Anda di halaman 1dari 23

Tugas Kelompok Dosen Pengampu

Akuntansi Perpajakan Iqbal Lubis, M.Pd

Akuntansi Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21, 22 dan 23

Disusun oleh:
Almualif
Nuraisya
Putri Ningsih
Tina Wahyuni
Ira Yarida Siregar

Jurusan Pendidikan Ekonomi


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
1441 H/2020 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan rahmat-Nya, sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Akuntansi Perpajakan dengan judul Akuntansi
Pajak Penghasilan, PPh Pasal 21, 22 dan 23. Makalah dapat kami ditulis atas kerjasama para
anggota dari kelompok kami. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat meningkatkan
wawasan pemahaman para pembaca tentang masalah yang ditulis dalam makalah ini.
Makalah ini telah berusaha kami susun dengan maksimal, namun kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar
kedepannya kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat maupun
informasi kepada para pembaca.

Pekanbaru, 22 Oktober 2020

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................1
C. Tujuan Makalah .....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Akuntansi Pajak Penghasilan..................................................................................2
B. PPh Pasal 21...........................................................................................................3
C. PPh Pasal 22 ..........................................................................................................6
D. PPh Pasal 23 ..........................................................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................19
B. Saran .....................................................................................................................19
DAFTAR REFERENSI.....................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instasi atau lembaga pemerintah dan
juga lembaga lembaga negara lain berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya dalam pelaksanaan pembangunan di indonesia.
Ketentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong pajak penghasilan pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayaran oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang masalah diatas
yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan?
2. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 21?
3. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 22?
4. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 23?

C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan PPh pasal 21
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan PPh pasal 22
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan PPh pasal 23

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akuntansi Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Kata “pajak penghasilan” mengandung dua makna yang disatukan satu sama
lainnya. Pengertian pertama mengenai pajak itu sendiri dan yang kedua mengenai
pengertian penghasilan. Merujuk jurnal dari penelitian Tjhajono dan Husein
(2005) dalam jurnal Akademi Akuntansi pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan
jasa timbal balik (tegen prestatie) yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membiaya pengeluaran umum.1 Sedangkan pengertian
penghasilan menurut pasal 4 ayat 1 UU PPh No. 17 Tahun 2000, yang
dimaksudkan dengan penghasilan adalah yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk
apapun.2 Jadi, pengertian pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang
ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang
diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan
masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang
harus dilaksanakan.3
Muljono dalam Renald Runtuwarow dan Inggriani Elim menyatakan akuntansi
pajak adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan,
yang mengacu pada peraturan, undang-undang dan aturan pelaksanaan
perpajakan. Prinsip-prinsip yang diakui dalam akuntansi perpajakan meliputi :
kesatuan akuntansi, kesinambungan, harga pertukaran yang objektif, konsistensi,
konservatif.4 Akuntansi perpajakan adalah sebuah bidang yang masih bagian dari
akuntansi tetapi memperlajari khusus mengenai perhitungan perpajakan. Seperti
yang kita semua tahu bahwa ilmu akuntansi ini tidak hanya mengurus mengenai
laporan yang biasa digunakan dalam sebuah perusahaan. Namun, ada ilmu
1
Muhammad Syakroni, 2019, Menguak Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pemungutan Pph Pasal 23 Atas
Sewa Kendaraan, vol 2 No. 2 hlm. 76
2
Rimsky K. Judiseno, 2004, Perpajakan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 50
3
Ibid
4
Renald Runtuwarow dan Inggriani Elim, 2016, Analisis Penerapan Akuntansi Pajak PenghasilanPasal
21Atas Gaji Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara, Vol 4 No.1 hlm.285

2
akuntansi yang ditujukan khusus untuk mengurus bagian lainnya. Seperti,
akuntansi pemerintahan, akuntansi manajemen, akuntansi bank, dan akuntansi
perpajakan.
Seperti namanya akuntansi perpajakan akan berfokus mengenai pembahasan
dalam perpajakan. Mulai dari perhitungan perpajakan sampai dengan
pelaporannya. Pajak yang akan menjadi fokus pada makalah kami kali ini adalah
pajak penghasilan pasal 21, pasal 22, dan pasal 23.

B. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21


1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah
pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam
negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.5
2. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah :
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau dperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau pengasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua dan pembayaran lain sejenis.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee dan imbalan sehubungan dengan pekerjan, jasa dan kegiatan yang
dilakukan.

5
Ibid

3
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
1) Bukan Wajib Pajak.
2) Wajib Pajak yang dineakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, atau
3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Pengahasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus.
Penghasilan sebagaimana tersebut di atas yang diterima atau diperoleh orang
pribadi Subjek Pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 21. Sedangkan apabila diterima atau diperoleh orang
pribadi Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 26.
3. Tarif PPh Pasal 21
a. Tarif PPh umum untuk wajib pajak orang pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp. 50.000.000 5%
di atas Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 250.000.000 15%
di atas Rp. 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000 25%
di atas Rp. 500.000.000 30%

4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


a. Jumlah PTKP
Besaran PTKP (Rp)
untuk diri wajib pajak 54.000.000.
tambahan untuk WP Kawin 4.500.000
tambahan untuk seorang istri*) 54.000.000
tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda**) 4.500.000
Keterangan: *) Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami (digunakan dalam perhitungan SPT
Tahunan PP Orang Pribadi)
**) Tambahan untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
3 orang.

4
Besaran PTKP sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK Nomor
101/PMK.010/2016 mulai berlaku terhitung 1 Januari 2016. Besarnya PTKP
tersebut disesuaikan dari waktu ke waktu dengan PMK.
b. Penentuan besaran PTKP untuk perhitungan pemotongan PPh Pasal 21
Besaran PTKP dibatasi paling banyak untuk diri sendiri, tambahan untuk yang
kawin, dan tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 orang (status:K/3).6
5. Perhitungan PPh Pasal 21
Andrew status kawin dan memiliki 3 orang anak (K3), bekerja pada PT Poltek
Unindo sejak bulan Mei 1994. Pada bulan Mei 2002 ini, Andrew akan berhenti
bekerja setelah menerima bonus sebesar Rp. 10.000.000 pada bulan April 2002.
Selama tahun 2002 ini, beliau menerima gaji sebesar 7.500.000 sebulan.

Gaji yang diterima selama tahun 2002 adalah sebesar:


4 x Rp. 7.500.000 = Rp. 30.000.000
Bonus = Rp. 10.000.000 +
Penghasilan Bruto = Rp. 40.000.000
Biaya Jabatan 5% x Rp. 40.000.000 = Rp. 2.000.000
Maks. Diperkenankan 4 x Rp. 108.000 = Rp. 432.000 -
Penghasilan Neto atas gaji dan bonus = Rp. 39.568.000
Penghasilan Neto Setahun
12/4 x Rp. 39.568.000 = Rp.118.704.000
PTKP (K3) = Rp. 8.640.000 -
Penghasilan Kena Pajak = Rp. 110.064.000

C. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22


1. Pengertian PPh Pasal 22

6
Sulfan, 2019, Praktikum PPh Pemotongan dan Pemungutan-PPh Pasal 21/26, Yogyakarta: ANDI,
hlm.3-5

5
PPh pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah
(pemerintah pusat atau pemerintah daerah), instansi atau lembaga pemerintah,
dam lembaga-lembaga tinggi lainnya, PPh pasal 22 dikenakan terhadap
pembayaran atas penyerahan barang kepada pemerintah, kegiatan impor, atau
kegiatan dibidang usaha tertentu. PPh pasal 22 dibayarkan dalam tahun berjalan
melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pihak-pihak tertentu.7
Dalam PPh pasal 22, ada 3 hal yang menjadi fokus pemungutan pajak, antara
lain :

a. Bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, instansi atau lembaga


pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang yang biasa disebut sebagai PPh Pasal 22
bendaharawan.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan impor, biasa disebut PPh pasal 22 impor.
c. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan dibidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok kretek
atau putih, industri kertas, industri baju, industri otomotif, penjualan hasil
produk pertanian, dan penyaluran oleh Bulog.
2. Pemungutan PPh Pasal 22
Tata cara PPh pasal 22 didasarkan atas pemungutan, dalam arti bahwa setiap
terjadi transaksi maka wajib pajak akan dipungut PPh pasal 22 oleh pihak lain
yang disebut sebagai pemungut PPh Pasal 22. Menteri Keuangan dapat
menetapkan :
a. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
c. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
Penjabaran atas pemungut PPh Pasal 22 ini dituangkan dalam keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-417/PJ/2001, yang menyebutkan bahwa
pemungut PPh Pasal 22 terdiri dari :
7
Supranomo,Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia –Mekanisme dan Perhitungan,
(Yogyakarta : CV Andi,2010). Hlm. 71

