Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “Hukum Pajak dan Penggolongan Pajak”. Alhamdulillah
kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun saya juga menyadari masih
banyak kekurangan di dalamnya. Kami juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Citra
Mariana, S.Pd., M.Ak. selaku Dosen mata kuliah Perpajakan yang telah memberikan tugas ini kepada kami
dan membantu kami sebagai penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak tang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan,
menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca, memberikan gambaran tentang Hukum Pajak
dan Penggolongan Pajak secara rinci dan mudah dipahami. Kemudian, kami berharap bahwa para pembaca
bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari makalah ini. Makalah ini diuraikan secara rinci dan jelas yang
disesuaikan dengan fakta dan hasil analisis berbagai sumber. Untuk itu keritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan
banyak terimakasih yang sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini khususnya pada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk ke pada kami. Sehingga kami
bisa mengerti tentang materi “Hukum Pajak” dan bisa menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah materi ini bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam
makalah-makalah lainnya khususnya bagi Mata Kuliah Kewirausahaan di masa yang akan datang.

Bandung, 20 Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 1
BAB I .............................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5
2.1 Pengertian Hukum Pajak .............................................................................................. 5
2.2 Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata....................................................... 6
2.3 Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana ........................................................ 7
2.4 Fungsi Hukum yang Berhubungan dengan Kebijakan Perpajakan ......................... 7
2.5 Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia ...................................................................... 8
2.6 Peraturan Perpajakan ................................................................................................... 9
2.7 Sejarah pemungutan pajak ........................................................................................... 9
2.8 PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK......................................................... 11
2.9 Penggolongan jenis pajak ............................................................................................ 13
BAB III......................................................................................................................................... 20
PENUTUP .................................................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 20
3.2 Saran.............................................................................................................................. 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib
Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakankewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.Sesuai falsafah undang-undang perpajakan,
membayar pajak bukan hanyamerupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga
Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak,sebagai pencerminan
kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada padaanggota masyarakat sendiri untuk
memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebutsesuai dengan sistem self assessmentyang dianut dalam
Sistem PerpajakanIndonesia.Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah
negara,karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat.Apalagi
sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akanmenggantikan UU No.
16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta
jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/
pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2.622.184 pembayar pajak
orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan
perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan
wajib pajak yang kurang gencar dilakukan.Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi
disangsikan.Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi
taxcoverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance(kepatuhan pajak) dari
masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat
terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri.
Berbagai persoalan perpajakanyang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak
(masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu
sendirimenunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karenaitu,
penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif.Dengan sendirinya, berbagai
upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban
membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-

3
aspek lainnyasecara korelatif. Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif
yangsignifikan akan lebih memungkinkanSebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak
Pribadi, sebagaicakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang
pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah ini, penulis mengangkat permasalahan- permasalahan sebagai
berikut:
1. Menjelaskan Hukum Pajak
2. Menjelaskan Hukum Pemunggutan Pajak di Indonesia
3. Menjelaskan penggolongan Pajak

1.3 Tujuan Masalah


1. Makalah ini merupakan pemenuhan salah satu tugas dari matakuliah Perpajakan.
2. Makalah ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan pengetahuan tentang Hukum
Pajak dan Penggolongannya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Pajak


Pengertian hukum pajak menurut beberapa ahli adlah sebagai berikut :

1. Rochmat soemitro mendefinisikan hukum pajak sebagai suatu kumpulan peraturan –


peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagaio pembayar pajak.
2. R. Santoso Brotodihardjo, memberi pengertian tentang hukum pajak yaitu keseluruhan dari
peraturan – peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan
seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara,
sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan hukum antara
Negara dan orang atau badan yang berkewajiban membayar pajak selanjutnya sering
disebut wajib pajak.

