HALAMAN JUDUL
RMK RPS 2
Menghitung PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26 dan PPh Final Pasal 4
MATA KULIAH PERPAJAKAN II
KELAS A1
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhang Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Widi Wasa
atas segala rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan ringkasan materi kuliah yang
berjudulmenghitung PPh Pasal 21, 22, 23, 24, 26 dan PPh Final Pasal 4”. Paper ini disusun untuk
memenuhi tugas pada mata kuliahPerpajakan II. Selain itu, bertujuan untuk menambah wawasan bagi
pembaca dan penulis mengenai Cara Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh).
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati, Ak.,
M.Si., CA,selaku dosen pengempu mata kuliah Perpajakan II yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan kami tentang cara perhitungan Pajak Penghasilan (PPh).
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam membantu proses
penyusunan ringkasan materi kuliah ini .
Kami menyadari bahwa ringkasan materi kuliah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan ringkasan
materi kuliah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 7
2.1 Menghitung PPh Pasal 21........................................................................................................... 7
2.2 Menghitung PPh Pasal 22......................................................................................................... 11
2.3 Menghitung PPh Pasal 23......................................................................................................... 14
2.4 Menghitung PPh Pasal 24......................................................................................................... 18
2.5 Menghitung PPh Pasal 26......................................................................................................... 22
2.6 Menghitung PPh Final Pasal 4 ................................................................................................. 24
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................... 31
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................... 31
3.2 Saran ......................................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
PPh 21 merupakan pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri yang berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan yang dilakukannya. Pembayar PPh atau subjek pajak disebut juga sebagai Wajib Pajak,
dan hal yang dibayarkan pajaknya disebut sebagai Objek Pajak. Tarif PTKP yang berlaku untuk
perhitungan PPh 21 sampai saat ini masih mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan
No.101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam
peraturan tersebut besaran PTKP untuk wajib pajak orang pribadi yakni sebesar Rp 54.000.000 dan
ditambahkan Rp 4.500.000 apabila telah menikah dan kembali ditambahkan Rp 4.500.000 untuk
setiap tanggungan anggota keluarga sampai paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Sedangkan, untuk suami yang penghasilannya digabung dengan istri maka PTKP nya ditambahkan
Rp 54 juta per tahun.
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh
Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap
wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat bervariasinya
obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan
dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23. Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan
terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun
pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat
dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
4
PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari model, penyerahan jasa atau
penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21, yang dibayarkan, disediakan, untuk
dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Adapun
subjek pajak yang dikenai tarif PPh pasal 23 adalah wajib pajak orang pribadi (WP OP), yang berasal
dari dalam negeri dan berbentuk usaha tetap. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU
PPh), besarnya tarif PPh pasal 23 dibedakan menjadi dua berdasarkan objek yang dikenakan pajak
penghasilan pasal 23. PPh pasal 23 sebesar 15% dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas deviden
atau bunga. PPh pasal 23 sebesar 2% dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas sewa dan
penghasilan lain terkait penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan
yang merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh WP dalam negeri. Atas pajak tersebut, WP dapat mengkreditkan pajak
terutang dalam tahun pajak yang sama . Dalam pph pasal 24 ini aklan menghitung mengenai
pengkreditan pajak luar negeri serta perhitungan pph pasal 24 jika terjafi kerugian di dalam negeri
dan di luar negeri.
PPh Pasal 26 adalah kebijakan yang mengatur dikenakannya pajak kepada Wajib Pajak (WP)
luar negeri (selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia) atas penghasilannya yang bersumber dari
Indonesia. Sementara itu, Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh
subjek pajak luar negeri (pribadi maupun badan) yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. PPh
pasal 26 adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Tentang “Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan”. Menurut ketentuan PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa
berubah jika Wajib Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B).
Pajak penghasilan (pph) pasal 4 ii merupakan pajak penghasilan yang bersifat final, sehingga
apabila wajib pajak sudsh melunasinya, maka kewajiban pajak telah selesai. Penghasilan yang
dikenakan pph final tidak akan digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang tidak bersifat final.
