Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PAJAK HIBURAN
Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Pengantar Perpajakan
Dosen Pengajar : Farida Aryani, S.E., M. Si.

Disusun Oleh :
Nama : Putri Ayu Andini
NIM : 221517025

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


KELAS 3-RSB AKUNTANSI
INSTITUT RAHMANIYAH SEKAYU
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat, rahmat, dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik. Tak lupa pula
kita kirimkan salam dan shalawat kepada baginda Rasullah SAW. yang telah
membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang.
Makalah ini dibuat untuk mengetahui dan memahami tentang Pajak
Daerah Tingkat II “PAJAK HIBURAN” yang berkaitan didalamnya. Makalah
yang saya buat ini tentunya masih banyak kekurangan, oleh karena itu saya
mengharapkan saran dan masukan yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai.

Sekayu, 28 November 2023


penulis

PUTRI AYU ANDINI


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 2
2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Daerah................................................................. 2
2.2 Jenis-Jenis dan Dasar Hukum Pajak daerah ...................................................... 2
2.3 Pengertian,Objek dan Subjek Pajak Hiburan .................................................... 4
2.4 Dasar dan Tarif Pengenaan Pajak Hiburan ....................................................... 4
2.5 Cara Perhitungan,Masa dan Saat Terutang Pajak Hiburan ............................... 6
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................ 7
3.1 Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Pajak Hiburan....................................... 7
3.2 Tata Cara Pembayaran Pajak hiburan ............................................................... 8
3.3 Tata Cara Penagihanan Pajak Hiburan ............................................................. 9
3.4 Contoh Perhitungan Pajak Hiburan ................................................................... 10
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................... 12
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 12
4.2 Saran .................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pajak di indonesia telah dipergunakan oleh negara sebagai sumber
penerimaan terbesar setelah migas dalam menutupi belanja negara,
sebagaimana yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
setiap tahunnya. Pendapatan dari sektor pajak setiap tahun anggaran selalu
diupayakan mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan fungsi pajak itu
sendiri baik sebagai Alat Budgeter maupun Alat Regulator.
Pengertian Pajak menurut Rochmat Soemitro, ialah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan Undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan data yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sekarang
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara indonesia yang paling
terbesar. Hingga saat ini penerimaan negara indonesia dari sektor perpajakan
lebih dari 70% dari total penerimaan negara. Kedepannya kontribusi
penerimaan pajak diharapkan meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan negara serta untuk mewujudkan kemandirian ekonomi yang
dirancangkan pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah


a) Bagaimana Tata Cara Pengenaan dan Pemungutan Pajak Hiburan di
Indonesia?
b) Bagaimana Penerapan Sistem Pemungutan Pajak Hiburan di Indonesia?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
a) Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Bagaimana Tata Cara Pengenaan dan Pemungutan
Pajak Hiburan Di Indonesia.
b) Manfaat Penulisan
Memberikan Informasi, dan Masukan Kepada Teman Teman
Mengenai Penerapan Sistem pemungutan Pajak Hiburan diIndonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Daerah


Definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pengertian pajak daerah di atas tertuang dalam UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Aturan ini
menggantikan UU No. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU
No. 34 Tahun 2000..
Pajak Daerah memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Pajak Daerah digunakan untuk pendanaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, pembangunan, dan juga sebagai tabungan
Pemerintah Daerah.
b. Pemerintah daerah mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak daerah. Dana dari pajak daerah dapat digunakan sebagai salah satu
alat untuk mencapai tujuan ekonomi pemerintahan dan mengurangi
masalah ekonomi di daerah
c. Dengan terus adanya dana dari pajak daerah dapat membantu pemerintah
dalam menstabilkan harga barang dan jasa sehingga dapat mengurangi
inflasi.
d. Digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum termasuk untuk
membuka lapangan kerja baru sehingga terjadi pemerataan pendapatan agar
tidak terlalu menonjolnya kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan yang
miskin.