6
a. Bank devisa dan Direktor Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang
b. Direktur Jenderal Anggaran dan bendaharawan pemerintah ditingkat pusat
atau daerah yang melakukan pembayaran atau pembelian barang
c. BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
berasal APBN dan APBD
d. Bank Indonesia, Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Badan Urusan
Logistik, PT. Telekomunikasi Indonesia, PT. Perusahaan Listrik Negara, PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank
BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari APBN
atau non APBN
e. Badan Usaha yang bergerak pada Industri semen, rokok, kertas, baja, dan
otomotif, termasuk agen tunggal pemegang merek, importir umum kendaraan
bermotor, dan importif dalam bentuk completely built up atas penjualan hasil
produksinya didalam negeri
f. Pertanian atau badan usaha lainnya yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian serta perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri dan
ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

PPh Pasal 22 yang berkaitan dengan pembayaran atas penyerahan barang yang
bersumber dari dana APBN atau APBD, pemungutan dilakukan oleh Direktur
Jenderal Anggaran, bendaharawan pemerintah pusat atau daerah, dan BUMN atau
BUMD, sedangkan PPh Pasal 22 impor, pemungutannya dilakukan oleh Bank
Devisa, serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi, pemungutannya dilakukan oleh


badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri baja,
dan industri otomotif yang ditunjuk oleh kepala kantor pelayanan pajak atas
penjualan hasil produksinya didalam negeri, pertanian dan badan usaha selain
pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas atas
penjualan hasil produksinya, serta Badan Usaha Logistik (Bulog) atas penyerahan
gula pasir dan tepung terigu. 8

3. Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan

8
Ibid. Hlm . 72

7
Sebagai objek pemungutan PPh pasal 22 adalah penyerahan barang dan jasa
yang dibiayai dari APBN dan APBD, sepanjang tidak termasuk sebagian
penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan pasal 21, pasal 23, dan pasal 26,
WP yang masuk dalam kategori diatas dapaat berupa Badan maupun perorangan
yang pada prinsipnya merupakan Rekanan pemerintah yang menerima
pembayaran untuk penyerahan barang dan jasa yang dibiayai dari APBN dan
APBD.
Adapun mekanisme pemungutannya yaitu :
a. Pemungutan PPh pasal 22 bendaharawan terjadi pada saat pembayaran atas
penyerahan barang dan jasa yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendahara rutin dan proyek baik pusat maupun daerah, serta badan
lain yang melakukan pembayaran untuk barag dan jasa dari Belanja Negara
maupun Belanja daerah.
b. Dasar pemungutan adalah penghasilan Neto dari penyerahan barang atau jasa,
dimana penghasilan neto dihtiung berdasarkan Norma perhitungan yang
besarnya 6% dari harga barang/jasa.
c. Tarif pemungutan PPh Pasal 22 pada umumnya adalah 25% dari penghasilan
Neto, sehingga besarnya pemungutan dihitung sebagai berikut :
25% X penghasilan Neto, menjadi 25% X 6% X harga barang/jasa. Atau
Tarif = 1,5% X harga /nilai pembelian barang

d. Jika dalam harga/nilai pembelian barang atau jasa sudah termasuk Pajak
Pertamahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), maka
nilai PPN dan PPnBM harus dikeluarkan terlebih dahulu. Dengan kata lain,
untuk menghitung PPh Pasal 22 Bendaharawan, harga /nilai pembelian barang
yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak adalah harga/nilai barang
sebelum PPN dan PPnBM, hal ini dilakukan untuk menghindari pengenaan
pajak berganda.
e. Hal-hal yang dikecualikan dalam pemungutan PPh Pasal 22 adalah untuk
pembayaran atas penyerahan barang yang meliputi jumlah pembayaran kurang
dari Rp. 500.000 untuk pembayaran atas pembelian bahan bakar minyak,
listrik, gas, air minum, benda-benda pos, telepon. Pengecualian ini dinyatakan
sah jika diterbitkan dalam Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22
oleh Direktur Jenderal Pajak.

