Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah: Perpajakan
Dosen Pengampu: Emi Yulia Siska SE,M.SI

Disusun Oleh:
1. Reflie Ananda Elfilian (2020602073)
2. Endang Karlina (2020602074)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karunia yang di makannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam senantiasa kami curahkan atas junjungan umat muslim Nabi Muhammad
SAW. beserta keluarga sahabat dan para penerus risalah-Nya

Adapun yang menjadi judul makalah kami adalah “Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22”

Jika dalam penulisan makalah terdapat berbagai kesalahan dan kekurangan maka
kepada para pembaca, kami mohon maaf sebesar-besarnya atas koreksi-koreksi yang telah
dilakukan, hal tersebut semata agar menjadi suatu evaluasi dalam pembuatan makalah ini
mudah-mudahan dengan adanya pembuatan makalah ini. dapat memberikan manfaat berupa
ilmu pengetahuan yang baik bagi penulis maupun bagi para pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber dayaalamnya. Pada saat ini,
Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan
di segala sector demi meningkatkan pendapatan atau kas Negara guna membiayai
pembangunan dan biaya-biaya Negara.
Dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah memerlukan dana yang tidak
sedikit, dana tersebut berasal dari APBN danAPBD, dimana sebagian besar bersumber pada
penerimaan pajak. Dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat
penting dalamkehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai pengeluaran
termasuk pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga Negara lainnya berkenaandengan pembayaran atas penyerahan barang, badan-badan
tertentu yang berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
Dasar hukum PPh pasal 22 adalah UU pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008, pasal 22. Untuk
lebih memahami secara mendalam dan kompherensif mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal
22, maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah paparan mengenai PPh pasal 22.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang akan menjadi pembahasan pada makalah ini
yaitu:
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22
2. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 22
3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Pajak Penghasilan Pasal 22
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Pajak Penghasilan Pasal 22
5. Objek Pajak Penghasilan Pasal 22
6. Subjek Dan Objek Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
7. Kegiatan Yang Tidak Dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22
8. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22
9. Ketentuan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22
10. Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
11. Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan 22 Umum Dan Bendaharawan/BUMN
12. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22
merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap
wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

Menurut Pasal 22 ayat 1 UU PPh No. 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan:

a. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas


penyerahan barang

b. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain

c. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah

Maka, Pajak Penghasilan Pasal 22 atau biasa disebut PPh 22 adalah pajak penghasilan yang
pemungutannya dilakukan oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor maupun
kegiatan usaha lain.

a. Apa itu PPh 22 Bendaharawan?

PPh 22 Bendaharawan artinya pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atas penyerahan barang oleh rekanan yang dibiayai dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).

Dengan kata lain, PPh 22 Bendaharawan adalah pajak yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga-lembaga
negara lain yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan.

b. Apa itu PPh 22 BUMN?

PPh 22 BUMN adalah pajak yang dipungut oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas
pembayaran atau penyerahan barang. Seperti halnya beberapa jenis PPh lainnya kecuali PPh
21, PPh Pasal 22 kini pembuatan bukti potong pajaknya harus lewat e-Bupot Unifikasi, begitu
juga dengan pelaporan SPT PPh 22 ini.

Sebagai wajib pajak yang melakukan transaksi terkait pajak penghasilan Pasal 22, ketahui dan
pahami ketentuan perpajakannya dan penuhi kewajiban pajak dengan baik agar bisnis lancar.

B. Dasar Hukum PPh Pasal 22

1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 tentang Pajak
Penghasilan

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak


Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan
di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018 tentang Perubahan atas Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak

Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan
di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, Serta Pemotongan dan/atau Pemungutan Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi
Instansi Pemerintah

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.010/2022 tentang Perubahan Kedua atas


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan
di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi
Pemerintah
C. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Pajak Penghasilan Pasal 22

