Anda di halaman 1dari 16

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


(PPN BM)

MK : Perpajakan

Dosen Pengampu : Putu Ery Setiawan,SE.,M.Com.,Ak.,CA.

Disusun Oleh:

Adinda Divia Jasmine Zahara (2207311011)

Ni Putu Mirah Adyarisa (2207311012)

I Kadek Suma Wirawan (2207311020)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah” ini dengan baik. Tulisan ini disusun mengacu
pada berbagai sumber bacaan dan akses internet.

Tulisan yang sederhana ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran dan bantuan
serta masukan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, sudah semestinya penulis mengucapkan
terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Putu Ery Setiawan,SE.,M.Com.,Ak.,CA. Selaku dosen pengampu mata


kuliah Akuntansi Keuangan pada Program Studi Diploma III Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna dan mungkin
beberapa pandangan penulis sedikitnya belum teruji kebenarannya. Namun penulis berharap
semoga tulisan ini ada setitik manfaatnya, terutama untuk semua orang yang telah membaca
tulisan makalah ini.

Denpasar, 24 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 5
BAB II ISI .............................................................................................................. 6
2.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) .................................................... 6
2.2 Pengertian BKP, JKP, dan PKP ...................................................................... 7
2.3 Objek Pajak PPN ........................................................................................... 8
2.4 Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM)..................................................... 9
2.5 Dasar Pengenaan Pajak .................................................................................. 10
2.6 Tarif Pajak ..................................................................................................... 11
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PPN dan PPnBM merupakan salah satu jenis pajak yang ada di Indonesia , yang
dimana Pajak ini bersifat tidak langsung yang dikenakan terhadap konsumsi pada setiap
tingkatan produksi atau distribusi. Meskipun pengenaan PPN dan PPnBM dilakukan
terhadap nilai tambah yang terjadi dalam setiap tingkatan produksi dan/atau distribusi
barang atau jasa, namun beban atas pajak ini secara tidak langsung ditanggung oleh
konsumen akhir. Pemungutan PPN dan PPnBM di Indonesia didasarkan pada UU No.8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan
Barang Mewah, yang berlaku mulai 1 April 1985. Undang Undang ini telah mengalami
beberapa kali perubahan. Perubahan pertama dengan Undang Undang No.11 Tahun 1994
berlaku mulai 1 Januari 1995, perubahan kedua dengan Undang Undang No.18 Tahun
2000 berlaku mulai 1 Januari 2001, perubahan ketiga dengan Undang Undang No.42
Tahun 2009 berlaku mulai 1 April 2010. Pemerintah tiap tahun meningkatkan target
penerimaan pajak dalam APBN untuk mengoptimalkan pendapatan negara guna realisasi
pembangunan ekonomi. Namun yang menjadi masalah adalah realisasi target penerimaan
perpajakan dapat berubah atau tidak mencapai target dari yang telah ditetapkan
sebelumnya.
PPN dan PPnBM adalah salah satu pajak yang memberikan sumbangan besar bagi
negara. Besarnya peranan PPN dan PPnBM sebagai sumber penerimaan negara, maka
penting adanya kajian-kajian terhadap berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya,
khususnya terhadap peneriamaan PPN dan PPnB M. Subjek PPN dan PPnBM di
Indonesia yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP), PKP adalah orang atau badan yang
bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia yang dalam hubungan perusahaan atau
pekerjaannya menghasilkan dan ada kemungkinan menyerahkan barang kena pajak dan
mendistribusikan barang kena pajak di daerah pabean, mengimpor dan mengekspor
barang kena pajak atau melakukan usaha jasa kena pajak. Selain Jumlah PKP, yang
mempengaruhi penerimaan PPN dan PPnBM adalah indikator- indikator ekonomi makro.
PDB, ekspor, impor, inflasi, konsumsi, suku bunga serta jumlah penduduk sangat mungkin
memiliki pengaruh terhadap penerimaan PPN dan PPnBM.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?

2. Apa yang dimaksud dengan BKP, JKP, dan PKP?


3. Apa saja objek PPN?

4. Apa yang dimaksud dengan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM)?

5. Bagaimana Dasar Pengenaan Pajak Terhadap PPN Dan PPn BM?

6. Bagaimana Tarif Pajak PPN dan PPn BM?

1.3 Tujuan
1. Dapat memahani Pengertian Serta Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Dapat mengetahui Pengertian dan dan penggunaan BKP, JKP, dan PKP dalam
Pajak.
3. Untuk mengetahui Objek PPN.
4. Dapat memahami Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) dan BKP yang
tergolong mewah.
5. Dapat mengetahui Dasar Pengenaan Pajak dari PPN dan PPn BM
6. Untuk mengetahui Tarif Pajak PPN dan PPn BM yang diterapkan pada saat ini.
BAB II