8
Contoh soal PPh Pasal 22 bendaharawan
PT. Politek melakukan penjualan kepada beberapa instansi pemerintah dengan
nilai sebagai berikut :
1) Kepada Instansi Pemerintah A, Harga barang sudah termasuk PPh pasal 22
sebesar RP. 30.000.000 (jumlah uang yang diterima oleh PT. Politek
setelah dipotong PPh pasal 22 sebesar RP. 30.000.000)
2) Kepada Instansi pemerintah B, harga barang dengan nilai sudah termasuk
PPN sebesar Rp. 110.000.000
3) Kepada Instansi pemerintah C, harga barang dengan nilai sudah termasuk
PPN dan PPnBM tarif 35% sebesar Rp. 150.000.000

Perhitungan PPh pasal 22 untuk PT Politek adalah sebagai berikut:


a) Harga barang/jasa termasuk PPh pasal 22 =Rp. 30.000.000
PPh Pasal 22 = 15 X 30.000.000 =Rp. 456.852,79
98,5
Harga barang sebelum PPh pasal 22 =Rp. 30.456.852,79

Pembuktian :
Harga penyerahan barang = Rp. 30.456.852,79
Penghasilan Neto 6%X30.456852,79
= Rp. 1.827.411,17
PPh pasal 22 25%X 1.827.411,17 = Rp. 456.852,79
Jumlah uang yang diterima oleh
PT. Politek = Rp. 30.000.000

b) Harga barang termasuk PPN = Rp.110.000.000


PPN 10/10 X 110.000.000 = Rp. 10.000.000
Harga barang sebelum PPn = Rp. 100.000.000
PPh pasal 22 1,5% X 1000.000.000 = Rp. 1.500.000
Jumlah uang yang diterima oleh
PT Politek = Rp. 98.500.000

c) Harga barang sudah termasuk PPN


Dan PPnBM 35% = Rp. 150.000.000

9
PPN 10/145 X 150.000.000 = Rp. 10.344.827,59
PPnBM 35/145 X 150.000.000 = Rp. 36.206.896,55
harga barang sebelum PPN dan PPnBM = Rp. 103.448.275,90
PPh pasal 22 1,5% X 103.448.275,90 = Rp. 1.551.724,10
Jumlah uang yang diterima
Oleh PT Politek = Rp. 101.896.551,80
4. Pajak Penghasilan pasal 22 Impor
Objek pemungutan PPh pasal 22 Impor adalah penghasilan Neto dari
pemasukan barang kedalam daerah pabean yang dilakukan oleh :
a. Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API), APIS, dan APIT
b. Importir yang tidak memiliki Angka Pengenal Importir.
Adapun mekanisme pemungutannya adalah :
1) Pemungutan PPh Pasal 22 impor terjadi pada saat pembayaran Bea masuk.
2) Jika pembayaran Bea masuk ditunda atau dibebaskan, maka pajak penghasilan
22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pembeitahuan impor
untuk dipakai (PIUD).
3) Dasar perhitungan PPh pasal 22impor adalah penghasilan Neto dari pemasukan
barang atu nilai impor
4) Penghasilan neto bagi pemegang angka pengenal impor adalah 10% dari niali
impor, dan penghasilan neto yang tidak memiliki angka pengenal impor adalah
30% dari nilai impor
5) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
yaitu “ cost insurance and freight” (CIF) ditambah dengan bea masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan pabean dibidang impor.
6) Tarif PPh pasal 22 pada umumnya adalah 25% sehingga :
a). Untuk importir yang memiliki API 25 X 10% X Nilai impor
b). Untuk Importir yang tidak memiliki API 25% X 30% X Nilai impor
c). Atas impor yang tidak dikuasai 25% X30% X harga jual lelang.9

D. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23


1. Pengertian PPh Pasal 23

9
Rimsky K. Judisseno, Op.Cit, hlm. 96

10
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan pemotongan pajak atas penghasilan
yang diterima atau wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau
terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggaraan
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.10
Ketika perusahaan menerima penghasilan yang berasal dari deviden, bunga,
royalty dan sebagaimana yang telah diatur dalam peratuan menteri keuangan,
maka perusahaan akan dipotong PPh Pasal 23 oleh perusahaan yang memberikan
penghasilan tersebut. Oleh karena itu ketika perusahaan menerima penghasilan ini
maka perusahaan akan mencatat sebagai berikut:

