Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya. Sehingga saya dapat

menyelesaikan proposal skripsi sebagai persyaratan pengajuan judul skripsi.

Proposal ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam proses pembuatan proposal

ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca

agar saya dapat memperbaiki proposal atau karya ilmiah lainnya.

Akhir kata semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

memberikan sedikit pengetahuan.

Tangerang, November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... II

DAFTAR ISI ......................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4


1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 4
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10
2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 10
2.1.1 Teori Bakti ............................................................................... 10
2.2 Pengertian Pajak ...................................................................................... 10
2.2.1 Pengertian Pajak Secara Umum ............................................... 10
2.2.2 Fungsi pajak ............................................................................. 11
2.2.3 Tarif Pajak................................................................................ 12
2.2.4 Tata Cara Pemungutan Pajak ................................................... 13
2.2.4.1 Stelsel Pajak ................................................................. 13
2.2.4.2 Asas Pemungutan Pajak ............................................... 15
2.2.4.3 Sistem Pemungutan Pajak ............................................ 16
2.2.5 Jenis-Jenis Pajak ...................................................................... 16
2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21 ................................................................... 18
2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 .................................... 18
2.3.2 Subjek Pajak PPh 21 ................................................................. 19
2.3.3 Bukan Subjek Pajak PPh 21..................................................... 20
2.3.4 Objek Pajak PPh 21 ................................................................. 21
2.3.5 Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21 ............................................ 22
2.3.6 Tarif Pajak PPh 21..................................................................... 23
2.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) ......................................... 23

iv
2.5 Kepatuhan Wajib Pajak ........................................................................ 24
2.5.1 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak .................................................... 25
2.5.2.Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak ............................................... 26
2.5.3 Indikator Kepatuhan Pajak ........................................................ 26
2.6 Wajib Pajak ................................................................................................................ 27
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................... 28
2.8 Kerangka Konseptual ............................................................................. 31

GAMBAR 2.1 KERANGKA KONSEPTUAL ................................................. 31


2.8 Pengembangan Hipotesis ....................................................................... 31

BAB III ................................................................................................................. 34

METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 34


3.1 Jenis Penelitian.......................................................................................... 34
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 34
3.3 Variabel dan Pengukuran ..................................................................... 34
3.3.1 Variabel Independen ................................................................ 35
3.3.2 Variabel Dependen .................................................................... 36
3.4 Populasi dan Sampel .................................................................................................. 36
3.4.1 Populasi ..................................................................................... 36
3.4.2 Sampel ..................................................................................... 37
3.5 Teknik Pengambilan Data ...................................................................................... 37
3.6 Analisi Data ................................................................................................................ 37
3.6.1 Metode Analisis ....................................................................... 37
3.6.2 Uji Asumsi Klasik .................................................................... 38
3.6.3 Uji Hipotesis.............................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan sumber utama pendapatan di seluruh negara, pajak

ditempatkan Indonesia sebagai penerimaan utama untuk memantapkan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hasil pembayaran pajak dari

masyarakat utamanya digunakan untuk membangun negara ini agar hasil

pembangunan tersebut dapat dinikmati masyarakat. Pendapatan dari pajak juga

digunakan untuk belanja negara yang bersifat rutin yang tentu saja ditujukan bagi

kesejahteraan warga negara Republik Indonesia. Pentingnya peranan pajak bagi

negara ini telah digambarkan dari uraian diatas. Maka dari itu, pemerintah sangat

berupaya untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dari penerimaan pajak ke

dalam kas negara.

Perpajakan merupakan sektor pendapatan Negara yang diperoleh dari

masyarakat dan dikeluarkan kembali untuk kesejahtraan masyarakat. sebagai

sumber peneriman Negara yang sangat potcnsial pajak merupakan peranan yang

sangat penting untuk menunjang pembiayaan Negara baik untuk belanja rutin

maupun untuk belanja pembangunan, karena sebagian besar sumber penerimaan

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasai dari sektor

perpajakan. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlansung secara terus

menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahtraan

rakyat, untuk mereafisasikan tujuan tersebut harus memperhatikan masalah

4
pembangunan yaitu dengan cara menggali sumber dana yang berasai dari dalam

negeri berupa pajak, dengan demikian peran pajak dalam perkembangan

perekonomian Indonesia sangatiah penting. Pajak merupakan wujud nyata

partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional, dimana dari hasil

penerimaan pajak tersebut pemerintah dapat menjalankan rumah tangga

pemerintah seperti digunakan untuk membiayai pelayanan publik dan bangunan.

Pajak merupakan tumpuan sumber penerimaan Negara dan berdasarkan jenis

pajak penghasilan.

