Anda di halaman 1dari 30

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Disusun untuk memenuhi tugas Perpajakan


Dosen pengampu : Dwinda Dian Saraswati, SE., M.M.

Disusun Oleh:

1. Zenny Oktamia R (18130210002)


2. Queentantry Anne Rose (18130210034)
3. Eerfan Budi W (18130210062)
4. Davis Nanda (18130210117)

Kelas : 5 B1
Program Studi : Manajemen

FAKULTAS EKONOMI
PRODI S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

limpahan karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah mengenai Pajak

Penghasilan Pasal 24 walaupun masih banyak kekurangan didalamnya. Serta kami juga

berterimakasih kepada Ibu Dwinda Dian Saraswati, SE., M.M. selaku dosen mata kuliah

Perpajakan yang sudah memberikan kepercayaan menyelesaikan tugas. Kami sangat

berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan dan

wawasan kita, kami pun menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat

kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya

kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang sudah kami buat dimasa yang

akan datang, mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang

meembacanya, sekiranya laporan yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi kami

sendiri ataupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami memohon maaf jika

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran

yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini disaat yang akan datang.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Kata Pengantar ...................................................................................................ii

Daftar isi .......................................................................................................... iii

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 2

1.3 Tujuan ................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 24 ........................................................ 3

2.2 Subjek dan Objek PPh pasal 24 .............................................. 4

2.3 Penentuan Sumber Penghasilan PPh Pasal 24 ......................... 4

2.4 Penggabungan Penghasilan yang Berasal dari Luar Negeri ..... 5

2.5 Besarnya Kredit Pajak Luar Negeri yang Boleh Kredit ........... 6

2.6 Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri ... 8

2.7 Pengurangan/Pengembalian Pajak Penghasilan Luar Negeri ... 9

2.8 Perubahan Besarnya Penghasilan Luar Negeri ...................... 10

2.9 Contoh Kasus PPh Pasal 24 .................................................. 11

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................ 26

Daftar Pustaka .................................................................................................. 27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai ssuatu kewajiban warga negara

berupa pengabdian serta peran aktif warga negara berupa pengabdian serta peran

aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan

negara dalam pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang

pelaksanaannya diatur dalam undang-undang perpajakan untuk tujuan

kesejahteraan bangsa dan negara dalam pembangunan Nasional, tanpa adanya

imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang

perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan demikian

berkembangnya kondisi usaha bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional,

maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negri juga meningkat.

Pajak penghasilan pasal 24 adalah pajak yang dipungut diluar negeri atas

penghasilan wajib pajak luar negeri . pajak yang dibayar diluar negeri atas

penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri ( WPDN ) boleh

dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama, sebesar

pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tapi tidak boleh melebihi

penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU no 10 Tahun 1994. Untuk itu

harus dicari balas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN)

1
1.2 Rumusan Masalah

Pada umumnya permasalahan ini tidak jauh dari kehidupan di sekitar kita.

Banyak wajib pajak yang tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak,

karena ada sesuatu yang membuat mereka tidak melaksanakan kewajibannya itu.

Ada beberapa hal yang tidak memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak

yaitu objek pajak yang di miliki wajib pajak salah satunya adalah tertimpa musibah.

Tetapi juga wajib pajak sengaja lalai dengan kewajiban sebagai wajib pajak.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah membantu para pembaca untuk

mengetahui lebih dalam lagi tentang Pajak Penghasilan pasal 24, sehingga para

pembaca tidak hanya membaca saja tetapi berharap untuk lebih mengetahui lagi apa

itu yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan pasal 24, dan apa saja aturan-aturan

atau kewajiban-kewajiban yang ada di Pajak Penghasilan pasal 24. Dan mengetahui

bagaimana cara bekerja Pajak Penghasilan di Indonesia, dan bagaimana hasil Pajak

Penghasilan pasal 24 tersebut harus digunakan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh Pasal 24

Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang

dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak yang dibayar/ pajak yang

terutang di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :

1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar

negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh

dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini

dalam tahun pajak yang sama.

