Anda di halaman 1dari 19

TUGAS AKUNTANSI PERPAJAKAN

Rangkuman PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23

DOSEN PENGAMPU : YUNI SAHARA, M.Si

OLEH :

YENNI APNILAWATI (193214007)

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA (UMN)
AL WASHLIYAH
MEDAN
2022
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1
C. Tujuan................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian PPh Pasal 22....................................................................2
1.1. Pemungutan PPh Pasal 22..........................................................5
1.2. Tarif PPh Pasal 22......................................................................6
1.3. Pembayaran PPh Pasal 22..........................................................10
1.4. Kewajiban Membuat Bukti Pungut............................................11
1.5. e-Filing PPh Pasal 22.................................................................11
1.6. Saat terutang dan Pembayaran...................................................11
1.7. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah PPh Pasal 22...............12
2. Pengertian (PPh Pasal 23).................................................................12
2.1. Tarif dan Objek PPh Pasal 23....................................................13
2.2. Bukan Objek..............................................................................15
2.3. Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan................................16
2.4. Dikenakan PPh Pasal 23............................................................22
2.5. Tidak Dikenakan PPh Pasal 23..................................................22
2.6. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah PPh Pasal 23...............22
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................26

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan
saya kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah saya
tentang “Ringkasan PPh Pasal 22 dan 23”. Tidak lupa pula shalawat serta salam
selalu saya hadiahkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad saw yang
telah membawa kita semua ke alam yang gelap menuju alam yang terang
benderang yakni agama islam.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah
akuntansi perpajakan dari prodi Akuntansi pada Universitas Muslim Nusantara
Al-Washliyah, Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusun tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karen itu,
penulis mengucapkan banyak terim kasih kepada Ibu Yuni Sahara, M.Si selaku
dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Perpajakan.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saya memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, semoga untuk kedepannyamakalah ini bisa disempurnakan dan
menjadi kebahagiaan apabila makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Demikian pengantar yang bisa saya sampaikan, saya mohon maaf
apabila ada banyak kesalahan yang ada dalam penyusunan makalah ini. Saya
menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun demi kebaikan dan
kemudahan kita bersama dalam menuntut ilmu lebih banyak lagi.

Lubuk Pakam, 12 Maret 2022

Yenni Apnilawati

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan sumber dana
alamnya. Pada saat ini, indonesia mengalami perkembangan yang
mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sektor demi
meningkatkan pendapatan atau kas negara guna membiayain pembangunan
dana biaya-biaya negara dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut,
pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari
APBN dan APBD, dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak.
dalam hal ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranaan yang sangat
penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang
ada untuk membiayai pengeluaran termasuk pengeluaran untuk meningkatkan
pembangunan.
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang di pungut oleh
bendaharawan pemerintah  baik pemerintah pusat maupun  pemerintah
daerah, instansi atau lembaga pemerintah atau lembaga lembaga negara lain
berkenan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Badan-badan  tertentu
yang berkenan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lainnya . Dasar Hukum PPh Pasal 22  Adalah UU Pajak Penghasilan
Nomor 36 Tahun 2008.
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas
penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah  dipotong PPh pasal 21.
B. Rumusan Masalah
Pajak Pengahsilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 23
C. Tujuan Penulisan
Menjelaskan tentang Pajak Penghasilan baik itu Pasal 22 maupun Pajak
Penghasilan pasal 23.

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak
Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan
tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh
lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang
yang dianggap "menguntungkan", sehingga baik penjual maupun pembelinya
dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh
Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah pajak yang
dipungut oleh bendaharawan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintahan daerah , instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-
lembaga tinggi lainnya. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap pembayaran atas
penyerahan barang kepada badan pemerintah atau kegiatan import atau
kegiatan di bidang usaha tertentu.
Dalam Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 22 ada tiga hal yang menjadi focus pe-
mungutan pajak, yaitu
a. Bendaharawan Pemerintahan Pusat atau daerah, instansi atau lembaga
pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang biasa disebut sebagai PPh Pasal 22
Bendaharawan
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenan
dengan kegiatan dibidang import biasa disebut PPh Pasal 22 atas Import
c. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok
kretek atau putih, industri kertas, industri baja, industri otomotif,
penjualan hasil produksi pertamina, penyaluran oleh bulog.