5
1.1.1 Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 21 ?
1.1.2 Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 22 ?
1.1.3 Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 23 ?
1.1.4 Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 24 ?
1.1.5 Bagaimana cara menghitung PPh Pasal 26 ?
1.1.6 Bagaimana cara menghitung PPh Final Pasal 4 ?
6
BAB II
PEMBAHASAN
Terdapat beberapa perubahan atas rentang penghasilan kena pajak serta penambahan lapisan
penghasilan kena pajak pada peraturan perpajakan PPh pasal 21 terbaru yakni Undang-Undang nomor
7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Perubahan tersebut dapat terlihat pada
rentang PKP dari yang sebelumnya 0 – Rp 50 juta untuk lapisan terendah sekarang menjadi 0 – Rp
60 juta serta terdapat juga pergantian dalam lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) dimana telah
ditambahkan satu lapisan baru yaitu tarif tertinggi sebesar 35% bagi WP OP dengan penghasilan lebih
dari Rp 5 miliar per tahun.
Terdapat juga ketentuan khusus tarif PKP bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP namun
memperoleh penghasilan. Setiap karyawan yang akan membayar PPh 21 tetapi belum memiliki
NPWP harus mengalikan jumlah penghasilannya dengan persentase Wajib Pajak ditambah dengan
120.
Untuk tarif PTKP yang berlaku untuk PPh 21 dapat dijelaskan melalui tabel berikut :
Tarif PTKP yang berlaku untuk perhitungan PPh 21 sampai saat ini masih mengacu kepada Peraturan
Menteri Keuangan No.101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak. Dalam peraturan tersebut besaran PTKP untuk wajib pajak orang pribadi yakni sebesar Rp
54.000.000 dan ditambahkan Rp 4.500.000 apabila telah menikah dan kembali ditambahkan Rp
4.500.000 untuk setiap tanggungan anggota keluarga sampai paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
8
keluarga. Sedangkan, untuk suami yang penghasilannya digabung dengan istri maka PTKP nya
ditambahkan Rp 54 juta per tahun.
Seorang karyawan bernama Budi Setiawan (lajang) yang mempunyai 2 orang adik bekerja pada PT
ABC dan memperoleh gaji sebesar Rp15.000.000 per bulan. Perusahaan tempat Budi bekerja
mengikuti program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan premi Jaminan Kematian
(JKM) serta Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing
sebesar 1,5%, 0,3%, dan 3,7% dari gaji. Selain itu, Budi juga membayar iuran pensiun Rp150.000
dan membayar biaya jabatan sebesar 6.000.000. Pada tahun berjalan, Budi juga menerima bonus
sebesar Rp10.000.000. Pertanyaannya, berapa besar PPh Pasal 21 atas bonus tersebut ?
Ricky (menikah) yang mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT. XYZ dan memperoleh gaji sebesar
Rp10.000.000 per bulan. Perusahaan tempat Ricky mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan.
Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan
gaji. Di samping Ricky membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah
9
masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Pada tahun berjalan, di samping menerima
pembayaran gaji, Ricky juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 5.000.000.
Andy dan Lucy merupakan sepasang suami istri yang memiliki 2 anak. Andy bekerja di PT. ABC
dengan besaran pendapatan netto yang telah disetahunkan yaitu Rp150.000.000. Sedangkan Lucy
bekerja di PT. DEF dengan besaran pendapatan netto yang jika disetahunkan berjumlah
Rp100.000.000. Dalam melakukan perhitungan PPh 21 terutang, mereka memutuskan untuk
menggabungkan penghasilan mereka. Berapakah jumlah PPh 21 terutang mereka selama setahun ?
11
dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan sebesar
Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.
Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja daerah yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang
meliputi jumlah kurang dari Rp1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan benda-
benda pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara.
12
Bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs yang ditetapkan
Menteri Keuangan pada saat itu sebesar US$1= Rp10.000. Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut
oleh Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memili API (Angka Pengenal Impor) dan jika tidak memiliki
API?