Kas xxx

Pedapatan Deviden/Sewa/Bunga xxx

(Mencatat penerimaan pendapatan deviden, sewa, lainnya)

PPh Pasal 23 dibayar dimuka xxx

Kas xxx

(Mencatat PPh Pasal 23 yang dipungut)

Bagi perusahaan yang memungut PPh Pasal 23 atas penghasilan yang berasal
dari deviden, bunga, royalty dan sebagaimana yang telah diatur dalam peratuan
menteri keuangan dari perusahaan yang menerimanya. Selain itu perusahaan ini
mempunyai kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh Pasal 23 yang telah
dipotong tersebut.

Maka perusahaan akan mencatat sebagai berikut:

Biaya Deviden/Sewa/Bunga xxx

Kas xxx

(Mencatat pengeluaran deviden, sewa, lainnya)

10
Patric Walandouw, Analisis Perhitungan Dan Pelaporan PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 25, Vol.1,
No.3 Juni 2013, Hlm.989

11
Kas xxx

Hutang PPh Pasal 23 xxx

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 23)

Hutang PPh Pasal 23 xxx

Kas xxx

(Mencatat pembayaran PPh Pasal 23)11

2. Cara Menghitung PPh Pasal 23

Atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, imbalan dan penghargaan.

PPh Pasal 23 = 15% x Bruto

Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan


penggunaan harta.

PPh Pasal 23 = 15% x 10% x Bruto

Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan


persewaan tanah dan bangunan.

PPh Pasal 23 = 15% x 30% x Bruto

Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa


manajemen, jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain.

PPh Pasal 23 = 15% x Perkiraan Penghasilan Neto x Bruto12

3. Objek dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

Dengan diterbitkannya PMK Nomor 244/PMK.03/2008 sebagai juklak dari


UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai 1 Januari 2009. Maka objek dan
besaran tarif untuk Pasal 23 menyesuaikan dengan ketentuan tersebut. Ketentuan
ini cenderung memaksa WP untuk memiliki NPWP kecuali bila yang

11
Eddy Supriyanto,2011, Akuntansi Perpajakan, Yogyakarta: Graha Ilmu, Hlm.54-55
12
Patric Walandouw, Op.Cit,Hlm.989

12
bersangkutan memilih dipotong lebih tinggi. Berikut ini adalah ringkasannya, atas
penghasilan dari:

a. Dividen, bunga, royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan


penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai PPh Final pasal 4 (2), terutang PPh Pasal
23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
b. Atas Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh
Pasal 21, dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN.
4. Penghasilan yang Tidak Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23

Selain penghasilan di atas, ada juga beberapa penghasilan yang dikecualikan


dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah:

a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank


b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi
c. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan
dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2c) UU PPh.
d. Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh
e. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
f. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan
yang terdiri dari:

1) Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan


lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan
kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan
telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan

2) BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana


pembiayaan bagi usaga mikro, menengah dan koperasi, termasuk PT
(Persero) Permodalan Madani.

13
Salah satu perubahan besar yang dilakukan oleh Undang-undang Pajak
Penghasilan yang baru saja disetujui oleh rapat paripurna DPR adalah masalah
Pajak Penghasilan Pasal 23. Sebelum dikeluarkannya UU No 36 Tahun 2008
sistem pentarifan PPh Pasal 23 masih menggunakan perkiraan penghasilan neto,
sehingga kemudian ada istilah tarif efektif, sekarang ini telah diganti dengan
penerapan tarif langsung kepada penghasilan bruto.13

5. Subyek Pemotong dan Subyek Penerima Penghasilan Yang dipotong Pajak


Penghasilan (PPh) Pasal 23

Subyek yang dimaksud menjadi pemotong PPh. Pasal 23 sebagaimana


dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) UU PPh adalah:

a. Badan Pemerintah
b. Subyek Pajak Badan Dalam Negeri
c. Penyelenggaraan Kegiatan
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
e. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
f. Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai Pemotong Pajak
Penghasilan Pasal 23
g. Akuntan, arsitk, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Kecuali Camat, Pengacara, dan Konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
h. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan,
atas pembayaran berupa sewa.