2.2 Jenis-Jenis dan Dasar hukum Pajak Daerah


1. Jenis-jenis Pajak daerah
Berdasarkan sistem pemungutan pajak daerah dibagi menjadi 2 yaitu (Official
Assesment) atau Dibayar Sendiri (Self Assesment) oleh Wajib Pajak
a. Pajak Provinsi
1) Jenis Pajak Provinsi yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala
Daerah (official assesment) terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan
c. Pajak Air Permukaan.
2) Jenis Pajak Provinsi yang Dibayar Sendiri (self assessment)
berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas :
a. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
b. Pajak Rokok
b. Pajak Kabupaten/Kota
1) Jenis Pajak Kabupaten/Kota yang dipungut berdasarkan penetapan
Kepala Daerah (official asessment), terdiri dari :
a. Pajak Reklame
b. Pajak Air Tanah dan
c. Pajak Bumi dan Bangunan
2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota yang Dibayar Sendiri (self assessment)
berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Penerangan Jalan
e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
f. Pajak Parkir
g. Pajak Sarang Burung Walet dan
h. BPHTB (Bea Perolehan Hak Tanah dan bangunan
2. Dasar Hukum Pajak Daerah
1) No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
2) PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; dan
3) PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
2.3 Pengertian, Objek dan subjek Pajak Hiburan
1.Pengertian Pajak Huburan
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan.Pajak hiburan
adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, meliputi semua jenis tontonan,
pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut
bayaran.
2. Objek Pajak Hiburan
Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut
bayaran.
Hiburan sebagaimana dimaksud adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat dan sulap;
g. permainan bilyar dan bowling;
h. pacuan kuda dan pacuan kendaraan bermotor;
i. permainan ketangkasan;
j. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitness center).
k. pertandingan olahraga.
Dikecualikan dari objek Pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang
tidak dipungut bayaran pada acara pernikahan,upacara adat, kegiatan
keagamaan, dan pameran buku.
3.Subjek Pajak Hiburan
Subjek pajak hiburan adalah orang pribafi atau badan yang menikmati
hiburan.

2.4 Dasar dan Tarif Pengenaan Pajak Hiburan


1. .dasar pajak Hiburan
Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang
seharusnya diterima penyelenggara hiburan. Jumlah uang dimaksud, termasuk
potongan harga dan tiket gratis yang diberikan kepada penerima jasa hiburan,
yakni Anda yang bertindak sebagai konsumen atau penikmat hiburan.
2. Tarif Pajak hiburan
a. Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop ditetapkan sebesar 10%
(sepuluh persen);
b. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang
berkelas lokal/ tradisional sebesar 0% (nol persen);
c. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang
berkelas nasional sebesar 5% (lima persen);
d. Tarif pajak untuk pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana yang
berkelas internasional sebesar 15% (lima belas persen);
e. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas lokal/ tradisional
sebesar 0% (nol persen);
f. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas nasional sebesar 5%
(lima persen);
g. Tarif pajak untuk kontes kecantikan yang berkelas internasional
sebesar 15% (lima belas persen);
h. Tarif pajak untuk pameran yang bersifat non komersial sebesar 0% (nol
persen);
i. Tarif pajak untuk pameran yang bersifat komersial sebesar 10%
(sepuluh persen);
j. Tarif pajak untuk diskotik, karaoke, klab malam, pub, bar, musik hidup
(live music), musik dengan disck jockey (DJ) dan sejenisnya sebesar
25% (dua puluh lima persen
k. Tarif pajak untuk sirkus, akrobat, dan sulap yang berkelas lokal/
tradisional sebesar 0 (nol persen)
l. Tarif pajak untuk sirkus, akrobat, dan sulap yang berkelas nasional dan
internasional sebesar 10 (sepuluh persen);
m. Tarif pajak untuk permainan bilyar, bowling sebesar 10%(sepuluh
persen);
n. Tarif pajak untuk pacuan kuda yang berkelas lokal/ tradisional sebesar
5% (lima persen);
o. Tarif pajak untuk pacuan kuda yang berkelas nasional dan
internasional sebesar 15% (lima belas persen);
p. Tarif pajak untuk pacuan kendaraan bermotor sebesar 15% (lima belas
persen);
q. Tarif pajak untuk permainan ketangkasan sebesar 10% (sepuluh
persen);
r. Tarif pajak untuk panti pijat, mandi uap, dan spa sebesar 35% (tiga
puluh lima persen);
s. Tarif pajak untuk refleksi dan pusat kebugaran/fitness center sebesar
10% (sepuluh persen);
t. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga yang berkelas lokal/
tradisional sebesar 0% (nol persen);
u. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga yang berkelas nasional
sebesar 5% (lima persen);
v. Tarif pajak untuk pertandingan olah raga yang berkelas internasional
sebesar 15% (lima belas persen)

