Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

MEKANISME PENYUSUNAN SPT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


(PPN) & PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

KELOMPOK

REZA YUNI LESTARI 20113220216085

SITI RAHAYU NINGSIH 20113220216093

SUHARI 20113220216088

AULIANI 20113220216569

AHMAD SUBHAN SIDIK A. 20113220216336

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ( STIE ) PANCASETIA


BANJARMASIN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
dapat menyelesaikan Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan tentang Mekanisme Penyusunan
SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM). Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga
untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pajak
pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah secara lebih
luas.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Fatkhan,SE.,MM


selaku dosen mata kuliah Perpajakan yang telah membimbing kami agar
dapat menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami
menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Banjarbaru, 5 Desember 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. i

Daftar Isi................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah...................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan........................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 4

2.1. Konsep Dasar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)...............3

2.2. Konsep Dasar Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) ................................................................................................. 11

2.3. Mekanisme Penyusunan SPT Pajak Pertambahan

Nilai (PPN).............................................................................................. 17

2.4. Mekanisme Penyusunan SPT Pajak Penjualan atas


Barang

Mewah (PPnBM)................................................................................... 21

2.5. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Sebesar 11%....23

BAB III PENUTUP............................................................................................... 25

3.1. Kesimpulan................................................................................... 25

3.2. Saran................................................................................................ 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping
penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang
sedemikian itu pajak merupakan penerimaan strategis yang dikelola
dengan baik. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi
penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah
Departemen Keuangan Republik Indonesia. Latar belakang
diperlakuannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah setiap pemungutan
pajak termasuk pemungutan pajak Pertambahan Nilai diharapkan
mencerminkan keadialan baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk
mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai
mencerminkan keadilan tersebut maka diberlakukan pemungutan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah .
Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam
masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu
waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Negara adalah masyarakat yang
mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti
kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk
kelangsungan hidup masingmasing diperlukan biaya. Biaya hidup individu,
menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari
penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan
alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya,
dan harus dibiayai dari penghasilan negara. Pada mulanya pajak belum
merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela
oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti
menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji
pegawai dan lainlain. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran
maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan
umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Penghasilan
negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau
dari hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu. Dua sumber itu
merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada
negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang
akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan
masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada
kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak
adalah senyawa dengan kepentingan umum.

1
Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu
tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian di
kembalikan lagi
kepada masyarakat, melaui pengeluaran-pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh
masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar maupun
tidak. Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan
bernegara, khususnya didalam
pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara
untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran
pembangunan. Sistem pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) di
indonesia adalah Self Assessment System,yang berarti wajib pajak
diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan
melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap Negara
merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk
memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk
melakukan pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan
cara ini maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar
untuk memungut pajak. Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak
harus jelas.
Oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan benar sehingga
data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus ditentukan
berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib
pajak dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang,
badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif,
yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak
baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syaratsyarat obyektif. Objek
pajak adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan
strategisnya objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau
tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU
perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek
setiap jenis pajak.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana konsep dasar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ?
2. Bagaimana konsep dasar Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM)?

2
3. Bagaimana mekanisme penyusunan SPT Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) ?
4. Bagaimana mekanisme penyususnan SPT Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) ?
5. Bagaimana perhitungan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 11% ?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui konsep dasar Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Mengetahui konsep dasar Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).
3. Mengetahui mekanisme penyusunan SPT Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
4. Mengetahui mekanisme penyususnan SPT Pajak Penjualan atas
Barang Mewah(PPnBM).
5. Mengetahui perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
11%.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Untuk lebih memahami pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN),


ada beberapa definisi dari Pajak Pertambahan Nilai yang dikemukakan
oleh para ahli, antara lain:
Menurut Soemarno S.R ( 2013:269) dalam buku Akuntansi suatu
pengantar mengatakan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai merupakan
pajak yang di kenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian
atas BKP/JKP yang di kenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”.
Menurut UU PPn No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 : “Pajak Masukan
adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah di bayar oleh
Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau
penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak”.
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang
dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh
wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha
Kena Pajak (PKP).
Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN
adalah para Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban
membayar PPN adalah Konsumen Akhir.