2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar

pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh

melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan dengan perubahan terakhir dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1), PPh

pasal 24 adalah pajak yang dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan

dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh

dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam

tahun pajak yang sama.

Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan

perhitungan berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan diluar

negeri dan pajak tersebut dapat dikreditkan atau dikurangkan dari penghasilan

yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.

3
2.2 Subjek dan Objek PPh Pasal 24

Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang

pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh

dari luar negeri. Sedangkan, yang menjadi Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan

yang berasal dari luar negeri.

2.3 Penentuan Sumber Penghasilan PPh pasal 24

Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau

terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan

sumber penghasilan sebagai berikut:

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan

saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan

saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.

2. Penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan

harta bergerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani

bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.

3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak

adalah negara tempat harta tersebut terletak.

4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut

bertempat kedudukan atau berada.

5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap

tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

4
6. Penghasilan dan pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau

tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan

pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.

7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu

berada.

8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk

usaha tetap adalah Negara tempat bentuk usaha tetap itu berada.

2.4 Penggabungan Penghasilan yang berasal dari luar negeri

Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:

1. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya

penghasilan tersebut;

2. Untuk penghasilan lainnya, seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya

dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;

3. Untuk penghasilan berupa deviden untuk mengurangi kemungkinan

penghindaran pajak, maka terhadap penanaman modal diluar negri selain pada

badan usaha yang menjual sahamnya dibursa efek, Menteri Keuangan berhak

untuk menentukan saat diperolehnya deviden.

Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang

dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib

Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar

negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut

5
digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan,

atau dalam tahun pajak.

Contoh Soal :

a. Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005 sebesar Rp. 600.000.000,-

b. Dividen atas pemilikan saham di Chicago Ltd di USA sebesar Rp.

400.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan tahun 2004 yang ditetapkan dalam

RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan dibayar tahun 2005

c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada Smith Corporation di

Australia yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp.

80.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan saham 2004 yang berdasarkan

Kepmenkeu ditetapkan diperoleh tahun 2005.

d. Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp. 200.000.000,- dari Malaysia yang

baru akan diterima bulan Mei Tahun 2005.

Jawaban :

Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka penghasilan yang

digabungkan dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004 adalah butir a s/d

c, sedangkan butir d digabungkan dengan penghasilan dalam negeri tahun 2005.

2.5 Besarnya Kredit Pajak Luar Negeri yang boleh dikreditkan

Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang

langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari

luar negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau

terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung menurut

6
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan Kena

Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, atau

setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan Kena Pajak

dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Maksimum Kredit Pajak = Penghasilan LN x Pajak terhutang tahun berjalan

PKP

*Bandingkan antara “Maksimum Kredit Pajak dan Pajak Yang Terutang/Dibayar

di luar negeri” (pilih yang terkecil).

Contoh :

PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari

Indonesia sebesar Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang sebesar

Rp. 70.000.000,-. Hitunglah kredit pajak jika tarif yang berlaku di Jepang 10%.

PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- = 5.000.000,-

15% x Rp. 50.000.000,- = 7.500.000,-

30% x Rp. 100.000.000,- = 30.000.000,-

PPh 42.000.000,-

PPh yang dibayar di Jepang 10% x 70.000.000,- = Rp. 7.000.000,-

Bagian penghasilan di Korea :

( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,- = Rp. 14.875.000,-

Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar negeri

dengan bagian penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp. 7.000.000,-

7
2.6 Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri

Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002) :

1. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan

dengan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.

2. Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam

tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan

penghasilan di Indonesia.

3. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang

lebih rendah di antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan

jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri

dan seluruh Penghasilan Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang

terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri

mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan

Kena Pajak).

4. Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka

penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.

5. Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan

pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari

Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.

6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh

Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan

8
7. di tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat

direstitusi.

8. Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib

menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT

Tahunan PPh, dilampiri dengan ;

i. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri

ii. Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri

iii. Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.

9. Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka

waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar

kekuasaan wajib pajak.

10. Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar

negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang

bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan

dengan perubahan tersebut.

11. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar,

maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.

12. Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih bayar, maka

atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah

diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

2.7 Pengurangan/pengembalian pajak penghasilan luar negeri

Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang

dibayar di Luar Negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di

Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak Luar Negeri semula, maka

9
selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh

penghasilan Wajib pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau

pengembalian tersebut.

2.8 Perubahan besarnya penghasilan luar negeri

Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri,

wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk tahun pajak yang

bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan

tersebut.

1. Jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya tambahan penghasilan

yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan luar negeri menjadi

lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak yang

terutang di Luar Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat kemungkinan

pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU No. 28

tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP

membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi

lebih besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah

pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir

sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.

2. Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan penghasilan dan pajak

atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi lebih kecil daripada yang

dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih di bayar,

yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang di Indonesia

menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas

10
kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah

diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

2.9 Contoh kasus PPh pasal 24

1. PT ABC pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

Penghasilan beruba laba usaha di dalam negeri Rp300.000.000. Penghasilan

berupa laba usaha dari negara A Rp200.000.000. Penghasilan berupa laba usaha

dari negara B Rp400.000.000 dan rugi usaha dari negara C Rp250.000.000. Jika

tarif pajak yang berlaku di negara A, B dan C masing-masing 20%, 30% dan

40%. Hitung PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia!

a. menghitung total penghasilan kena pajak:

penghasilan dari DN Rp300.000.000

penghasilan dari neg A Rp200.000.000

penghasilan dari negara B Rp400.000.000

total penghasilan kena pajak Rp900.000.000

b. menghitung total pajak terutang

10% x Rp50.000.000 Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 Rp 7.500.000

30% x Rp800.000.000 Rp240.000.000

Total pajak terutang Rp252.500.000

c. menhitung maksimal kredit pajak yang diperbolehkan:

di neg A = (200.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp 56.111.106

di neg B = (400.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 = Rp112.222.212

11
pajak yang dibayarkan atau terutang di LN:

di Negara A 20% x Rp200.000.000 = Rp 40.000.000

di Negara B 30% x Rp400.000.000 = Rp120.000.000

dari perhitungan di atas maka kredit pajak (PPh pasal 24) adalah:

dari Neg A Rp 40.000.000

dari Neg B Rp112.222.212

total Rp 152.222.212

2. PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

dari laba usaha di dalam negeri Rp500.000.000

dari negara A berupa laba usaha Rp250.000.000

dari negara B rugi (Rp400.000.000)

dari negara C berupa laba usaha Rp300.000.000

Hitung PPh pasal 24 jika tarif pajak di negara A, B dan C masng-masing 20%,

25% dan 35%

a. menghitung total penghasilan kena pajak

penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000

penghasilan dari negara A Rp 250.000.000

penghasilan dari negara C Rp 300.000.000 (+)

total penghasilan kena pajak Rp1.050.000.00

b. menghitung total pajak terutang

10% x Rp50.000.000 Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 Rp 7.500.000

12
30% x Rp950.000.000 Rp285.000.000 (+)

Total pajak terutang Rp297.500.000

c. menghitung maksimal pajak yang dapat dikreditkan

dari negara A = (250.000.000 : 1.050.000.000) x Rp297.500.000 = Rp70.833.332

dari negara C = (300.000.000 : 1050.000.000) x Rp297.500.000 = Rp85.000.000

d. menghitung pajak yang dipotong atau dibayar di luar negeri

dari neg A 20% x Rp250.000.000 = Rp50.000.000

dari negara C 35% x Rp300.000.000 = Rp105.000.000

dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat

dikreditkan di Indonesia adalah

dari negara A Rp 50.000.000

dari negara C Rp 85.000.000 (+)

total Rp. 135.000.000

3. PT Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun

2009 sebagai berikut :

a. di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan

tarif pajak sebesar 40% (Rp 400.000.000)

b. di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan

tarif pajak sebesar 25% (Rp 750.000.000)

c. di negara Z, menderita kerugian Rp 2.500.000.000

d. penghasilan usaha di dalam negeri Rp 4.000.000.000

13
Penghasilan luar negeri :

Laba di Negara X Rp. 1.000.000.000

Laba di Negara Y Rp. 3.000.000.000

Laba di Negara Z Rp. NIHIL

Jumlah penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 (+)