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang terutang atas penghasilan

yang menjadi kewajiban bagi wajib pajak orang pribadi atau badan atas

penerimaan yang berupa gaji/upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran

lainnya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak

penghasilan (PPh) Pasal 21 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

Per-32/PJ/2015 adalah pajak penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun

sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri (Direktur Jendral Pajak, 2015).

Pajak Penghasilan (PPH) telah memberikan kontribusi terbesar, namun PPH

hanya dapat dikenakan kepada mereka yang telah memiiiki penghasilan diatas

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Penghasilan tidak kena pajak atau PTKP adalah batas hidup minimum

yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk dapat hidup layak sehingga tidak dapat

diganggu gugat oleh siapa pun. Pajak penghasilan merupakan pajak subjektif

4
sehingga subjek pajak perlu diperhatikan. PTKP merupakan salah satu fasilitas

dalam pelaksanaan kewajiban pajak penghasilan ini. PTKP dapat diberikan dalam

jumlah tetap ataupun variatif. Di Indonesia, PTKP bersifat variatif disesuaikan

dengan kondisi wajib pajak yang bersangkutan. Wajib pajak yang telah menikah

dan belum menikah ataupun yang telah memiliki anak memiliki jumlah yang

berbeda secara proporsional.

UU No. 28 Tahun 2007 pasal I, wajib pajak adalah orang pribadi atau

badan, meiiputi pembayaran pajak. pemotongan pajak, dan pemungutan pajak,

yang mempuyai hak dan kewajiban peipajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan, megingat pentingnya peran masyarakat dalam

membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan Negara, maka

peningkatan jumlah wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak harus diperhatikan

guna meningkatkan pajak penghasilan. Undang- undang pajak penghasilan telah

menelapkan system pemungutan pajak penghasila secara self assessment, dimana

wajib pajak diberi kepercayan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk

menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhitung.

Penerapan ini agar administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan rapi,

terkendali dan mudah dipahami oleh wajib pajak,

Berhubungan dengan hal diatas, maka penulis tertarik mengajukan

penelitian berjudul “Pengaruh Kenaikan PTKP , Kepatuhan Wajib Pajak dan

Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 ”.

4
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah ditulis diatas, maka penulis

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Apakah kenaikan PTKP berpengaruh terhadap penerimaan pajak Penghasilan

Pasal 21?

2. Apakah kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak

Penghasilan Pasal 21?

3. Apakah jumlah wajib pajak berpengaruh secara simultan terhadap

penerimaan Pajak Penghasilan pasal 21?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk

menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah kenaikan PTKP berpengaruh signifikan terhadap

penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21?

2. Untuk mengetahui apakah kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21?

3. Untuk mengetahui apakah jumlah wajib pajak berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21?

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh

ujian Sarjana srata 1 Ekonomi Akuntansi Universitas Pamulang. Hasil penelitian

ini diharapkan penulis akan memberikan manfaat antara lain :

5
1. Manfaat teoristis

Bagi penulis: menambah wawasan, pengetahuan dan ilmu dibidang

perpajakan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam pengaplikasiannya

di lapangan.

2. Manfaat Praktis

Bagi perusahaan : Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan

sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan

dengan penelitian ini dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaan peraturan

perpajakan yang diterapkan pada Pajak Penghasilan pasal 21 untuk dapat

mengoptimalkan penerimaan pajak negara.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran

mengenai isi skripsi secara singkat, sehingga pembaca lebih mudah untuk

memahaminya. Penulis memaparkannya secara garis besar dan sistematika

penulisan dengan membaginya dalam lima bab terbagi atas sub bab, adapun

susunannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang melandasi penelitian yang

sedang dilakukan atau temuan-temuan ilmiah dari buku ilmiah, jurnal,

7
hasil penelitian terdahulu disertai dari, landasan teori, penelitian

terdahulu, kerangka konseptual dan pengembangan hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang tahapan atau metodologi penelitian yang

akan ditempuh dalam pemecah masalah untuk mencapai tujuan penlitian,

antara lain jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, variabel dan

pengukuran, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik

analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum objek penelitian serta

penyajian data yang telah dikumpulkan dan beberapa analisa untuk

mengelola data tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan dalam

pemecahan masalah, meliputi informasi penelitian, analisis data dan

pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang merupakan rangkuman dari

seluruh hasil pembahasan dan penelitian yang dilakukan beserta saran atau

masukan bagi perusahaan dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Bakti

Resmi (2019) Teori ini mendasarkan pada paham organische staatsleer.