2.1.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

a. Pajak Tidak Langsung


b. Pajak Objektif
c. Multu Stage Tax
d. Indirect Subtraction Methode/Credit Methode/Invoice Methode
e. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
f. Netral
g. Tidak menimbulkan Pajak berganda
h. Consumtion Type Value Added Tax (VAT)

2.1.3 Ciri Khas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


4
a. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dilaksanakan Berdasarkan Sistem
faktur
b. Setiap terjadinya barang kena pajak / jasa kena pajak harus berupa
faktur pajak.
Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:
1) Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak/Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean atau Impor Barang Kena Pajak.
2) Pajak keluaran ialah Pajak Pertambahan Nilai terhutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor barang Kena
Pajak Berwujud, ekspor Barang kena Pajak Tidak berwujud, atau ekspor
jasa Kena Pajak.
Dapat disimpulkan atau diambil secara garis besarnya bahwa pajak
Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar ketika pengusaha
kena pajak membeli, memperoleh, atau membuat produknya, sedangkan
pajak keluaran ialah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ketika
Pengusaha Kena Pajak menjual produknya.

2.1.4 Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berdasarkan (Pasal 4 ayat (1) UU PPN) Yang dikenakan Pajak


Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
- Impor Barang Kena Pajak
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
- Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor
Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Secara khusus PPN juga dikenakan atas:

5
1. kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
2. penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva
yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan
BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha dan perolehan dan pemeliharaan kendaraan
bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan.
Barang Kena Pajak (BKP)
• Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang
tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN.
• Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative
list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP,
kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.

Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)


1. Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya:
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak:
a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai
b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula
atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-
grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci,

6
ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran
segar yang dicacah
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan
oleh usaha jasa boga atau catering
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham,
obligasi)
5. minyak mentah (crude oil)
6. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat
7. panas bumi
8. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung,
batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu
(halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit,
mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
trakkit; dan
9. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih
perak, serta bijih bauksit.

Jasa Kena Pajak (JKP)

 Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan


berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan
dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN.
 Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU
PPN juga bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada
prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai
jasa yang tidak dikenai PPN.

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP)


1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
7
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa Pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri
11. Jasa tenaga kerja
a. Jasa perhotelan
b. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
c. Jasa penyediaan tempat parker
d. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
e. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
f. Jasa boga atau katering

2.1.5 Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pengusaha Kena Pajak


Terhadap Subjek Pajak PKP, PPN akan terutang dalam hal :
 PKP melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak)
 PKP melakukan penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak)
 PKP melakukan ekspor BKP, ekspor BKP Tidak Berwujud, ekspor
JKP
2. Non Pengusaha Kena Pajak
Terhadap Subjek Pajak Non PKP, PPN akan tetap terutang walaupun
yang melakukan kegiatan yang merupakan objek PPN adalah bukan PKP,
yaitu dalam hal :
 impor BKP

8
 pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
 pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
 Melakukan kegiatan membangun sendiri (Pasal 16C UU PPN)

2.1.6 Dasar Hukum PPN di Indonesia

Dasar hukum Pajak Penghasilan Tambahan atau PPN adalah Undang-


Undang Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Hingga saat ini, dasar hukum tersebut telah mengalami tiga kali
perubahan atau amandemen. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan
kebijakan serta lebih memperhatikan keadilan masyarakat Indonesia.

Dasar hukum PPN terbaru ada didalam peraturan perundang-undangan


perpajakan, yaitu Undang-Undang Harga Pokok Produksi No. 7 Tahun
2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

2.1.7 Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Jumlah kena pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau pengganti atau
nilai impor dan ekspor atau nilai lain yang ditentukan oleh keputusan
Menteri
Keuangan yang digunakan sebagai dasar untuk perhitungan pajak
terutang. Basis
pajak adalah dasar untuk menghitung kewajiban pajak :
a. Harga jual adalah nilai dalam bentuk uang, termasuk setiap biaya yang
dikeluarkan atau diklaim oleh penjual karena pasokan barang kena pajak,
tidak
termasuk pajak pertambahan nilai yang dikenakan berdasarkan Undang-
undang
Nilai Pajak Nilai Mewah dan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
b. Pengembalian adalah nilai dalam bentuk uang, termasuk semua biaya
yang
dikeluarkan, atau harus diklaim oleh penyedia layanan untuk penyediaan
layanan kena pajak, tidak termasuk pajak yang dikenakan berdasarkan
UndangUndang dan harga berkurang yang tertera di faktur pajak. Nilai
impor adalah

