Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Dosen Pengampu : Siti Soimah, S.AB., M.AB.

Disusun oleh:

Aliefvia Estivanya Dian Rahmatya (20041048)

Faizal Wahyu Wardana (20041041)

Fella Imama Nurun Najjah (20041051)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM DARUL’ULUM LAMONGAN

2021

DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian dan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 22.......................................3
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22.....................................................3
2. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 22.............................................................4
B. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22..........................................................7
C. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22..................................................................8
D. Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22.....................................................9
E. Proses Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22.........................................10
3. 1. Saat Terutang dan Pembayaran...........................................................10
2. Cara Penyetoran PPh Pasal 22.................................................................11
3. Kewajiban Pelaporan...............................................................................11
4. Kewajiban Membuat Bukti Pungut.........................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan
limpahan rahmat-Nya dan meluangkan waktu kepada penulis, sehingga mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan Pasal 22” sesuai
dengan waktu yang kami rencanakan.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing
khususnya yang berkaitan dengan tugas ini, yakni Siti Soimah, S.AB., M.AB.
karena berkat beliaulah kami dapat mengerti apa itu PPh Pasal 22.

Selain itu dukungan dari semua pihak termasuk teman-teman telah mendorong
kami agar bissa menyelesaikan tugas ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima
kasih. Kami sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan demi kinerja yang lebih baik kedepannya.

Lamongan, 28 Maret 2022

Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang potensial untuk


membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Penerimaan dari
sektor pajak ini diupayakan mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Penerimaan pajak yang mengalami kenaikan diharapkan dapat membayar
pembelanjaan negara demi tercapainya kemakmuran rakyat. Penerimaan
pajak berasal dari pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
maupun daerah dengan pengenaan terhadap objek pajak. Pemerintah
berusaha meningkatkan penerimaan pajak dengan upaya ekstensifikasi dan
intensifikasi. Hal ini dilakukan agar tercapainya target penerimaan pajak
yang juga terus meningkat setiap tahunnya.
Indonesia menganut self assessment system atau sistem pemungutan pajak
yang memberi kewenangan Wajib Pajak untuk melakukan sendiri
penghitungan, penyetoran, dan pelaporan terhadap pajak terutang sesuai
ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Akan tetapi ada juga pajak
yang dipungut menggunakan Withholding System atau sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan
bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
Salah satu yang menggunakan Withholding System adalah PPh Pasal 22.
Untuk pemungutan PPh pasal 22 atas penyerahan barang yang dibiayai
oleh Anggaran APBN atau APBD yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya. Melalui penerbitan Peraturan
Menteri Keuangan RI No. 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib
Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pemberi atas
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, pemerintah melebarkan
badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu menjadi wajib
pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

1
2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian, objek dan wajib pajak penghasilan pasal 22?


2. Siapa saja pemungut pajak penghasilan pasal 22?
3. Berapakah tarif pajak penghasilan pasal 22?
4. Apa saja pengecualian pajak penghasilan pasal 22?
5. Bagaimana proses pembayaran pajak penghasilan pasal 22?

3. Tujuan

1. Untuk megetahui pengertian, objek dan wajib pajak penghasilan pasal


22
2. Untuk megetahui siapa saja pemungut pajak penghasilan pasal 22
3. Untuk megetahui tarif pajak penghasilan pasal 22
4. Untuk megetahui apa saja pengecualian pajak penghasilan pasal 22
5. Untuk megetahui proses pembayaran pajak penghasilan pasal 22

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 22

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak


Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau
pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan
berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. PPh Pasal 22 atau
Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha
tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan
kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
Pajak penghasilan pasal 22 ini juga berhubungan dengan penjualan
barang sangat mewah. Penjualan barang sangat mewah ini pun
dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 253/
PMK.03/2008. Pada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 92/PMK.03/2019 mengatur wajib pajak badan tertentu sebagai
pemungut pajak penghasilan dari pembeli atas penjualan barang sangat
mewah kemudian untuk waktu pemungutan PPh Pasal 22 dilaksanakan
saat penjualan barang tergolong mewah.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 dalam PMK 92/2019, barang yang
tergolong sangat mewah dan dikenakan PPh Pasal 22 yaitu:
 Pesawat terbang dan helikopter pribadi
 Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya
 Rumah beserta tanah dengan harga jual atau pengalihan lebih
dari 30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
 Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihan lebih dari 30 miliar atau luas bangunan lebih
dari 150 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat berupa sedan, jeep, sport
utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus
dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari 2 miliar
 Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih
dari 300 juta
Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan
tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan

3
dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23. Pada umumnya,
PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat
menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh
Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.

