Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TENTANG AL-QUR’AN, AS-SUNNAH DAN IJTIHAD


SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

DISUSUN OLEH :

1. ARVIANI NUR WAHIDAH ( 192150007 )


2. LAILA FAUZIZAH ( 192150004 )
3. NANGGIH SETYA ASIH ( 192150008 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2019

Page | i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang


telah melimpahkan rahmat serta karunianya sehingga penyusunan makalah “Al
Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam ” dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah
ini.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
membahas sumber-sumber hokum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh
umat islam. Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca
dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai sumber hokum islam.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca umumnya dan penulis sendiri khususnya.

Purworejo, 09 Oktober 2019

Penulis

Page | ii
DAFTAR ISI

COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Maksud danTujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Macam-macam Sumber Ajaran Islam 3
2.2 Al-Qur’an 3
2.2.1 Pengertian Al-Qur’an 3
2.2.2 Struktur Al-Qur’an 4
2.2.3 Isi dan Pesan-pesan Al-Qur’an 6
2.2.4 Fungsi dan Tujuan Al-Qur’an 7
2.2.5 Kedudukan Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam 8
2.3 As-Sunnah 9
2.3.1 Pengertian As-Sunnah 9
2.3.2 Etimologi As-Sunnah 9
2.3.3 Tingkatan Hadist 9
2.3.4 Kedudukan A-Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam 11
2.4 Ijtihad 13
2.4.1 Pengertian Ijtihad 13
2.4.2 Fungsi Ijtihad 13
2.4.3 Jenis-jenis Ijtihad 16
2.4.4 Tingkatan-tingkatan Ijtihad 16
2.4.5 Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam 18
BAB III PENUTUP 21
3.1 Kesimpulan 21
3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
Page | iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala


untuk mengatur hidup umatnya dengan dasar hukum yang jelas melalui Nabi
Muhammad Salallahu ‘alaihi wasallam. Ini lah cara Allah menjadikan agama
Islam sebagai pegangan manusia untuk mencapai tujuan hidup menurut islam.
Agar manusia yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi bisa menjaga
dan merawat kehidupan yang selamat dunia dan akirat serta tercapai tujuan
penciptaan manusia dalam islam.

Islam berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia


dengankecepatan yang menakjubkan Banyak sumber-sumber ajaran Islam
yang digunakan mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa
rasulullah sampai pada zaman modern sekarang ini. Sumber-sumber yang
berasal dari agama Islam merupakan sumber ajaran yang sudah dibuktikan
kebenarannya.

Sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran yang sangat


luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah, sosial,
ekonomi,sains, teknologi dan sebagainya. Dengan demikian tujuan dari
sumber ajaran tersebut adalah untuk kemaslahatan umat manusia

Islam sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu


pengetahuan,terutama yang bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-
Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan juga ijtihad. Begitu sempurna dan
lengkapnya sumber -sumber ajaran Islam. Namun permasalahan disini adalah
banyak umat Islam yang belum mengetahui betapa luas dan lengkapnya
sumber-sumber ajaranIslam guna mendukung umat Islam untuk maju dalam
bidang pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


Page | iv
1. Apa saja macam-macam Sumber hukum islam?
2. Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an?
3. Bagaimana kedudukan Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam?
4. Apa yang dimaksud dengan Sunnah?
5. Bagaimana kedudukan Sunnah sebagai sumber ajaran Islam?
6. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?
7. Bagaimana kedudukan Ijtihad sebagai sumber ajaran islam?
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah antara lain


1. Untuk memenuhi tugas Al Islam dan Kemuhammadiyahan I
2. Untuk membahas Sumber Hukum Islam,sehingga pembaca pada
umumnya dan khususnya penulis bisa lebih memahami tentang sumber-
sumber hukum yang dijadikan landasan umat Islam.