Hukum pajak merupakan landasan kerja bagi pemerintah mempunyai perananyang sangat
dominan dan penting, sebab inti hakekat hukum administrasi Negara menurut sjachran basah
adalah dimungkinkan administrasi Negara (pemerintah) untuk menjalankan fungsinya dan
melindungi warga ( termasuk wajib pajak) terhadap sikap tindak administrasi Negara ( dalam arti
mengatuir warganya dalam mengeluarkan ketetapan – ketetapan yang menimbulkan akibat hukum
bagi obyek yang diaturnya ) serta melindungi pemerintah itu sendiri. ( syofrin Syofyan )
Maka dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian hukum pajak adalah
keseluruhan peraturan yang mengatuir hubungan hukum antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Hukum pajak selalu mengalami perkembangan dan tidak
terlepas dari kepentingan Negara dan kepentingan warga Negara. Hukum pajak digunakan selain
sebagai dasar meningkatakan pemasukan pajak ke kas Negara juga dapat menunjang
pembangunan nasionla terutama dalm hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

 Hukum pajak termasuk dalam hukum public

Hukum dapat dibagi menjadi :

1. Hukum perdata ( hukum Privat )

5
Hukum perdata adalah kelompok hukum yang mengatur hak, harta benda, dan hubungan antara
orang dengan orang di suatu Negara.

a. Hukum perdata umum


b. Hukum perdata khusus ( hukum dagang )

2. Hukum Publik ( Hukum Umum )

Hukum umum adalah kelompok hukum yang mengatur hubungan antara oranmg dengan Negara

a. Hukum pidana
b. Hukum tata Negara
c. Hukum administrasi Negara atau hukum tata usaha Negara
d. Hukum pajak

2.2 Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata


Menurut R. Santoso Brotodihardjo, hukum perdata harus dipandang sebagai hukum umum
yang meliputi segala – galanya, kecuali jika hukum public telah menetapkan peraturan yang
menyimpang darinya. Hubungan erat ini sangat mungkin sekali timbul karena banyak
dipergunkannya istilah – istilah hukum perdata dalam perundang – undangan perpajakan,
walaupun sebagai prinsip harus dipegang teguh bahwa pengertian – pengertian yang dianutoleh
hukum perdata tidak selalu dianut oleh hukum pajak.
Hubungan erat dengan hukum perdata dapat pula disebabkan oleh kenyataan bahwa bila
diperlukan suatu kupasan mengenai persoalan yang tidak dijelaskan dalam undang – undangnya,
dalam hal demikian seringkali harus dipertimbangkan masak – masak, interprestasi yang manakah
yang harus digunakan, yang yuridis atau kah yang menurut kenyataan.
Sebaliknya, pengaruh hukum pajak terhadap hukum perdata besar pula. Sebagai akibat dari
ketentuan bahwa peraturan yang istimewa haruslah diberiu tempat yang lebih utama dari peraturan
– pertauran pajak haruslah pula dalam penafsirannya pertam – tama dianut peraturan istimewa ini.
Pengaruh hukum pajak yang sekali – kali tidak diduga timbul, terasa juga dalam lapangan perdata,
yaitu sebagai akibat dari keinginan beberapa golongan dalam masyarakat yang sedapt – dapatnya
hendak menghindarkan diri dari pengenaan pajak.

6
2.3 Hubungan hukum pajak dengan hukum pidana
Peraturan – peraturan administratif punsangat memerlukan sanksi – sanksi yang menjamin ditaatinya
oleh khalayak ramai. Karena dalam penyelenggaraan hukum public sangat diperlukan control oleh
pemerintah terhadap pelaksanaan hukum itu, dan pengawasan tadi diperkuat oleh pemerintah terhadap
pelaksanaan hukum itu, dan pengawasan tadi diperkuat oleh sanksi – sanksiny6a secara pidana, maka
masyarakat selalu harus berhubugan daengan instansi –instansi yang berkewajiban melaksanakannya,
yaitu direkotorat jendral pajak. Bagi hukum pajak hubungan ini bercorak khusus , dan diatur dengan
panjang lebar dalam undang – undang pajak.