1.1 Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 154/PMK.03/2010


menyebutkan pemungut PPh Pasal 22 adalah :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jendal Bea dan Cukai atas impor barang.
2. Bendahara Pemerintahan dan Kuasa Penguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau

5
lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang.
3. Bendahara mengeluarkan untuk pembayaran yang dilakukan dengn
mekanisme uang persedian (UP)
4. Kuasa Pengguna anggaran (KPA) atau pejabat penerbitan surat perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada
pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS)
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, dan industri otomotif yang ditunjukkan oleh kepala
kantor pelayanan pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atau
penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan
pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
mereka dari pedagang pengumpul.

Dikecualikan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22


1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai;
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
a. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara
Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara
pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang
jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu
dan Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
c. pembayaran untuk:

6
 pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas,
benda-benda pos;
 pemakaian air dan listrik.
d. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
e. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
barang impor sebagaimana dimaksud pada point 2 di atas, tetap berlaku
dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0%
(nol persen).
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 6
dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di
atas dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh Pasal 22 atas kegiatan
Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN,
atas impor sementara dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai
dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

1.2 Tarif PPh Pasal 22

Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai


berikut:
1. Atas impor:
a. Barang-barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013, sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
b. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1,
yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai,
gandum, dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai
impor;
c. selain barang-barang tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1,
yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
d. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga
jual lelang.
2. Atas pembelian barang bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,

7
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga
pembelian tidak termasuk PPN.
3. Atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP) oleh bendahara pengeluaran dan pembelian barang,
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk
PPN.
4. berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak
ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak
termasuk PPN.
5. pembelian bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya oleh BUMN (PT Pertamina (Persero), PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT
Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) dan Bank BUMN,
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk
PPN.
6. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas adalah sebagai berikut:
a. bahan bakar minyak sebesar:
 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada
stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian
bahan bakar umum bukan Pertamina;
 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak-pihak selain di
atas;
b. bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
c. pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

8
7. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi:
a. penjualan semua jenis semen sebesar 0,25% (nol koma dua puluh
lima persen);
b. penjualan kertas sebesar 0,1% (nol koma satu persen);
c. penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
d. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih
sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen);
e. penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen),
8. Dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
a. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen
Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor sebesar 0,45% (nol koma
empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
b. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan,
sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga
pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah
dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat tidak final.

1.3 Pembayaran PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah cicilan PPh pada tahun berjalan.


Pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh
badan atau PPh orang pribadi.
PPh Pasal 22 yang berbentuk SSE, artinya PPh Pasal 22 tersebut dibayar
langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat
transaksi.
Transaksi yang wajib dibayar langsung adalah transaksi yang berkaitan
dengan impor dan bendahara.

9
Cara Penyetoran
1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara
Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan,
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama
rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
Surat Setoran Pajak tersebut berlaku juga sebagai Bukti Pemungutan Pajak
3. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak selain , wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.
Pemungut wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.

1.4 Kewajiban Membuat Bukti Pungut

Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib
menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank
persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22.
Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat dikreditkan
pada akhir tahun di SPT Tahunan. Penjualan bahan bakar minyak dan gas ke
agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final. Artinya, wajib pajak
yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya wajib lapor SPT Tahunan
yang dilampiri bukti potong. 

1.5 e-Filing PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 dilaporkan paling lambat tanggal 20 setiap


bulannya.Melalui e-Filing di OnlinePajak, caranya mudah dan cepat, serta tak
perlu antre lagi. Cukup impor file CSV SPT Masa PPh Pasal 22 dari software
e-SPT ke OnlinePajak. Lalu lapor dan dapatkan bukti lapornya dalam 1 klik
saja!

