Anda di halaman 1dari 26

DASAR DASAR PERPAJAKAN

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu

Tugas Mata Kuliah Perpajakan Semester Genap

Tahun Akademik 2023/2024

Dosen Pengampu : Tri Wahyudi S.Pd.,M.Ak

KELOMPOK 3

- Fathim Mahardika (550122008


- Yoga Darmansyah (5501220027)

PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Dasar dasar perpajakan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari
dosen pengampu mata kuliah Perpajakan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang perpajakan dan sistemnya. Kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak Tri Wahyudi S.Pd.,M.Ak selaku dosen pengampu yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan pada bidang Perpajakan.
Saya ucapkan terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kami meminta kritik dan saran diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap semoga para pembaca dapat menambah
pengetahuan dari makalah yang kami buat.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................

BAB I ………………………………………………………………… 2

PENDAHULUAN ................................................................................ 2
A. Latar Belakang .......................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ................................................................................... 4
1. Definisi Pajak ............................................................................ 4
2. Unsur Pajak ............................................................................... 6
3. Fungsi Pajak .............................................................................. 7
4. Syarat Pemungutan Pajak .......................................................... 8
5. Hukum Pajak ............................................................................. 11
6. Pengelompokan Pajak ............................................................... 13
7. Tata Cara Pemungutan Pajak .................................................... 17
8. Tarif Pajak ................................................................................. 21

BAB III .................................................................................................. 23

PENUTUP ...................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk Negara. Fungsi


pajak yakni guna membiayai pengeluaran-pengeluaran. Pelaksanaan
pemungutan pajak di Indonesia dilakukan berdasarkan Undang-undang
Dasar yaitu pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan
lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan
undang-undang”.Manfaat pajak digunakan untuk melakukan
pembangunan hingga membayar gaji pegawai negri.
Pajak merupakan sumber pembiayaan terbesar Negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Dari tahun ke tahun, penerimaan dari
sektor pajak terus menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari

2
kenaikan realisasi penerimaan pajak untuk bberapa tahun terakhir yang
cukup signifikan. Dalam nota keuangan 2011, pada tahun 2008
penerimaan pajak mencapai 571,1 triliun rupiah, tahun 2009 menjadi
565,7 triliun rupiah, tahun 2010 sebesar 649 triliun rupiah, tahun 2011
meningkat menjadi 872,6 triliun rupiah.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memekasa berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat. Mengingat
pajak merupakan pendapatan terbesar suatu Negara , tentu saja pemerintah
berupaya untuk meningkatkan jumlah pendapatan dari sektor yang sangan
potensial ini, mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk
membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan Negara,
dituntut kesadaran warga Negara untuk memenuhi kewajiban
kenegaraannya. Terlepas dari kesadaran sebagai warga Negara, sebagian
masyarakat tidak memenuhi kewajiban membayar pajak. Oleh karena itu
makalah ini dibuat dengan tujuan agar warga Negara memiliki pemahaman
yang mumpuni mengenai pajak dan kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi dan Unsur Pajak
2. Fungsi Pajak
3. Syarat Pemungutan Pajak
4. Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formal
5. Pengelompokan Pajak
6. Tata Cara Pemungutan Pajak
7. Tarif Pajak

C. Tujuan

3
1. Untuk mengetahui Definisi dan Unsur Pajak
2. Untuk mengetahui Fungsi Pajak
3. Untuk mengetahui Syarat Pemungutan Pajak
4. Untuk mengetahui Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formal
5. Untuk mengetahui Pengelompokan Pajak
6. Untuk mengetahui Tata Cara Pemungutan Pajak
7. Untuk mengetahui Tarif Pajak

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Membahas definisi pajak, para ahli telah mendefinisikan pajak, seperti
yang dikemukakan berikut ini. Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, SH (dalam Brotodihardjo, 1993):
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontra- prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Dr. N. J. Feldmann: Pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-

4
pengeluaran umum
Definisi pajak menurut Prof Dr. MJH. Smeets: Pajak adalah prestasi
kepada pemerintah yang terutang melalui norma- norma umum dan yang
dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal yang individual, dimaksud untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani: Pajak adalah iuran
kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
yang menyelenggarakan pemerintahan
Definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat: Pajak sebagai suatu
kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal
balik dari negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum
Definisi pajak menurut UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan karakteristik
pajak sebagai berikut.
- Arus uang (bukan barang) dari rakyat ke kas negara.
- Pajak dipungut berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan).
- Tidak ada timbal balik khusus atau kontraprestasi secara langsung yang
dapat ditunjukkan.
- Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran secara umum

5
demi kemakmuran rakyat.