Page | v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Macam-macam sumber ajaran Islam


Sumber adalah tempat pengambilan, rujukan atau acuan
dalam penyelenggaraan ajaran Islam, karena itulah sumber memiliki
peranan yang sangat penting bagi pelaksanaan ajaran islam. Dari sumber
inilah umat Islam dapat memiliki pedoman-pedoman tertentu untuk
melaksanakan proses ajaran Islam, tanpa adanya suatu sumber maka umat
Islam akan terombang-ambingdalam menghadapi ideologi dan bisa jadi
akan berahir pada kesesatan ataukenistaan.Dalam pembahasan disini akan
diuraikan macam-macam sumber ajaran Islamyang diantaranya meliputi :
a) Al-Quran
b) Sunnah
c) Ijtihad
2.2 Al-Quran
2.2.1 Pengertian Al-Quran
Al-Qur'an atau Qur'an (bahasaArab: ‫القرآن‬, translit. al-
Qurʾān, har. 'bacaan'; /kɔːrˈɑːn/ kor-AHN),
atau Alquran dan Quran dalam bentuk baku Ejaan bahasa Indonesia,
adalah sebuah kitab suci utama dalam agama Islam, yang
umat Muslim percaya bahwa kitab ini diturunkan oleh Tuhan, (bahasa
Arab: ‫هللا‬, yakni Allah) kepada Nabi Muhammad. Kitab ini terbagi ke
dalam beberapa surah (bab) dan setiap surahnya terbagi ke dalam
beberapa ayat.
Umat Muslim percaya bahwa Al-Qur'an difirmankan langsung
oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, berangsur-
angsur selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari atau rata-rata selama 23
tahun, dimulai sejak tanggal 17 Ramadan, saat Nabi Muhammad
berumur 40 tahun hingga wafat pada tahun 632. Umat Muslim
menghormati Al-Qur'an sebagai sebuah mukjizat terbesar Nabi

Page | vi
Muhammad, sebagai salah satu tanda dari kenabian, dan merupakan
puncak dari seluruh pesan suci (wahyu) yang diturunkan oleh Allah
sejak Nabi Adam dan diakhiri dengan Nabi Muhammad. Kata "Quran"
disebutkan sebanyak 70 kali di dalam Al-Qur'an itu sendiri.

2.2.2 Struktur Al-Qur'an


Al-Qur’an terdiri atas 114 surah, 30 juz dan 6236 ayat menurut
riwayat Hafsh, 6262 ayat menurut riwayat ad-Dur, atau 6214 ayat
menurut riwayat Warsy. Secara umum, Al-Qur'an terbagi menjadi 30
bagian yang dikenal dengan nama juz. Pembagian juz memudahkan
mereka yang ingin menuntaskan pembacaan Al-Qur'an dalam kurun
waktu 30 hari. Terdapat pembagian lain yang disebut manzil, yang
membagi Al-Qur'an menjadi 7 bagian.
Setiap surah dalam Al-Qur'an terdiri atas sejumlah ayat, mulai
dari surah-surah yang terdiri atas 3 ayat; yakni surah Al-Kautsar, An-
Nasr dan Al-Asr, hingga surah yang mencapai 286 ayat; yakni surah Al-
Baqarah. Surah-surah umumnya terbagi ke dalam subbagian
pembahasan yang disebut ruku.'
Lafadz Bismillahirahmanirrahim (‫يم‬
ِ ‫الر ِح‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫ّللا‬
‫ه‬ ‫س ِم‬
ْ ‫) ِب‬
merupakan ciri di hampir seluruh pembuka surah di Al-Qur'an selain
Surah At-Taubah. Walaupun demikian, terdapat 114
lafadz Bismillahirahmanirrahim yang setara dengan jumlah 114 surah
dalam Al-Quran, oleh sebab lafadz ini disebut dua kali dalam Surah An-
Naml, yakni pada bagian pembuka surah serta pada ayat ke-30 yang
berkaitan dengan sebuah surat dari raja Sulaiman kepada ratu Saba.
Menurut tempat diturunkannya, surah-surah dapat dibagi atas
golongan Makkiyah ( surat Mekkah ) dan golongan Madaniyyah ( surat
Madinah ).
Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu yang diperkirakan
terjadi penurunan surah maupun ayat tertentu. Di mana surah-surah

yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah digolongkan

Page | vii
sebagai surah Makkiyah sementara surah-surah yang turun setelahnya
tergolong sebagai surah Madaniyah.
Surah yang turun di Mekkah pada umumnya surah-surah dengan
jumlah ayat yang sedikit, berisi prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq,
panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan surah-surah yang
turun di Madinah pada umumnya memiliki jumlah ayat yang banyak,
berisi peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
Tuhan, ataupun seseorang dengan lainnya (syari'ah) maupun
pembahasan-pembahasan lain. Pembagian berdasar fase sebelum dan
sesudah hijrah ini dianggap lebih tepat, sebab terdapat surah Madaniyah
yang turun di Mekkah.
Dari segi jumlah ayat, surah-surah yang ada di dalam Al-Qur'an
terbagi menjadi empat bagian:
a) Al-Sab' al-ṭiwāl (tujuh surah yang panjang), enam di antaranya
surah Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam,
dan Al Maa-idah. Surah yang ketujuh adalah Surah Al-
Anfal dan Surah At-Taubah sekaligus.
b) Al-Mi'ūn (seratus ayat lebih), seperti Syu'ara, Hud, Yusuf, Al-
Mu'min, As-Saffat, Ta Ha, An-Nahl, Al-Anbiya, Al-Isra dan Al-
Kahfi.
c) Al-Maṡānī (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-
Hijr. Maryam, Al-Waqi'ah, An-Naml, Az-Zukhruf, Al-
Qasas, Shaad, Al-Mu'minun, Yasin dan sebagainya.
d) Al-Mufaṣṣal (surah-surah singkat), seperti Adh-Dhuha, Al-
Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya.

2.2.3 Isi dan pesan-pesan Al-Qur’an


Alqur’an diturunkan kepada nabi Muhammad kurang lebih
selama 23 tahun, dalam dua fase yaitu 13 tahun pada fase
sebelum beliau hijrah ke Madinah (Makiyah) dan 10 tahun pada fase se
sudah hijrah ke Madinah (Madaniyah). Isi Al-Qur’an terdiri dari 114
Page | viii
surat, 6236 ayat, 74437 kalimat, dan 325345 huruf. Proporsi masing-
masingfase tersebuut adalah 86 surat untuk ayat-ayat Makiyah dan 28
suratuntuk ayat-ayat Madaniyah. Dari keseluruhan isi Al-Qur’an itu,
pada dasarnya mengandung pesan sebagai berikut
masalah tauhid, termasuk didalamnya masalah kepercayaaan pada yang
gaib; masalah ibadah, yaitu egiatan-kegiatan dan perbuatan-perbuatan
yang mewujudkan danmenghidupkan didalam hati dan jiwa; masalah
janji dan ancamanyaitu janji dengan balasan baik bagi mereka yang
berbuat baik dansebaliknya ancaman siksa bagi mereka yang berbuat
jahat; jalanmenuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ketentuan-
ketentuan yanghendaknya dipenuhi untuk mencapai keridhaan Allah
SWT; riwayatdan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu baik
sejarah bangsa- bangsa, tokoh-tokoh maupun Nabi dan
Rosul.Selanjutnya Abdul Wahab Khalaf lebih memerinci pokok- pokok
kandungan Al- Qur’an ke dalam 3 ktegori, yaitu:
a. Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan
rukun iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah,
harikebangkitan dan taqdir.
b. Masalah etika (khuluqiyah) berkaitan dengan hal-hal yangdijadikan
perhisan bagi seseorang untuk berbuat keutamaandan
meninggalkan kehinaan.
c. Masalah perbuatan
dan ucapan (‘amaliyah) yang terbagi dalam dua macam yaitu
ibadah dan muamalah. Ibadah berkaitandengan rukun Islam, nazar,
sumpah dan ibadah-ibadah yanglain yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT. Mu’amalah berkaitan dengan akad,
pembelanjaan, hukuman, jual-beli dan lainnnya yang mengatur
hubungan manusia dengan sesama.
2.2.4 Fungsi dan tujuan Al-Qur’an
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam merupakan kumpulan
firmanAllah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang
mengandung petunjukpetunjuk bagi umat manusia. Menurut Dr. M. Qur