9
nilai dalam bentuk uang yang membentuk dasar untuk perhitungan bea
masuk
ditambah biaya lainnya yang dikenakan berdasarkan undang-undang bea
cukai
untuk impor barang kena pajak, dengan pengecualian dari Undang-
undang
Pajak Pertambahan Nilai Mewah. Nilai impor yang digunakan sebagai
dasar
pengumpulan pajak adalah harga patokan impor atau cost insurance (CIF)
sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah semua biaya dan biaya
lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan kepabeanan.
c. Nilai ekspor adalah nilai dalam bentuk uang, juga termasuk semua
biaya yang
diminta atau harus diminta oleh eksportir.
d. Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai basis Peningkatan
pajak
berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.

2.2. Konsep Dasar Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


2.2.1 Pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah(PPnBM)

10
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang
dipungut atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong sebagai
barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan
barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut didalam daerah
Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, ataupun impor barang
kena pajak yang tergolong mewah menurut()Undang-Undang No. 42
Tahun 2009, Adapun tarif PPnBM ditetapkan paling rendah sepuluh
persen dan paling tinggi sebesar dua ratus persen. Dan apabila
pengusaha melakukan ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah
maka akan dikenakan pajak dengan tarif sebesar nol persen.
Pengertian menghasilkan barang ialah kegiatan:
o merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari
suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Contohnya merakit mobil, barang elektronik, dan perabot
rumah tangga
o memasak, yaitu mengolah barang dengan cara
memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tidak
o mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur
untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain
o mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam
suatu benda untuk melindunginya dari kerusakan atau
meningkatkan pemasarannya
o membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair
ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu
o kegiatan lain yang sama dengan kegiatan tersebut yang
dikerjakan dengan bantuan orang atau badan usaha lain
PPnBM dikategorikan sebagai:
 Pajak pusat
 Pajak objektif
 Pajak atas konsumsi umum dalam negeri
 Pajak tidak langsung

Adanya pajak penjualan barang mewah ini bertujuan untuk


mengendalikan konsumsi masyarakat kepada barang mewah dan
melindungi perusahaan atau produsen barang mewah dalam negeri dari
masuknya barang impor mewah. Tidak hanya itu, PPnBM berfungsi
menjamin penerimaan negara serta sebagai pajak penyeimbang antara
konsumen dengan penghasilan rendah dan konsumen dengan
penghasilan tinggi.

11
2.2.2 Karakteristik Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

PPnBM merupakan pungutan pajak tambahan yang akan


dikenakan pada barang mewah. PPnBM bisa dipungut di samping PPN.
Pemungutan PPnBM tersebut dimaksudkan untuk menerapkan asas
keadilan. Karena konsumen yang memiliki daya belinya tinggi, perlu untuk
membayarkan persentase pajak yang berbeda. Pungutan PPnBM hanya
akan dikenakan satu kali. Pungutan PPnBM ini dilakukan pada saat impor
atau penyerahan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah. Yang
mana penyerahannya dilakukan oleh pabrikan yang menghasilkan BKP
mewah tersebut.
PPnBM tidak dapat untuk dikreditkan. Hal ini untuk mewujudkan
tujuan dari pemberian beban pajak tambahan PPnBM tersebut. Apabila
BKP yang tergolong mewah tersebut diekspor. Maka, PPnBM yang telah
dibayarkan dapat diminta kembali. Namun, hal tersebut harus
memperhatikan syarat dan ketentuan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pajak yang berlaku.
PPnBM ini dikenakan hanya 1 kali saja, yaitu pada waktu :
1. penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yang tergolong
mewah; atau
2. Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM.
impor BKP yang tergolong mewah.Penyerahan pada tingkat
berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM.