Total Penghasilan Rp. 8.000.000.000

PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari 2009 28% dan 2010 25%)

= 28 % x total penghasilan = Rp. 2.240.000.000

Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:

Untuk Negara X =

Rp. 1.000.000.000 x Rp. 2.240.000.000 = Rp. 280.000.000

RP. 8.000.000.000

Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar dari

batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang

dapat di perkenankan hanya Rp. 280.000.000

Untuk Negara Y =

Rp. 3.000.000.000 x Rp. 2.240.000.000 = Rp. 840.000.000

Rp. 8.000.000.000

Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil dari batas

maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang dapat

di perkenankan adalah Rp. 750.000.000

Untuk Negara Z

14
mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT

DIKOMPENSASIKAN)

Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp.

750.000.000 = Rp. 1.030.000.000.

4. PT.A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X.

dalam tahun 2009 memperoleh keuntungan sebesar US$ 100,000.- pajak

penghasilan yang berlaku dinegara X addalah 48% dan pajak dividen adalah

38%. Penghitungan pajak atas dividen terrsebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan Z Inc US$ 100,000

Pajak penghasilan (corporate income tax)

atas Z Inc (48%) US$ 48,000 (-)

US$ 52,000

Pajak atas dividen (38%) US$ 19,750 (-)

Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32,420

Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak

penghasilan yang terutang atas PT.A adalah pajak yang langsung dikenakan

atas penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri. Dalam contoh

diatas itu sebesar US$ 19,750. Pajak penghasilan atas Z Inc, sebesar

US$48,000 tidak dapat dikerditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang

atas PT.A, karena pajak sebesar US$ 48,000 tersebut tidak dikenakan langsung

atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT.A dari luar negeri, melainkan

pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc, di Negara X.

15
5. PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai

berikut:

a. di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 100.000.000,00, dengan

tarif pajak sebesar 40% (Rp. 40.000.000,00);

b. di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 750.000.000,00, dengan

tarif pajak sebesar 10% (Rp. 75.000.000,00);

c. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 400.000.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut

Penghasilan Luar negeri :

laba di negara X Rp. 100.000.000,00

laba di negara Y Rp. 750.000.000,00

Penghasilan dalam negeri Rp. 400.000.000,00

Jumlah penghasilan neto adalah : Rp. 1.250.000.000,00

PPh terutang (menurut tarif Pasal 17 dengan fasilitas ) = Rp. 156.250.000,00

Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :

Untuk negara X =

Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 40.000.000,00, namun maksimum

kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp. 12.500.000,00.

16
Untuk negara Y =

Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp. 75.000.000,00, maka maksimum

kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.75.000.000,00.

Jumlah PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :

Rp. 12.500.000,00 + Rp. 75.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00

Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka jumlah

maksimum kredit pajak luar negeri dihitung sama dengan perhitungan tersebut

di atas.

Contoh :

PT Buana berkedudukan di Semarang, mempunyai Penghasilan Kena Pajak

dari

Indonesia Rp. 200.000.000,-

Brunei Darussalam Rp. 200.000.000,- ( tarif yang berlaku 10%)

Filipina Rp. 100.000.000,- ( tarif yang berlaku 20%)

Singapura Rp. 200.000.000,- ( tarif yang berlaku 30%

Diminta, carilah ...

Berapa kredit pajak masing-masing negara ?

Berapa PPh yang harus dibayar di Indonesia ?