Nomor 34/Pmk.010/2017
Tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas
Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain
Menimbang :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi
Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 176);
a. bahwa ketentuan mengenai penunjukan badan-badan tertentu sebagai pemungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di
Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 16/PMK.010/2016 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
b. bahwa dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan, menjaga
ketersediaan bahan baku untuk kilang dalam negeri, memperlancar pelayanan ekspor mineral
dan batubara, serta menyelaraskan ketentuan tarif pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, perlu mengganti ketentuan
mengenai penunjukan badan-badan tertentu sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan
Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain
D. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Pajak Penghasilan Pasal 22
Nomor Per - 57/Pj/2010
Tentang Tata Cara Dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di
Bidang Lain
Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas;
g.Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan
perikanan, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Pasal 2
(1) Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf e adalah industri baja yang merupakan industri hulu.
(2) Dalam hal badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengolah atau memproses lebih lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya
menjadi produk antara dan/atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan
produksi secara terintegrasi, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 dipungut atas penjualan produk
hulu, produk antara, dan produk hilir.
(3) Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri otomotif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf e adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang industri otomotif, termasuk
ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek), APM, dan importir umum kendaraan bermotor.
(4) Pedagang pengumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf g adalah badan atau
orang pribadi yang kegiatan usahanya:
mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan; dan
menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan.

Pasal 3
(1) Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf e dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan badan usaha yang melakukan penjualan hasil produksinya di dalam negeri, dengan
surat keputusan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf g dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kedudukan industri dan eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul, dengan surat keputusan sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3) Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(4) Dalam hal badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dan huruf g tidak lagi
ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Kepala Kantor Pelayanan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menerbitkan Surat Keputusan Pencabutan
Penunjukan Wajib Pajak sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan format
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III dan Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.

Pasal 5
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hurul b, huruf c, dan huruf d,
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga):
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pasal 6
1. Dalam hal terjadi pengembalian barang hasil produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e setelah
Masa Pajak terjadinya penjualan, pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur
kepada Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
2. Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dalam Masa Pajak terjadinya
pengembalian barang hasil produksi.
3. Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencantumkan:
a. nomor dan tanggal nota retur;
b. nomor dan tanggal Faktur Pembelian barang yang dikembalikan;
c. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli;
d. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
e. macam, jenis, jumlah, dan harga barang yang dikembalikan;
f. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang yang dikembalikan;
g. nama dan tanda tangan pembeli.
4. Nota retur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dibuat dalam rangkap 3 (tiga),
yaitu:
- lembar pertama : untuk Pemungut Pajak
- lembar kedua : untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 22
- lembar ketiga : untuk arsip Wajib Pajak (pembeli)
5. Pengembalian barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak
terjadi dalam hal:
a. dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian, atas pengembalian tersebut dilakukan
penggantian dengan barang yang sama, baik dalam jumlah fisik maupun harganya;
b. nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3);
c. nota retur tidak dibuat dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi.
6. Dalam hal nota retur telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5), Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dapat dikurangkan dari Pajak
Penghasilan Pasal 22 terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian tersebut.

Pasal 7
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-32/PJ./1995 tentang Tarif dan Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Otomotif di Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-65/PJ./1995;
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-69/PJ./1995 tentang Tarif dan Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Kertas di Dalam Negeri;
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ./1996 tentang Tarif dan Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Baja di Dalam Negeri;
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-401/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Hasil
Produksi Industri Semen di Dalam Negeri;
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-417/PJ./2001 tentang Petunjuk Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan, Serta Tata Cara Penyetoran dan
Pelaporannya;
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-523/PJ/2001 tentang Tarif dan Tata Cara
Pemungutan, Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan
Eksportir yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan, atas
Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang
Pengumpul sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2009,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
E. Objek PPh Pasal 22

Objek PPh Pasal 22 ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di
Bidang Lain. Objek PPh Pasal 22 antara lain:

1. Impor Barang dan Ekspor

Impor dan ekspor barang yang dijalankan eksportir dikenakan PPh Pasal 22 yaitu
barang komoditas:
• Tambang batubara
• Mineral logam
• Mineral bukan logam

2. Pembayaran atas Pembelian Barang (PPh 22 Bendaharawan)

Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 ini
adalah yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) sebagai pemungut pajak pada:

• Pemerintah Pusat
• Pemerintah Daerah
• Instansi atau Lembaga Pemerintah
• Lembaga-lembaga negara lain

3. Pembayaran atas pembelian barang

Pembayaran atas pembelian barang yang dikenakan PPh 22 adalah yang dilakukan
dengan mekanisme Uang Persediaan (UP) yang dilakukan oleh bendahara
pengeluaran.