Paham tersebut mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara, timbul hak mutlak

untuk memungut pajak. Orang-orang tidaklah berdiri sendiri, dengan tidak adanya

persekutuan tidak akan ada individu. Oleh karena itu, persekutuan (yang

menjelma menjadi negara) berhak atas satu dan yang lain. Akhirnya setiap orang

menyadari bahwa menjadi suatu kewajiban mutlak untuk membuktikan tanda

baktinya terhadap negara dalam bentuk pembayaran pajak.

Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus menyadari bahwa

pembayaran pajak adalah suatu kewajiban, karena negaralah yang bertugas

menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Sehingga menurut teori ini negara

berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak.

2.2 Pengertian Pajak

2.2.1 Pengertian Pajak Secara Umum

Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertia pajak,

berikut pemaparannya :

Menurut Waluyo (2013 :3) mendefinisikan “pajak adalah iuran wajib berupa

uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum,

guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam

8
mencapai mencapai kesejahteraan umum.”

Menurut Dr. N.J. Feldmann, dalam Resmi (2019:1) “pajak adalah prestasi

yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-

norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-

mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro, S.H.,( 2014:1) “pajak adalah iyuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan )

dengan tiada mendapat jasa timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat

ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

2.2.2 Fungsi pajak

Fungsi pajak yang dinyatakan oleh Resmi (2019:3), terdiri 2 (dua) fungsi

pajak yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend

(pengatur).

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu

sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya

memasukkan penerimaan sebanyak-banyaknya ke kas negara dengan cara

ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan

peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak

Pertambahan Nilai (PPN), Pajak atas Barang Mewah (PPnBM), PBB, Dll.

9
2. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta

mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

2.2.3 Tarif Pajak

Tarif pajak yang dikemukakan oleh Resmi (2019:14), dibedakan menjadi

tarif tetap, tarif proposional (sebanding), tarif progresif (meningkat), dan tarif

degresif (menurun).

1. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun

besarnya dasar pengenaan pajak. Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea

materai, pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk berapa pun

jumlahnya dikenakan pajak sebesar Rp 6000.

2. Tarif Proporsional (sebanding)

Tarif proporsional (sebanding) adalah tarif berupa presentase tertentu yang

sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajak. Makin besar dasar

pengenaan pajak maka makin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan

kenaikan proporsional atau sebanding. Contoh : PPN (tarif 10%), PPh Pasal 26

(tarif 20%), PPh Pasal 23 (tarif 15% dan 2% untuk jasa lain), PPh WP badan

dalam negeri dan BUT (tarif Pasal 17 ayat (1) b atau 28% untuk tahun 2009 dan

25% untuk tahun 2019 dan seterusnya sesuai dengan peraturan yang berlaku pada

periode yang bersangkutan).

10
3. Tarif Progresif

Tarif progresif adalah tarif berupa presentase tertentu yang makin meningkat

dengan makin meningkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

1) Tarif Progresif-Proporsional, yaitu presentase tertentu yang semakin

meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak, dimana

kenaikan presentase bersifat tetap. Contoh : PPh.

2) Tarif Progresif-Progresif, yaitu tarif berupa presentase tertentu yang makin

meningkat dengan makin meningkatnya dasar pengenaan pajak dimana

kenaikan presentase juga ikut meningkat. Tarif ini masih digunakan tetapi

hanya untuk Wajib Pajak badan dan Bentuk Usaha Tetap.

3) Tarif Progresif-Degresif, yaitu tarif berupa presentase tertentu yang makin

meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak tetapi kenaikan

presentase tersebut semakin menurun.

4. Tarif Degresif

Tarif degresif yaitu tarif berupa presentase tertentu yang semakin menurun

dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

2.2.4 Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Siti Resmi (2019:8) Tata cara pemungutan pajak terdiri atas

stelses pajak, asas pemungutan pajak dan sistem pemungutan pajak.

2.2.4.1 Stelsel Pajak

1. Stelsel Nyata (Riil)

Stelsel nyata yakni pengenaan pajak didasarkan pada objek yang

11
sesungguhnya terjadi (yakni penghasilan yang nyata) sehingga pemungutan pajak

baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang

sesungguhnya dari tahun yang bersangkutan. Kebaikannya : Pajak yang dikenakan

lebih akurat dan realistis.

Kelemahannya : karena pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode

sehingga wajib pajak dibebani dengan jumlah pembayaran yang tinggi pada akhir

tahun padahal uang kas belum tentu tersedia pada saat itu. Contohnya :

perhitungan PPh Badan yang terutang hingga akhir tahun berjalan, baru dapat

diketahui jumlahnya setelah membuat SPT PPh Badan pada akhir tahun fiskal

yang bersangkutan.