B. Unsur Pajak

Unsur pajak Secara umum terdapat 4 unsur utama pajak berdasarkan


sistem perpajakan di Indonesia yakni subjek pajak, wajib pajak, objek pajak dan
juga tarif pajak. Berikut merupakan penjelasan mengenai unsur-unsur pajak dan
pengertian lengkapnya.

1. Subjek pajak

Unsur pajak yang utama adalah subjek pajak. Subjek pajak yang dimaksud
disini adalah orang atau badan yang dibebani pajak yang diatur dalam undang-
undang. Orang yang telah memenuhi syarat dikenakan pajak termasuk dalam
subjek pajak, misalnya adalah individu seperti pengusaha, pegawai atau pebisnis
serta juga badan usaha seperti lembaga atau perusahaan tertentu.
2. Wajib pajak

Wajib pajak juga termasuk salah satu unsur-unsur pajak. Pengertian wajib
pajak dalam sistem pajak di Indonesia adalah orang atau badan yang menurut
undang-undang memiliki kewajiban seperti mendapatkan/mencari nomor pokok
wajib pajak (NPWP) di Direktorat Jendral Pajak (Dirjen Pajak).
Fungsinya adalah untuk menghitung besarnya pajak dan menyetorkan sejumlah
dana pajak ke kas negara. Wajib pajak harus melaporkan kekayaan dan jumlah
pajak yang menjadi tanggungannya kepada kantor pelayanan pajak setempat
setiap tahun.

3. Objek Pajak

Unsur pajak yang berikutnya adalah objek pajak. Pengertian objek pajak
merupakan benda atau barang yang menjadi sasaran pajak. Contoh objek yang

6
dikenakan pajak misalnya yaitu mobil, rumah, laba, bangunan dan sebagainya.
Ada juga pajak penghasilan untuk tiap pendapatan yang didapatkan serta pajak
bumi bangunan (PBB) untuk tanah dan bangunan yang dimiliki.

4. Tarif Pajak

Unsur-unsur pajak selanjutnya adalah tarif pajak. Pengertian tarif pajak


yang dimaksud disini adalah pengenaan besarnya pajak yang harus dibayarkan
subjek pajak atas objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak umumnya
dinyatakan dengan persentase. Sistem pajak di Indonesia menggunakan sistem
tarif pajak progresif sehingga pemerintah menyusun kebijakan-kebijakan yang
membedakan tarif pajak sesuai dengan keadaan ekonomi negara dan program
pembangunan.

Terdapat beberapa jenis-jenis tarif pajak di antaranya adalah :


• Tarif pajak profresif
• Tarif pajak degresif
• Tarif pajak proporsional
• Tarif pajak tetap

C. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi Budgetair

Pajak memberikan sumbangan terbesar dalam penerimaan negara, kurang


lebih 60-70% penerimaan pajak memenuhi postur APBN. Oleh karena itu, pajak
merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah yang menjadi andalan untuk

7
membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Contoh:
Penerimaan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan APBN.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat atau


melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
Memberikan insentif pajak (tax holiday) untuk mendorong peningkatan investasi
di dalam negeri
Pengenaan pajak yang tinggi terhadap minum keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras
Pengenaan tarif pajak 0% atas ekspor untuk mendorong peningkatan ekspor
produk dalam negeri.

D. Syarat pemungutan pajak

Syarat Pemungutan Pajak tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada


masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun,
bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak
harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu:

1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan).

Seperti halnya produk hukum yang lain, maka hukum pajak pun
mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil
dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajakt Pajak diberlakukan bagi

8
setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak sanksi atas
pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran.

2. Pengaturan Pajak Harus Berdasarkan UU (Syarat Yuridis)

Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak yaitu:
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut
harus dijamin kelancarannya.
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum.
Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak.

9
3. Pungutan Pajak Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa supaya jangan


sampai mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan,
maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan
masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok termasuk kecil
dan menengah.

4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)


Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang harus dibayarkan lebih rendah
dibandingkan biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan
demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak
baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam


pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak
yang positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam
pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan
semakin enggan membayar pajak .

Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan
membayar pajak.
Contoh:
1) Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam
tarif.
2) Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,

10
yaitu 10%
3) Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang
berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi).

