional, tetapi jarang terjadi di organisasi bisnis sektor swasta
di Amerika Serikat.

Tanggung Jawab Kepemimpinan Bersama. Pemberdayaan juga meningkat ketika


tanggung jawab kepemimpinan dibagi oleh anggota organisasi kecil atau tim daripada
diinvestasikan dalam satu pemimpin. Salah satu contohnya adalah meningkatnya penggunaan
tim swakelola dalam organisasi bisnis (lihat Bab 11). Bentuk paling ekstrim dari
kepemimpinan bersama terjadi ketika semua keputusan penting dibuat secara kolektif, dan
tanggung jawab kepemimpinan untuk operasi sehari-hari didistribusikan di antara para
anggota dan sering dirotasi. Bentuk pemberdayaan ini kemungkinan besar ditemukan dalam
usaha kecil milik karyawan, koperasi, dan organisasi sukarela. Contoh "organisasi tanpa bos"
diberikan oleh Vanderslice (1988) dalam studi kasusnya tentang Moosewood Restaurant.

Moosewood adalah organisasi kecil yang dimiliki secara kolektif yang telah sehat
secara finansial selama 15 tahun keberadaannya. Restoran ini memiliki 18 anggota,
dan semuanya terlibat dalam pengambilan keputusan penting seperti perubahan
kebijakan, pemilihan dan pemberhentian anggota, masalah keuangan, upah dan
tunjangan, serta pemilihan pemasok. Selain itu, biasanya ada 4 sampai 6 pekerja
sementara yang tidak terlibat dalam pengambilan keputusan tetapi dapat diterima
sebagai anggota tetap setelah satu tahun magang. Area tanggung jawab dirotasi di
antara para anggota. Waktu seorang individu tetap bertanggung jawab untuk
pekerjaan tertentu tergantung pada siklus logis dari tugas dan minat individu dalam
melakukannya. Semua pekerjaan terbuka untuk setiap anggota yang ingin belajar
melakukannya, dan anggota didorong untuk mengambil giliran di setiap pekerjaan.
Rotasi pekerjaan menyebarkan keahlian dan tanggung jawab di antara anggota
kolektif daripada menempatkannya di satu atau dua manajer. Semua pekerjaan
membayar tarif per jam yang sama, dan pendapatan dari biaya layanan 15% dibagi
oleh semua anggota. Ada beberapa perbedaan kekuasaan, tetapi mereka didasarkan
pada keahlian dan komitmen yang ditunjukkan pada organisasi. Akuntabilitas diatur
melalui nilai-nilai yang diinternalisasi dan tekanan kelompok. Namun, menghadapi
anggota tentang perilaku yang tidak pantas masih merupakan masalah yang belum
terselesaikan.

Konsekuensi Pemberdayaan

Potensi manfaat dari pemberdayaan telah diidentifikasi oleh para sarjana (misalnya, Block,
1987; Howard, 1998; Thomas & Velthouse, 1990). Manfaatnya meliputi (1) komitmen tugas
yang lebih kuat, (2) inisiatif yang lebih besar dalam menjalankan tanggung jawab peran, (3)
kegigihan yang lebih besar dalam menghadapi rintangan dan kemunduran sementara, (4)
lebih banyak inovasi dan pembelajaran, dan optimisme yang lebih kuat tentang kesuksesan
akhirnya. pekerjaan, (5) kepuasan kerja yang lebih tinggi, (6) komitmen organisasi yang lebih
kuat, dan (7) pergantian yang lebih sedikit. Beberapa biaya dan risiko potensial juga telah
diidentifikasi (misalnya, Baloff & Doherty, 1989; Bowen & Lawler, 1992; Eccles, 1993).
Contohnya termasuk (1) biaya yang lebih tinggi untuk seleksi dan pelatihan, (2) biaya tenaga
kerja yang lebih tinggi untuk karyawan yang terampil, ) kualitas layanan yang tidak
konsisten, (4) hadiah yang mahal dan keputusan yang buruk oleh beberapa karyawan, (5)
perasaan pelanggan yang tidak adil tentang perlakuan yang tidak setara, (6) penentangan oleh
manajer menengah yang merasa terancam, dan (7) konflik dari meningkatkan harapan
karyawan di luar apa yang bersedia diakui oleh manajemen puncak.