2. Stelsel Anggapan

Stelsesl anggapan yaitu bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu

anggapan yang diatur oleh undang-undang. Sebagai contoh penghasilan suatu

tahun dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak yang

terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang terutang pada

tahun sebelumnya. Dengan stelsel ini berarti besarnya pajak yang terutang pada

tahun berjalan sudah dapat ditetapkan atau diketahui pada awal tahun yang

bersangkutan. Kelebihannya : Pajak dapat dibayar secara mengangsur selama

tahun pajak berjalan tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya : pajak

yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan seseungguhnya sehingga jumlahnya

tidak akurat. Contoh : Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun yang

berjalan adalah didasarkan kepada perhitungan 1/12 dari jumlah pajak yang

terutang tahun sebelumnya.

12
3. Stelsel Campuran.

Stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,

kemudian pada akhir tahun besarnya pajak dihitung disesuaikan dengan keadaan

yang sebenarnya. Jika besarnya pajak berdasarkan keadaan sesungguhnya lebih

besar daripada besarnya pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus

membayar kekurangan. Sebaliknya, jika lebih kecil, maka kelebihannya dapar

diminta kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada tahun-tahun berikutnya.

2.2.4.2 Asas Pemungutan Pajak

1. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh

penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan

yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Setiap Wajib Pajak yang berdomisili atau yang bertempat tinggal di wilayah

Indonesia (Wajib Pajak dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan

yang diperolehnya, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber

diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3. Asas Kebangsaan

Bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

13
2.2.4.3 Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan

untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Self Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam

menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan perpajakan yan berlaku. Wajib Pajak diberi

kepercayaan untuk:

1) menghitung sendiri pajak yang terutang

2) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang

3) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang

4) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang

5) mempertanggungjawabkan pajak yang terutang

3. With Holding System Sistem

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada

pihak ketiga yang ditunjuk, peranan dominan ada pada pihak ketiga.

2.2.5 Jenis-Jenis Pajak

Adapun perkembangan struktur dan jenis pajak di Indonesia dalam Resmi

(2019:7), dinyatakan bahwa pajak terbagi menurut golongan, menurut sifat, dan

14
menurut lembaga penuntutnya.

1. Menurut Golongan :

1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain

atau pihak lain, pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang bersangkutan.

Contoh : PPh. PPh yang ditangguhkan oleh pihak-pihak tertentu yang

memperoleh penghasilan tersebut. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang

pada akhirnya dibebankan atau dilimpahakan kepada orang lain atau orang

ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,

atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misal terjadi

penyerahan barang atau jasa. Contoh : PPN. PPN Pajak ini dibayarkan oleh

produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada

konsumen baik secara eksplisit maupun implisit (dimasukkan dalam harga

jual barang atau jasa). Menurut Sifat :

2) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan

pribadi Wajib Pajak atau keadaan subjeknya. Contoh : PPh, dalam PPh

terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi yang memperhatikan status

perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya, hal tersebut digunakan

untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak.

3) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaanya memperhatikan objeknya

baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan

timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi

Subjek Pajak maupun tempat tinggal. Contoh : PPN, PPnBM, dan PBB.

15
2. Menurut Lembaga Penuntut :

1) Pajak Pusat, sesuai namanya pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan penggunaannya untuk membiayai rumah tangga negara

pada umumnya. Contoh : PPh, PPN dan PPnBM.

2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik

tingkat I (pajak provinsi) maupun tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan

penggunaannya untuk membiayai rumah tangga masing-masing daerah.

Contoh : PKB, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak

bukan Mineral dan Batuan, Pajak parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang

Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21

2.3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

32/PJ/2015 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,

tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.

Pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak yang bersifat withholding

system, yaitu pajak yang dipotong oleh orang lain atau pihak ketiga. Perhitungan

jumlah pajak penghasilan pasal 21 yang harus dibayar oleh wajib pajak dilakukan

dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak berdasarkan

21
pasal 17 UU pajak penghasilan. Besarnya jumlah penghasilan kena pajak dari

wajib pajak dihitung berdasarkan penghasilan netonya dikurangi dengan PTKP.

2.3.2 Subjek Pajak PPh 21

Waluyo (2011 : 208), penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

yaitu orang pribadi yang merupakan :

1. Pegawai.

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari

tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, pegawan/pegawati,

pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

3) Olahragawan.

4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.

5) Pengarang, peneliti, dan pemerintah.

6) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta

pemberi kerja kepada suatu ke panitian.

7) Agen iklan.

8) Pengawas atau pengelola proyek.

21
9) Pembawa pesanan atau yang menentukan langganan yang menjadi perantara.

10) Petugas dinas luar asuransi.

11) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling.