4. Pembayaran atas Pembelian Barang kepada Pihak Ketiga

Pembayaran atas Pembelian Barang pada Pihak Ketiga yang dikenakan PPh Pasal
22 dilakukan dengan cara:
• Pembayaran langsung ke KPA
• Pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi dari KPA

5. Pembayaran atas Pembelian Barang untuk BUMN

Pembayaran atas pembelian barang untuk Bahan Usaha Milik Negara (BUMN)
dikenakan PPh Pasal 22 untuk keperluan usaha.
6. Penjualan Hasil Produksi pada Distributor

Penjualan hasil produksi pada distributor dikenai PPh Pasal 22 adalah distributor
dalam negeri oleh badan usaha bidang:
• Industri semen
• Industri kertas
• Industri baja
• Industri hulu
• Industri otomotif
• Industri farmasi

7. Penjualan Kendaraan Bermotor

Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri dikenakan PPh Pasal 22 oleh


penjual:
• Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)
• Agen Pemegang Merek (APM)
• Importir kendaraan bermotor

8. Penjualan Migas

Penjualan migas oleh produsen dan importir dikenakan PPh Pasal 22 diantarnya
penjualan:
• Bahan bakar minyak
• Bahan bakar gas
• Pelumas

9. Pembelian Bahan-Bahan dari Pedagang Pengepul

Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul untuk industri atau ekspornya


dikenakan PPh Pasal 22 dalam sektor:
• Kehutanan
• Perkebunan
• Pertanian
• Peternakan
• Perikanan

10. Penjualan Barang yang Tergolong sangat Mewah

Penjualan barang yang tergolong sangat mewah dikenakan PPh Pasal 22 ini
dilaksanakan oleh wajib pajak badan.
F. Subjek dan Objek Pemungut Pajak Penghasilan PPh Pasal 22

Sebagaimana disebutkan dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang beberapa kali diubah terakhir
dengan UU No. 36 Tahun 2008, pemungut PPh Pasal 22 adalah wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

a. Wajib Pajak Badan Pemungut PPh 22 ( subjek dan objek PPh Pasal 22 )

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas objek PPh Pasal 22 impor
barang.

2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.

3. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang


dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).

4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS)

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan, yang meliputi:

• PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas


Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya
Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT
Krakatau Steel (Persero)

• Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.

6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan industrinya atau ekspornya.
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan.

b. Perusahaan Swasta yang Wajib Memungut PPh 22 saat Penjualan

1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di
dalam negeri.

2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.

3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.

4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja yang merupakan industri hulu,
termasuk industri hulu yang terintegrasi antara hulu dan industri hilir.

5. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:

• Mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan;

• Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.

6. Sesuai dengan PMK Nomor 92/PMK.03/2019, pemerintah menambahkan pemungut PPh


Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

G. Kegiatan Yang Tidak Dikenakan PPh Pasal 22


Tidak semua objek dapat dikenakan PPh Pasal 22, berikut kegiatan-kegiatan yang dikecualikan
dari pengenaan PPh Pasal 22:
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh. Harus disertai Surat Keterangan Bebas PPh
Pasal 22 yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk:
o Dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan
Ekspor (EPTE).
o Dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang
Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP
Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973.
oKiriman hadiah.
o Untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang.
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar.

H. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22

Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 menurut UU PPh dan diatur dalam PMK No.
34/PMK.010 Tahun 2017 adalah:

1. Tarif PPh 22 sebesar 2,5% dan 7,5% atas Impor

Tarif pajak penghasilan pasal 22 ini untuk pajak penghasilan atas impor barang dengan rincian
sebagai berikut:

• Tarif pembebanan tunggal sebesar 10% dari nilai impor, dengan atau tanpa
menggunakan API untuk barang tertentu yang tercantum dalam Lampiran I PMK
34/2017.

• Importir yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API): 2,5% dari nilai impor.

• Importir non-API: 7,5% dari nilai impor.

• Importir yang tidak dikuasai: 7,5% dari harga jual lelang.

2. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas Pembelian

Buat yang penasaran untuk PPh Pasal 22 berapa persen? Besaran tarif pajak penghasilan pasal
22 sebesar 1,5 persen dari harga pembelian barang tidak termasuk PPN dan tidak final.
Pembelian barang ini dilakukan oleh:

• Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Kementerian Keuangan

• Bendahara Pemerintah ( pph 22 bendaharawan )

• BUMN/BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)

3. Tarif PPh 22 atas Penjualan Hasil Produksi Tertentu

Tarif pajak penghasilan pasal 22 atas penjualan hasil produksi ini ditetapkan berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak (KEP) yang dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak (
DPP) PPN dan bersifat tidak final, di antaranya:
• Kertas: 0.1% dari DPP PPN

• Semen: 0.25% dari DPP PPN

• Baja: 0.3% dari DPP PPN

• Otomotif: 0.45% dari DPP PPN

• Semua jenis obat: 0,3% dari DPP PPN

DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang dipakai sebagai dasar
dari perhitungan besarnya pajak yang terutang.