Sampai saat ini hanya sedikit penelitian yang meneliti konsekuensi pemberdayaan psikologis
(misalnya, Howard & Wellins, 1994; Koberg, Boss, Senjem, & Goodman, 1999; Konczak,
Stelly, & Trusty, 2000; Spreitzer, 1995; Spreitzer, Kizilos, & Nason, 1997). Salah satu contoh
penelitian ini adalah survei terhadap 406 perusahaan manufaktur di Inggris (Waterson, Clegg,
Bolden, Pepper, Warr & Wall, 1999): 22 persen perusahaan melaporkan sedikit atau tidak ada
peningkatan kinerja secara keseluruhan, 32 persen mengklaim keuntungan moderat , dan 46
persen melaporkan peningkatan kinerja yang substansial. Secara umum, hasil penelitian
tentang dampak program pemberdayaan beragam dan tidak meyakinkan.

Masih terlalu dini untuk mencapai kesimpulan tegas tentang konsekuensi program
pemberdayaan, tetapi bukti gabungan dari studi ini dan penelitian terkait menunjukkan bahwa
potensi manfaat tidak mungkin terjadi kecuali kondisinya menguntungkan. Kondisi yang
dapat memperkuat atau melemahkan perasaan pemberdayaan telah dikemukakan oleh
sejumlah penulis (misalnya, Argyris, 1998; Forrester, 2000; Gratton, 2004; Randolph, 1995;
Spreitzer, 1996), dan mereka termasuk karakteristik organisasi, anggotanya, dan budaya
bangsa. Kondisi ini tercantum dalam Tabel 5-7.

TABEL 5-7 Kondisi Memfasilitasi Pemberdayaan Psikologis

Kondisi Tidak Menguntungkan Menguntungkan

Struktur organisasi Sentralisasi dan formalisasi Sangat terdesentralisasi,


tinggi formalisasi rendah

Strategi kompetitif Biaya rendah, produk atau disesuaikan dan sangat


layanan standar terdiferensiasi
Produk/layanan yang

Desain dan teknologi tugas Sederhana, tugas Kompleks , tugas tidak rutin,
berulang dan teknologi teknologi yang tidak
andal dapat diandalkan

Durasi hubungan dengan Transaksi singkat dalam Interaksi berulang dalam


pelanggan/klien interval waktu yang hubungan yang
singkat berkelanjutan

Nilai budaya yang Dapat diandalkan, operasi Fleksibilitas, pembelajaran,


dominan dalam yang efisien tanpa dan partisipasi
organisasi kesalahan

Sifat karyawan Motivasi berprestasi rendah Kebutuhan yang tinggi untuk


, locus of control berprestasi, locus of
eksternal, dan stabilitas control internal, dan
emosional stabilitas emosional

Kemampuan karyawan terampil, tidak Profesional yang sangat


Tidak berpengalaman terampil

Masa jabatanKaryawan karyawansementara Reguler, berkelanjutan


karyawan

Kepemilikan karyawan Tidak ada atau sangat Karyawan adalah pemegang


dan penghargaan atas sedikit saham atau pemilik
keberhasilan bersama

Program keterlibatan Tidak ada Program ekstensif sangat


karyawan didukung oleh
manajemen puncak

Saling percaya Rendah Tinggi

TABEL 5-8 Pedoman Pemberdayaan

• Mengklarifikasi tujuan dan menjelaskan bagaimana pekerjaan mendukungnya .

• Libatkan orang dalam membuat keputusan yang mempengaruhi mereka.

• Mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang untuk kegiatan penting.

• Mempertimbangkan perbedaan individu dalam motivasi dan keterampilan.

• Menyediakan akses ke informasi yang relevan.

• Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab baru.

• Mengubah sistem manajemen agar konsisten dengan pemberdayaan.

• Hapus kendala birokrasi dan kontrol yang tidak perlu.

• Mengungkapkan keyakinan dan kepercayaan pada orang-orang.

• Memberikan pembinaan dan saran bila diminta.

• Mendorong dan mendukung inisiatif dan pemecahan masalah.

• Mengakui kontribusi dan pencapaian penting.

• Pastikan bahwa penghargaan sepadan dengan tanggung jawab baru.

• Pastikan akuntabilitas untuk penggunaan kekuasaan secara etis.


Bagaimana Pemimpin Dapat Meningkatkan Pemberdayaan

Teori dan penelitian tentang pemberdayaan psikologis membuktikan bahwa kepemimpinan


partisipatif dan delegasi bukan satu-satunya jenis perilaku kepemimpinan yang dapat
membuat orang merasa diberdayakan. Jenis perilaku kepemimpinan lainnya dapat secara
langsung mempengaruhi pemberdayaan psikologis, dan perilaku ini juga dapat meningkatkan
efek kepemimpinan partisipatif dan delegasi (Forrester, 2000; Howard, 1998; Konczak et al.,
2000). Tabel 4-8 memberikan pedoman tentang cara memberdayakan bawahan. Perilaku
dijelaskan secara lebih rinci di bagian lain dari buku ini.