ISI
2.1 PENGERTIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pengganti dari Pajak Penjualan.
Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk
menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan
pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong kegiatan
ekspor, dam pemerataan terhadap pembebanan pajak. Pajak Penjualan memiliki
kelemahan seperti :
a. Adanya Pajak berganda.
b. Bermacam macamnya Tarif sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaanya.
c. Tidak mendorong kegiatan ekspor.
d. Belum dapatnya mengatasi kejahatan penyeludupan.
Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki kelebihan seperti :
a. Menghilangkan Pajak berganda.
b. Menggunakan Tarif tunggal.
c. Netral dalam perdagangan dalam negeri maupun internasional.
d. Netral dalam pola konsumsi.
e. Dapat mendorong kegiatan ekspor.
Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah UU Nomor 8 Tahun 1983
tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU NoMOR 42
Tahun 2009.
Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP
penjual PPN Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP penjual tersebut
merupakan pembayaran Jam pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan.
Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
2) Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut
PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti
telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
3) Apabila dalam suatu Masa Pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu
bulan takwim) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak
Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
4) Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada
jumlah Pajak Masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
5) Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap Masa Pajak dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai (SPT Masa PPN).

2.2 PENGERTIAN BKP, JKP, DAN PKP


a. Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-undang PPN Tahun 1984, barang dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tak berwujud. Dari dua
kategori tersebut barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dikenai
pajak seperti tanah, kendaran bermotor, alat- alat kesehatan, dll. Sedangkan
barang tak berwujud yang dikenai pajak seperti Hak Cipta, Hak Paten, Merk
dagang, dll. Pada dasarnya semua barang adalah BKP, yang terdapat
pengecualiann untuk UU yang menetapkan jenis barang tidak dikenakan
PPN diantaranya seperti barang hasil tambang, barang-barang kebutuhan
pokok, makanan yang dikonsumsi ditenpat ataupun tidak termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, Uang,
emas dan surat surat berharga lainnya(saham, obligasi, dll). Penyerahan
barang yang termasuk BKP seperti : Penyerahan hak atas BKP karena suatu
perjanjian, Pengalihan BKP karena suatu perjanjian, Penyerahan BKP
kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang, Pemakaian sendiri,
Penyerahan BKP dari pusat cabang atau sebaliknya, Penyerahan BKP secara
konsinyasi, Penyerahan BKP dalam rangka penrjanjian pembiayaan.
b. Jasa Kena Pajak (JKP) Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. JKP adalah
jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN Tahun 1984.
Adapun pengecualian dari Jasa Kena Pajak (JKP) diantaranya Jasa
Pelayanan Kesehatan Medis (Jasa Dokter Umum, Jasa Dokter Hewan,
Jasa Kebidanan, dll.), Jasa Dibindang Pelayanan Sosial (Jasa Pemadam
Kebakaran, Jasa Pemakaman, Jasa Lembaga Rehabilitasi, dll), Jasa
Keuangan (Jasa Penyaluran Pinjaman, Jasa Penjaminan, Jasa
Asuransi,dll.), Jasa Dibidang Keagamaan (Jasa Pelayanan Rumah
Ibadah), Jasa Pendidikan (Jasa Penyelenggara pendidikan sekolah), Jasa
Kesenian dan hiburan, Jasa Penyiaran yang tidak bersifat iklan, Jasa
angkutan umum, Jasa Tenaga Kerja, Jasa Perhotelan (Jasa Penyewaan
Kamar), Jasa Penyedia tempat parkir, Jasa telepon umum, Jasa
pengiriman uang dengan wesel pos, Jasa Boga atau katering .
c. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan
dalam bentuk apapun yeng melakukan kegiatan usaha atau pekerjaanya
menghasilkan barang maupun jasa. PKP merupakan Pengusaha yang
melakukan penyerahan BKP dan JKP yang dikenai pajak berdasarkan
Undang-undang Tahun 1984.
2.3 OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Salah satu legal character dari Pajak Penjualan (PPn) yaitu PPn merupakan pajak
atas konsumsi yang bersifat umum (general) dan ditujukan pada semua private
expenditure. Sebagai konsekuensinya, maka tidak boleh ada diskriminasi atau
pembedaan antara barang dan jasa, karena kedua-duanya merupakan pengeluaran.
Karena itu yang dapat menjadi objek PPN adalah konsumsi barang dan konsumsi jasa.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
dengan beberapa syarat diantaranya :
- Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP.
- Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tak
Berwujud.
- Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean.
- Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
syarat-syaratnya :
- Jasa yang diserahkan merupakan JKP
- Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean
- Penyerahan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah
Pabean.
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean didalam daerah pabean.
6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
8. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
9. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak
masukannya tidak dapat dikreditkan.
2.4 PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)
PPn BM merupakan penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh produsen atau
impor BKP yang Tergolong Mewah, disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) akan dikenakan juga Pajak Penjuakan ata Barang Mewah (PPn BM). PPn BM
ialah pungutan tambahan disamping PPN. PPn BM hanya dikenakan 1 kali pada
penyerahan waktu BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan
atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah. PPn BM diberikan dengan
pertimbangan bahwa :
1. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah.
3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
4. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Dari penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh produsen atau impor BKP, terdapat
batasan suatu barang termasuk BKP yang tergolong mewah diantaranya :
1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.
4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan atas objek pajak seperti :
Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut didalam daerah pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya dan Impor BKP yang tergolong mewah.
2.5 DASAR PENGENAAN PAJAK PPN DAN PPn BM
Untuk menghitung besarnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang
menjadi DPP diantaranya ;
a. Harga Jual, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UU PPN 1984 dan potongan harga yang
dicanturnkan dalam Faktur Pajak.
b. Penggantian, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau
ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut menurut Undang- Undang PPN 1984 dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh
penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP Tidak Berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
c. Nilai Impor, adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk
PPN dan PPn BM yang dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984.
d. Nilai Ekspor, nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.
e. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang
sebagai berikut :
1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah
jumlah harga jual
2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian.
3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas
300 m² atau lebih. yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak
dalam lingkungan perusahaam atau pekerjaannya, DPPnya adalah 40%
(empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah).
6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
7. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual
atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan
harga jual rata- rata.
9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul
film.
10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual
eceran.
11. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.
12. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antarcabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan.
13. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli.
14. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang.
15. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen)
dari jumlal yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.
16. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah
10% (sepulu persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih.
2.6 TARIF PPN DAN PPn BM
Besarnya pajak yang terutang ditentukan oleh dasar pengenaan pajak (tax base) dan
tarif yang dikenakan terhadapnya (tax rates). Tarif yang dikenakan terhadap suatu
objek pajak berperan penting dalam menentukan besarnya pajak dan rasa keadilan
dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak. Jenistarif pajak yang dikenal adalah sebagai
berikut :
1. Tarif Progresif
2. Tarif Degresif
3. Tarif Proporsional
4. Tarif Tetap
5. Tarif Ad Valorem
6. Tarif Spesifik
7. Tarif Efektif
A. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen). Sedangkan Tarif
PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. Ekspor BKP Berwujud.
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud.
c. Ekspor JKP.
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk
perolehan BKP/JKP yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan
kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif
Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi
15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan
tarif sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Perhitungan PPN dihitung dengan :