Pengertian umum dari Pajak Masukan hanya berlaku pada PPN


dan tidak dikenal pada PPnBM.
PPnBM yang sudah dibayar pada waktu perolehan atau impor BKP Yang
Tergolong Mewah, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM
yang dipungut berdasarkan Undang-undang ini. (Pasal 10 ayat (2) beserta
penjelasan UU PPN No.42 TAHUN 2009)
Oleh karena itu, PPnBM dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang
bersangkutan atau dibebankan sebagai biaya sesuai ketentuan
perundang-undangan PPh. (Pasal 10 ayat (2) beserta penjelasan UU PPN
No.42 TAHUN 2009)
Khusus untuk PKP yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah, PKP
ini dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu

12
perolehan BKP Yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut sepanjang
PPnBM nya belum dibebankan sebagai biaya (Pasal 10 ayat (3) beserta
penjelasan UU PPN No.42 TAHUN 2009)
Pengenaan PPnBM atas impor BKP yang tergolong mewah tidak
memperhatikan siapa yang mengimpor BKP tersebut
Pengenaan PPnBM atas impor BKP juga tidak memperhatikan apakah
impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja.
Pengenaan PPnBM terhadap suatu penyerahan BKP yang tergolong
mewah tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari BKP tersebut telah
dikenai atau tidak dikenai PPnBM pada transaksi sebelumnya.

2.2.3 Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Pada 1 Maret 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 35/PMK.010/2017
tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan
Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang PPN, Pajak Penjualan atas Barang


Mewah dikenakan terhadap beberapa barang berikut:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah dilakukan oleh


pengusaha yang menghasilkan BKP tergolong mewah di dalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah
oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP
mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun
pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat
penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP
Mewah dilunasi oleh importir bersamaan dengan pembayaran PPN impor dan
PPh Pasal 22 impor.

Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah lainnya
adalah:

 Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


 Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
 Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; atau
 Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
 Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat,
serta mengganggu ketertiban masyarakat.

13
Menurut PP 61 Tahun 2020, barang-barang yang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah adalah:

 Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan


jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan,
kendaraan angkutan umum, kepentingan negara
 Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, totan house, dan sejenisnya
 Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan udara niaga
 Kelompok balon udara
 Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara
 Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara,
angkutan umum atau usaha pariwisata.
Objek Pajak yang Tidak Dikenakan PPnBM
Berdasarkan karakteristik BKPyang dikenakan PPnBM, objek pajak yang
tidak memiliki kriteria di atas tidak dikenakan pajak penjualan barang
mewah.
Lebih rinci lagi, pungutan PPnBm tidak dikenakan atas impor atau
penyerahan:

 Kendaraan CKD.
 Kendaraan Sasis.
 Kendaraan Pengangkutan Barang.
 Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 250 cc.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang
atau lebih termasuk pengemudi.
Tidak hanya itu, PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan:

 Kendaraan bermotor berupa kendaraan ambulan, kendaraan


jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan
kendaraan pengangkutan umum.
 Kendaraan protokoler kenegaraan.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10-15 orang, termasuk
pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 Kendaraan Patroli TNI atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

14
Selengkapnya mengenai barang yang dikenakan dan barang yang tidak
dikenakan PPnBM dapat dilihat pada PMK No. 64/PMK.011/2014 yang
sudah diubah beberapa kali menjadi PMK No. 42/PMK.010/2022.

2.2.4 Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Subjek PPnBM adalah PKP yang menghasilkan BKP tergolong
mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, dan pengusaha
yang mengimpor barang yang tergolong mewah. Walaupun demikian
karena PPn dan PPNBM merupakan pajak tidak langsung, maka
prinsipnya beban pajak dapat digeser kepada pihak lain.
Subjek pajak PPnBM dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Pengusaha Kena Pajak
PKP adalah pribadi/badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha/pekerjaannya menghasilkan BKP, mengimpor BKP, mengekspor
BKP serta melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan BKP tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha JKP/ memanfaatkan
JKP dari luar daerah pabean.
Berikut ini beberapa contoh subjek PPnBM:
1. Pengusaha Kena Pajak yang meliputi pabrikan/ produsen.
2. Pengusaha real estate,importir, indentor.
3. Pengusaha bidang pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan
dan perkebunan.
4. Pemegang hak paten dan merk dagang.
5. Kontraktor/ sub kontraktor bangunan.
2. Pengusaha yang memilih menjadi PKP
Meliputi eksportir dan pedagang yang menyerahkan BKP kepada PKP