Ringkasan

Kepemimpinan partisipatif melibatkan upaya manajer untuk mendorong dan


memfasilitasi partisipasi orang lain dalam membuat keputusan yang seharusnya
dibuat oleh manajer sendiri. Partisipasi dapat mengambil banyak bentuk, mulai dari
merevisi keputusan tentatif setelah menerima protes, meminta saran sebelum
membuat keputusan, meminta individu atau kelompok untuk bersama-sama membuat
keputusan, hingga mengizinkan orang lain membuat keputusan dengan persetujuan
akhir manajer. . Melibatkan orang lain dalam membuat keputusan seringkali
diperlukan untuk mendapatkan keputusan yang disetujui dan diimplementasikan
dalam organisasi. Bahkan ketika tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain sebelum
membuat keputusan, seorang manajer mungkin masih lebih suka melakukannya untuk
mendapatkan manfaat potensial, yang mencakup keputusan yang lebih baik dan
penerimaan keputusan yang lebih besar.

Banyak penelitian telah dilakukan pada hasil menggunakan partisipasi, tetapi bukti
penelitian tidak cukup kuat dan konsisten untuk menarik kesimpulan tegas.
Kurangnya hasil yang konsisten tentang efektivitas kepemimpinan partisipatif
mungkin berarti bahwa berbagai bentuk partisipasi efektif dalam beberapa situasi
tetapi tidak dalam situasi lain. Partisipasi tidak mungkin efektif jika calon peserta
tidak memiliki tujuan yang sama dengan pemimpin, jika mereka tidak mau
bertanggung jawab untuk membantu membuat keputusan, jika mereka tidak
mempercayai pemimpin, atau jika tekanan waktu dan penyebaran peserta membuat
konsultasi menjadi tidak praktis. dengan individu atau mengadakan pertemuan
kelompok. Bentuk partisipasi kelompok tidak mungkin efektif kecuali manajer
memiliki keterampilan yang memadai dalam mengelola konflik, memfasilitasi
pemecahan masalah yang konstruktif, dan menangani masalah proses umum yang
terjadi dalam kelompok (lihat Bab 11).

Vroom dan Yetton mengembangkan model kepemimpinan partisipatif untuk


membantu manajer mengidentifikasi prosedur keputusan yang tepat dalam situasi
yang berbeda. Variabel situasional adalah karakteristik situasi keputusan yang
menentukan apakah prosedur keputusan tertentu akan meningkatkan atau menurunkan
kualitas dan penerimaan keputusan. Model tersebut diperluas oleh Vroom dan Jago
untuk memasukkan kriteria dan aspek lain dari situasi tersebut. Penelitian tentang
model ini terbatas, tetapi memberikan dukungan moderat untuk mereka. Temuan
menunjukkan bahwa manajer cenderung lebih efektif jika mereka menggunakan
prosedur keputusan yang sesuai untuk situasi tersebut.

Pendelegasian melibatkan penugasan tanggung jawab baru dan wewenang tambahan


kepada bawahan individu atau tim. Manfaat potensial dari pendelegasian termasuk
keputusan yang lebih baik, peningkatan motivasi bawahan, pekerjaan yang lebih
memuaskan bagi bawahan, pengembangan keterampilan bawahan, dan pengurangan
beban kerja yang berlebihan bagi seorang manajer. Kurangnya kepercayaan pada
bawahan dan keinginan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mencegah beberapa
manajer dari mendelegasikan sebanyak yang seharusnya. Penelitian tentang
konsekuensi penggunaan delegasi masih terbatas, tetapi temuan menunjukkan bahwa
hal itu dapat efektif bila digunakan untuk keputusan yang tepat dan dilakukan dengan
cara yang kompeten.

Pemberdayaan psikologis melibatkan kombinasi pekerjaan yang bermakna, efikasi


diri yang tinggi, penentuan nasib sendiri, dan kemampuan untuk mempengaruhi
peristiwa yang relevan. Pemimpin dapat mempengaruhi pemberdayaan psikologis
pengikut dalam banyak cara, dan kepemimpinan partisipatif dan delegasi hanya dua
dari perilaku yang relevan. Apakah seorang karyawan merasa kuat atau tidak berdaya
juga tergantung pada aspek pekerjaan, organisasi, dan karyawan. Beberapa jenis
program telah digunakan oleh organisasi untuk meningkatkan keberdayaan anggota,
namun hasil penelitian terhadap program-program tersebut beragam.

Anda mungkin juga menyukai