4. Tarif PPh Pasal 22 Hasil Produksi Migas

Pengenaan pajak penghasilan pasal 22 dari hasil produksi atau penyerahan barang oleh
produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah:

• 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum yang menjual BBM yang dibeli dari Pertamina atau anak usaha
Pertamina

• 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum yang menjual bakar minyak yang dibeli selain dari Pertamina atau
anak perusahaan Pertamina

• 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak yang dibeli dari
Pertamina maupun selain dari Pertamina atau anak usaha Pertamina.

• 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk bahan bakar gas

• 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk pelumas

5. Tarif PPh 22 sebesar 0,25% atas Pembelian Bahan untuk Industri

Besar tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
ini atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang
pengumpul.

6. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,5% atas Impor Komoditas

Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai impor ini berlaku untuk impor
beberapa komoditas seperti kedelai, gandum, dan tepung terigu, oleh importir yang
menggunakan API.
7. Tarif PPh 22 sebesar 1,5% atas Ekspor Komoditas Tambang

Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 1,5% dari nilai ekspor ini berlaku untuk ekspor
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang
dan pos tarif (HS/Harmonized System) oleh eksportir yang terikat dalam perjanjian kerjasama
pengusaha pertambangan dan Kontrak Karya (KK).

8. Tarif PPh 22 sebesar 0,45% atas Penjualan Kendaraan Bermotor

Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,45% dari DPP PPN ini berlaku atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, APM, dan importir umum kendaraan
bermotor, tidak termasuk alat berat.

9. Tarif PPh 22 sebesar 0,45% atas Penjualan Emas Batangan

Tarif pajak penghasilan pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan ini berlaku atas
penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan.

10. Tarif PPh Pasal 22 Barang Mewah

Sesuai Pasal 2 ayat (2) PMK 29/2019 ini, besar pajak penghasilan pasal 22 yang dipungut pada
saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah:

a. Tarif PPh 22 sebesar 1% atas Penjualan Barang Mewah

Tarif Pajak Penghasilan 22 sebesar 1 persen dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai ( PPN ) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas barang ini untuk:

• Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 30
miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi

• Apartemen, kondominium dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih
dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150 meter persegi

b. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 5% atas Penjualan Barang Mewah

Tarif Pajak Penghasilan 22 sebesar 5 persen dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM
atas barang ini berlaku untuk:

• Pesawat terbang pribadi dan helikopter

• Kapal pesiar, yacht dan sejenisnya


• Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan,
jeep, SUV, MPV, minibus dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau
dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
(BM) yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di
bidang impor.

I. Ketentuan Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan PPh 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
Kegiatan Usaha di Bidang Lain.

Ketentuan pembayaran pajak penghasilan pasal 22 sesuai subjek dan objek PPh Pasal 22
adalah:

• PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk (BM).

• Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam
pengecualian dari pemungutan PPh 22 atas impor barang yang dibebaskan dari
pungutan BM dan/atau PPN, PPh Pasal22 terutang dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean atas impor (PIB / Pemberitahuan Impor Barang).

• Pajak penghasilan pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam, terutang dan disetorkan bersamaan dengan saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean atas ekspor.

• PPh Pasal22 atas pembelian barang oleh bendahara pemerintah, KPA, bendahara
pengeluaran, pejabat penerbit SPM, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu yang tercantum dalam Pasal 1 ayat
(1) huruf e (BUMN, badan usaha yang dimiliki langsung oleh BUMN) terutang dan
dipungut pada saat pembayaran.

• Penjualan hasil produksi oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi terutang dan
dipungut pada saat penjualan.
• Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran
barang (delivery order).

• Pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i (badan
usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui
proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspomya) dan pembelian
batubara, mineral logam dan mineral bukan logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (1) huruf j (badan usaha yang rnelakukan pernbelian kornoditas tarnbang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dart badan atau orang pribadi
pernegang izin usaha pertarnbangan), terutang dan dipungut pada saat pembelian.

J. Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 (Pemungutan Subjek dan Objek
PPh Pasal 22)

Tata cara pemungutan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 ini juga diatur dalam Pasal
5 PMK No. 34/PMK.010/2017, yakni:

1. Pemungutan subjek dan objek PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan
penyetoran ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi yang
ditunjuk Menteri Keuangan, oleh:

• Importir yang bersangkutan

• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

2. Pemungutan subjek dan objek PPh 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral
logam dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang
bersangkutan ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank Persepsi
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

3. Pemungutan subjek dan objek PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungut
pajak (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib
disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (
SSP ) yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.

4. Pemungutan subjek dan objek PPh 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j , dan huruf k PMK 16/2016
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Pos Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau
Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP.

K. Tata Cara Penyetoran Pajak PPh Pasal 22 Umum atau Bendaharawan / BUMN

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Perdirjen PER-3/PJ/2015 ini, tata cara penyetoran pajak
secara umum (termasuk PPh 22 bendaharawan / BUMN) ini adalah sebagai berikut :

1. Penyetoran PPh 22 yang dilakukan oleh eksportir komoditas tambang batubara, mineral
logam dan mineral bukan logam, dilakukan menggunakan SSP dengan ketentuan dalam
kolom ‘Uraian Pembayaran’ diisi ‘Nomor Pengajuan Pemberitahuan Ekspor Barang’.

2. Terhadap bukti penyetoran pajak yang dilakukan oleh eksportir tersebut, DJBC melakukan
pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak itu sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan
pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.

3. Bukti penyetoran pajak yang digunakan sebagai dokumen pelengkap pemberitahuan


pabean ekspor adalah SSP yang telah tertera Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
Eksportir wajib mengisi Lembar Lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang (LLPEB) sesuai
ketentuan sebagai berikut:

• Dalam kolom ‘Jenis Dokumen’ diisi dengan SSP

• Dalam kolom ‘Nomor Dokumen’ diisi dengan NTPN yang tertera dalam SSP

• Dalam kolom ‘Tanggal Dokumen’ diisi dengan tanggal NTPN

Ketentuan cara penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam Pasal 6 PMK No.
34/PMK.010/2017 ini disebutkan:

1. Penyetoran PPh 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam, DJBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a dan
Pasal ayat (1) huruf b, dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf b, c, dan huruf d, dalam PMK 34/2017 ini dilakukan menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) dan/atau
Bukti Penerimaan Negara yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.

2. Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g,
huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan (Bukti Potong)
PPh 22 dalam rangkap 3, yaitu:

• Lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut.


• Lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (
KPP ) yang dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh 22.

• Lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Namun karena seluruh aktivitas administrasi perpajakan sekarang ini sudah bisa dilakukan
secara daring, maka tidak perlu membuat dokumen pemungutan pajak secara rangkap lagi.
Sebab sistem DJP dan Bea Cukai sudah pun juga sudah terintegrasi.

L. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22

a. Perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor

PT AAA mengimpor barang dari Kanada dengan harga faktur senilai US$500.000.

Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak termasuk dalam barang-barang tertentu
yang ditentukan dalam PMK No. 16/PMK.010 Tahun 2016.

Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar 3% dari harga faktur dan biaya angkut
sebesar 5% dari harga faktur.

Bea Masuk (BM) sebesar 10% dan Bea Masuk Tambahan sebesar 6%.

Kurs pajak saat itu sebesar Rp14.550 per dolar Amerika Serikat. Maka, perhitungan Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang dipungut Ditjen Bea Cukai adalah:

No Diketahui Perhitungan Nilai

1 Harga Faktur (Cost) US$500.000

2 Biaya Asuransi (Insurance) (3% x US$500.000) US$15.000

3 Biaya Angkut (Freight) (5% x US$500.000) US$25.000

(Cost, Insurance, Freight) (a + b + c) US$40.000

4 CIF (dalam rupiah) (Rp540.000 + Rpp14.550) Rp7.857.000.000

5 Bea Masuk (10% x Rp7.857.000.000) Rp785.700.000

6 Bea Masuk Tambahan (6% x Rp7.857.000.000) Rp471.420.000

Nilai Impor (d + e + f) Rp9.114.120.000


b. Perhitungan PPh Pasal 22 atas Pembelian Barang ( PPh 22 Bendaharawan )

PT AAA berkedudukan di Kota Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor untuk Dinas
Pendidikan Kota Bogor.