Subyek penerima dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) UU.PPh. adalah:

a. Wajib Pajak Dalam Negeri


b. Badan Usaha Tetap (BUT)14
6. Tarif Bagi Wajib Pajak Tak Ber-NPWP

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru,


Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek
pemotongan PPh Pasal 23 dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 adalah lebih tinggi 100%
13
Eddy Supriyanto, Op.Cit,Hlm. 56-57
14
Isnawati,dkk, Analisis Variansi Dan Tingkat Akurasi Perhitungan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal
23 Di Kota Mataram, Vol.1, No.2, April 2017, Hlm.27

14
(seratus persen) daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya. Hal ini dapat ditafsirkan
bahwa Jika bagi Wajib Pajak yang berNPWP dikenakan tarif 15%, maka bagi
yang tidak berNWP akan dikenakan tarif 30%. Begitu juga jika Wajib Pajak
berNPWP dikenakan tarif 2% maka bagi yang tidak berNPWP menjadi 4%.

Contoh 1:

PT. ABC membayar jasa service kepada CV. Service sebesar Rp 3.000.000,-

Jawab:

Pada contoh ini PT. ABC merupakan pemungut PPh pasal 23 atas jasa service
tersebut. Besarnya PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:

a. Jika CV. Service mempunyai NPWP maka besarnya PPh pasal 23 adalah

PPh pasal 23 = 2% X Rp 3.000.000,-

PPh Pasal 23 = Rp 60.000,-

b. Jika CV. Service tidak mempunyai NPWP maka besarnya PPh pasal 23 adalah

PPh pasal 23 = 100% X 2% X Rp 3.000.000,-

PPh Pasal 23 = Rp120.000,-

Catatan bagi CV. Service

Kas 3.000.000

Pedapatan Service 3.000.000

(Mencatat penerimaan pendapatan deviden, sewa, lainnya)

PPh Pasal 23 dibayar dimuka 60.000

Kas 60.000

(Mencatat PPh Pasal 23 yang dipungut)

Catatan bagi PT. ABC

Biaya Service 3.000.000

15
Kas 3.000.000

(Mencatat pengeluaran deviden, sewa, lainnya)

Kas 60.000

Hutang PPh Pasal 23 60.000

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 23)

Hutang PPh Pasal 23 60.000

Kas 60.000

(Mencatat pembayaran PPh Pasal 23)

Contoh:

Pada tanggal 20 Januari 2010 PT. ABC menerima penghasilan Deviden dari
PT. BCA sebesar Rp 130.000.000,-. Tanggal 2 Februari 2010 PT. BCA menyetor
Pajak yang telah dipotong atas penghasilan tersebut. Berapakah besar PPh Pasal
23 yang telah dipotong dan bagaimanakah pencatatan atas transaksi tersebut ?

Jawab:

Pada contoh ini PT. BCA merupakan pemungut PPh pasal 23 atas penghasilan
Deviden tersebut. Besarnya PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:

a. Jika PT. ABC mempunyai NPWP maka besarnya PPh pasal 23 adalah

PPh pasal 23 = 15% X Rp 130.000.000,-

PPh Pasal 23 = Rp 19,500.000,-

b. Jika CV. Service tidak mempunyai NPWP maka besarnya PPh pasal 23
adalah

PPh pasal 23 = 100% X 15% X Rp 3.000.000,-

PPh Pasal 23 = Rp 39,000.000,-

Catatan bagi PT. ABC

16
20/1 Kas 130.000.000

Pedapatan Deviden 130.000.000

(Mencatat penerimaan pendapatan deviden, sewa, lainnya)

20/1 PPh Pasal 23 dibayar dimuka 19.500.000

Kas 19.500.000

(Mencatat PPh Pasal 23 yang dipungut)

Catatan bagi PT. BCA

20/1 Biaya Deviden 130.000.000

Kas 130.000.000

(Mencatat pengeluaran deviden, sewa, lainnya)

20/1 Kas 19.500.000

Hutang PPh Pasal 23 19.500.000

(Mencatat pemungutan PPh Pasal 23)

2/2 Hutang PPh Pasal 23 19.500.000

Kas 19.500.000

(Mencatat pembayaran PPh Pasal 23)15

7. Tatacara Pelaporan PPh Pasal 23

Pembayaran PPh Pasal 23 harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan


berikutnya, dan pelaporannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir. Pemotong PPh pasal 23 wajib memberikan tanda bukti
pemotongan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan. Bagi penerima penghasilan, bukti pemotongan ini
adalah bukti pelunasan dalam tahun tersebut yang nantinya akan di kreditkan
dalam SPT Tahunannya.