Page | ix
aish Shihab dalam “wawasan Al Qur’an menyebutkan delapan tujuan
diturunkannya Al-Qur’an:
a. Untuk menbersihkan dan menyucikan jiwa dari segala bentuk
syirik sertamementapkan keyakinan tentang keesaan yang
sempurna bagi tuhansemesta alam.
b. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni
bahwa umat manusia merupakan umat yang seharusnya dapat
bekerja samadalam pengapdian kepada Allah dan pelaksanaan
tugas kekhalifahan.
c. Untuk menciptakan perstuan dan kesatuan.
d. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam
bidangkehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,
kebodohan, penyakit dan penderitaan hidup,serta pemerasan manus
ia atas manusiadalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan juga
agama.
f. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan
kasih sayang.
g. Untuk memberikan jalan tengah antara falsafah monopoli
kapitalismedengan falsafah kolektif komunisme, menciptakan
ummatan wasathanyang menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran.
h. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan
suatu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia dengan pand
uan dan panduan Nur Ilahi.

Berikut adalah fungsi al-quran menurut nama-namanya:


a. Al-huda (petunjuk). Dalam al-quran terdapat 3 kategori tentang posisi
al-quran sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara
umum.Kedua, al-quran adalah petunjuk bagi orang-orang yang
bertaqwa.Ketiga, petunjuk bagi orang-orang beriman.

Page | x
b. Al-furqan (pemisah). Dalam al-quran dikatakan bahwa ia adalah
ugeranuntuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak
dan batil.
c. Asy-syifa (obat). Al-quran dikatakan berfungsi sebagai obat
bagi penyakit-
penyakit dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam dadaadalah
penyakit-penyakit psikologis.
d. Al-mauizhah (nasihat). Al-quran berfungsi sebagai nasihat orang-
orangyang bertakwa.

2.2.5 kedudukan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam


Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’ān memiliki kedudukan yang
sangat tinggi. Al-Qur’ān merupakan sumber utama dan pertama sehingga
semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’ān:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan


ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)

2.3 As-Sunnah
2.3.1 Pengertian Sunnah

Page | xi
Sunnah (Arab: ‫ سنة‬sunnah, artinya "arus yang lancar dan mudah"
atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap,
tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-
garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.

Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam,


setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh
para sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara rasulullah disebut
sebagai hadis. Sunnah yang diperintahkan oleh Allah
disebut sunnatullah (hukum alam).

2.3.2 Etimologi
Sunnah (‫ˈ سنة‬sunnah, plural ‫ سنن‬sunan) adalah kata Arab yang
berarti "kebiasaan" atau "biasa dilakukan".Secara istilah sunnah adalah
jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu,
keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan. Para
penganut Sunni juga disebut sebagai Ahl as-Sunnah wa'l-
Jamā'ah ("orang-orang dari tradisi dan pengikut (dari Muhammad)")
atau Ahlussunnah untuk singkatnya saja.

2.3.3 Tingkatan As-Sunnah


1) sunnah mu’akkad.
Yaitu ibadah yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam secara rutin dan kontinyu, dan diiringi dengan adanya
motivasi langsung dari lisan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Misalnya, shalat sunnah dua raka’at qabliyah subuh. Diriwayatkan
dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
“Tidak ada shalat sunnah yang lebih Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tekuni daripada dua raka’at fajar (shalat sunnah
qabliyah subuh).” (HR. Bukhari no. 1163 dan Muslim no. 724)
Juga diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau berkata, “Dua raka’at fajar itu lebih baik dari dunia
seisinya.” (HR. Muslim no. 725)
2) sunnah ghairu mu’akkad.
Page | xii
Yaitu ibadah sunnah yang tidak dirutinkan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, misalnya shalat empat raka’at
sebelum shalat ashar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memotivasi untuk mengerjakannya, namun beliau tidak
merutinkannya.
Termasuk dalam ibadah sunnah ghairu mu’akkad adalah
semua ibadah yang terdapat motivasi secara lisan dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak dinukil dari
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau merutinkannya.
Misalnya, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang berdekatan,
karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan menghapus
dosa, sebagaimana al-kiir (alat yang dipakai oleh pandai besi)
menghilangkan karat besi, emas, dan perak. Tidak ada balasan bagi
haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. Tirmidzi no. 810, An-Nasa’i
no. 2630, Ibnu Majah no. 2887, Ahmad no. 3660, dinilai shahih
oleh Al-Albani)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memotivasi untuk
umrah di bulan Ramadhan. Meskipun demikian, beliau tidaklah
melaksanakan umrah sepanjang hidup beliau kecuali empat kali
umrah saja, dan satu kali melaksanakan ibadah haji