1.6 Saat Terutang dan Pembayaran

PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan


dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk
ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari
pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor.

10
PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan
KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar,
dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha
oleh BUMN tertentu dan Bank BUMN, terutang dan dipungut pada saat
pembayaran.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi dan atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri yang dilakukan oleh ATPM, APM dan importir umum
kendaraan bermotor terutang dan dipungut pada saat penjualan.
PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas,
dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah
pengeluaran barang (delivery order).
PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
terutang dan dipungut pada saat pembelian.

1.7 Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan pasal 22

Contoh : pada tanggal 5 Agustus 2016 PT. ABC (produsen rokok dan telah
ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemungut PPh pasal 22)
NPWP : 02.446.748.6-623.000, membeli tembakau dari Paijo, NPWP
08.445.546.8-623.000 sebesar Rp. 400.000.000,- diketahui Paijo seorang
pedagang dan tidak mempunyai sawah atau ladang tembakau. Bagaimana
kewajiban perpajakannya atas transaksi tersebut:

Jawaban:
Pemungutan PPh 22 pasal 22 antara lain badanusaha industri atau eksportir
yang bergerak dalam sektor kehutanan, pertanian, perkanan dan perkebunan
atas pembelian bahan untuk keperluannya dan pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan
usahanya mengumpulkan hasil tersebut diatas.
Oleh karena paijo adalah peadang dan tidak memiliki sawah atau ladang
tembakau, maka paijo masuk kategori pedagang pengumpul yang membeli
tembakau dari para petani.
PT. ABC wajib memungut PPh Pasal 22 dan membuat bukti pemungutan PPh
pasal 22 kepada paijo pada tanggal 5 agustus 2016 dengan jumlah PPh pasal
22 sebesar 0,25% x Rp. 400.000.000,- = Rp. 1.000.000,-

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang


dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa,

11
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
1. Badan pemerintah;
2. Subjek pajak badan dalam negeri;
3. Penyelenggara kegiatan;
4. Bentuk Usaha Tetap;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23, yaitu :
a. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) kecuali Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; atau
b. orang pribadi yagn menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran beruapa sewa.
Pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh dari:
 Penyerahan jasa
 Penggunaan modal

2.1. Tarif dan Objek PPh Pasal 23


1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
a. dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g"
Undang-undang PPh;
b. bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f";
c. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh.
Hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan 21
adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalkan
kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.
Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak Penghasilan
23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.
2. Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.

12
3. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas :
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
persewaan tanah dan atau bangunan yang dikenakan PPh
yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
29 Tahun 1996;
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf "c"
Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh
Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain
jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

2.2. Bukan Objek Pajak

1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usahaa
dengan hak opsi;
3. dividen atau bagian laba yang diterimaa atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara,
atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
 bagi Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan
Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut;
4. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama
5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha:
5. bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
 merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan; dan
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
6. Sisa Hasil Usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya
7. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan telah

13
ditetapkan batas jumlah sebesar Rp. 240.000,00 setiap bulan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
Atas bunga simpanan yang jumlahnya di atas Rp. 240.000,00 dipotong
PPh Pasal 23 sebesar 15% dari seluruh bunga yang diterima dan bersifat
final

2.3. Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan


1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan;
Yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan yang
bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong
pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetor oleh Pemotong Pajak
selambat-lambatnya tanggal 10 takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan
kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak
Penghasilan yang dipotong.