E. Hukum pajak

Hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pajak di


Indonesia ini menganut paham imperative. Hal ini mengartikan pelaksanaan
pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Saat terjadi pengajuan keberatan pada
pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan pemerintah, sebelum terdapat
keputusan dari Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan diterima, maka
wajib pajak pun perlu terlebih dahulu membayar pajak sesuai dengan yang
telah ditetapkan.
Berikut ialah penjelasan kedudukan hukum perpajakan: Hukum Perdata
yang mengatur terkait hubungan antara satu individu denga individu lainnya
Hukum Publik yang mengatur hubungan antara pemerintah dan rakyatnya.
Hukum publik di antaranya ialah Hukum Tata Negara, Hukum Pajak, Hukum
Pidana, dan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara).
Berdasarkan dua poin tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum
pajak ialah bagian dari hukum publik. Hukum pajak ini mengatur hubungan
antara pemerintah selaku pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak.

1. Hukum Pajak Materil

Hukum pajak materil memuat norma-norma yang menjelaskan mengenai


perbuatan, keadaan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak),
besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak), serta segala sesuatu yang
berhubungan dengan timbul dan dihapusnya utang pajak dan dinas sanksi-
sanksi dalam hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

11
Hukum pajak materiil ialah kaidah-kaidah atau berbagai ketentuan dari
suatu peraturan perundang-undangan pajak yang berkaitan dengan isi dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Hukum pajak material ini
menerangkan tentang Objek, Subjek, dan Tarif Pajak. Berbeda dengan hukum
pajak formil, hukum pajak materil PPh terpisah dari hukum pajak materil
PPN. Hukum pajak materil PPh ialah II No.7 Tahun 1983 setelah perubah
terakhir dari UU No.36 Tahun 2008, sedangkan untuk PPN ialah UU No.8
Tahun 1983 sesuai dengan pengubahan terakhir yaitu UU No.42 Tahun 2009.
Contoh bentuk dari hukum pajak materiil ialah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN dan PPnBM).

2. Hukum Pajak Formil

Hukum pajak formil ialah hukum yang memuat terkait prosedur untuk
mewujudkan hukum pajak materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi.
Hukum pajak formil ini memuat tentang tata cara atau prosedur penetapan
jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk pengadaan monitoring dan evaluasi.
Selain itu, dalam menentukan kewajiban wajib pajak untuk mengadakan
pembukuan, pencatatan, dan prosedur pengajuan surat keberatan ataupun
banding.
Berikut contoh bentuk dari hukum pajak formil ialah Ketentuan dan Tata
Cara Perpajakan. Bentuknya ialah sebagai berikut:
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-
undang Nomor 19 Tahun 1997 mengenai penagihan pajak dengan surat paksa
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 mengenai perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 mengenai ketentuan umum dan tata
cara perpajakan.
Hukum pajak formil menerangkan mengenai hak dan kewajiban wajib pajak
serta hak dan kewajiban fiskus. Hak wajib pajak dapat dilihat dalam UUKUP
yaitu mengajukan keberatan, meminta restitusi, dan mengajukan banding.

12
Adapun, kewajiban pajak sesuai dengan yang diuraikan dalam UUKUP ialah
mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP; mengisi, melaporkan, dan
menandatangani Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau Surat
Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP); melakukan pencatatan atau pembukuan;
dan membayar pajak terutang bagi wajib pajak yang terutang.
Kemudian, hak fiskus diatur dalam UUKUP untuk melakukan pemeriksaan,
mengeluarkan Surat Tagihan Pajak, mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, dan
mengeluarkan Surat Paksa. Kewajiban fiskus yang ditetapkan dalam UUKUP
ialah untuk memberikan keputusan atas keberatan pajak dari wajib pajak;
merahasiakan wajib pajak; dan mengembalikan kelebihan pembayaran pajak
pada wajib pajak.

F. Pengelompokan Pajak

Pajak di kelompokkan menjadi 3 yaitu:

1. Sifat Pajak

A. Pajak Subjektif

Pajak Subjektif dalam pengenaannya memperhatikan keadaan atau


kondisi pribadi wajib pajak (berstatus kawin atau tidak kawin, dan
sebagainya). Pada dasarnya setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah
Indonesia memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun, khusus
bagi warga negara asing, apabila memiliki keterkaitan secara ekonomis
dengan Indonesia (contohnya menjadi pengusaha di Indonesia), maka juga
dikenakan kewajiban pajak. Contoh dari pajak subyektif adalah Pajak
Penghasilan (PPh).