4. Peserta kegiatan, yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

1) Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga

seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perlombaan lainnya.

2) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.

3) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan

tertentu.

4) Peserta Pendidikan, pelatihan, dan peserta magang.

2.3.3 Bukan Subjek Pajak PPh 21

Waluyo (2011 : 209), tidak termasuk pengertian penerima penghasilan yang

dipotong PPh Pasal 21 adalah :

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara

asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan

bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara

Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain

di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan

memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah

ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara

21
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain

untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2.3.4 Objek Pajak PPh 21

Waluyo (2011 : 211), yang termasuk penghasilan yang dipotong pajak PPh

Pasal 21 sebagai berikut :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa

penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur

uang pensiun atau pembayaran sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja.

4. Penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus

berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jumlah

hari tua, dan pembayaran lain sejenisnya.

5. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,

upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan, atau upah yang dibayarkan

secara bulanan.

6. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,

dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang

dilakukan.

7. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama

dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

21
8. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama

dan dalam bentuk apapun.

2.3.5 Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21

Waluyo (2011 : 211), penghasilan yang tidak termasuk dalam pengertian

penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagai berikut :

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, asuransi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun

yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan

dimaksud diberikan oleh :

1) Bukan wajib pajak.

2) Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.

3) Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma

perhitungan khusus.

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah

disahkan Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada Jamsostek

yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal

zakat yang bentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan

yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang

diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang

dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sepanjang tidak ada hubungan

21
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang

bersangkutan.

5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf “I” Undang-

Undang Pajak Penghasilan.

2.3.6 Tarif Pajak PPh 21

Dwikora Harjo (2012 : 96), tarif pemotong PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap

adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf 1 Undang-Undang tentang Pajak

Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP), sebagai berikut :

Table 2.1
Tarif Pajak PPh 21

Lapisan PKP Tarif Pajak


Sampai Dengan Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 - Rp 250.000.000,00 15%
Di atas Rp 250.000.000,00 - Rp 500.000.000,00 25%
Di atas Rp 500.000.000,00 30%
Sumber : Dwikora Harjo (2012 : 96)

Dalam hal wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tapi

tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pajak

penghasilan pasal 21 adalah lebih tinggi 20% dari pada tarif normal.

2.4 Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )

Menurut Resmi,Siti (2013:96) penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak kena pajak. Untuk menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri, penghasilan netonya

dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak. Pada prinsipnya biaya

21
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai

hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk

mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak

yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa

manfaat dari pengeluaran tersebut.

Undang-Undang Pajak Penghasilnan Nomor 36 Tahun 2008 menerapkan

PTKP terbaru yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, dan pada tahun 2012 telah

muncul Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 yang

menerapkan PTKP terbaru, kemudian disusul di tahun 2015 dikeluarkan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015, dan terakhir pada tahun 2016 ini

pemerintah kembali mengoreksi besarnya PTKP dengan dikeluarkannya Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016. Jadi selama 7 Tahun saja PTKP

sudah diubah sebanyak empat kali. Perubahan terbaru yang kembali dilakukan

oleh pemerintah dengan dilakukanya Peraturan Menteri Keuangan PMK

No.101/PMK.010/2016 Pada tanggal 22 Juni 2016 berlaku sejak 1 Januari 2016

yaitu besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sampai dengan tahun 2017

adalah Rp 54.000.000,-.

2.5 Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan menurut KBBI berarti ketaatan, sedangkan menurut Undang

undang Nomor 28 Tahun 2007 yaitu kondisi yang menuntut keikutsertaan aktif

wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya membutuhkan

kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.

21
Definisi Kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia

Rahayu (2010:138) adalah: “Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya.”

Adapun menurut Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:19),

mengemukakan bahwa: “Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara

sukarela (voluntary of complince) merupakan tulang punggung sistem self

assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri

kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan

melaporkan pajaknya tersebut.”

2.5.1 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak dalam buku Siti Kurnia Rahayu

(2010:138) yaitu:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut

sudah benar atau belum. Yang penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah

disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara

substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu

sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat

meliputi kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak yang bersangkutan, selain

21
memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat

Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut.

2.5.2.Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 74/PMK.03/2012, bahwa

kriteria kepatuhan wajib pajak adalah:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengamgsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan

keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3

(tiga) tahun berturut-turut.

4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

2.5.3 Indikator Kepatuhan Pajak

Adapun indikator kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139)

yaitu:

1. Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat

Pemberutahuan (SPT) sesuai ketentuan.

2. Menyampaikan SPT ke KPP sebelum batas waktu terakhir.Kepatuhan

memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela system, dimana wajib pajak

bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian

secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan melaporkan pajaknya.