2.5 Cara Perhitungan ,masa,dan saat Terutang Pajak hiburan


1.Cara perhtungan pajak
Besaran pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak yaitu jumlah uang yang diterima
atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggarahiburan.
2.Masa Pajak
a) masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu)
bulan takwim
b) Bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh
3.Saat terutang Pajak
a) Pajak terutang terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan
b) Dalam pembayaran diterima sebelum hiburan diselenggarakan,pajak
terutang saat terjadi pembayaran.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Pajak Hiburan


1. Atas dasar SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) Bupati
menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD.
2. Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat tidak atau kurang dibayar
setelah lewat waktu. paling lama tiga puluh hari sejak SKPD diterima,
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua
persen sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD
3. Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud dalam
pasal II ayat (I) digUnakan untuk menghitung, memperhitungkan dan
menetapkan pajak sendiri yang terhutang ; Dalam jangka waktu lima tahun
sesudah saat terhutangnya pajak, Bupati menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN;
4. SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diterbitkan
apabila:.
a) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda dua persen sebulan dihitung dari pajak yang
kurang atrau terlambat dibayar untuk jangka paling lama dua puluh
empat bulan dihitung sejak terhutangnya pajak ;
b) SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan
telah ditegur secara tertulis dan dikenakan sanksi administrasi berupa
denda dua persen sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama dua puluh empat
bulan dihitung sejak saat terhutang pajak ;
c) kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi sehingga pajak - pajak yang
terhutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan beban sebesar dua puluh lima persen dari pokok pajak
ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar dua persen sebulan
dihitung dari pajak yang terlambat dibayar untuk jangka waktu paling
lama dua puluh empat bulan dihitung saat terhutangnya pajak.
5. SPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila
ditemukan data barn atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang, dan dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar seratus persen dari jumlah
kekurangan pajak itu;
6. SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila
jumlah pajak yang terhutang sarna besamya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terhutang dan tidak ada kredit pajak.
7. Apabila kewajiban membayar pajak terhutang dalam SKPDKB dan
SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau
tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan,
ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi
berupa dengan dua persen sebulan ;
8. Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) tidak dikenakan, apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.

3.2 Tata Cara Pembayaran Pajak Hiburan


1. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk
oleh Bupati dalam waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT dan STPD ;
2. Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk basil
penerimaan pajak harns disetorkan ke Kas Daerah selambat - lambatnya 1 x
24 jam.
3. Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayt (I) dan ayat (2)
dilakukan dengan menggunakan SSPD.
4. Pembayaran pajak wajib dilakukan oleh Wajib pajak sekaligus atau lunas.
5. Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur pajak terhutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
6. Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disyaratkan dilakukan secara teratur dan berturut - turut dengan dikenakan
denda sebesar dua persen sebulan dari jumlah pajak yang belum atau
kurang bayar.
7. .Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda
pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan denda sebesar dua persen
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
8. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata
cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
9. Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 15 diberikan tanda
bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan ;
10. Ketentuan bentuk, jenis, isi, tanda bukti pembayaran, dan buku penerimaan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (I), ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.

3.3 Tata Cara Penagihan Pajak Hiburan


1. Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai
awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan tujuh hari sejak
saat jatuh tempo pembayaran ;
2. Dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal atau Surat teguran atau
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak wajib melunasi
pajak yang tehutang ;
3. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Bupati.
4. Apabila jumlah pajak yang kurang dibayar tidak dilunasi dalam jangka
waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau Surat Peringatan
atau surat lain yang sejenis, penagihan dilakukan dengan Surat Paksa.
5. Bupati menerbitkan Surat Paksa setelah lewat dua puluh satu hari terhitung
sejak tanggaI Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis.
6. Apabila jumlah pajak yang hams dibayar tidak dilunasi dalam waktu 2 x 24
jam sesudah tanggal penerbitan Surat Paksa, Pejabat menerbitkan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan.
7. Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi hutang
pajak setelah lewat waktu sepuluh hari terhitung sejak tanggal penerbitan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan permintaan
penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
8. Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat
pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis
kepada wajib pajak.
9. Ketentuan bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk
pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

3.4 Contoh Perhitungan Pajak Hiburan

1. Pajak Hiburan Jenis Karaoke :

Wajib Pajak “A” mempunyai omzet usaha hiburan karaoke bulan April
2015 sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah), maka :

a. Dasar Pengenaan Pokok Pajak Rp. 50.000.000,-.

b.Pokok Pajak Hiburan yang terutang adalah 50% x Rp. 50.000.000 =


Rp. 25.00.000,- (dua puluh lima juta Rupiah).