13
B. Pajak objektif

Dalam pengenaannya, pajak objektif hanya memperhatikan sifat


obyek pajak tanpa memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib pajak
bersangkutan. Pajak objektif dikenakan pada setiap Warga Negara
Indonesia (WNI) apabila penghasilan yang dimiliki telah memenuhi syarat
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Pajak objektif meliputi beberapa golongan. Pertama, pihak yang
menggunakan alat atau benda kena pajak. Kedua, pajak yang berkaitan
dengan kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-barang mewah, dan
pemindahan harta dari Indonesia ke negara lain. Contoh pajak objektif
adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Pihak Penanggung Pajak

Pengelompokan pajak ini maksudnya adalah pembayaran pajak


dilakukan kepada pihak lain pada kondisi tertentu. Pihak yang
menanggung pajak dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pajak langsung dan
pajak tidak langsung.
Pembayaran pajak langsung tidak dapat dialihkan kepada orang
lain. Contohnya, seorang suami tidak dapat mengalihkan pajak yang
menjadi tanggung jawabnya terhadap istri. Sedangkan pembayaran pajak
tidak langsung dalam pelunasannya tidak harus dilunasi oleh wajib pajak.
Mengapa demikian? Karen pajak tidak langsung diberlakukan pada objek
pajak tertentu, bukan pada wajib pajak.

Pajak langsung
- Pajak Pertamabahan Nilai (PPN)
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

14
- Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)

Pajak Tidak Langsung


- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Ekspor
- Pajak Bea Masuk
3. Pihak Pemungut Pajak

A. Pajak Negara

Pajak negara (Pajak pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh


pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan rumah
tangga. Pemungutan pajak negara memiliki tujuan pemerataan penghasilan
bagi pemerintah daerah di Indonesia. Bagi hasil diperlukan untuk menjaga
kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai wujud
keseimbangan penerimaan antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut
oleh negara (pusat) dan bersumber berada di daerah.
Jenis-Jenis Pajak Negara

• Pajak Penghasilan (PPh): Pajak penghasilan adalah pajak yang


dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan
hukum lainnya. Pajak penghasilan dapat bersifat progresif,
proporsional atau regresif.
• Pajak Pertambahan Nilai (PPN): PPN merupakan pajak yang
dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam
peredarannya dari produsen ke konsumen. Adapun penerapan PPN di
Indonesia menganut sistem tarif tunggal, yaitu sebesar 10%.
• Bea Materai: Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen-
dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran,
surat berharga, dan efek. Dimana dokumen-dokumen tersebut memuat
jumlah uang atau nominal di atas jumlah tertentu sesuai dengan

15
ketentuan perpajakan.
• Cukai: Cukai adalah pungutan yang dilakukan oleh negara secara
tidak langsung kepada konsumen yang menikmati atau menggunakan
obyek cukai.
• Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Pajak bumi dan bangunan adalah
pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya
kepentingan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi
perorangan atau badan yang mempunyai hak atasnya atau
memperoleh manfaat daripadanya.
• Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): BPHTB
adalah bea yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan.

B. Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah (APBD)


yang penting untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan
pembangunan. Pajak daerah adalah iuran wajib terutang yang dilakukan oleh
wajib pajak orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang. Pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Jenis-Jenis Pajak Daerah
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009, jenis-jenis pajak daerah antara lain:

1. Pajak Provinsi
• Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
• Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) atau biasa dikenal
dengan istilah balik nama
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dikenakan pada
saat pembelian BBM
• Pajak Air Permukaan

16
2. Pajak Kabupaten/ Kota
• Pajak Hotel
• Pajak Restoran
• Pajak Hiburan
• Pajak Reklame
• Pajak Penerangan Jalan
• Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
• Pajak Parkir
• Pajak Air Tanah
• Pajak Sarang Burung Walet
• Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
• Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

G. Tata Cara Pemungutan Pajak

1. Stelsel Pajak

A. Stelsel nyata (riel Stelsel)


Menurut stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada objek atau
penghasilan atau penghasilan yang sesungguhnya diperoleh, sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni
setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. kelebihan stelsel ini
adalah pajak yang dikenakan lebih realistis, sedangkan kekurangannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan
riil diketahui) padahal pemerintah membutuhkan penerimaan pajak untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran di sepanjang tahun

B. Stelsel anggapan (fictive stelsel)

17
Menurut stelsel anggapan, pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu
tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun
pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun
pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun sehingga
penerimaan pajak oleh pemerintah dapat diperoleh sepanjang tahun,
sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan
pada keadaan yang sesungguhnya atau tidak realistis.

C. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel


anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung menggunakan stelsel
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan kembali
berdasarkan stelsel nyata. Bila besarnya pajak menurut stelsel nyata lebih
besar daripada pajak menurut stelsel anggapan, maka wajib pajak harus
menambah.Sebaliknya, besarnya pajak menurut stelsel nyata lebih kecil
daripada menurut stelsel anggapan maka kelebihannya dapat dimintai
kembali (restitusi) atau dikompensasi pada periode berikutnya.

18
2. Asas Pemungutan Pajak

Ada tiga asas yang digunakan dalam pemungutan pajak, yakni:

A. Asas domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib


pajak berdasarkan tempat tinggal atau yang bertempat tinggal di
wilayahnya. Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenakan
pajak baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.

B. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang


bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib
pajak. Wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari Indonesia
dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan wilayah tempat tinggal
wajib pajak

C. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.


Pengenaan pajak diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia

19
3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibedakan sebagai berikut.

A. Official Assessment System

Sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah


(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Ciri-ciri Official Assessment System:


• Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
• Wajib Pajak bersifat pasif.
• Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

B. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada


wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Wajib pajak menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

C. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak


ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

20
H. Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk


menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang. Terdapat empat
macam tarif pajak, sebagai berikut.

1. Tarif Tetap

Tarif Tetap yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap berapa pun
yang menjadi dasar pengenaan pajak sehingga besarnya pajak yang
terutang tetap.
Contoh:
Misalnya bea meterai untuk cek dan bilyet giro berapapun
jumlahnya dikenakan bea meterai yang sama sebesar Rp3.000.

2. Tarif Sebanding (Proporsional)

Tarif Sebanding (proporsional) yaitu tarif dengan


persentase tetap berapa pun jumlah yang menjadi dasar pengenaan
pajak, dan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah secara
proporsional sesuai dengan jumlah yang akan dikenakan.
Contoh:
Misalnya PPN dengan tarif 10% dikenakan terhadap
penyerahan suatu barang kena pajak. Dengan jumlah dasar
pengenaan pajak semakin besar dengan tarif persentase tetap akan
menyebabkan jumlah utang pajak menjadi lebih besar.

21
3. Tarif Progresif

Tarif progresif yaitu tarif dengan persentase yang semakin


meningkat (naik) apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan
pajak meningkat.
Contoh:
Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

Dilihat dari kenaikan tarif, tarif progresif dibagi menjadi


beberapa tarif, yaitu:

a. Tarif Progresif Progresif: kenaikan persentase pajaknya semakin besar


b. Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentase pajaknya tetap
c. Tarif Progresif Degresif: kenaikan persentase pajaknya semakinmenurun

4. Tarif Degresif (Menurun)

Tarif Degresif (menurun) yaitu tarif dengan persentase yang


semakin turun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak
meningkat.

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh


orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak memiliki
beberapa fungsi yakni fungsi pemasukan anggaran,mengatur kebijakan
negara,pemerataan kepada masyarakat,dan menstabilkan keaadaan ekonomi
negara.Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan undang-
undang harus dijamin kelancarannya. Jaminan hukum bagi para wajib pajak
untuk tidak diperlakukan secara umum. Jaminan hukum akan terjaganya
kerahasiaan bagi para wajib pajak.Menurut teori asuransi di ibaratkan seperti
pembayaran premi karena mendapat jaminan dari negara. Negara bertugas
melindungi orang dan/atau warganya dengan segala kepentingan, yaitu
keselamatan dan keamanan jiwa serta harta bendanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adam Smith. 1776. An Inquiry Into the Nature and Causes of the
Wealth of the Nations.

Brotodiharjo, R. Santoso. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Edisi 3.


Bandung: Penerbit Eresco.

Halim, Abdul, Icuk Rangga Bawono dan Amin Dara. 2016. Perpajakan:
Konsep, Aplikasi, Contoh dan Studi Kasus. Edisi 2. Penerbit
Salemba Empat. Jakarta

Kementerian Keuangan. 2014. Peraturan Menteri keuangan Nomor 111


Tahun 2014 tentang Konsultan Pajak

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009


tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

. 2009. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009


tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

. 2016. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016


tentang Pengampunan Pajak

www. haruspintar.com

www. ortax.org www.


pajak.go.id
www.pajaknegeri.blogsp
ot.com

24

Anda mungkin juga menyukai