2.4. Dikenakan PPh Pasal 23 

1. Dikenakan PPh Pasal 23 atas sewa sehubungan dengan penggunaan


harta selain kendaraan dan tanah dan atau bangunan , yaitu atas jasa
pelayanaan (sewa) alat-alat yang terdiri dari:
   jasa kran darat,
   jasa kran apung,
   jasa forklift,
   jasa head truck,
   jasa chasis,
   jasa tongkang,
   jasa BKMP (Kapal Motor Penggandeng Tipe B),
   jasa towing tractor,
   jasa timbangan dan 
   jasa pemadam kebakaran; 
2.Dikenakan PPh Pasal 23 atas jasa sehubungan dengan jasa perawatan
atau reparasi (docking) kapal.

14
2.5. Tidak Dikenakan PPh Pasal 23 

Sedangkan jasa-jasa di bidang pelayaran dan kepelabuhan yang tidak


dicantumkan dalam Peraturan Dirjen Pajak sehingga tidak dikenakan
PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut: 
 Jasa persewaan kapal. Jasa persewaan kapal tidak dikenakan PPh Pasal
23, namun dikenakan PPh Pasal 15 atas Charter Kapal Laut.
 Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa
labuh; dan 
 Jasa angkutan umum di air 
 Jasa pelayanan barang yang terdiri dari jasa penumpukan dan jasa
dermaga; 
 Jasa pelayanan terminal yang terdiri dari stevedoring, cargodoring,
receiving, delivery dan overbrengen; 
 Jasa pelayanan peti kemas yang terdiri dari jasa bongkar muat, jasa
gerakan kontainer, jasa penumpukan dan jasa mekanis; 
 Jasa pelayanan rupa-rupa yang terdiri dari pas pelabuhan, retribusi
kendaraan dan telepon extension; 

2.6. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan Pasal 23


(PPh Pasal 23)

Contoh : Jasa Pelabuhan


Pada tanggal 10 Oktober 2016, PT. ABC. NPWP : 01.234.445.6-
623.000, mengadaan perjanjian dengan PT. XYZ yang merupakan
penyelenggaraan pelabuhan untuk memberikan jasa bongkar muat barang,
penimbunan barang dan terminal peti kemas dengan nilai kontak sebesar Rp.
40.000.000,00. PT. ABC membayar kepada PT. XYZ sebesar Rp.
40.000.000,00 pada tanggal 20 Oktober 2016

Jawaban :
Jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan terminal peti
kemas merupakan bagian dari jasa kepelabuhan sesuai aturan pelabuhan. Jasa
kepelabuhan tidak masuk dalam jenis jasa lain yang yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal 23 sehingga atas jasa tersebut tidak dilakukan
pemotongan PPh pasal 23 PT. ABC.

Contoh : Jasa Perantara / Agen


PT. XYZ diperintah oleh PT. ABC, NPWP:01.234.445.6-623.00, untuk
mencarikan perusahaan pengangkutan barang. Pada tanggal 10 Oktober 2016,
PT. ABC membayar kepada PT. XYZ atas jasa tersebut sebesar Rp.
30.000.000,00.

15
Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa perantara/keagenan sehingga merupakan objek
pemotongan PPH Pasal 23 PT. ABC wajib memotong PPh pasal 23 kepada
PT. XYZ sebesar 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 400.000,-
Kewajiban PT. ABC adalah :
1. Memberikan Bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT. XYZ
2. Melakukan penyetoran pajak tersebut paling lambat tanggal 10
Nopember 2016
3. Melaporkan SPT Masa PPH pasal 23 Pajak Oktober 2016 paling
lambat tanggal 20 Nopember 2016

Contoh : Jasa Perhotelan


PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000 mengadakan pelatihan dan
menyewwa ruang serba guna dan termasuk fasilitas kamar suatu hotal dengan
pola paket full board sehingga Rp. 300.000,- per paket yang dibayar tanggal
10 Oktober 2016.

Jawaban:
Jasa tersebut termasuk kategori jasa perhotelan sesuai peratuan di bidang
perhotelan dan jasa perhotelan tidak termasuk sebagai jenis jsaa yang dikenai
pemotongan PPh Pasal 23, sehigga PT. ABC tidak mempunyai kewajiban
untuk melakukan pemotongan PPh pasal 23.