21
2.6 Wajib Pajak

Menurut Wikipedia Wajib Pajak, sering disingkat dengan sebutan WP

adalah orang pribadi atau badan (subjek pajak) yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Wajib pajak

bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan. Wajib pajak

dibedakan menjadi dua yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Di

Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai NPWP yang

berguna untuk saran dalam administrasi perpajakan, tanda pengenal diri atau

identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, untuk

dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan, dan menjaga ketertiban dalam

pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.

Sehingga dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak

dalam rangka melaksanakan kewajiban perpajakannya, undang-undang mengatur

secara tegas hak dan kewajiban wajib pajak dalam satu hokum pajak formal. Jadi

dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wajib pajak, sering disingkat dengan

sebutan WP adalah orang wajib pajak / badan (subjek pajak) yang menurut

ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan ditentukan untuk

melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak / pemotongan

pajak tertentu.

21
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Hasil Penelitian

No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian


1 Sri Maulana Pengaruh Kenaikan Hasil penelitian ini
Sintia. ( 2016 ) PTKP, Kepatuhan menunjukkan bahwa kenaikan
Wajib Pajak Dan PTKP jika dihitung dengan
Kegiatan Sosialisasi perhitungan PPh pasal 21,
Perpajakan Terhadap maka terjadi penurunan PPh
Penerimaan Pajak pasal 21 terutang yang akan
Penghasilan Orang dibayarkan. Kepatuhan wajib
Pribadi Pada Kpp pajak yang hanya patuh secara
Pratama Bukittinggi administrasi tapi tidak patuh
secara fiskal dapat menjadikan
ketidakwajaran nilai
penerimaan pajak penghasilan
orang pribadi. berpengaruh
terhadap penerimaan pajak
penghasilan orang pribadi.
2. Yuyun Pengaruh Jumlah Pengaruh jumlah wajib pajak
( 2014 ) Wajib Pajak Dan orang pribadi dan kepatuhan
Kepatuhan Wajib wajib pajak orang pribadi
Pajak Terhadap terhadap penerimaan pajak
Penerimaan Pajak penghasilan, tidak berpengaruh
Penghasilan Orang secara signifikan terhadap
Pribadi Dan Badan penerimaan pajak penghasilan
Di Kpp Pratama orang pribadi dan badan.
Palembang Seberang
Ulu

22
3. Faesal Pengaruh Berdasarkan hasil analisis
Fazlurahman, Eksentifikasi Pajak koefisien determinasi untuk
Memen dan Kepatuhan variable eksentifikasi pajak
Kustiawan. Wajib Pajak dan kepatuhan wajib pajak
( 2016 ) Terhadap menyatakan bahwa terdapat
Penerimaan Pajak pengaruh positif terhadap
Penghasilan Wajib penerimaan pajak penghasilan
Pajak Orang Pribadi orang pribadi .
( Studi pada KPP
Pratama Bandung
Karees Tahun 2010
– 2015 )
4. Nuritomo. Pengaruh Hasil penelitian menunjuKkan
( 2015 ) peningkatan bahwa peningkatan PTKP
Penghasilan Tidak memberikan pengaruh yang
Kena Pajak ( PTKP ) besar terhadap penerimaan
Terhadap pajak penghasilan pasal 21.
Penerimaan Pajak
Studi Pada KPP
Yogyakarta Satu.

22
5. Shinta Nurul Pengaruh Jumlah Dari hasil penelitian tersebut
Hermawati. Wajib Pajak Orang dapat dilihat bahwa Jumlah
( 2015 ) Pribadi Dan wajib pajak orang pribadi
Kenaikan berpengaruh terhadap
Penghasilan Tidak penerimaan pajak penghasilan
Kena Pajak orang pribadi. Masalah
Terhadap pernerimaan pajak penghasilan
Penerimaan Pajak orang pribadi yang tidak
Penghasilan Orang mencapai target hal ini
Pribadi (Studi Kasus dikarenakan jumlah wajib
Pada 8 Kpp Pratama pajak orang pribadi yang
Yang Terdaftar Di terdaftar tidak seluruhnya
Kanwil DJP Jawa membayar kewajiban
Barat 1) perpajakannya. Kenaikan
penghasilan tidak kena pajak
berpengaruh terhadap
penerimaan pajak penghasilan
orang

23
2.8 Kerangka Konseptual

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar

berikut ini :

Kenaikan PTKP
H1
(X1)

Kepatuhan H2 Penerimaan Pajak


Wajib Pajak Penghasilan PPh 21
(X2) (Y)

H3
Jumlah Wajib
Pajak
(X3) H3

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.8 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban

sementara atas masalah yang akan dirumuskan (Sugiyono, 2017) . Pada

Penelitian kuantitatif, hipotesis merupakan dugaan sementara dari jawaban

rumusan masalah penelitian.