Jawaban:
Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC, jika PT ABC memiliki API (2,5% x Nilai Impor):
2,5% x Rp1.495.000.000 = Rp37.375.000
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x Nilai Impor):
7,5% X Rp1.495.000.000 = Rp112.125.000
• Kasus 3 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Tertentu
1. Pada bulan Agustus, PT Semen Sentosa menjual hasil produknya kepada PT Indah
Bahagia senilai Rp825.000.000. harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
2. Pada bulan April, PT Gerhana yang bergerak dalam industri kertas menjual hasil
produksinya senilai Rp550.000.000 kepada PT Halilintar. Harga tersebut sudah termasuk
PPN sebesar 10%.
3. Pada bulan Juli, PT Baja Perkasa menjual hasil produknya kepada PT Adi Karya senilai
Rp1.100.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
13
Jawaban:
Ketentuan dalam PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari model,
penyerahan jasa atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21, yang dibayarkan,
disediakan, untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo pembayarkan oleh badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya. Adapun subjek pajak yang dikenai tarif PPh pasal 23 adalah wajib pajak orang
pribadi (WP OP), yang berasal dari dalam negeri dan berbentuk usaha tetap.
14
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), besarnya tarif PPh pasal 23
dibedakan menjadi dua berdasarkan objek yang dikenakan pajak penghasilan pasal 23.
PPh pasal 23 sebesar 15% dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas :
• Dividen
• Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
• Royalti
• Hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain yang belum dipotong oleh PPh
pasal 21.
= Rp 30.000.000,00
Contoh : PT Karya Utama membayar bunga atas pinjaman kepada PT Indo Jaya
sebesar Rp 80.000.000,00. PPh Pasal 23 yang dipotong PT Karya Utama adalah
15
= Rp 12.000.000,00
Contoh : CV Seleran Makan membayar royalti kepada NY. Sulastri atas pemakaian
meek Ayam Goreng “Bu Lastri” sebesar Rp 30.000.000,00. PPh Pasal 23
yang dipotong CV Selera Makan adalah
= Rp 4.500.000,00
Apabila Ny. Sulastri belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang dipotong CV
Selera Makan adalah
= Rp 9.000.000,00
Hadiah sehubungan kegiatan dan penghargaan oleh wajib pajak badan termasuk BUT
dikenakan pemotongan PPH Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.
= Rp 30.000.000,00
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih dari 100%. Kepemilikan Nomor
Pokok WAjib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak antara lain dengan cara
menunjukkan katur Nomor Pokok Wajib Pajak.
• Perhitungan PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan
Penggunaan Harta
Penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta ( kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan perdewaan tanah dan/atau bangunan)
dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh : PT Sejahtera Raya menyewa sebuah traktor milik Susanto dengan nilai dewa
sebesar Rp 10.000.000,00. PPh Pasal 23 yang dipotong PT Sejahtera Raya
adalah
= Rp 200.000,00
Apabila Susanto belum memiliki NPWP, maka PPH Pasal 23 yang dipotong PT
Sejahtera Raya adalah
= Rp 400.000,00
• Perhitungan PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa
Manajemen, Jasa Kontruksi, Jasa Konsultan dan Jasa Lain
Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
kontruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
17
Contoh :
• PT Pilar Utama yang baru berdiri meminta jasa dari Cv Konsultindo untuk
membuat sistem akuntansi perusahaan dengan imbalan sebesar Rp 11.000.000,00(
termasuk PPN Rp 1.000.000,00). PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT Pilae Utama
adalah
PPh Pasal 23 = 2% x Rp 10.000.000,00.
= Rp 200.000,00
• CV Duta Bangsa membayar jasa cleaning service kepada PT Mitra Makmur
sebesar Rp 15.000.000,00. PPh pasal 23 yang dipotong oleh CV Duta Bangsa
adalah
PPh Pasal 23 = 2% x Rp 15.000.000,00.
= Rp 300.000,00
Apabila PT Mitra Makmur belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang
dipotong CV Duta Bangsa adalah
PPh Pasal 23 = 4% x Rp 10.000.000,00.
