Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “Hukum Pajak dan Penggolongan Pajak”. Alhamdulillah
kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun saya juga menyadari masih
banyak kekurangan di dalamnya. Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Citra
Mariana, S.Pd., M.Ak. selaku Dosen mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami
dan membantu kami sebagai penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak tang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan,
menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca, memberikan gambaran tentang Hukum Pajak
dan Penggolongan Pajak secara rinci dan mudah dipahami. Kemudian, kami berharap bahwa para pembaca
bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari makalah ini. Makalah ini diuraikan secara rinci dan jelas yang
disesuaikan dengan fakta dan hasil analisis berbagai sumber. Untuk itu keritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan
banyak terimakasih yang sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini khususnya pada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk ke pada kami. Sehingga kami
bisa mengerti tentang materi “Hukum Pajak” dan bisa menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah materi ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam
makalah-makalah lainnya khususnya bagi Mata Kuliah Kewirausahaan di masa yang akan datang.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1
BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5
2.1 Pengertian Hukum Pajak .............................................................................................. 5
2.2 Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata....................................................... 6
2.3 Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana ........................................................ 7
2.4 Fungsi Hukum yang Berhubungan dengan Kebijakan Perpajakan ......................... 7
2.5 Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia ...................................................................... 8
2.6 Peraturan Perpajakan ................................................................................................... 9
2.7 Sejarah pemungutan pajak ........................................................................................... 9
2.8 PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK......................................................... 11
2.9 Penggolongan jenis pajak ............................................................................................ 13
BAB III......................................................................................................................................... 20
PENUTUP .................................................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20
3.2 Saran.............................................................................................................................. 20
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
aspek lainnyasecara korelatif. Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif
yangsignifikan akan lebih memungkinkanSebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak
Pribadi, sebagaicakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang
pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum pajak merupakan landasan kerja bagi pemerintah mempunyai perananyang sangat
dominan dan penting, sebab inti hakekat hukum administrasi Negara menurut sjachran basah
adalah dimungkinkan administrasi Negara (pemerintah) untuk menjalankan fungsinya dan
melindungi warga ( termasuk wajib pajak) terhadap sikap tindak administrasi Negara ( dalam arti
mengatuir warganya dalam mengeluarkan ketetapan – ketetapan yang menimbulkan akibat hukum
bagi obyek yang diaturnya ) serta melindungi pemerintah itu sendiri. ( syofrin Syofyan )
Maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian hukum pajak adalah
keseluruhan peraturan yang mengatuir hubungan hukum antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Hukum pajak selalu mengalami perkembangan dan tidak
terlepas dari kepentingan Negara dan kepentingan warga Negara. Hukum pajak digunakan selain
sebagai dasar meningkatakan pemasukan pajak ke kas Negara juga dapat menunjang
pembangunan nasionla terutama dalm hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
5
Hukum perdata adalah kelompok hukum yang mengatur hak, harta benda, dan hubungan antara
orang dengan orang di suatu Negara.
Hukum umum adalah kelompok hukum yang mengatur hubungan antara oranmg dengan Negara
a. Hukum pidana
b. Hukum tata Negara
c. Hukum administrasi Negara atau hukum tata usaha Negara
d. Hukum pajak
6
2.3 Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana
Peraturan – peraturan administratif punsangat memerlukan sanksi – sanksi yang menjamin ditaatinya
oleh khalayak ramai. Karena dalam penyelenggaraan hukum public sangat diperlukan control oleh
pemerintah terhadap pelaksanaan hukum itu, dan pengawasan tadi diperkuat oleh pemerintah terhadap
pelaksanaan hukum itu, dan pengawasan tadi diperkuat oleh sanksi – sanksiny6a secara pidana, maka
masyarakat selalu harus berhubugan daengan instansi –instansi yang berkewajiban melaksanakannya,
yaitu direkotorat jendral pajak. Bagi hukum pajak hubungan ini bercorak khusus , dan diatur dengan
panjang lebar dalam undang – undang pajak.