28
Berdasarkan uraian di atas mengenai kajian teori dan perumusan masalah,

kerangka berfikir tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai

berikut:

1. Pengaruh Kenaikan PTKP Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Pasal 21

Menurut Resmi,Siti (2013:96) penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak kena pajak. Untuk menghitung

besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri, penghasilan netonya

dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak.

H1: Kenaikan PTKP berpengaruh terhadap penerimaan Pajak PPh 21

2. Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Pasal 21

Menurut Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:19),

mengemukakan bahwa: “Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara

sukarela (voluntary of complince) merupakan tulang punggung sistem self

assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri

kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan

melaporkan pajaknya tersebut.”

H2 : Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak

3. Pengaruh Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Pasal 21

28
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

H3 : Jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan pasal 21

28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan

sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian dekskriptif, yaitu untuk menunjukan

fenomena-fenomena yang ada baik fenomena alamiah atau fenomena buatan

manusia. Fenomena itu bisa bersifat bentuk, aktifitas, karakteristik, perubahan,

hubungan, kesamaan dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena

yang lainnya.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti, maka penulis mengadakan penelitian di Lingkungan Kantor Pelayanan

Pajak wilayah Tangerang Timur.

3.3 Variabel dan Pengukuran

Objek penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu variabel

independen/bebas dan variabel dependen/terikat. Variabel independen/ bebas

dalam penelitian ini adalah Kenaikan PTKP (X1), Kepatuhan Wajib Pajak (X2)

Jumlah Wajib Pajak ( X3 ) dan variabel dependen/terikat dalam penelitian ini

adalah Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Y) di Lingkungan Kantor

Pelayanan Pajak Wilayah Kota Tangerang Timur.

29
3.3.1 Variabel Independen

Menurut Sugiyono, (2017 ;39) variabel independen atau yang sering disebut

variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini

yang menjadi variabel independen atau bebas adalah penagihan pajak dan surat

paksa pajak.

1. Kenaikan PTKP ( X1)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan besaran penghasilan wajib

pajak orang pribadi yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Landasan

hukum yang mengatur PTKP ini terdapat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36

Tahun 2008 Pasal 7. Adanya PTKP dalam sistem perpajakan Indonesia

disebabkan karena pemerintah memikirkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Jika tidak ada PTKP dan pengenaan PPh kemudian dipukul rata untuk seluruh

wajib pajak pribadi yang sudah bekerja, maka akan ada perlakuan yang tidak adil

bagi sebagian kalangan.

2. Kepatuhan Wajib Pajak (X2)

Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya.”

Adapun menurut Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:19),

mengemukakan bahwa: “Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara

sukarela (voluntary of complince) merupakan tulang punggung sistem self

assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri

38
kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan

melaporkan pajaknya tersebut.

3. Jumlah Wajib Pajak ( X3 )

Jumlah Wajib Pajak adalah Jumlah yang tercatat di kantor pelayanan pajak

dimana wajib pajak tersebut sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan

berkewajiban untuk membayar dan melaporkan pajak yang harus disetorkan bisa

dari orang pribadi maupun badan.

3.3.2 Variabel Dependen

Menurut (Sugiyono, 2017:39), variabel dependen atau yang sering disebut

sebagai variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

karena adanya variabel bebas. Variabel dalam penelitian ini adalah penerimaan

pajak penghasilan PPh 21. Penerimaan pajak penghasilan pasal 21 adalah

penerimaan penghasilan yang diterima oleh Lingkungan Kantor Wilayah

Tangerang Timur dari Wajib Pajak Orang Pribadi . Pengukuran penerimaan pajak

penghasilan badan dalam penelitian ini dapat dilihat dari jumlah Penerimaan pajak

penghasilan Pasal 21 yang diterima.yang berhasil dihimpun dan atau diterima oleh

Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) di Tangerang Timur.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017:80). Dalam

hal ini menjadi populasi penelitian adalah seluruh data penagihan pajak, seluruh

38
data surat paksa pajak, seluruh data penerimaan pajak penghasilan badan yang

berada di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi (Sugiyono, 2017:81).

3.5 Teknik Pengambilan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat, maka penulis

menggunakan metode yaitu :

1. Studi lapangan, penelitian ini dilakukan terhadap kegiatan dari seluruh

objek penelitian yang meliputi:

1) Metode Observasi atau Pengamatan

Mengadakan pengamatan dan mengumpulkan data secara langsung ke

lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pelaksanaan jumlah

wajib pajak orang pribadi dan SPT Tahunan pajak penghasilan orang pribadi.

