DISUSUN OLEH:
SEMESTER III/F
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Perpajakan, dengan judul: “Pajak Penghasilan Pasal 22”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak dan juga mendapat saran serta kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang pajak tidak lengkap rasanya jika tidak membahas tentang awal sejarah
perpajakan di Indonesia. Pajak merupakah salah satu komponen penting dalam perjalanan
suatu bangsa. Pajak merupakan sumber pendapat utama dari sebuah negara, termasuk
Indonesia. Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak terbagi dalam tujuh sektor,
yaitu pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah,
pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, pajak perdagangan internasional serta bea masuk
dan cukai.
Sebenarnya di Indonesia sudah mengenal pajak sebelum masuknya belanda, saat itu pajak
dikenal dengan istilah upeti. Upeti sendiri adalah pajak yang harus dibayarkan oleh rakyat
untuk kepentingan pribadi dan operasional kerajaannya. Contohnya seperti membangun
istana atau membiayai rumah tangga kerajaan. Ketika Belanda masuk dan menjajah
Indonesia, saat itulah kita mengenal system perpajakan modern. Pemerintah Belanda
membedakan besar tariff pajak berdasarkan kewarganegaraan wajib pajak. Pada tahun
1885 pemerintah Belanda memberlakukan kenaikan pajak rumah tinggal untuk warga
Asia menjadi 4%. Ada dampak negatif akibat dari pengenaan pajak di era kolonial dan
era sebelumnya, yaitu membuat sebagian masyarakat menganggap bahwa pajak itu hanya
bentuk dari superioritas penguasa kepada rakyatnya. Karena pada masa itu hamper semua
sektor pemungutan pajak dilakukan dengan cara manual dan tanpa pengawasan. Hal
inilah yang kadang menjadi penyebab terjadinya penyelewengan pemungutan pajak pada
masa itu dan meninggalkan kesan kurang baik sampai sekarang.
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Penjelasan PPh Pasal 22 Umum dan Bendaharawan / BUMN, ulasan pajak penghasilan kali
ini dibatasi hanya seputar PPh22 secara umum atau objek PPh Pasal 22 dan khususnya subjek
dan objek PPh Pasal 22 Bendaharawan maupun PPh 22 BUMN, hingga penjelasan PPh Pasal
22 e serta Pasal 22 ayat 1.
Menurut Pasal 22 ayat 1 UU PPh No. 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan:
Maka, pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 atau biasa disebut PPh 22 adalah pajak
penghasilan yang pemungutannya dilakukan oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-
impor maupun kegiatan usaha lain.
b) PPh 22 Bendaharawan
Jadi, PPh 22 Bendaharawan artinya pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 yang dilakukan
oleh Bendaharawan Pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
c) PPh 22 BUMN
Tentu saja sebagai Badan Usaha Milik Negara, BUMN juga memiliki kewajiban pajak
penghasilan pasal 22.
Jadi, PPh 22 BUMN adalah pajak yang dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atas pembayaran atau penyerahan barang. Seperti halnya beberapa jenis PPh lainnya kecuali
PPh 21, #PPhPasal22 kini pembuatan bukti potong pajaknya harus lewat e-Bupot
Unifikasi, begitu juga dengan pelaporan SPT PPh22 ini. Sebagai wajib pajak yang melakukan
transaksi terkait pajak penghasilan Pasal 22, ketahui dan pahami ketentuan perpajakannya
dan penuhi kewajiban pajak dengan baik agar bisnis lancar. Seperti apa panduan lengkap
pajak penghasilan pasal 22 atau cara hitung PPh22 serta cara lapor SPT Masa PPh Unifikasi
PPh Pasal 22, simak ulasan dari Mekari Klikpajak berikut ini.
2.2
Subjek PPh adalah orang atau pihak yang bertanggungjawab atas pajak
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak maupun
bagian tahun pajak.
Subjek PPh OP Dalam Negeri ini berlaku bagi yang telah menerima atau
memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).
Subjek PPh OP Luar Negeri ini berlaku bagi yang menerima atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia maupun melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Buat Bukti Potong dan lapor SPT PPh 23/26 lebih mudah dan cepat
karena langsung tarik data dari laporan keuangan online hanya
dengan e-Bupot Klikpajak by Mekari. Coba sekarang!
Apa maksud dari warisan yang belum terbagi ini sebagai subjek pajak?
Masih merujuk pada UU PPh No. 36/2008, yang dimaksud warisan belum
terbagi sebagai subjek pajak PPh di sini agar pengenaan pajak atas
penghasilan yang berasal warisan tersebut tetap dilaksanakan.
“Artinya, warisan yang di tinggalkan oleh subjek pajak dalam negeri ini
mengikuti status pewaris. Katika warisan yang di tinggalkan oleh pewaris
tersebut belum dibagikan kepada ahli waris, bisa saja memberikan
penghasilan meski pewaris tersebut telah meninggal.”
Badan adalah subjek pajak yang merupakan orang dan/atau modal sebagai
satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.
Badan bisa berupa Perseroan Terbatas (PT), perseroan komanditer (CV),
perseroan lainnya, firma, kongsi, koperasi, dan lainnya.
BUT ini merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh subjek pajak
luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia.
3. Laba usaha
14. Premi asuransi
Bicara soal tarif pengenaan PPh 22 terbagi atas dua kriteria yakni tarif
umum dan tarif khusus. Untuk tarif umum, perhitungannya yakni 1,5 persen
atas harga pembelian barang tidak termasuk PPN, dan tidak final.