2.2.5 Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


PPnBM yaitu tarif pajak penjualan atas barang mewah dapat
ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif yaitu, tarif paling rendah 10%
(sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). Tarifnya
dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu tarif kendaraan bermotor dan
kendaraan non bermotor. Mengenai ketentuan BKP yang tergolong
15
mewah berupa kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 2019 Tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong
Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai PPnBM (PP 74/2021).
Sementara BKP selain kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 Tentang Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak
Penjualan Atas nya.
Tiap barang mewah memiliki tarif pajak yang berbeda-beda.
Berdasarkan peraturan dan undang-undang yang berlaku, tarif PPnBM
untuk barang mewah digolongkan ke dalam beberapa kategori ini:

 Tarif pajak 10% untuk kendaraan umum kategori tertentu, alat


rumah tangga, alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan
minuman bebas alkohol.
 Tarif pajak 20% untuk kendaraan bermotor kategori tertentu, alat
fotografi, permadani, dan peralatan olahraga impor.
 Tarif pajak 25% untuk kendaraan bermotor berat dan berbahan
bakar solar.
 Tarif pajak 35% untuk minuman bebas alkohol, barang berbahan
kulit impor, batu kristal, bis, dan barang pecah belah.
Pada saat ini, pemerintah memberikan diskon PPnBM untuk mobil baru
2022. Diskon PPnBM tertuang dalam PMK No. 05/PMK.010/2022. Untuk
menghitung besaran PPnBM, terlebih dahulu menghitung dasar
pengenaan pajaknya (DPP) yang meliputi:

 Harga jual barang


 Biaya penggantian, dalam hal ini termasuk biaya pennyerahan,
ekspor jasa kena pajak (JKP) atau ekspor BKP tidak berwujud dan
tidak termasuk dalam PPN.
 Nilai impor, yang diambil dari bea masuk, pungutan lain yang sudah
terkena pajak, dan cukai impor BKP.
 Nilai ekspor, termasuk semua biaya yang dipungut oleh pihak
eksportir.
 Nilai lainnya sesuai keputusan menteri keuangan.

Kemudian, harus mengetahui tarif PPN yang berlaku, saat ini sebesar
11%.

2.3. Mekanisme Penyusunan SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

16
2.3.1 Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai adalah formulir yang digunakan oleh wajib pajak
perusahaan untuk melaporkan perhitungan jumlah pajak baik untuk Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak penjualan Barang Mewah (PPNBM).
Fungsi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dapat
digunakan selain pemberitahuan pembayaran atau pengembalian pajak,
tetapi juga untuk pelaporan aset dan kewajiban serta setoran pajak
dengan pemotong atau pengumpul Formulir yang sekarang digunakan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111, yang terdiri
dari 1 formulir utama dan 6 formulir lampiran. Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dapat ditemukan dalam aplikasi Online Pajak
2.3.2 Batas Waktu Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
Jika surat pemberitahuan (SPT) dapat dipisahkan setelah batas
waktupelaporan, surat pemberitahuan untuk periode atau periode pajak
menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan
melaporkan pajak dalam 1 bulan kalender atau lebih dari 3 bulan kalender
dalam Kode Pajak Pasal 1 semua 7 dan 12 dari hukum KUP.
Namun, untuk pengembalian pajak tahunan berdasarkan Pasal 1
(8) dan (9), UU KUP dapat dilaporkan dalam 1 (satu) tahun kalender atau
bagian dari tahun pajak jika wajib pajak menggunakan tahun keuangan
yang tidak sesuai dengan tahun kalender. Dalam bentuk pengembalian
pajak tahunan, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 (3) (b) dan (c) UU No 6
tahun 1983 tentang ketentuan umum dan prosedur pajak (CUP),
sebagaimana diubah terakhir dengan UU 16 tahun 2009, Tanggal
pengajuan pengembalian pajak penghasilan tahunan untukwajib pajak
swasta selambat-lambatnya tiga (3) bulan setelah akhir tahun pajak.

2.3.3 Mekanisme Pemungutan PPN


Mekanisme pemungutan PPN sesuai dengan PMK Nomor
85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni 2012 yang berlaku efektif mulai 1 Juli
2012 adalah:
1. Mekanisme pemungutan PPN yang pertama dan wajib adalah rekanan
wajib membuat faktur pajak dan surat setoran pajak (SSP) atas setiap
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada BUMN.