2.3.4 Kedudukan Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam


Umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan sumber
hukum keduasetelah Al-Qur’an. Dan tidak boleh seorang muslim hanya
mencukupkandiri dengan salah satu dari kedua sumber Islam tersebut.
Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap.
Umat Islam tidak mungkin dapat memahami tentang syari’at Islam
dengan benar sesuai dengan tanpa Al Qur’an dan Hadits.

Banyak dari ayat Al-Qur’an yang menerangkan bahwa hadits


merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti.

Page | xiii
Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan
ini mengajukan tiga argumen. Pertama, sunnah merupakan penjabaran
dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah sebagai penjabaran (bayan)
harus menempati posisi lebih rendah dariyang dijabarkan (mubayyan)
yakni Al-Qur’an. Apabila Al- Qur’an sebagai mubayyan tidak ada,
maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada
bayyan, maka mubayyan tidak hilang.Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy
al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut. Ketiga, secara
tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan
sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat popular mengenai
pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya
menunjukan subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.

Berikut uraian sedikit tentang kedudukan hadits sebagai sumber


hukum Islam:

a. Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang
menerangkan tentang kewajiban untuk dapat mempercayai dan
menerima apa saja yang telah disampaikan oleh Rasul kepada umat
beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup.Selain Allah SWT
memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul juga dapat
menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau
dibawa oleh beliau. Taat kepada Rasul sama denga taat kepada
Allah.Sebagaimana firman Allah QS. Al-‘Imran:32 yang berbunyi:

Artinya: “"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul -Nya; Jika


kamuberpaling, maka sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-
orangkafir'."– (QS. Al-‘Imran 3:32)

Page | xiv
Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa
dimana setiap ada perintah taat kepada Allah, pasti ada perintah taat
kepada Rasul.
Demikian pula mengenai ancaman. Ini menunjukkan betapa
pentingnya kedudukan dalam penetapan untuk taat kepada semua
yang diperintah Rasulullah SAW.
b. Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan
dengankeharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup,
disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada
kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang
teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah (Alqur’an) dan
Sunnah Nabi SAW (Al -Hadist) Masih banyak lagi hadits-hadits
yang menerangkan tentang pedoman hidup maupun penetapan
hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan terhadap kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidupi itu wajib,
sebagaimana wajib pada Al- Qur’an.
c. Kesepakatan ulama (ijma’)
Banyak peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan
menggunakanhadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain:
a) Ketika abu bakar di baiat menjadi kholifah, ia pernahberkata
“saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang
diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya
takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
b) Saat umar berada di hajar aswad ia
berkata: “saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya
tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu”.
c) Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan
berkata: ”saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya
makan sebagaimanamakannya Rasulullah dan saya sholat

Page | xv
sebagaimana Sholatnya Rasulullah Untuk mengukuhkan
validitas sunnah sebagai otoritatif hukum Islam.Al- syafi’i
mengajukan analisis terhadap kata al-hikmah dalam Al-Qur’an.