hukum dipandang sebagi pengendali social yang menetapkan tingkah laku mana yang merupakan
penyimpangan, dan apa sanksi hukum yang dapat diterpakan terhadap tingkah laku tersebut .J.S Rucek
menyatakan bahwa pengendalian social adalah saegala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan
proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan dengan maksud untuk mendidik, mengajak
atau bukan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai – nilai
kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Dalam kebijakan perpajkan, hukum sebagai social control
dalam rangka untuk :
a. Menentukan dan menilai tindakan pemerintahaan dalm rangka menentukan obyek pajak,atau
memungut pajak dari warga masyarakat.
b. Menentukan dan menilai tindakan aparat pajak dalam rangka melaksanakan kebijakan atau
peraturan perundang – undangan di bidang perpajakan.
c. Menentukan dan menilai tindakan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya dibidang
perpajakan
d. Menentukan sanksi hukum yang dapat dijatuuhkan kepada para firkus atau wajib pajak apabila
melakukan perbuatan yang menyimpang dibidang perpajakan .
7
2. Hukum sebagai a tool of social engineering
Roscoe Pound mengenalkan hukum sebagai social engineering, yaitu sebagia alat untuk mengubah
masyarakat dalam arti bahwa hukum mungkin dapat digunkan sebagai alat perubahan oleh agen of
change atau agen of development.
Dalam system hukum di Indonesia merupakan suatu konsep yang relevan, oleh karena itu hukum
merupakanhasil legislative dan presiden. Proses pembentukan hukum adalah proses politik.
Penerapan fungsi hukum sebagai alat politk melahirkan konsep politik hukum yaitu kebijakan sdari
Negara melalui badan – badan yang berwenag untuk menetapkan perundang – undangan yang
dikehendaki dengan maksud untuk dapat digunakan mengekspresikan apa yang terkandung
dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita –citakan.
Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) ditetapkan bahwa “ segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan Undang – Undang “. Selanjutnya dalam memori penjelasan ditegaskan
bahawa “ betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatnya belanja untuk
hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat
menbentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai
hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban keapda
rakyat seperti pajak dan lain – lain, harus ditetapkan dengan undang – undang yaitu denga persetujuan
DPR.
8
2.6 Peraturan Perpajakan
Secara formal yuridis tidak mungkin dipungut pajak jika tidak didasarkan atas undang –
undang. Pemerintah sebagai badan eksekutif dimungkinkan juga untuk membentuk peraturan
perundang – undangan .
Pemerintah dalam menjalankan fungsi pajak harus dapat mengakomodir kebijakan perpajakan
yang berkaitan dengan peningkatan perkembangan ekonomi dan social yang terjadi, dan
perkembangan ekonomi social berubah dengan cepat dibandingkan dengan peraturan perundang –
undangan selalu ketinggalan. Tidak mudah menyeasuaikan peraturan perundang – undangan
dengan perkembangan masyarakat. Peraturan perundang – undangan juga tidak pernah lengkap
memenuhi segala peristiwa hukum. Untuk itu pemerintah diberikan asas Freies Ersemessen (
kebebasan bertindak ) dalam bentuk tertulis yang berupa peraturan kebijaksanaan.
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi Negara dan rakuatnya baik dari
intervensi politik luar negeri maupun dalam hal meningkatklan derajat hidup masyarakat menuju
kesejahteraan. Pemerintah selaku pihak yang menjalankan penyelenggaraan kenegaraan atau
fungsi pemerintah yang menjadi tanggung jawabnya seperti disinggung sebelumnya sudah pasti
memerlukan dana untuk membiayai kewajiban tersebut. Dana yang diperlukan itu salah satunya
bersumber dari pemungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan suatu gejala social
dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak.
Masyarakat yang dimaksud menurut Ferdinand Tonnies adalah masyarakat hokum atau
Gemeinschaft.
9
Disisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut
serta dalam menjalankan fungsi tersebut, yang bias ditunjukkan melalui keikutsertaannya dalam
pembiayaan Negara. Dari kondisi ini terlihat bahwa antarta Negara dengan rakyatnya ada
hubungan timbal balik yang baik, yang tentunya dibatasi dengan aturan, norma, undang – undang
guna menghindari kesewenangan pihak lain.