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

B. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)


Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat ditetapkan dalam beberapa
kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah 10% dan paling tinggi 20%. Ketentuan
mengenai tarif kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan
ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan
tarif 0%. PPn BM yang telah dibayar atas perolehan BKP yang tergolong mewah
yang diekspor dapat diminta kembali (restitusi). Perhitungan PPn BM dihitung
dengan rumus :

PPn BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

C. Saat Terutang Pajak


Pajak dikatakan terutang pada saat : Penyerahan BKP atau JKP, Impor BKP,
Pemenfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah
Pabean, Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, Ekspor BKP terwujud, Ekspor
BKP tidak berwujud, Ekspor JKP, dan Pembayaran dietrima sebelum penyerahan
BKP atau JKP.
D. Tempat Terutang Pajak
1. Untuk Penyerahan BKP/JKP:
a. Tempat tinggal.
b. Tempat kedudukan.
c. Tempat kegiatan usaha.
d. Tempat lain.
Apabila Pengusaha Kena Pajak terutang pajak pada lebih dari 1 (satu)
tempat kegia usaha, Pengusaha Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih 1 (satu) tempat atau lebih
sebagai tempat terutangnya pajak
2. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak
dimasuk dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud
dan/atau dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak
di tempat tinggal tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
4. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam
lingkur perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat
bangunan tersebut didirikan
E. PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambalan Nilal Yang
dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun
bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang
pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan bangunan berupa satu atau lebih konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau
perairan dengan kriteria:
i. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau
bahan sejenis, dan/atau baja.
ii. Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha.
iii. Luas keseluruhan paling sedikit 200 m² (dua ratus meter persegi).

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak, Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan
Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri
adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang terutang setiap bulan
dihitung dengan rumus :

PPN = (20% X jumlah biaya yang dikeluarkan) X 10%


BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Penjualan yang
direstrukturisasi/dimodifikasi. Banyak kelebihan yang ditawarkan oleh PPN, salah
satunya dapat menghapus kewajiban pajak berganda. Untuk barang yang dianggap
mewah ada perlakuan khusus yang dinamakan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang
Mewah). Tarif untuk PPN sebesar 10 persen, sedangkan untuk PPnBM minimal 10
persen dan paling tinggi sebesar 200 persen. PPN dan PPnBM diterapkan untuk
menarik pendapatan dari masyarakat secara efektif dan efisien. Selain itu, keduanya
diterapkan agar masyarakat tidak berjiwa konsumtif dalam setiap perniagaan yang
dilakukannya
DAFTAR PUSTAKA

Geruh, M. (2013). Penerapan Akuntansi Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Pada Pengusaha
Kena Pajak. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3), 1–9.

Masyitah, E. (2019). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan PPN dan PPnBm.
Accumulated Journal, 1(2), 89–103.

Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Akt., QIA.,CFrA.,CA. (2019) Perpajakan PPn dan PPn BM (5)
351 – 382.

Anda mungkin juga menyukai