17
2. Mekanisme pemungutan PPN yang kedua adalah faktur pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan ketentuan di
bidang perpajakan.
3. Ketiga adalah SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan
membubuhkan NPWP serta identitas rekanan, tetapi penandatanganan
SSP
dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas nama rekanan.
4. Keempat adalah dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga
terutang PPnBM maka rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM
yang terutang pada faktur pajak.
5. Kelima adalah faktur pajak dibuat dalam rangkap 3 dengan peruntukkan
sebagai berikut : lembar kesatu untuk BUMN, lembar kedua untuk
rekanan, dan lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN bagi pemungut PPN.
6. Keenam adalah SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat
dalam
rangkap 5 dengan peruntukkan sebagai berikut : lembar kesatu untuk
rekanan, lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor
Pos, lembar ketiga untuk rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN,
lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar kelima
untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.
7. Mekanisme Pemungutan PPN yang terakhir adalah faktur Pajak dan
SSP
merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan
PPnBM.
Mekanisme pelaporan PPN adalah :
Pelaporan dilakukan setiap bulan dan laporan disampaikan ke KPP
tempat

18
BUMN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
masa pajak dengan menggunakan formulir “Surat Pemberitahuan Masa
PPN bagi
Pemungut PPN” dan dilampiri dengan faktur pajak lembar ke-3 dan Surat
Setoran
Pajak (SSP) lembar ke-5 dalam hal terdapat pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2.3.4 Mekanisme Pelaporan PPN


1. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat
badan usaha tertentu terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak, dengan menggunakan formulir "Surat
Pemberita.huan Masa PPN bagi Pemungut PPN".
2. Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri
dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak sesuai
format sebagaimana dimaksud pada huruf B.

2.3.5 Cara Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Melalui Aplikasi


EFaktur

Dengan penerapan aplikasi e-bill sebagai salah satu perangkat lunak


resmi untuk membuat faktur pajak dan melaporkan periode Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, kita sebagai pembayar
pajak harus mengikuti aturan ini. Untuk melaporkan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan ebilling, ada beberap langkah
yang lharus diikuti. Berikut adalah tutorial tentang cara membuat laporan
Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai dengan aplikasi E-Invoice:
a. Pertama yang kita lakukan adalah membuka aplikasi e-faktur dengan
cara mengklik aplikasi Etaxinvoice
b. Setelah itu kita pilih lokal database dan klik connect
c. Selanjutnya memasukan nama user dan pasword sesuai dengan
setingan awal ketika penginstalan e-faktur
d. Ketika sudah berhasil masuk kedalam aplikasi e-faktur pilih menu SPT
dan klik menu posting
e. Selanjutnya kita pilih masa pajak dan tahun pajak sesuai dengan masa
yang akan dilaporkan, lalu isi pembetulan dengan kode 0, setelah itu klik

19
cek jumlah dok Pajak Keluaran Pajak Masukan dan klik posting sehingga
muncul pesan Data SPT Berhasil Dibentuk
f. Selanjutnya klik menu SPT dan klik pilihan Buka SPT
g. Setelah itu pilih Masa Pajak yang akan dibuka dan klik menu Buka SPT
untuk Diubah
h. Kemudian klik menu SPT lalu pilih Formulir Induk dan klik menu 1111
i. Selanjutnya klik bagian VI, isi Tempat dan Tanggal Laporan lalu klik
simpan, jika muncul pesan Data Berhasil Disimpan silahkan klik OK
j. Kemudian kita pilih menu SPT selanjutnya Buka SPT, lalu pilih Masa
Pajak yang akan dilaporkan. Setelah itu kilik Buat File SPT (CSV), klik OK
jika muncul pesan CSV SPT berhasil dibuat
k. Lalu klik Cetak SPT Induk dan Lamp AB, Simpan file PDF tersebut di
Document dengan klik save sampai dengan muncul pesan PDF SPT
Induk dan AB Berhasil Dibuat, lalu klik OK
l. Setelah itu kita cetak file PDF yang sudah tersimpan di Documnet
kemudian Copy file CSV yang disimpan di Document kedalam Softcopy
berupa CD untuk segera dilaporkan.