Contoh : Jasa Tenaga Kerja


PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000, menyediakan tenaga kerja untuk
menjadi karyawan PT. XYZ, selanjutnya membayar kepada PT. ABCsebesar
p. 25.000.000,- pada tanggal 20 Oktober 2016

Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa penyediaan tenaga kerja yang merupakan jenis
jasa lain dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 223 sebesar 2% x Rp.
25.000.000,- = Rp. 500.000,-

Contoh : Jasa Tenaga Kerja


PT. XYZ menyediakan tenaga kerja sesuai dengan persyaratan tertentu
kepada PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000, dan tenaga kerja tersebut
tetap karyawan PT. XYZ.
Atas penyediaan tenaga kerja tersebut PT. XYZ berhak mendapat
pembayaran sebear Rp. 30.000.000,- per bulan dan dibayar tiap-tiap tanggal
15 dengan perincian :
- Jasa penyediaan tenaga kerja sebesar Rp. 5.000.000,-

16
- Pembayaran gaji tenaga kerja Rp. 25.000.000,-

Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa penyediaan tenaga kerja yang termasuk dalam
kelompok jenis jasa lain dan wajib dipotong PPh pasal 23 dengan tarif 2%
(dua persen)dari jumlah bruto pembayaran. Dalam tagihan telah dipisahkan
hak tenaga kerja, maka PT. ABC wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2%
x Rp. 5.000.000,- = Rp. 100.000,- PT. XYZ mempunyai kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 pada saat pembayaran gaji kepada pegawainya

Contoh : hadiah perlombaan


PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan distributor produk PT. ABC,
NPWP : 01.234.445.6-623.000. pada bulan oktober 2016. PT. ABC
melakukan penilaian terhadap seluruh distributor produknya dan PT XYZ
terpilih sebagai distributor terbaik dan menerima hadiah sebesar Rp.
20.000.000,- pada tanggal 15 Oktober 2016.

Jawaban:
Hadiah perlombaan yang diterima oleh PT. XYZ merupakan objek PPh pasal
23 sehingga PT. ABC wajib memotong PPh pasal 23 sebesar 15% x Rp.
20.000.000,- = Rp. 3.000.000,-

17
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
1. PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan
tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan
perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Sekarang dengan adanya Peraturan
Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah melebarkan badan-
badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib pajak badan
yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. 
2. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
‘menguntungkan’, karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat
penjualan maupun pembelian. 
3. Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar
antara 0,25%-1,5%
4. Pemerintah telah menambahkan objek PPh Pasal 23 menjadi 62 jenis jasa
lainnya dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.040/2015. 
5. PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal,
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21.
6. Tarif PPh 23 ada dua yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya. 

18
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Keuangan,Peraturan pelaksanaan Undang-undang Pajak


Penghasilan,antara lain peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri
Keuangan dan sebagainya.
https://makalahubb.blogspot.com/2017/05/makalah-perpajakan-pajak-
penghasilan_96.html. yang di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
https://pajak.go.id/id/pph-pasal-22. yang di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/buku%20pph%20upload.pdf. yang
di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22. yang di akses
pada tanggal 19 Juni 2019.
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-23. yang di akses
pada tanggal 19 Juni 2019.
https://www.online-pajak.com/sites/pajak/files/uploaded-files/15-pmk-010-107-lampiran-
pph-22.pdf. yang di akses pada tanggal 19 Juni 2019.
Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi 2013. Yogyakarta : CV. ANDI
OFFSET.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah tentang Undang-Undang No. 36 Tahun 2008.
Wirawan B. Ilyas dan Rudy Suhartono. 2017. Praktikum Perpajakan (panduan
legkap teori, pembahasan kasus, dan penyusunan SPT; PPh Badan, PPh
Orang Pribadi, PPH dan PPh Potong/Pungut) Edisi-3. Jakarta : IN
MEDIA.

19

Anda mungkin juga menyukai