2.4 Fungsi Hukum yang Berhubungan dengan Kebijakan Perpajakan


Menurut Lauddin Marsuni , ada beberapa fungsi hukum yang relevan dengan kebijakan perpajakan
yang ada di Indonesia, sebagi berikut :

1. Hukum sebagai a tool of social control

hukum dipandang sebagi pengendali social yang menetapkan tingkah laku mana yang merupakan
penyimpangan, dan apa sanksi hukum yang dapat diterpakan terhadap tingkah laku tersebut .J.S Rucek
menyatakan bahwa pengendalian social adalah saegala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan
proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan dengan maksud untuk mendidik, mengajak
atau bukan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai – nilai
kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Dalam kebijakan perpajkan, hukum sebagai social control
dalam rangka untuk :

a. Menentukan dan menilai tindakan pemerintahaan dalm rangka menentukan obyek pajak,atau
memungut pajak dari warga masyarakat.
b. Menentukan dan menilai tindakan aparat pajak dalam rangka melaksanakan kebijakan atau
peraturan perundang – undangan di bidang perpajakan.
c. Menentukan dan menilai tindakan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya dibidang
perpajakan
d. Menentukan sanksi hukum yang dapat dijatuuhkan kepada para firkus atau wajib pajak apabila
melakukan perbuatan yang menyimpang dibidang perpajakan .

7
2. Hukum sebagai a tool of social engineering

Roscoe Pound mengenalkan hukum sebagai social engineering, yaitu sebagia alat untuk mengubah
masyarakat dalam arti bahwa hukum mungkin dapat digunkan sebagai alat perubahan oleh agen of
change atau agen of development.

3. Hukum sebagai alat politik

Dalam system hukum di Indonesia merupakan suatu konsep yang relevan, oleh karena itu hukum
merupakanhasil legislative dan presiden. Proses pembentukan hukum adalah proses politik.

Penerapan fungsi hukum sebagai alat politk melahirkan konsep politik hukum yaitu kebijakan sdari
Negara melalui badan – badan yang berwenag untuk menetapkan perundang – undangan yang
dikehendaki dengan maksud untuk dapat digunakan mengekspresikan apa yang terkandung
dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita –citakan.

2.5 Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia


Undang – undang pajak adalah produk hukum dan oleh karena itu harus tunduk pada norma – norma
hukum baik mengenai pembuatannya, pelaksanaanya,maupun mengenai materinya, hukum selalu
bertujuan memberi keadilan dan disaamping itu hukum sebagai alat digunakan untuk mengatur tata
tertib/ tertin hukum. Undang – undang sebagai dasar legalitas bagi pemerintah dalam melakukan tindakan
harus dibentuk oleh badan legislatif ( DPR).

Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) ditetapkan bahwa “ segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan Undang – Undang “. Selanjutnya dalam memori penjelasan ditegaskan
bahawa “ betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatnya belanja untuk
hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan Perwakilan Rakyat. Rakyat
menbentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai
hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban keapda
rakyat seperti pajak dan lain – lain, harus ditetapkan dengan undang – undang yaitu denga persetujuan
DPR.

8
2.6 Peraturan Perpajakan
Secara formal yuridis tidak mungkin dipungut pajak jika tidak didasarkan atas undang –
undang. Pemerintah sebagai badan eksekutif dimungkinkan juga untuk membentuk peraturan
perundang – undangan .

Pemerintah dalam menjalankan fungsi pajak harus dapat mengakomodir kebijakan perpajakan
yang berkaitan dengan peningkatan perkembangan ekonomi dan social yang terjadi, dan
perkembangan ekonomi social berubah dengan cepat dibandingkan dengan peraturan perundang –
undangan selalu ketinggalan. Tidak mudah menyeasuaikan peraturan perundang – undangan
dengan perkembangan masyarakat. Peraturan perundang – undangan juga tidak pernah lengkap
memenuhi segala peristiwa hukum. Untuk itu pemerintah diberikan asas Freies Ersemessen (
kebebasan bertindak ) dalam bentuk tertulis yang berupa peraturan kebijaksanaan.

2.7 Sejarah pemungutan pajak


Manusia hidup bermasyarakat masing – masing membawa hak dan kewajiban. Akan tetapi
dalam hal ini ada proses timbal balik antara individu dan masyarakat. Artinya ada hak dan
kwajiban individu terhadap masyarakat begitu juga sebaliknya, hak dan kewajiban masyarakat
terhadap individu. Selain itu adanya hubungan timbal balik antar masyarakat sebagai warga
Negara dalam memenuhi kewajibannya pada Negara, dan Negara kepada masyrakatnya. Oleh
karena ada pembatasan hak – hak asasi manusia oleh masyarakat, guna menghindari gesekan yang
akan berakibat buruk yang disebablan oleh masing – masing individu mengedepankan masalah
haknya saja.

Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi Negara dan rakuatnya baik dari
intervensi politik luar negeri maupun dalam hal meningkatklan derajat hidup masyarakat menuju
kesejahteraan. Pemerintah selaku pihak yang menjalankan penyelenggaraan kenegaraan atau
fungsi pemerintah yang menjadi tanggung jawabnya seperti disinggung sebelumnya sudah pasti
memerlukan dana untuk membiayai kewajiban tersebut. Dana yang diperlukan itu salah satunya
bersumber dari pemungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan suatu gejala social
dan hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada suatu pajak.
Masyarakat yang dimaksud menurut Ferdinand Tonnies adalah masyarakat hokum atau
Gemeinschaft.

9
Disisi lain masyarakat sebagai pihak yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut
serta dalam menjalankan fungsi tersebut, yang bias ditunjukkan melalui keikutsertaannya dalam
pembiayaan Negara. Dari kondisi ini terlihat bahwa antarta Negara dengan rakyatnya ada
hubungan timbal balik yang baik, yang tentunya dibatasi dengan aturan, norma, undang – undang
guna menghindari kesewenangan pihak lain.

Keberadaan pajak sebagai pungutan kepada rakyat suatu Negara sudah ada sejak zaman Romawi.

 Pada thaun 509 – 27 M di Roma ada beberapa pungutan yang diwajibkan kepada rakyatnya,
dengan sebutan seperti censor, questor dan jenis pungutan lainnya.

Pajak langsung (tributum) dipungut pada zaman perang terhadap penduduk Roma sampai
tahun 167 SM.

Setelah abad kedua penguasa Roma mengadalkan pajak tidak langsung yang disebut
vegrigalia, seperti portoria yakni pungutan atas penggunaan pelabuhan.

 Dizaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium yakni sejenis pejak penjualan
dari tariff 1% dari omzet penjualan.
 Di Italia dikenal decume, yakni pungutan sebesar 10% dari para petani atau penguasa
tanah. Setiap penduduk Italia, termasuk penduduk Roma sendiri dikenakan pajak langsung
(tributum) yang tetap.
 Di Mesir, pembuatan piramida pada akhirnya dilakukan dalam bentuk kerja paksa, yang
pada mulanya adalah suatu bentuk pengabadian dan sifatnya sukarela dari rakyat mesir.
 Pada abad ke – 14 di Spanyol dikenal dengan istilah alcabala, salah satu bentuk pajak
penjualan.
 Di benua Amerika, setelah benua tersebut menjadi koloni Inggris, penduduk koloni
mempunyai kewajiban membayar berbagai pungutan kepada pemerintah colonial Inggris,
yang dikemudian waktu menjadi penyebab revolusi Amerika, yaitu setelah undang –
undangnya The Stamp act (1765) dan The Townshend Act(1767).

The Stamp Act merupakan undang – undang yang mewajibkan setiap penduduk koloni tersebut
untuk membayar pajak atas pembelian Koran, kartu judi, dadu, dan akte perkawinan. The
Townshend Act merupakan pemungutan terhadap the, kertas, cat, dan kartu (Safri
Nurmantu:2005).
10
Pemungutan pajak pada zaman Romawi tidak dilakukan oleh raja yang berkuasa, tetapi
pemungutan pajak dilakukan oleh pemungutan pajak yang disebut Publican. Penguasa dalam hal
ini adalah araja mendelegasikan wewenang pemungutan pajak di daerahnya kepada Publican.
Pendelegasian ini pada akhirnya menimbulkan akibat buruk pada rakyat. Raja yang berkuasa
khusunya raja yang mau memperhatikan beban rakyat menyadari bahwa system tersebut
menyebabkan kesengsaraan rakyat sebagai pihak yang harus membayar pajak pada kerajaan
melalui Publican. Kesengsaraan terssebut berawal dari adanya penyelewangan penerimaan pajak
oleh pemungut pajak (Publican). Kemudia selanjutnya peran lapisan perantara pemungut pajak
(Publican) dihilangkan oleh Raja Roma, Diocletian pada tahun 284 – 305 SM, dan memerintahkan
supaya setiap pemungutan pajak secara langsung harus disetor langsung ke kas kerjaan.
Pengelolaan pemungutan pajak tersebut dibebakan kepada bendahara kerajaan yang dibagi
menjadi bendahara Kaisar, bendahara Negara (fiscus) dan dana untuk kaum veteran. Hal tersebut
dibentuk karena makin bertambahnya penduduk dan makin luasnya daerah jajahan memerlukan
pengelolaan penerimaan pajak yang lebih baik lagi.