2.4 Mekanisme Penyusunan SPT Pajak Penjualan Atas Barang


Mewah (PPnBM)

2.4.1 Mekanisme Pemungutan dan Penyetoran PPnBM

1. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan
BKP danjatau JKP kepada badan usaha tertentu.
2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai
dengan ketentuan di bidang perpajakan.
3. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan
NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan
oleh badan usaha tertentu sebagai penyetor atas nama Rekanan.

20
4. Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM,
Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang pada
Faktur Pajak.
5. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam
rangkap . . 2 (dua) dengan peruntukkan sebagai berikut: a. lembar kesatu
untuk badan usaha tertentu; dan b. lembar kedua untuk Rekanan.
6. SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat dalam rangkap 4
(empat) dengan peruntukkan sebagai berikut: a.. lembar kesatu untuk
Rekanan; b. lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau
Kantor Pos; c. lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT
Masa PPN; dan d. · lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor
Pos.
7. Badan usaha tertentu yang melakukan pemungutan PPN a tau PPN
dan PPnBM harus membubuhkan cap "Disetor Tariggal .......... dan
menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada
angka 5.
8. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
PPN atau PPN dan PPnBM.

2.4.2 Mekanisme Pelaporan PPnBM

1. Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat


badan usaha tertentu terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak, dengan menggunakan formulir "Surat
Pemberita.huan Masa PPnBM bagi Pemungut PPnBM".
2. Surat Pemberitahuan Masa PPnBM bagi Pemungut PPnBM wajib
dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak
sesuai format sebagaimana dimaksud pada huruf B.

2.4.3 Mekanisme Pengenaan PPnBM Atas Kendaraan Bermotor


(KMK-272/KMK.04/1995)
Berdasarkan KMK Nomor 355/KMK.03/2003 jo. KEP- 229/PJ/2003
diatur
sebagai berikut :
1. PPnBM dikenakan atas :
• Impor kendaraan CBU (Completely Built-Up) berupa kendaraan
pengangkutan orang sampai dengan 15 orang termasuk
pengemudi, kendaraan double cabin, kendaraan khusus, dan
kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih
dari 250 CC;

21
• Penyerahan kendaraan hasil perakitan/produksi di dalam Daerah
Pabean berupa kendaraan pengangkutan orang sampai dengan 15
orang termasuk pengemudi, kendaraan double cabin, kendaraan
khusus, dan kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 250 CC;
• Penyerahan kendaraan bermotor berupa kendaraan pengangkutan
orang sampai dengan 15 orang termasuk pengemudi dan 7
kendaraan double cabin hasil pengubahan dari kendaraan sasis
atau kendaraan pengangkutan barang.
2. PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan:
• Kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam
kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan pengangkutan umum;
• Kendaraan protokoler kenegaraan;
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang sampai dengan
15 orang termasuk pengemudi yang digunakan untuk kendaraan
dinas TNI/POLRI;
• Kendaraan patroli TNI/POLRI.
3. Orang Pribadi (OP) atau Badan yang melakukan impor atau yang
menerima penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari
pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud butir 2 di atas wajib
memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM yang diterbitkan
oleh Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP tempat pemohon terdaftar, sebelum
impor atau penyerahan kendaraan bermotor dilakukan
4. Permohonan SKB PPn BM yang diajukan oleh OP atau Badan yang
melakukan impor atau yang menerima penyerahan kendaraan
ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum ke KPP dilengkapi
dengan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Surat Kuasa Khusus bila menunjuk pihak lain untuk pengurusan
SKB PPn BM;
8
b. Fotocopy kartu NPWP
c. Surat Keterangan atau dokumen lain yang menunjukkan
d. pengunaan kendaraan dimaksud;
e. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud
tidak akan dipindahtangankan atau diubah peruntukannya dan
apabila ternyata dipindahtangankan atau diubah peruntukannya,
bersedia membayar kembali PPnBM yang dibebaskan ditambah
sanksi dengan ketentuan yang berlaku;
f. Perjanjian jual-beli kendaraan bermotor yang memuat
keteranganketerangan antara lain:
– Nama Penjual;