Keberadaan pajak sebagai pungutan kepada rakyat suatu Negara sudah ada sejak zaman Romawi.
Pada thaun 509 – 27 M di Roma ada beberapa pungutan yang diwajibkan kepada rakyatnya,
dengan sebutan seperti censor, questor dan jenis pungutan lainnya.
Pajak langsung (tributum) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma sampai
tahun 167 SM.
Setelah abad kedua penguasa Roma mengadalkan pajak tidak langsung yang disebut
vegrigalia, seperti portoria yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.
Dizaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium yakni sejenis pejak penjualan
dari tariff 1% dari omzet penjualan.
Di Italia dikenal decume, yakni pungutan sebesar 10% dari para petani atau penguasa
tanah. Setiap penduduk Italia, termasuk penduduk Roma sendiri dikenakan pajak langsung
(tributum) yang tetap.
Di Mesir, pembuatan piramida pada akhirnya dilakukan dalam bentuk kerja paksa, yang
pada mulanya adalah suatu bentuk pengabadian dan sifatnya sukarela dari rakyat mesir.
Pada abad ke – 14 di Spanyol dikenal dengan istilah alcabala, salah satu bentuk pajak
penjualan.
Di benua Amerika, setelah benua tersebut menjadi koloni Inggris, penduduk koloni
mempunyai kewajiban membayar berbagai pungutan kepada pemerintah colonial Inggris,
yang dikemudian waktu menjadi penyebab revolusi Amerika, yaitu setelah undang –
undangnya The Stamp act (1765) dan The Townshend Act(1767).
The Stamp Act merupakan undang – undang yang mewajibkan setiap penduduk koloni tersebut
untuk membayar pajak atas pembelian Koran, kartu judi, dadu, dan akte perkawinan. The
Townshend Act merupakan pemungutan terhadap the, kertas, cat, dan kartu (Safri
Nurmantu:2005).
10
Pemungutan pajak pada zaman Romawi tidak dilakukan oleh raja yang berkuasa, tetapi
pemungutan pajak dilakukan oleh pemungutan pajak yang disebut Publican. Penguasa dalam hal
ini adalah araja mendelegasikan wewenang pemungutan pajak di daerahnya kepada Publican.
Pendelegasian ini pada akhirnya menimbulkan akibat buruk pada rakyat. Raja yang berkuasa
khusunya raja yang mau memperhatikan beban rakyat menyadari bahwa system tersebut
menyebabkan kesengsaraan rakyat sebagai pihak yang harus membayar pajak pada kerajaan
melalui Publican. Kesengsaraan terssebut berawal dari adanya penyelewangan penerimaan pajak
oleh pemungut pajak (Publican). Kemudia selanjutnya peran lapisan perantara pemungut pajak
(Publican) dihilangkan oleh Raja Roma, Diocletian pada tahun 284 – 305 SM, dan memerintahkan
supaya setiap pemungutan pajak secara langsung harus disetor langsung ke kas kerjaan.
Pengelolaan pemungutan pajak tersebut dibebakan kepada bendahara kerajaan yang dibagi
menjadi bendahara Kaisar, bendahara Negara (fiscus) dan dana untuk kaum veteran. Hal tersebut
dibentuk karena makin bertambahnya penduduk dan makin luasnya daerah jajahan memerlukan
pengelolaan penerimaan pajak yang lebih baik lagi.
Kata fiscus berasal dari kata latin fisc, yang berarti kerjangan uang atau pundi – pundi raja
yang kemudian mempunyai arti yang lebih luas, yakni bukan saja sebagai tempay menyimpan
uang, atau bendahara Negara, tetapi juga meliputi petugas dan aparat Negara yang bertugas
memungut dan mengelola keuangan Negara, termasuk pajak dan bea cukai.
11
bagaimana dasar pengenaan pajaknya,dan berapa besar tarif pajak yang dikenakan, ditentukan oleh
keinginan penguasa semata. Pada akhirnya beban pajak yang harus dipikul jadi lebih berat,
penguasa dengan kesewenangannya menentukan jumlah pajak sesuai kebutuhan penguasa bahkan
melebihi yang dibutuhkan.