Kata fiscus berasal dari kata latin fisc, yang berarti kerjangan uang atau pundi – pundi raja
yang kemudian mempunyai arti yang lebih luas, yakni bukan saja sebagai tempay menyimpan
uang, atau bendahara Negara, tetapi juga meliputi petugas dan aparat Negara yang bertugas
memungut dan mengelola keuangan Negara, termasuk pajak dan bea cukai.

2.8 PERKEMBANGAN PEMUNGUTAN PAJAK


Pajak pada mulanya dibayar secara natura, yaitu hasil pertanian, hasil hutan dan hasil
perkebunan serta barang tambang mulia seperti emas dan perak.Selain itu juga pajak dapat dibayar
dengan tenaga, yaitu dengan melakukan pekerjaantanpa diberi imbalan. Kemudian sejalan dengan
perkembangan waktu pajak dibayar dengan uang.Di seluruh dunia telah mengakui bahwa pajak
merupakan sumber utama penerimaan negara dan sebagai alat mencapai tujuannya, walaupun
tidak seluruh negara di dunia mengandalkan penerimaan negara dari sektor pajak. Ada beberapa
Negara yang memiliki potensi sumber daya alam negaranya sebagai penerimaan Negara yang
utama.Sejak zaman sebelum masehi pajak telah dipungut oleh penguasa suatu daerah, untuk
kepentingan penguasa. Maka bentuk iuran kepada penguasa tersebut merupakan suatu paksaan,
yang tentunya ada yang pro ada yang kontra.Penentuan siapa yang harus membayar pajak,

11
bagaimana dasar pengenaan pajaknya,dan berapa besar tarif pajak yang dikenakan, ditentukan oleh
keinginan penguasa semata. Pada akhirnya beban pajak yang harus dipikul jadi lebih berat,
penguasa dengan kesewenangannya menentukan jumlah pajak sesuai kebutuhan penguasa bahkan
melebihi yang dibutuhkan.

SEJARAH KESEWENANGAN PENGUASA DALAM PEMUNGUTAN PAJAK BAGI


RAKYAT

 Raja Lodwik XIV raja Perancis dan istrinya Marie Antoinette tinggal di Istana Versailles
adalah penguasa Perancis yang pada pertengahan abad XVIII secara semena-mena
memungut pajak dari penduduknya. Pajak yang dipungut dari rakyatnya hanya untuk
kepentingan Lodwik XIV beserta istrinya semata. Karena pemberontakan rakyatnya maka
timbul Revolusi Perancis (1778)
 Di Inggris kesewenangan penguasa dalam memungut pajak kepada penduduknya
dilakukan oleh Raja John (King John of England). Kemudian karena merasa beban semakin
berat atas kesewenangan raja Pimpinan perwakilan (Baron) memaksakan piagam Magna
Charta (1215) kepada rajanya.
 Salah satu pernyataan yang penting dalam piagam tersebut yang berhubungan dengan
masalah perpajakan adalah ”taxes should not be imposed without the consent of
theCommon Council of the realm”. Pajak tidak seharusnya dibebankan kepada rakyattanpa
adanya izin dari Dewan Majelis perwakilan dari kerajaan.
 Piagam ini merupakan tonggak pembatasan secara bertahap terhadap kekuasaan
absolutemonarki di Inggris.
 Di Indonesia tidak luput juga kesewenang-wenangan dari penjajah. Pemerintah kolonial
Inggris yang menjajah Indonesia dibawah Thomas Stamford Raffles menerapkan
kesewenangan pemungutan pajak dengan Land rent (1813).
 Pemerintahan kolonial Belanda juga melanjutkan kesewenangan dalam pemungutan pajak
sehingga makin menyebabkan kesengsaraan rakyat Indonesia. Pajak yang dipungut dari
rakyat Indonesia benar-benar hanya digunakan untuk mengisi kas pemerintahan kolonial.