Selanjutnya untuk tarif khusus, terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut:
3. Tarif PPh 22 atas penjualan hasil produksi yang ditentukan atas dasar
pengenaan pajak (DPP) dan bersifat tidak final. Tarif yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dibagi untuk beberapa
produk, antara lain:
4. Tarif PPh Pasal 22 atas hasil produksi atau penyerahan barang oleh
produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas dengan rincian:
a. Sebesar 0,25 persen dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual BBM yang
dibeli dari Pertamina atau anak usaha Pertamina;
b. Sejumlah 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan
kepada stasiun pengisian bahan bakar umum yang menjual bakar minyak
yang dibeli selain dari Pertamina atau anak perusahaan Pertamina;
c. Senilai 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada
pihak yang dibeli dari Pertamina maupun selain dari Pertamina atau anak
usaha Pertamina;
d. Sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar
gas; dan
e. Senilai 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas
5. Tarif PPh Pasal 22 atas impor komoditas seperti gandum, kedelai, dan
tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor.
6. Tarif PPh 22 atas pembelian bahan untuk industri sebesar 0,25% dari
harga pembelian tidak termasuk PPN. Tarif ini berlaku atas pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul. Di antaranya pembelian hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri
manufaktur.
6. Emas batangan
Pengecualian PPh Pasal 22 juga terjadi pada emas batangan yang akan dibuat
menjadi perhiasan emas untuk diekspor.
7. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Pembayaran atas pengadaan barang yang berhubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23
Perlu diketahui bahwa pengecualian seperti yang tertera di poin nomor 1 dan
6 memerlukan SKB yang diterbitkan oleh DJP, sementara pengecualian di
poin nomor 4, 5, dan 7 bisa diterapkan tanpa memerlukan SKB.
Setelah mengetahui cakupan pengecualian PPh Pasal 22, Wajib Pajak
diharapkan untuk bisa melaporkan SPT PPh Pasal 22 yang bersifat self-
assessment dengan lebih akurat. Hal ini juga memperbolehkan Wajib Pajak
untuk menerbitkan bukti pungut yang sesuai dengan ketentuan yang tertuang
dalam PPh Pasal 22. Nantinya, bukti pungut yang diterbitkan akan dijadikan
kredit akhir tahun di SPT Tahunan bagi pihak yang dipungut.
Jangan lupa, batas pelaporan SPT PPh Pasal 22 itu setiap tanggal 20 di bulan
berikutnya. Keterlambatan lapor SPT PPh Pasal 22 bisa dikenakan sanksi
administrasi, lho. Agar tidak mengalami keterlambatan dalam melapor,
Wajib Pajak bisa melapor secara online menggunakan fasilitas e-filing yang
disediakan oleh AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi
langsung oleh DJP. Tunggu apa lagi? Segera daftarkan badan usaha Anda
di AyoPajak.
SAAT terutang dan peluasan PPh Pasal 22 tertuang dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 34/PMK.010/2017. Dalam aturan tersebut dikatakan bahwa saat terutang dan
dilunasi/dipungut PPh Pasal 22 atas:
1. Impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
2. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam
pengecualian dari pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, PPh Pasal 22 terutang dan
dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
3. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam terutang
dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean
atas ekspor.
4. Pembelian barang oleh bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM, dan pembelian barang dan/atau bahan-
bahan untuk keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu yang tercantum dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
5. Penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi terutang dan
dipungut pada saat penjualan.
6. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang
(delivery order).
7. pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i dan
pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j, terutang dan dipungut pada saat pembelian.
Sementara itu, terkait dengan tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 tentang Tata Cara dan
Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2015 mengatur mengenai tata
cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22, sebagai berikut:
1. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke
kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
2. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara,
mineral logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh
eksportir yang bersangkutan ke kas negara melakui Kantor Pos, bank devisa, atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak
(bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran,
pejabat penerbit SPM) wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
pemungut pajak.
4. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK
16/2016 wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa,
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.
Terkait dengan penyetoran PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas tambang
batubara, mineral logam dan mineral bukan logam dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak dengan ketentuan dalam kolom Uraian Pembayaran diisi dengan Nomor
Pengajuan Pemberitahuan Ekspor Barang
Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut, Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak tersebut sebagai dokumen
pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.
Bukti penyetoran pajak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan pabean
ekspor adalah Surat Setoran Pajak yang telah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara.
Eksportir yang bersangkutan wajib mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang
sesuai ketentuan kepabeanan yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dalam kolom Jenis Dokumen diisi dengan Surat Setoran Pajak atau SSP;
2. dalam kolom Nomor Dokumen diisi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang
tertera dalam Surat Setoran Pajak; dan
3. dalam kolom Tanggal Dokumen diisi dengan tanggal Nomor Transaksi Penerimaan
Negara.
Penyetoran PPh Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak
(bendahara pemerintah, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran, pejabat
penerbit SPM) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti
Pemungutan Pajak.
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 34/2017 wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu:
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir
1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak,
Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut
oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7
(tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22
atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean
impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke
bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan
rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan
Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan
dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa
pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat
tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke
bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan
takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan
SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah
(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas
nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP.
Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos
paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Contoh Perhitungan
Bendahara membeli 4 (empat) printer dari PT. ABCD dengan harga beli
Rp22.000.000 (harga termasuk PPN).
Besarnya pemungutan pajak atas pembelian printer tersebut adalah:
Itulah dia cara menghitung PPh pasal 22 yang bisa Anda pelajari.
Manfaatkan e-Filing Pajak Online dari AyoPajak yang merupakan PJAP
resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Lapor pajak tidak perlu repot lagi. Yuk
kunjungi website kami sekarang juga.