3.6 Analisi Data

Dalam penelitian ini data yang terkumpul akan di analisis agar

menghasilkan informasi yang bermanfaat. Dengan analisis data, penulis dapat

memberikan jawaban dari masalah yang dibahas dalam penelitian.

3.6.1 Metode Analisis

Berdasarkan tujuan dalam penelitian ini maka beberapa metode analisis data

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:

38
1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis Statistik Deskriptif adalah memberikan gambaran atau deksripsi

mengenai suatu data, yang kita dapat lihat dari nilai rata-rata (mean), standar

deviasi, varian, nilai makismum, nilai minimum, sum, range, kurtosis dan

skewness (kemencengan distribusi. Standar deviasi, varian, nilai maksimum dan

nilai minimum menunjukkan hasil analisis terhadap dispersi data (Ghozali, 2005).

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis linier berganda yaitu mengukur kekuatan hubungan antara variabel

dependen dengan variabel independent. Model regresi linier berganda yang

digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Keterangan:

Y=Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21

X1=Kenaikan PTKP

X2=Kepatuhan Wajib Pajak

X3=Jumlah Wajib Pajak

b1=Koefesien X1

b2=Koefesien X2

b3=Koefesien X3

e= Kesalahan Prediksi (Eror Estimation)

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka terlebih dahulu melakukan uji

asumsi klasik yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penelitian adalah

38
valid dengan data yang digunakan secara teori adalah tidak bias, konsisten dan

penaksiran koefisien regresinya efisien (Ghozali,2009:55). Uji asumsi klasik

terdiri dari:

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat Normal Probability Plot

yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dasar

pengambilan keputusannya adalah jika data menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal sehingga menunjukkan pola distribusi normal,

maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2011).

2. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik

adalah jika tidak terjadi korelasi di antara variabel indepeden. Kondisi

multikolonieritas dapat diketahui dari nilai Tolerance dan lawannya serta VIF

(Variance Inflation Factor).

3. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya). Model regresi yang baik

adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Alat uji untuk mengetahui ada atau

tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test).

38
Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Jika nilai DW lebih besar dari

batas atas (du) dan kurang dari (4– du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

autokorelasi positif atau negatif atau dapat disimpulkan tidak terdapat

autokorelasi. (Ghozali, 2011).

4. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas, yaitu variance dari

residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap. Heteroskedastisitas dapat

dideteksi melalui Grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen, yaitu

ZPRED dengan residualnya SPRESID. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik

yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar

kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y (Y yang telah diprediksi), maka tidak terjadi

heteroskedastisitas. ( Ghozali, 2011 ).

3.6.3 Uji Hipotesis

1. Uji Statistik F

Menurut Ghozali (2012) : 98) Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan

apakah semua variabel independen atau variabel bebas yang dimasukkan dalam

model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen

atau terikat. Uji statistik F mempunyai tingkat signifikansi α = 0,05. Kriteria

pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik F adalah jika nilai

38
signifikansi F (p– value) < 0,05 maka Hipotesis Alternatif (Ha) diterima, yang

menyatakan bahwa semua variabel independen secara bersama-sama dan

signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2011).

2. Uji Statistik T

Menurut Ghozali (2015 : 98) Uji beda t-test digunakan untuk menguji

Seberapa jauh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini secara

individual dalam menerangkan variabel dependen secara parsial. Uji statistik t

mempunyai nilai signifikansi α = 0,05. Kriteria pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji statistik t (p – value) < 0,05 maka Hipotesis Alternatif (Ha)

diterima, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual

dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2011).

3. Koefisien Korelasi

Sugiyono (2010;21) koefisien korelasi merupakah nilai untuk mengukur

kuatnya hubungan antara variabel dinyatakan dengan simbol “r” dapat dinyatakan

dengan interval -1 < r < 1. Yang artinya terjadi hubungan yang sempurna antara

variabel X (bebas) dengan variabel Y (terikat). Jika r= 1 maka terdapat hubungan

positif antara variabel X dengan variabel Y begitu juga sebaliknya.

4. Koefisien Determinasi

Dalam analisis korelasi terdapat suatu angka yang disebut dengan

koefisien determinasi atau koefisien penentu, karena besarnya adalah kuadrat dari

koefisien korelasi. Nilai dari koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.

Koefisien ini menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel

38
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen. Dalam mengevaluasi model regresi terbaik,

sebaiknya menggunakan adjusted R2, karena nilai adjusted 2 dapat naik atau turun

apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,2011).

38
DAFTAR PUSTAKA

39

Anda mungkin juga menyukai