AHLI PEMIKIRAN DIBEBERAPA NEGARA YANG MEMPERHATIKAN MASALAH


PEMUNGUTAN PAJAK OLEH PEMERINTAH

12
a. Oliver Wendell Colmes, (Amerika Serikat) berpendapat bahwa taxes are the price we pay
for civilization, bahwa pajak merupakan harga yang dibayar untuk suatu peradaban.
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Oliver membenarkan adanya pungutan pajak
sebagai suatu yang harus dilakukan untuk memajukan suatu Negara.
b. Benyamin Franklin dengan adanya ungkapan nothing is certain but tax and Benyamin
Franklin dengan adanya ungkapan nothing is certain but tax and dead, bahwa tidak ada
seorang pun yang tidak akan tersentuh oleh pajak dan kematian.
c. F.D. Roosevelt untuk memotivasi warga Amerika Serikat memenuhi kewajiban
perpajakannya berhubung peningkatan kebutuhan dana Negara dalam menghadapi Perang
Dunia II. Slogan lain yang menjadi pendorong perjuangan rakyat untuk ikut serta dalam
penentuan peraturan perpajakan di Amerika Serikat adalah No taxation without
representation, Taxation without representation is tyranny, Taxation without representation
is robbery

2.9 Penggolongan jenis pajak


Terdapat pembedaan atau penggolongan serta jenis-jenis pajak. Pembedaan atau penggolongan
tersebut didasarkan pada suatu kriteria yaitu;

 Siapa yang membayar pajak


 Siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak
 Apakah beban pajak dapat dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain
 Siapa yang memungut pajak
 Sifat-sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan
 Pajak dikenakan atas apa

A. Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung

Istilah yang perlu dipahami dalam membedakanh direct tax dan indirect tax:

 Tax burden : beban pajak yang dipikul seseorang


 Tax Shifting : proses pelimpahan beban pajak kepada orang lain

13
a) Forward shifting : pajak dilimpahkan kepada konsumen
b) Backward shifting : pajak dilimpahkan ke harga pokok produksi
 Tax incidence : akibat yang ditimbulka dari aktivitas pelimpahan
 Destinataris : pihak yang ditunjuk oleh undang-undang pajak untuk memikul beban pajak.

pajak langsung adalah pajak yang apabila beban pajak yang dipikul seseorang atau badan tidak
dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Pihak yang ditunjuk oleh undang-undang pajak untuk
memikul beban pajak yang sudah jelas yaitu seseorang atau badan yang memiliki sesuatu, bukan
pasa sesduatunya, tetapi kepada seseorang atau badan.

Rochmat Soemitro mengemukakan berdasarkan pada tata usaha negara pajak langsung
diartikan sebagai pajak yang dikenakan berdasar atas surat ketetapan dan pengenaannya dilakukan
secara berkala pada tiap tahun dan waktu tertentu

Contohnya: Pajak Penghasilan

Pajak tidak langsung adalah beban pajak yang dipikul seseorang dapat dilimpahkan baik
seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain. Tax incidence dari pelimpahan adalah bahwa
pajak pada akhirnya dibebankan seluruhnya pada konsumen akhir.

Merupakan pajak yang pemungutannya tidak dilakukan berdasar atas kohir dan
pengenaannya tidak dilakukan secara berkala, misalnya dikaitkan dengan suatu kegiatan tertentu
yang menyertainya.

Contohnya: Pajak Penjualan dan Pajak Pertambahan Nilai.

B. Pajak Subyektif dan Pajak Obyektif

Pajak Subyektif

Pajak Subyektif merupakan pajak yang erat hubungannya dengan subyek yang dikenakan
pajak, dan besarnya sangat dipengaruhi keadaan subyek pajak. Memberi perhatian pada keadaan
pribadi Wajib Pajak. Untuk menetapkan pajaknya maka diberi alasan obyektif yang berhubungan
erat dengan keadaan materiilnya. Seperti status kawin, tidak kawin, dan kawin dengan tanggungan.

14
Hal tersebut menjadikannya sebagai beban yang harus dipikul sebagai pengurang dari penghasilan.
Contohnya: pajak penghasilan.