15
Eddy Supriyanto, Op.Cit,Hlm. 58-60

17
8. Saat Terutang PPh.Pasal 23

Batas waktu pelaksanaan kewajiban Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23


dikaitkan dengan saat penyetoran atau saat terhutangnya penghasilan. Saat
terhutangnya penghasilan tersebut lazimnya adalah pada saat jatuh tempo (seperti
Bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti: Deviden), saat yang
ditentukan dalam kontrak /Perjanjian atau faktur (seperti: Royalti, imbalan jasa
teknik/ jasa manajemen/jasa lainnya), atau saat tertentu lainnya. Saat terhutangnya
penghasilan tersebut juga ditentukan berdasarkan saat pengakuan biaya sesuai
dengan metode pembukuan yang dianut oleh Pihak yang berkewajiban memotong
atau memungut Pajak Penghasilan.

9. Dasar Pengenaan PPh.Pasal 23

Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah:

a. Penghasilan Bruto
Penghasilan Bruto adalah penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam
menjalankan kegiatan usahanya tanpa adanya pengurangan.
b. Perkiraan Penghasilan Netto Perkiraan Penghasilan Netto adalah persentase
tertentu yang besarnya telah tercantum dalam Peraturan Perpajakan yang
berlaku yaitu:
1) Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor: Per-70/PJ/2007 Tanggal 9 April
2007, menggantikan:
2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Per-178/PJ/2006 Tanggal 26
Desember 2006, menggantikan:
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ/2002 tanggal 28
Maret 2002. Terhitung mulai tanggal 9 April 2007 yang menjadi Pedoman
Pelaksanaan Perkiraan Penghasilan Netto adalah berdasarkan
Per70/PJ/2007. Dan terhitung mulai 23 Agustus 2015, daftar perusahaan
yang wajib memotong PPh Pasal 23 semakin banyak karena Objek PPh
Pasal 23 dari jenis penghasilan lainnya diperluas dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.16

16
Isnawati,dkk, Op.Cit, Hlm.28

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penghasilan kena pajak merupakan pajak yang dikenakan kepada orang pribadi yang
telah memiliki penghasilan sesuai dengan ketentuannya. Penghasilan kena pajak
dibebankan wajib kepada setiap orang. Perhitungan pajak penghasilan dan
ketentuannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
B. Saran
Pajak merupakan iuran wajib kepada negara yang digunakan untuk kemakmuran
bersama. Untuk itu wajib bagi kita untuk membayar pajak. Bagi yang sudah sampai
penghasilannya dikenakan pajak harap segera membayar pajak. Semoga makalah ini
mampu memberikan tambahan ilmu kepada para pembaca mengenai pajak
penghasilan pasal 21,22, dan 23.

19
DAFTAR REFERENSI

Eddy Supriyanto,2011, Akuntansi Perpajakan, Yogyakarta: Graha Ilmu.


Isnawati,dkk, Analisis Variansi Dan Tingkat Akurasi Perhitungan Pajak Penghasilan (PPH)
Pasal 23 Di Kota Mataram, Vol.1, No.2, April 2017.

Muhammad Syakroni, 2019, Menguak Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pemungutan Pph Pasal
23 Atas Sewa Kendaraan, vol 2 No. 2 .

Patric Walandouw, Analisis Perhitungan Dan Pelaporan PPH Pasal 23 dan PPH Pasal 25,
Vol.1, No.3 Juni 2013

Rimsky K. Judiseno, 2004, Perpajakan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Renald Runtuwarow dan Inggriani Elim, 2016, Analisis Penerapan Akuntansi Pajak
PenghasilanPasal 21Atas Gaji Pegawai Negeri Sipil Pada Dinas Perkebunan Provinsi
Sulawesi Utara, Vol 4 No.1.

Sulfan, 2019, Praktikum PPh Pemotongan dan Pemungutan-PPh Pasal 21/26, Yogyakarta:
ANDI.

Supranomo,Theresia Woro Damayanti, Perpajakan Indonesia –Mekanisme dan Perhitungan,


(Yogyakarta : CV Andi,2010).

20

Anda mungkin juga menyukai