Jumlah Penghasilan Rp. 700.000.000,-

PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- Rp. 5.000.000,-

17
15% x Rp. 50.000.000,- Rp. 7.500.000,-

30% x Rp.600.000.000,- Rp. 180.000.000,-

Jumlah Rp. 192.500.000,-

Brunei darussalam :

PPh yang dibayar 10% x Rp. 200.000.000,- = 20.000.000,-

Bagian penghasilan :

( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-

Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-

Filipina :

PPh yang dibayar 20% x Rp. 100.000.000 = Rp. 20.000.000,-

Bagian penghasilan :

( Rp. 100.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 27.500.000,-

Kredit Pajak = Rp. 20.000.000

Singapura :

PPh yang dibayar 30% x Rp. 200.000.000 = Rp. 60.000.000,-

Bagian penghasilan :

( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000 = Rp. 55.000.000,-

Kredit Pajak = Rp. 55.000.000,-

Indonesia :

Rp. 192.500.000,- – Rp. 20.000.000,- – Rp. 55.000.000,- = Rp. 97.500.000,

18
Kompensasi Kerugian di Luar Negeri dan di Dalam Negeri

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian yang diderita di luar

negeri tidak boleh digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan

yang diterima atau diperoleh di Indonesia.

Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri boleh digabungkan atau

dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar

negeri.

Contoh :

PT ABC mempunyai penghasilan dari :

Indonesia = Rp. 200.000.000,-

Inggris = Rp. 300.000.000,- (tarif berlaku 25%)

Belanda = Rp. 200.000.000,- rugi (tarif berlaku 10%)

Swedia = Rp. 200.000.000,- (tarif berlaku 10%)

PPh pasal 17 :

10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,

15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-

30% x Rp. 600.000.000,- = Rp. 180.000.000,-

= Rp. 192.500.000,-

PT MA berkedudukan di Jakarta, mempunyai PKP dari :

Indonesia = Rp. 200.000.000,- Rugi

Singapura = Rp. 300.000.000,- ( Tarif yang berlaku 20%)

Malaysia = Rp. 200.000.000,- ( Tarif yang berlaku 10%)

Hongkong = Rp. 400.000.000,- ( Tarif yang berlaku 15%)

PPh Pasal 17 :

19
10% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.000.000,-

15% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-

30% x Rp. 600.000.000,- = Rp. 180.000.000,-

= Rp. 192.500.000,-

Perhitungan Kredit pajak Luar negeri (PPh pasal 24)

PT Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006

sebagai berikut:

Penghasilan Dalam Negeri Rp400.000.000

Penghasilan dari LN (tarif pajak 20%) Rp200.000.000

Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

Q 0\

menghitung total penghasilan kena pajak

penghasilan dari dalam negeri Rp400.000.000

penghasilan dari luar negeri Rp200.000.000

Penghasilan neto Rp600.000.000

menghitung total PPh terhutang

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000

Pajak terhutang = Rp162.500.000

menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

20
(penghasilan LN : total penghasilan) x total PPh terutang

(Rp200.000.000 : Rp600.000.000) x Rp162.500.000 = Rp54.166.666,61

menghitung PPh yang terutang atau dipotong di LN:

20% x Rp200.000.000 = Rp40.000.000

Dari perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah

sebesar Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN.

Jumlah ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum

yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di LN,

kemudian dipilih jumlah yang terendah

6. Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di dalam negeri

PT Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam

tahun 2006 sebagai berikut:

Di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000

(tarif pajak yang berlaku adalah 30%)

Di dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000

Penghitungan PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:

menghitung total penghasilan kena pajak

penghasilan kena pajak dari negara A Rp600.000.000

kerugian usaha dalam negeri ( 200.000.000)

jumlah penghasilan neto Rp400.000.000

21
menghitung total PPh terutang:

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp 300.000.000 = Rp 90.000.000

Jumlah pajak terutang Rp102.500.000

menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

(Rp600.000.000 : Rp400.000.000) x Rp102.500.000 = Rp153.750.000

menghitung PPh yang dipotong/dibayar di LN

30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000

Kredit pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah

ini diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat

dikreditkan dengan PPh yang sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total

pajak yang terutang

7. Perhitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha di LN

PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:

di negara X memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000

(tarif pajak yang berlaku 40%)

di negara Y menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang

berlaku) 25%.