Raja Lodwik XIV raja Perancis dan istrinya Marie Antoinette tinggal di Istana Versailles
adalah penguasa Perancis yang pada pertengahan abad XVIII secara semena-mena
memungut pajak dari penduduknya. Pajak yang dipungut dari rakyatnya hanya untuk
kepentingan Lodwik XIV beserta istrinya semata. Karena pemberontakan rakyatnya maka
timbul Revolusi Perancis (1778)
Di Inggris kesewenangan penguasa dalam memungut pajak kepada penduduknya
dilakukan oleh Raja John (King John of England). Kemudian karena merasa beban semakin
berat atas kesewenangan raja Pimpinan perwakilan (Baron) memaksakan piagam Magna
Charta (1215) kepada rajanya.
Salah satu pernyataan yang penting dalam piagam tersebut yang berhubungan dengan
masalah perpajakan adalah ”taxes should not be imposed without the consent of
theCommon Council of the realm”. Pajak tidak seharusnya dibebankan kepada rakyattanpa
adanya izin dari Dewan Majelis perwakilan dari kerajaan.
Piagam ini merupakan tonggak pembatasan secara bertahap terhadap kekuasaan
absolutemonarki di Inggris.
Di Indonesia tidak luput juga kesewenang-wenangan dari penjajah. Pemerintah kolonial
Inggris yang menjajah Indonesia dibawah Thomas Stamford Raffles menerapkan
kesewenangan pemungutan pajak dengan Land rent (1813).
Pemerintahan kolonial Belanda juga melanjutkan kesewenangan dalam pemungutan pajak
sehingga makin menyebabkan kesengsaraan rakyat Indonesia. Pajak yang dipungut dari
rakyat Indonesia benar-benar hanya digunakan untuk mengisi kas pemerintahan kolonial.
12
a. Oliver Wendell Colmes, (Amerika Serikat) berpendapat bahwa taxes are the price we pay
for civilization, bahwa pajak merupakan harga yang dibayar untuk suatu peradaban.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Oliver membenarkan adanya pungutan pajak
sebagai suatu yang harus dilakukan untuk memajukan suatu Negara.
b. Benyamin Franklin dengan adanya ungkapan nothing is certain but tax and Benyamin
Franklin dengan adanya ungkapan nothing is certain but tax and dead, bahwa tidak ada
seorang pun yang tidak akan tersentuh oleh pajak dan kematian.
c. F.D. Roosevelt untuk memotivasi warga Amerika Serikat memenuhi kewajiban
perpajakannya berhubung peningkatan kebutuhan dana Negara dalam menghadapi Perang
Dunia II. Slogan lain yang menjadi pendorong perjuangan rakyat untuk ikut serta dalam
penentuan peraturan perpajakan di Amerika Serikat adalah No taxation without
representation, Taxation without representation is tyranny, Taxation without representation
is robbery
Istilah yang perlu dipahami dalam membedakanh direct tax dan indirect tax:
13
a) Forward shifting : pajak dilimpahkan kepada konsumen
b) Backward shifting : pajak dilimpahkan ke harga pokok produksi
Tax incidence : akibat yang ditimbulka dari aktivitas pelimpahan
Destinataris : pihak yang ditunjuk oleh undang-undang pajak untuk memikul beban pajak.
pajak langsung adalah pajak yang apabila beban pajak yang dipikul seseorang atau badan tidak
dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Pihak yang ditunjuk oleh undang-undang pajak untuk
memikul beban pajak yang sudah jelas yaitu seseorang atau badan yang memiliki sesuatu, bukan
pasa sesduatunya, tetapi kepada seseorang atau badan.
Rochmat Soemitro mengemukakan berdasarkan pada tata usaha negara pajak langsung
diartikan sebagai pajak yang dikenakan berdasar atas surat ketetapan dan pengenaannya dilakukan
secara berkala pada tiap tahun dan waktu tertentu
Pajak tidak langsung adalah beban pajak yang dipikul seseorang dapat dilimpahkan baik
seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain. Tax incidence dari pelimpahan adalah bahwa
pajak pada akhirnya dibebankan seluruhnya pada konsumen akhir.