2. Pajak Hiburan Jenis Panti Pijat :

Wajib Pajak “A” mempunyai omzet usaha hiburan karaoke bulan April
2015 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta Rupiah), maka :

a. Dasar Pengenaan Pokok Pajak Rp. 10.000.000,-.

b.Pokok Pajak Hiburan yang terutang adalah 35% x Rp. 10.000.000 =


Rp. 3.500.000,- (tiga puluh lima juta Rupiah).

3. Pajak Hiburan Jenis Permainan Ketangkasan :

Wajib Pajak “A” mempunyai omzet usaha hiburan permainan billyard


bulan April 2015 sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta Rupiah),
maka :
a. Dasar Pengenaan Pokok Pajak Rp. 30.000.000,-.Pokok Pajak Hiburan
yang terutang adalah 30% x Rp. 30.000.000 = Rp. 9.000.000,-
(sembilan juta Rupiah)

4. Sebuah Usaha Bilyard Dengan Harga Tiket Rp.10.000,- Tiket Yang Terjual
20.000 Buah. Sehingga Perhitungannya Sebagai Berikut :

Pendapatan (PP) : Banyaknya Tiket Yang Terjual X Harga Tiket

(PP ) : 20.000 X Rp.10.000,-

(PP ) : Rp.200.000.000,-

Pajak Hiburan (PH) : 20% X PP

PH : 20% X Rp.200.000.000,-

PH : Rp.40.000.000,-

Jadi Jumlah Pajak Hiburan Yang Harus Dibayarkan Adalah Sebesar


Rp.40.000.000,-
BAB IV
PENUTUP

4.1 kesimpulan
a. Hasil penerimaan pajak daerah khususnya pajak hiburan sebagian besar
diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk menopang otonomi daerah
dan pembangunan daerah.
b. pengenaan pajak,yaitu ditetapkan oleh kepala daerah atau dibayar sendiri
oleh wajib pajak,pajak dibayar oleh wajib pajaksetelah terlebih dahulu
ditetapkan oleh kepala daerah melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau
dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis,nota
perhitungan dan pajak yang dibayar sendiri adalah pengenaan pajak yang
memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Ketetapan Pajak Daerah.
c. Perhitungan Pajak Daerah sudah Memenehi ketentuan Tentang Perpajakan
daerah

4.2 Saran
a. Badan Pendapatan Daerah harus dapat menciptakan kerjasama yang baik
terhadap sesama pegawai maupun kepada masyarakat agar wajib pajak
tahu mereka membayar pajak berarti mereka turut serta membiayai
pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat.
b. Badan Pendapatan Daerah harus mengelola pajak daerah sesuai dengan
Undang – Undang Perpajakan yang berlaku dengan baik dan benar serta
selalu menjaga sifat yang jujur, sopan dan tegas dalam melakukan
pelayanan terhadap wajib pajak.
c. Badan Pendapatan Daerah harus mensosialisasikan Peraturan Pemerintah
agar lebih bisa dipahami dan dilaksanakan oleh wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA

Rochmat Soemitro,Pengertian Pajak repository.bsi.ac.id pertama kali diindeks


oleh Google pada Maret 2018:
https://repository.bsi.ac.id/index.php/unduh/item/237767/Jur
nal-Moneter.pdf
pajakku.com diindeks oleh Google pada tahun 2013
https://pajakku.com/read/5d82eb4574135e0390823b09/Defin
isi-Pajak-Daerah-dan-Jenis-jenis-Pajak-Daerah
https://Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,Pajak
Hiburan,Pengertian,Objek,Subjek,Dasar,Tarif
Pengenaan,Cara Perhitungan,Masa dan saat Terutang Pajak
Hiburan.
bprd.jakarta.go.id/jenis/pajak-hiburan UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan
penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Aturan ini menggantikan UU No. 18 Tahun
1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun
2000.
Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak
Hiburan.
Peraturan Daerah Bupati Musi Banyuasin no 28 Pengelolan Pajak Hiburan di
indeks Oleh Google Pada Tahun 2019
https://jdih.mubakab.com/administrator/file_perda/NOMOR
%2028-PENGELOLAAN%20PAJAK%20HIBURAN.pdf
bakeuda.tegalkota.go.id pertama kali diindeks oleh Google pada April 2018
http://bakeuda.tegalkota.go.id/index.php/layanan/pajak-
hotel-dan-restoran/12-layanan.
PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; dan
PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.

Anda mungkin juga menyukai