Pada tanggal 1 Agustus 2022, PT AAA melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dengan nilai kontrak sebesar Rp22.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka, perhitungan
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor adalah:

No. Diketahui Nilai

1 Nilai kontrak termasuk PPN Rp22.000.000

2 DPP (100/110) x Rp22.000.000 Rp20.000.000

3 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp2.000.000

4 PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp22.000.000) Rp330.000

Jadi, besar Pajak Penghasilan pasal 22 yang dipungut Dinas Pendidikan Kota Bogor sebesar
Rp330.000, karena PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.

Perlu diketahui, atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja
daerah yang dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22 adalah:

• Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)


dengan jumlah kurang dari Rp1.000.000.

• Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
dan benda-benda pos.

• Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor


Perbendaharaan dan Kas Negara.

c. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 Hasil Produksi Migas ( PPh 22 BUMN)

PT AAA selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, menyerahkan bahan bakar
minyak senilai Rp900.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada PT BBB yang merupakan bukan
perusahaan SPBU. Maka PPh Pasal 22 yang dipungut adalah:

Pajak penghasilan Pasal 22 atas penyerahan hasil produksi migas:


= (Tarif PPh 22 hasil produksi migas x Nilai jual)

= 0,3% x Rp900.000.000

= Rp2.700.000

d. Contoh Perhitungan PPh 22 atas Pembelian Bahan untuk Industri

PT AAA merupakan perusahaan tekstil dan membeli bahan untuk tekstil untuk produksinya
yang akan diekspor dari pedagang pengepul CV BBB senilai Rp300.000.000.

Perhitungan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan industri adalah:

= (Tarif PPh Pasal 22 atas pembelian bahan industri x Harga pembelian)

= 0,25% x Rp300.000.000

= Rp740.000

e. Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Impor Komoditas

PT BBB mengimpor gandum dari Australia dengan harga faktur US$250.000.

Biaya asuransi sebesar 2% dari nilai faktur dan biaya angkut sebesar 8% dari nilai faktur.

Bea Masuk yang dibebankan dari impor gandum ini adalah 7,5% dan Bea Masuk Tambahan
2,5%.

Kurs pajak saat itu sebesar Rp14.220 per dolar AS.

Perhitungan PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap PT AAA atas impor gandum tersebut
adalah:

No. Diketahui Perhitungan Nilai

a Harga Faktur (Cost) US$250.000


b Biaya Asuransi (Insurance) (2% x US$250.000) US$5.000

c Biaya Angkut (Freight) (8% x US$250.000) US$20.000

CIF (Cost, Insurance, Freight) (a + b + c) US$275.000

d CIF (dalam rupiah) (US$275.000 x Rp14.220) Rp3.910.000.000

e Bea Masuk (7,5% x Rp3.910.000.000) Rp293.250.000

f Bea Masuk Tambahan (2,5% x Rp3.910.000.000) Rp97.750.000

Nilai Impor (d + e + f) Rp4.037.075.000

Dengan demikian besar Pajak penghasilan pasal 22 atas impor gandum PT AAA yang juga
memiliki angka pengenal importir adalah:

= (Tarif PPh Pasal 22 impor komoditas dan memiliki API x Nilai Impor)

= 0,5% x Rp4.037.075.000

= Rp20.185.375

f. Contoh Perhitungan PPh 22 atas Penjualan Barang Mewah

Contoh 1,

PT AAA merupakan perusahaan pengembang properti yang menjual apartemen dengan nilai
Rp50.000.000.000 kepada CCC.

Harga jual ini tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Maka, PPh Pasal atas penjualan barang mewah berupa apartemen ini sebesar:

= (Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan barang mewah apartemen x Nilai jual barang
mewah)

= 1% x Rp50.000.000.000

= Rp500.000.000
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

• PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu,
baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor,
impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No.
90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh
Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
• PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
‘menguntungkan’, karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun
pembelian.
• Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya

B. SARAN

Setelah penulis memaparkan hal- hal yang berkaitan dengan PPh pasal
22, penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran
pajak guna membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal
22.

Anda mungkin juga menyukai