2.4 Ijtihad
2.4.1 Pengertian Ijtihad
Ijtihad (bahasa Arab: ‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-
sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah
berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan
akal sehat dan pertimbangan matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa
ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam. Tujuan ijtihad
adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup
dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu
waktu tertentu. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.
2.4.2 Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap,
tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail
oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan
pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga
setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-
aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan
beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu


tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan
tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas
ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada
maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun
jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak
ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka
Page | xvi
umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat
Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al
Hadist.

2.4.3 Jenis-jenis Ijtihad


a) Ijmak
Ijmak artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam
menetapkan suatu hukum-hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan
Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang
dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan
dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

b) Qiyâs
Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya
menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru yang belum
ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya
darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa
definisi qiyâs (analogi)
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada
cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya,
melalui suatu persamaan di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di
dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang
memiliki persamaan sebab (iladh).
4. menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di
terangkan oleh al-qur'an dan hadits.

c) Istihsân
Beberapa definisi Istihsân

Page | xvii
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya
karena dia merasa hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa
diekspresikan secara lisan olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk
maslahat orang banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah
kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap
perkara yang ada sebelumnya..

d) Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak
ada naskahnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia
berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.

e) Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat.

f) Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan
sampai ada alasan yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada
pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang
bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak
jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan
semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang
sehingga tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian
suaminya atau jelas perceraian keduanya.

g) Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-
istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut
Page | xviii
tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran
dan Hadis.

2.4.4 tingkatan-tingkatan Ijtihad

a) Ijtihad Muthlaq
Adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiri
dalam berijtihad dan menemukan 'illah-'illah hukum dan ketentuan
hukumnya dari nash Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan
rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah lebih
dahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-
disiplin ilmu.

b) Ijtihad fi al-Madzhab
Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan
seorang ulama mengenai hukum syara', dengan menggunakan
metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab,
baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum syara' yang
tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya, meneliti pendapat
paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun untuk
memfatwakan hukum yang diperlukan masyarakat.

Secara lebih sempit, ijtihad tingkat ini dikelompokkan


menjadi tiga tingkatan ini:

1) Ijtihad at-Takhrij
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid
dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum syara' yang tidak
terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya, dengan
berpegang kepada kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan hukum
imam mazhabnya. Pada tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas hanya
pada masalah-masalah yang belum pernah difatwakan imam
mazhabnya, ataupun yang belum pernah difatwakan oleh murid-
murid imam mazhabnya.

2) Ijtihad at-Tarjih

Page | xix
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah
pendapat yang dipandang lebih kuat di antara pendapat-pendapat
imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan pendapat murid-
murid imam mazhab, atau antara pendapat imam mazhabnya dan
pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan ini
hanya melakukan pemilahan pendapat, dan tidak melakukan
istinbath hukum syara'.

3) Ijtihad al-Futya
Yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai seluk-beluk
pendapat-pendapat hukum imam mazhab dan ulama mazhab yang
dianutnya, dan memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan ulama pada tingkatan ini
terbatas hanya pada memfatwakan pendapat-pendapat hukum
mazhab yang dianutnya, dan sama sekali tidak melakukan istinbath
hukum dan tidak pula memilah pendapat yang ada di dalamnya.

2.4.5 Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam


Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam
setelah Al-Qur’an dan Hadits. Dalilnya adalah
1) QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7
Artinya: : maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui
2) Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad
Artinya: Apabila seorang hakim membuat keputusan apabila dia
berijtihad dan benar maka dia mendapat dua pahala apabila salah
maka ia mendapat satu pahala.
3) Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi tentang dialog antara
nabi Muhammad SAW dengan Muadz bin Jabbal ketika akan diutus jad
gubernut di Yaman
Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan hukumnya tidak
ditemukan dalam al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang
dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an