Di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp500.000.000

22
Perhitungan kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:

menghitung penghasilan total kena pajak

penghasilan dari negara X berupa laba usaha Rp300.000.000

penghasilan dari dalam negeri berupa laba usaha Rp500.000.000

jumlah penghasilan neto Rp800.000.000

menghitung total PPh terutang

10% x Rp50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp700.000.000 = Rp210.000.000

Jumlah total PPh yang terutang Rp222.500.000

menghitung PPh maksimal yang bisa dikreditkan

(Rp300.000.000 : Rp800.000.000) x Rp222.500.000 = Rp83.437.500

menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN

40% x Rp300.000.000 = Rp120.000.000

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat

dikreditkan adalah Rp83.437.500.

8. Perhitungan PPh pasal 24 jika penghasilan LN berasal dari beberapa negara

23
PT Kartika berkedudukan di Jakarta pada tahun pajak 2006 memperoleh

penghasilan bersih sebagai berikut

di negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp200.000.000

(tarif pajak yang berlaku 25%)

di negara B memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000

(tarif pajak yang berlaku 30%)

di negara C memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp400.000.000

(tarif pajak yang berlaku 40%)

di dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp100.000.000

menghitung total penghasilan kena pajak:

penghasilan dari ne Rp 200.000.000

penghasilan dari negara Rp 300.000.000

penghasilan dari negara C Rp 400.000.000

penghasilan dari dalam negeri Rp 100.000.000

total penghasilan kena pajak Rp1.000.000.000

menghitung total PPh terutang

10% x Rp50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000

30% x Rp900.000.000 = Rp270.000.000

Total pajak terutang Rp282.500.000

menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan

24
dari negara A =(Rp200.000.000:Rp1.000.000.000) x Rp282.500.000 =

Rp56.500.000

dari negara B =(Rp300.000.000:Rp1.000.000.000)xRp282.500.000 =

Rp84.750.000*

dari negara C = (Rp400.000.000:Rp1.000.000.000)xRp282.500.000=

Rp113.000.000

menghitung PPh yang dibayar atau terutang di LN

PPh terutang di negara A = 20% x Rp200.000.000 = Rp 40.000.000*

PPh terutang di negara B = 30% x Rp300.000.000 = Rp 90.000.000

PPh terutang di negara C = 40% x Rp400.000.000 = Rp160.000.000

Dari perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah

Dari negara A Rp 40.000.000

Dari negara B Rp 84.750.000

Dari negara C Rp113.000.000

Total kredit pajak LN Rp237.750.000

25
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri merupakan pajak yang

sudah dibayarkan diluar negeri dan dapat dikreditkan atau dikurangkan dengan

penghasilan yang ada di dalam negeri sehingga menghindari wajib pajak dari

pengenaan pajak berganda. Maka dari itu, para wajib pajak dalam negeri yang

memiliki penghasilan selain didalam negeri hendaknya dapat melaporkan

penghasilan mereka diluar negeri tersebut agar dapat dikurangi dari penghasilan

didalam negeri sehingga mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu sendiri.

Tetapi untuk melakukan kredit pajak luar negeri ini, wajib pajak juga harus

melalui berbagai tahap atau persyaratan dalam mengajukan kredit pajak luar negeri

ini sebagai pengurang dari penghasilan dalam negeri. Ini dilakukan agar tidak

merugikan negara. Bagaimanapun juga pajak merupakan penerimaan negara yang

harus selalu diawasi baik penerimaannya maupun penggunaannya.

26
DAFTAR PUSTAKA

 Mardiasmo.1995.Perpajakan.Yogyakarta:ANDI Yogyakarta

 Rismawati sudirman dan Antong amiruddin (2009). Perpajakan. Palopo

:Empat dua media

 Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan

Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983Tentang Pajak

Penghasilan

27

Anda mungkin juga menyukai