= Rp 600.000,00
• CV Terang Abadi mengikat kontrak dengan PT Indah yang merupakan perusahaan
katering makanan untuk menyediakan makan siang bagi karyawan perusahaan
tersebut selama satu tahun dengan nilai kontrak sebesar Rp 100.000.000,00. PPh
Pasal 23 yang dipotong adalah
PPh Pasal 23 = 2% x Rp 100.000.000,00.
= Rp 1.500.000,00
19
Dari perhitungan di atas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebesar Rp40.000.000
atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri. Jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang
atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih jumlah yang terendah.
20
30% x Rp600.000.000 = Rp180.000.000
Kredit pajak yang diperoleh (PPh pasal 24) adalah Rp150.000.000. Jumlah ini diperoleh dengan
membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan dengan PPh yang terutang
atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih jumlah yang terendah.
21
40% x Rp300.000.000 = Rp120.000.000
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah
Rp75.000.000.
PPh Pasal 26 adalah kebijakan yang mengatur dikenakannya pajak kepada Wajib Pajak (WP)
luar negeri (selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia) atas penghasilannya yang bersumber dari
Indonesia. Sementara itu, Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh
subjek pajak luar negeri (pribadi maupun badan) yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia. PPh
pasal 26 adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Tentang “Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan”. Menurut ketentuan PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa
berubah jika Wajib Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B).
B. Objek pasal 26
Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final) atas jumlah bruto dari
pendapatan yang diperoleh dari:
Dividen.
Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman.
Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.
Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
Hadiah dan penghargaan.
Pensiun dan pembayaran berkala.
Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.
Selain pajak atas pendapatan (omzet), Wajib Pajak Luar Negeri yang terkena PPh Pasal 26 juga
terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih. Tarif 20% (final) dari laba bersih dikenakan bagi yang
memiliki penghasilan dari:
22
Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Tarif 20% (final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak,
termasuk dalam BUT di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak
termasuk di dalamnya dalam BUT di Indonesia. Tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang
penghasilannya tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Tax Treaty atau P3B antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian
bisa saja berbeda satu sama lain. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi tingkat dari tarif
biasa yang sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan
yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar
Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di
luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan
PPh Pasal 26-nya adalah:
2. David Beckham yang adalah Warga Negara Inggris memiliki 25% saham PT Persipura
Indonesia. Tahun ini Beckham menjual seluruh sahamnya senilai Rp5 miliar kepada Kaka,
seorang Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina
serta Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut maka besarnya:
23
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp250.000.000 (dan bersifat final).
Pajak Penghasilan Final atau PPh Final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dasar
pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema pajak secara umum atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh sepanjang tahun berjalan. Jadi, Pajak Penghasilan Final ini merupakan pajak
yang tidak diikutsertakan lagi dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terutang tahunan.
Artinya pajak penghasilan yang sudah bersifat final ini tidak dapat dikreditkan dengan PPh Terutang.
Dengan demikian, penghasilan yang telah dikenakan PPh Final ini tidak akan dihitung lagi pajak
penghasilannya pada Surat Pemberitahuan ( SPT ) Tahunan dengan penghasilan lain yang tidak final
(non final) untuk dikenakan tarif progresif sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
Secara umum, merujuk Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan (UU PPh), ada 5 pengelompokan penghasilan yang dikenakan PPh
Final sesuai Pasal 4 ayat 2, yaitu:
1. Penghasilan berupa Bunga Deposito dan Tabungan lainnya, Bunga Obligasi dan Surat
Utang Negara (SUN), dan Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi
2. Penghasilan berupa Hadiah Undian
24
3. Penghasilan dari Transaksi Saham dan Sekuritas lainnya, Transaksi Derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan
Modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4. Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta berupa tanah dan/atau bangunan, Usaha
Jasa Konstruksi, Usaha Real Estate, dan Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
5. Penghasilan Tertentu lainnya.
• Deposito jangka waktu 6 bulan atau lebih dari 6 bulan = 0% dari jumlah bruto
Maka tarif Pajak Penghasilan Final Bunga dan Diskonto Obligasi ini adalah:
a. Tarif PPh Final bagi WP dalam negeri dan BUT = 15% dari:
b. Tarif Pajak Penghasilan Final bagi WP luar negeri selain BUT = 20% atau sesuai
tarif P3B (tax treaty)
c. Tarif Pajak Penghasilan WP reksa dana sebesar = 10%
26
• Nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar
Sekunder
• Harga jual di di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar
Sekunder, tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.