Page | xx
maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.: Artinya:
“Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya
ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu
perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan
memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’an).” Lalu Nabi berkata,
“Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu
mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan
memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi
bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di
dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan
pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang
sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang
memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap
yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. Juga mengatakan bahwa seorang yang
berijtihad “sesuai dengan kemampuan dan ilmunya”, kemudian
ijtihadnya benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala, dan jika
kemudian ijtihadnya itu salah maka ia akan mendapatkan satu pahala.
Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis yang
artinya: “Dari Amr bin Ash, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda,
“Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu
persoalan, ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua
pahala, dan apabila dia berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka ia
mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hukum ijtihad adalah wajib bagi yang mampu dan memenuhi
syarat untuk melakukannya. Para ulama sepakat bahwa ijtihad boleh
dilakukan oleh ahlinya yang memenuhi persyaratan keilmuan seorang
mujtahid. Beberapa persyaratan keilmuan seorang mujtahid yang
tersebut dalam kitab-kitab ushul adalah sebagai berikut:
a. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh).
b. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan hukum yang
sering disebut ayat ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat.

Page | xxi
c. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum
d. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak (kesepakatan)
ulama dan yang masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara
fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya agar tidak mengeluarkan fatwa yang
bertentangan dengan ijmak atau mengaku ijmak pada hukum yang
bukan ijmak atau mengeluarkan pendapat baru yang belum terjadi.
e. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan awal dari
pendapat. Dari qiyas muncul produk hukum. Orang yang tidak
mengetahui qiyas tidak memungkinkan melakukan pengambilan
hukum (instinbt al-hukmi).
f. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya sehingga
dapat membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus
merujuk pada bahasa, seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teks
faktual (dzahirul kalam), ringkasan (mujmal) dan detail, umum dan
khusus, pengertian hakikat dan majaz (kiasan).
g. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam Quran
maupun hadits sehingg tidak membuat produk hukum berdasar pada
nash (teks) yang sudah dimansukh.
h. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan
kelemahannya. Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau
maudhu’, yang maqbul (diterima) dari yang mardud (tertolak).
i. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang pengembilan
hukum yang dihasilkan dari pembelajaran dan pendalaman dalam
masalah dan studi hukum syariah.
j. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang pernah
melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
k. Bidang yang dapat diijtihadi adalah hukum syariah praktis yang tidak
terdapat hukum yang pasti dalam Quran dan hadits. Sedangkan masalah
yang pasti tidak berada dalam domain ijtihad seperti wajibnya shalat
dan jumlah rakaatnya. Dan perkara yang diharamkan yang sudah tetap
berdasarkan dalil yang pasti seperti haramnya riba dan membunuh
tanpa hak.

Page | xxii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber
ajaran islam ada tiga macam, yaitu Al-Qur’an, hadits dan ijtihad. Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-Qur’an berisi tentang
semua kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak
yang murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam.
Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-
Qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah
disampaikan oleh Rasul untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu
dalam hadits juga terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu
wajib, bahkan juga terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan
menjadikan hadist sebagai pedoman hidupsetelah Al-Qur’an sebagai sumber
yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad,
setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan hukumnya.

3.2 Saran
Begitu lengkap dan jelaskan sumber hokum islam. Sungguh luar biasa
mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw, dimana dengan
mukjizat tersebut terdapat segala solusi dari setiap permasalahan didunia ini.
Oleh karena itu, umat islam diharapkan dan diharuskan menjadikan ketiganya
sebagai pedoman hidup. Dengan demikian hidup kita akan senantiasa terarah
dan tidak ada kekacauan yang lebih.

Page | xxiii
DAFTAR PUSTAKA

http://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2018/02/sumber-sumber-hukum-islam-al-
quran.html

https://dalamislam.com/landasan-agama/dasar-hukum-islam

https://www.academia.edu/35816109/MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM

http://sansantisusanti.blogspot.com/2015/03/al-quran-hadits-dan-ijtihad-sebagai.html

https://kumpulanmakalah4.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-sunna-dan-
ijtihad.html

http://mymakalahku.blogspot.com/

https://www.pelajaran.co.id/2016/26/ijtihad-sebagai-sumber-hukum-
islam.html#kedudukan-dan-fungsi-ijtihad

https://id.wikipedia.org/wiki/Hadis

https://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad

Page | xxiv

Anda mungkin juga menyukai