22
– Nama pembeli;
– Jenis dan spesifikasi kendaraan yang dibeli;
g. Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang (untuk kendaraan angkutan umum selain taksi) atau
Persetujuan (Ijin) Prinsip yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah setempat (untuk taksi);
h. Khusus untuk impor kendaraan bermotor, dilengkapi dengan
dokumen impor berupa :
– Invoice;
– Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB);
– Dokumen kontrak Pembelian yang bersangkutan atau dokumen
yang dapat dipersamakan;
9
– Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit (LlC) atau
bukti transfer atau bukti lainnya berkaitan dengan pembayaran
tersebut.
5. Permohonan SKB PPnBM dapat ditindak lanjuti dengan syarat bahwa
OP atau Badan tersebut tidak mempunyai tunggakan hutang pajak
yang telah jatuh tempo, kecuali yang telah mendapat izin untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak. KPP memberikan
keputusan dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah surat permohonan
diterima dengan lengkap.
6. Apabila kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan
PPnBM tersebut sebelum lewat jangka waktu 5 tahun sejak impor atau
perolehannya dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga
tidak sesuai dengan tujuan semula, maka PPnBM terutang yang
dibebaskan tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu satu
bulan sejak kendaraan bermotor tersebut dipindahtangankan atau
diubah peruntukannya. Dan apabila dalam jangka waktu satu bulan
dimaksud PPnBM yang terutang tersebut tidak atau kurang dibayar,
KPP menerbitkan SKPKB ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

2.5 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai Sebesar 11%

PT ABC yang merupakan PKP, akan membuat tempat fitness atau


gym di salah satu area di Jakarta Barat. Karena itu, PT ABC berencana
membeli peralatan olahraga impor dari luar negeri dengan total invoice
sebesar Rp2,5 miliar. Berapa PPnBM dan PPN yang harus dibayar atas
transaksi ini?

23
Pertama-tama, PT ABC harus mencari tahu besaran PPnBM yang harus
dibayar. Karena mengimpor peralatan olahraga, tarif yang dikenakan
adalah sebesar 20%.
PPnBM= Harga barang x tarif PPnBM
PPnBM= Rp2,500,000,000 x 20%
PPnBM= Rp500,000,000
Selanjutnya, PT ABC harus menghitung PPN yang dikenakan pada
transaksi ini. Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 11%.
PPN= Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)
PPN= 11% x (Rp2,500,000,000 – Rp500,000,000)
PPN= 11% x (Rp2,000,000,000)
PPN= Rp220,000,000
Jadi, total harga dan pajak yang harus PT ABC bayar atas transaksi ini
adalah:
= Harga Barang + PPnBM + PPN
= Rp2,500,000,000 + Rp500,000,000 + Rp220,000,000
= Rp3,200,000,000

24
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem
pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak,
mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa
tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut
sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata
rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian,
pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda
karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit
bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak
yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi
atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul
oleh konsumen.
Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri
mengunakan sistem Self Assessment, yaitu wajib pajak diwajibkan untuk
menghitung besarnya pajak, menyetor dan melaporkan pajak yang
terutang sendiri sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku, yaitu
dengan tarif pajak 10 % dan dasar Pengenaan pajak Kegiatan
Membangun Sendiri 20 % dikalikan biaya yang telah dikeluarkan oleh
wajib pajak pada bulan sebelumnya dan dibayar paling lambat tanggal 15
serta dilaporkan ke Kantor Pelayanan pajak Pratama pada tanggal 20.
Untuk itu wajib pajak diwajibkan membuat catatan–catatan pengeluaran
atau RAB (Rencana Anggaran Belanja) dan menyimpan bukti-bukti
pengeluarannya.

3.2. Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini
diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.
Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia adalah

25
berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam
pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena
itu,pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar
manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu para wajib pajak juga
harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sudah
seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus memahami apa-
apa saja yang menjadi subjek pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang
berlaku di Negara Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap
pajak
Kami merasa tugas pembuatan makalah mengenai Mekanisme
Penyusunan SPT Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) ini sangatlah penting bukan hanya bagi
penulis tetapi juga bagi pembacanya. Semoga dengan adanya makalah ini
kita semua dapat lebih mengerti apa itu PPN dan PPnBM. Dengan
dibuatnya makalah ini kami menerima segala kritik dan saran agar
penulisan makalah berikutnya dapat menjadi lebih baik.

26

Anda mungkin juga menyukai