Maka, besar PPh Final atas Diskonto SPN = 20% dari diskonto SPN.
3. Tarif PPh Final atas Penjualan Saham Pendiri dan Bukan Pendiri di Bursa Efek
Pada dasarnya penghasilan atas penjualan saham di bursa dikenakan tarif Pajak Penghasilan
Final = 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham. Khusus untuk transaksi
penjualan saham pendiri, maka ketentuannya adalah Tarif Pajak Penghasilan Final atas
transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif = 0,5% dari nilai
saham perusahaan sehingga tarif efektifnya menjadi 0,6%
4. Tarif PPh Final Hadiah Undian Besar tarif Pajak Penghasilan Final atas hadiah atau
undian adalah 25%. Pajak Penghasilan atas hadiah atau undian ini wajib dipotong oleh
penyelenggara undian atau pemberi hadiah.
• Penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000 per bulan = 0% dari
jumlah bruto bunga
• Penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000 per bulan = 10% dari jumlah
bruto bunga
• 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah
Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
27
• 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
• 0% atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha
milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik
daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.
8. Tarif PPh Final atas Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura
Besar tarif PPh Final atas penjualan saham milik perusahaan modal ventura adalah =
0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal.
• Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi Usaha
Kecil = 2%
• Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi
usaha = 4%
• Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa di atas = 3%
• Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha = 4%
• Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha = 6%
28
b. Disetor
Pelunasan atas Pajak Penghasilan Final Jasa Konstruksi juga dapat disetor sendiri
oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.
• Bunga Deposito
Aditya menyimpan uang di Bank ABC dalam bentuk deposito sebesar Rp100.000.000 dengan
tingkat bunga 12% per tahun. Atas deposito tersebut, Aditya menerima bunga setiap bulan
sebesar Rp1.000.000. Berapa besaran pajak yang harus dibayarkan atas bunga deposito Aditya?
Perhitungan :
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong Bank ABC adalah 20% x Rp1.000.000 = Rp200.000
Pajak deposito per tahun = Rp200.000 x 12 bulan = Rp2.400.000
• Diskonto SBI
Dana Pensiun Solusi Abadi yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari Bank Indonesia dengan nominal Rp1.000.000.000 dengan
memperoleh diskonto sebesar Rp20.000.000. Pada tanggal 1 April 2017, Dana Pensiun Solusi
Abadi menjual SBI tersebut kepada PT Rosa Sentosa dengan harga Rp980.000.000 dan
dibayarkan pada saat yang sama. Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Perhitungan :
Besarnya diskonto SBI yang diperoleh PT Rosa Sentosa adalah Rp1.000.000.000 –
Rp980.000.000 = Rp20.000.000.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Dana Pensiun Solusi Abadi adalah 20% x Rp20.000.000
= Rp4.000.000.
29
• Pajak atas hadiah undian dan penghargaan
PT Oke Indonesia menyelenggarakan penarikan hadiah undian atas kupon-kupon yang telah
dikirimkan oleh para pelanggannya, dengan hadiah senilai Rp100.000.000. Dalam penarikan
undian tersebut nama Budiman muncul sebagai pemenang hadiah undian. Bagaimana
penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 atas hadiah undian yang harus dipotong
oleh PT Oke Indonesia?