Pajak Obyektif

Merupakan pajak yang erat hubungannya dengan obyek pajak, sehingga besarnya jumlah
pajak hanya tergantung kepada keadaaan obyek itu, dan sama sekali tidak menghiraukan serta
tidak dipengaruhi oleh keadaan subyek pajak. Memperhatikan obyek bukan benda, yang dapat
berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Baru kemudian ditentukan subyeknya yang mempunyai hokum tertentu dengan obyek itulah
yang ditunjuk sebagai subyek pembayar pajak.contohnya : Bea Masuk, Cukai, Pajak Pertambahan
Nilai, Bea Materai.

C. Pajak Pusat dan Pajak Daerah

Pajak Pusat adalah pajak yang diadministrasikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini
Departemen Keuangan, yakni Direktorat Jendral Pajak. Misalnya Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.

Dibedakan dengan pajak pemerintah propinsi dan pemerintah daserah tingkat II

Pajak pemerintah daerah tingkat I:

 Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air


 Bea balik nama kendaraaan bermotor dan kendaraan diatas air
 Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
 Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

Pajak daerah tingkat II

 Pajak hotel dan restoran


 Pajak hiburan

15
 Pajak reklame
 Pajak penerangan jalan
 Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
 Pajak parker

Undang – Undang Perpajakan yang Dihasilkan Sampai Tahun 2008

Dalam rangka pembaharuan perpajakan nasional sejak akhir 1983 hingga sekarang Dewan
Perwakilan Rakyat telah mensahkan sepuluh UU Pajak dengan segala perubahannya yaitu:

1. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan ketiga
atas Undang – Undang nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perbahan atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Peralihan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
9. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak,
sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak.

16
10. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.

Pembagian Hukum Pajak

Hukum Pajak dibedakan menjadi hukum pajak Material (Material tax Law) dan Hukum
Pajak Formal (Formal tax Law). Undang-undang pajak mengandung ketentuan-ketentuan hukum
formal dan ketentuan-ketentuan hukum material.

Hukum Pajak Material

Hukum Pajak Material adalah yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-
keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pjak, siapa-
siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, dengan perkataan segala sesuatu tentang
timbulnya, besarnya, dan hpusnya utang pajak dan pula hubungan hukum antara pemerintah dan
Wajib Pajak.

Undang-undang Pajak yang termasuk ke dalam kelompok hukum pajak material adalah:

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat


ats Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Unang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Peralihan Hak atas Tanah dan
Bangunan.

17
A. Subyek Pajak dan Wajib Pajak

Pasal 2 ayat 1 UU No.36 tahun 2008 menjelaskan yang dikatakan sebagai Subyek pajak meliputi:

1. Orang pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yangf belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subyek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
3. Dalam UU no.28 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang atau
modal yang merupakan kesatua baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, persatuan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4. Pasal 2 ayat 5, Bentuk Usaha Tetap adalahbentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau bdan yang tidak di dirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Subyek Pajak dibedakan dalam subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar negeri (pasal 2
ayat 2 UU no.36 tahun 2008)

a. Subyek Pajak Dalam Negeri


1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berda di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
3. Warisan yang belum terbagi sebgai satu kesatuan menggantikan yang berhak

b. Subyek Pajak Luar Negeri


1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

18
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.

Tidak termasuk Subyek Pajak yang diatur dalam Pasal 3 UU No.36 tahun 2008:

a. Badan perwakilan negara asing


b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional yang diterapkan dengan keputusan menteri Keuangan
dengan syarat
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

19
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Uraian di atas, maka dapat kami ambil kesimpulan bahwa hukum pajak
merupakanhukum yang telah disusun dalam undang - undang yang memiliki tujuan dan fungsi
sebagaimana telah dirancang dalam undang - undang itu sendiri. Hukum Pajak dibagi menjadi
2, yaitu hukum pajak materiil dan hukum pajak formil.

3.2 Saran
Demikian Makalah ini kami susun, kami menyadari banyaknya kekurangan dalam
Makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah kami
perlukan.Semoga dengan makalah ini, kami dapat memberikan gambaran tentang fungsi Dan
Tujuan hukum Pajak. Akhirnya dengan mengucap syukur Alhamdulillah, semoga apa yang
kamikerjakan bermanfaat dan diridhoi oleh Allah S.W.T. Amin.

20

Anda mungkin juga menyukai