3. Objek Pajak Penghasilan Pasal 22

Objek PPh Pasal 22 ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan


(PMK) Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. Objek PPh
Pasal 22 antara lain:

a. Impor Barang dan Ekspor


Impor dan ekspor barang yang dijalankan eksportir dikenakan PPh
Pasal 22 yaitu barang komoditas:

•Tambang batubara

•Mineral logam

•Mineral bukan logam

b. Pembayaran atas Pembelian Barang


Pembayaran atas pembelian barang dikenakan PPh Pasal 22
dipungut oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) dengan menggunakan mekanisme Uang
Persediaan (UP) pada:

•Pemerintah Pusat

•Pemerintah Daerah

•Instansi atau Lembaga Pemerintah

•Lembaga-lembaga negara lain

c. Pembayaran atas Pembelian Barang kepada Pihak Ketiga


Pembayaran atas Pembelian Barang pada Pihak Ketiga yang
dikenakan PPh Pasal 22 dilakukan dengan cara:

•Pembayaran langsung ke KPA

•Pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi delegasi


dari KPA

4
d. Pembayaran atas Pembelian Barang untuk BUMN
Pembayaran atas pembelian barang untuk Bahan Usaha Milik
Negara (BUMN) dikenakan PPh Pasal 22 untuk keperluan usaha.
e. Penjualan Hasil Produksi pada Distributor
Penjualan hasil produksi pada distributor dikenai PPh Pasal 22
adalah distributor dalam negeri oleh badan usaha bidang:

•Industri semen

•Industri kertas

•Industri baja

•Industri hulu

•Industri otomotif

•Industri farmasi

f. Penjualan Kendaraan Bermotor


Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri dikenakan PPh
Pasal 22 oleh penjual:

•Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)

•Agen Pemegang Merek (APM)

•Importir kendaraan bermotor

g. Penjualan Migas
Penjualan migas oleh produsen dan importir dikenakan PPh Pasal
22 diantarnya penjualan:

•Bahan bakar minyak

•Bahan bakar gas

•Pelumas

h. Pembelian Bahan-Bahan dari Pedagang Pengepul


Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengepul untuk industri
atau ekspornya dikenakan PPh Pasal 22 dalam sektor:

•Kehutanan

•Perkebunan

•Pertanian

5
•Peternakan

•Perikanan

i. Penjualan Barang yang Tergolong sangat Mewah


Penjualan barang yang tergolong sangat mewah dikenakan PPh
Pasal 22 ini dilaksanakan oleh wajib pajak badan.

4. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 22

Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh
Pasal 22 saat penjualan adalah:
a. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan
industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada
distributor di dalam negeri;
b. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang
Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas
penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
c. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas,
dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar
gas, dan pelumas;
d. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang
terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
e. Pedagang pengumpul berupa badan atau orang pribadi yang
kegiatan usahanya:
 mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan; dan
 menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan.
f. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
90/PMK.03/2015, pemerintah menambahkan pemungut PPh
Pasal 22 dengan wajib pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.

6
5. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22

Bendahara & badan-badan yang memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5%


dari pembelian adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas
objek PPh Pasal 22 impor barang;
b. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Instansi atau Lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga
negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang;
c. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS);
e. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara
yang dipisahkan, yang meliputi:
 PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan
(Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi
Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT
Krakatau Steel (Persero);
 Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan
pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan
untuk keperluan kegiatan usahanya.
f. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian
bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan
industrinya atau ekspornya.
g. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas
tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.

7
6. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22

Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

a. Atas impor:
 yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai
impor;
 non-API = 7,5% x nilai impor;
 yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara
Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak
termasuk PPN dan tidak final.)
c. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen
atau importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai
berikut:
 Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak
termasuk PPN)
f. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
g. Atas penjualan
 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp
20.000.000.000,-
 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan
lebih dari 500 m2.
 Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas
bangunan lebih dari 400 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari
10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi
purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual

8
lebih dari Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea
Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud di atas yang diterapkan
terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Ketentuan ini berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
bersifat tidak final.