Merupakan pajak yang pemungutannya tidak dilakukan berdasar atas kohir dan
pengenaannya tidak dilakukan secara berkala, misalnya dikaitkan dengan suatu kegiatan tertentu
yang menyertainya.
Pajak Subyektif
Pajak Subyektif merupakan pajak yang erat hubungannya dengan subyek yang dikenakan
pajak, dan besarnya sangat dipengaruhi keadaan subyek pajak. Memberi perhatian pada keadaan
pribadi Wajib Pajak. Untuk menetapkan pajaknya maka diberi alasan obyektif yang berhubungan
erat dengan keadaan materiilnya. Seperti status kawin, tidak kawin, dan kawin dengan tanggungan.
14
Hal tersebut menjadikannya sebagai beban yang harus dipikul sebagai pengurang dari penghasilan.
Contohnya: pajak penghasilan.
Pajak Obyektif
Merupakan pajak yang erat hubungannya dengan obyek pajak, sehingga besarnya jumlah
pajak hanya tergantung kepada keadaaan obyek itu, dan sama sekali tidak menghiraukan serta
tidak dipengaruhi oleh keadaan subyek pajak. Memperhatikan obyek bukan benda, yang dapat
berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Baru kemudian ditentukan subyeknya yang mempunyai hokum tertentu dengan obyek itulah
yang ditunjuk sebagai subyek pembayar pajak.contohnya : Bea Masuk, Cukai, Pajak Pertambahan
Nilai, Bea Materai.
Pajak Pusat adalah pajak yang diadministrasikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini
Departemen Keuangan, yakni Direktorat Jendral Pajak. Misalnya Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
15
Pajak reklame
Pajak penerangan jalan
Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
Pajak parker
Dalam rangka pembaharuan perpajakan nasional sejak akhir 1983 hingga sekarang Dewan
Perwakilan Rakyat telah mensahkan sepuluh UU Pajak dengan segala perubahannya yaitu:
1. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan ketiga
atas Undang – Undang nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perbahan atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Peralihan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak,
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.
16
10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Hukum Pajak dibedakan menjadi hukum pajak Material (Material tax Law) dan Hukum
Pajak Formal (Formal tax Law). Undang-undang pajak mengandung ketentuan-ketentuan hukum
formal dan ketentuan-ketentuan hukum material.
Hukum Pajak Material adalah yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-
keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pjak, siapa-
siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, dengan perkataan segala sesuatu tentang
timbulnya, besarnya, dan hpusnya utang pajak dan pula hubungan hukum antara pemerintah dan
Wajib Pajak.
Undang-undang Pajak yang termasuk ke dalam kelompok hukum pajak material adalah:
17
A. Subyek Pajak dan Wajib Pajak
Pasal 2 ayat 1 UU No.36 tahun 2008 menjelaskan yang dikatakan sebagai Subyek pajak meliputi:
1. Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yangf belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subyek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
3. Dalam UU no.28 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang atau
modal yang merupakan kesatua baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, persatuan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4. Pasal 2 ayat 5, Bentuk Usaha Tetap adalahbentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau bdan yang tidak di dirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Subyek Pajak dibedakan dalam subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri (pasal 2
ayat 2 UU no.36 tahun 2008)
18
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Tidak termasuk Subyek Pajak yang diatur dalam Pasal 3 UU No.36 tahun 2008:
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Uraian di atas, maka dapat kami ambil kesimpulan bahwa hukum pajak
merupakanhukum yang telah disusun dalam undang - undang yang memiliki tujuan dan fungsi
sebagaimana telah dirancang dalam undang - undang itu sendiri. Hukum Pajak dibagi menjadi
2, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formil.
3.2 Saran
Demikian Makalah ini kami susun, kami menyadari banyaknya kekurangan dalam
Makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah kami
perlukan.Semoga dengan makalah ini, kami dapat memberikan gambaran tentang fungsi Dan
Tujuan hukum Pajak. Akhirnya dengan mengucap syukur Alhamdulillah, semoga apa yang
kamikerjakan bermanfaat dan diridhoi oleh Allah S.W.T. Amin.
20