Perhitungan:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT Oke Indonesia adalah 25% x Rp100.000.000 =
Rp25.000.000.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak merupakan sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayani kepentingan umum
yang, akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kepentingan rakyat, penddidikan,
kesejahteraan rakyat, kemakmuran rakyat daan sebagianya. Sehingga pajak merupakan alat untuk
mencapai tujuan Negara. PPh 21 merupakan pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan
yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri. Dalam peraturan besaran PTKP
untuk wajib pajak orang pribadi yakni sebesar Rp 54.000.000 dan ditambahkan Rp 4.500.000 apabila
telah menikah dan kembali ditambahkan Rp 4.500.000 untuk setiap tanggungan anggota keluarga
sampai paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Sedangkan, untuk suami yang
penghasilannya digabung dengan istri maka PTKP nya ditambahkan Rp 54 juta per tahun.
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak
yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap
“menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari
perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun
pembelian.
Adapun subjek pajak yang dikenai tarif PPh pasal 23 adalah wajib pajak orang pribadi (WP
OP), yang berasal dari dalam negeri dan berbentuk usaha tetap. Berdasarkan Undang-Undang Pajak
Penghasilan (UU PPh), besarnya tarif PPh pasal 23 dibedakan menjadi dua berdasarkan objek yang
dikenakan pajak penghasilan pasal 23. PPh pasal 23 sebesar 15% dibayarkan oleh WP dari jumlah
bruto atas deviden atau bunga. PPh pasal 23 sebesar 2% dibayarkan oleh WP dari jumlah bruto atas
sewa dan penghasilan lain terkait penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan
yang merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh WP dalam negeri. Atas pajak tersebut, WP dapat mengkreditkan pajak
terutang dalam tahun pajak yang sama.
31
Menurut ketentuan PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa berubah
jika Wajib Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Pajak penghasilan (pph) pasal 4 ii merupakan pajak penghasilan yang bersifat final, sehingga
apabila wajib pajak sudsh melunasinya, maka kewajiban pajak telah selesai. Penghasilan yang
dikenakan pph final tidak akan digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang tidak bersifat final.
3.2 Saran
Dari uraian menganai pembahasan materi mengenai perhitungan pajak penghasilan pasal 21,
22, 23, 24, 26,dan pajak penghasilan final pasal 4. Penulis menyarankan kepada pembaca sekalian
agar manfaat dari pembahasan tersebut dapat memberikan wawasan positif. Dimana sisi positif dari
uraian tersebut bisa dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang pajak penghasilan
pasal 21, 22, 23, 24, 26, dan pajak penghasilan final tersebut dan sisi kurang baiknya bisa dijadikan
sebagai bahan pembelajaran untuk menjadi lebih baik. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran
dari pembaca.
32
DAFTAR PUSTAKA
Cara Perhitungan PPh Pasal 21. (2016). Online-pajak.com. Diakses tanggal : 9 September 2022.
https://www.online-pajak.com/tentang-pph21/cara-perhitungan-pph-21.
Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 21. (2016). Atpetsi.or.id. Diakses tanggal : 9 September 2022.
https://atpetsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-21/.
Pajak Penghasilan Pasal 21. (2021). djpb.kemenkeu.go.id. Diakses tanggal : 9 September 2022.
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/perpajakan/pph-pasal-
21.html#:~:text=%2D%20PPh%20pasal%2021&text=Peraturan%20Menteri%20Keuangan%20No
mor%20252,Jasa%2C%20dan%20Kegiatan%20Orang%20Pribadi.
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Contoh Soal Perhitungan Pph Pasal 24-Atpetsi, Diakses pada 09 September 2022, dari:
https://atpetsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-24
PPh Pasal 24, Ini Penjelasan dan Perhitungannya, Diakses pada 09 September 2022, dari:
https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-24-ini-penjelasan-dan-perhitungannya
Pajak. 2016. Pajak Penghasilan Pasal 22.Diakses pada 10 September 2022, dari https://www.online-
pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
Atpensi. 2016. Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 21. Diakses pada 10 September 2022, dari
https://atpetsi.or.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-22
Cermati. 2016. Pph Pasal 26. Diakses pada: 09 September 2022, dari:
https://www.cermati.com/artikel/pph-pasal-26-inilah-penjelasan-dan-perhitungannya
33