7. Pengecualian Pajak Penghasilan Pasal 22

Berikut ini adalah daftar pengecualian terhadap pemungutan PPh Pasal 22:

a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau
Pajak Pertambahan Nilai;
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali;
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah
diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau
barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
 pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (Bendahara
Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara
pengeluaran, KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar
yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)), yang
jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
 pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak (BUMN tertentu
dan Bank BUMN) yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
 pembayaran untuk:

9
 pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas,
benda-benda pos;
 pemakaian air dan listrik.
f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
g. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor


sebagaimana dimaksud pada point 2 di atas, tetap berlaku dalam hal barang
impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 1 dan 6 dinyatakan dengan
Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada point 4, 5, dan 7 di atas dilakukan


tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB). Ketentuan Pengecualian pengenaan PPh
Pasal 22 atas kegiatan Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk dan/atau PPN, atas impor sementara dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea
dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

8. Proses Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 22

9. 1. Saat Terutang dan Pembayaran

PPh Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda
atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam pengecualian dari pemungutan
PPh Pasal 22, Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah dan KPA,
bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, dan
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha
oleh BUMN tertentu dan Bank BUMN, terutang dan dipungut pada saat
pembayaran.
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Badan usaha yang bergerak
dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi dan atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri yang dilakukan oleh ATPM, APM dan importir umum
kendaraan bermotor terutang dan dipungut pada saat penjualan.

10
PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan surat perintah
pengeluaran barang (delivery order).

2. Cara Penyetoran PPh Pasal 22

a. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan


cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank
devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
b. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara
Pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit
Surat Perintah Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas
negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
pemungut pajak.

Surat Setoran Pajak tersebut berlaku juga sebagai Bukti Pemungutan


Pajak. Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak selain , wajib
disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak. Pemungut wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal
22.

3. Kewajiban Pelaporan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan
hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke
Kantor Pelayanan Pajak.
Semua Pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib
Pajak yang dipungut, kecuali atas penjualan bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pelumas oleh Produsen atau importir bahan bakar minyak,
bahan bakar gas, dan pelumas kepada penyalur/agen.

11
4. Kewajiban Membuat Bukti Pungut

Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat bukti pungut juga wajib
menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank
persepsi, kemudian melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 22.
Sedangkan pihak yang dipungut mendapat bukti pungut dan dapat
dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan. Penjualan bahan bakar
minyak dan gas ke agen atau penyalur dikenakan atas PPh bersifat final.
Artinya, wajib pajak yang hanya memiliki usaha tersebut, maka hanya
wajib lapor SPT Tahunan yang dilampiri bukti potong.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-
badan tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan
kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Sekarang dengan
adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2015, pemerintah
melebarkan badan-badan yang berhak memungut PPh Pasal 22 yaitu
menjadi wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
 PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
‘menguntungkan’, karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat
penjualan maupun pembelian.
 Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu
berkisar antara 0,25%-1,5%.

B. Saran

Setelah selesainya penulisan makalah ini, pastilah penulis banyak kekurangan


dalam pengkajian maupun penyusunan materi. Oleh sebab itu penulis memohon
kepada para pembaca, khususnya dosen pembimbing untuk memberikan saran
atau masukan serta kritik yang bersifat membangun guna untuk perbaikan penulis
di masa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

ONLINEPAJAK. 2016. “Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)”,


https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-
pasal-22, diakses pada 23 Maret 2022 pukul 18.57.

Direktorat Jendral Pajak. “PPh Pasal 22”, https://pajak.go.id/id/pph-pasal-22,


diakses pada 23 Maret 2022 pukul 18. 59.

PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI BISNIS UNIVERSITAS


PERSADA INDONESIA. 2020. “MAKALAH PERPAJAKAN”.

Undip. “BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Perpajakan”,


http://eprints.undip.ac.id/61199/1/BAB_1.pdf, diakses pada 23 Maret 2022 pukul
19.19.

14

Anda mungkin juga menyukai