DISUSUN OLEH :
Page | i
KATA PENGANTAR
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
membahas sumber-sumber hokum yang dijadikan pedoman dan landasan oleh
umat islam. Dengan makalah ini diharapkan baik penulis sendiri maupun pembaca
dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai sumber hokum islam.
Penulis
Page | ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Maksud danTujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Macam-macam Sumber Ajaran Islam 3
2.2 Al-Qur’an 3
2.2.1 Pengertian Al-Qur’an 3
2.2.2 Struktur Al-Qur’an 4
2.2.3 Isi dan Pesan-pesan Al-Qur’an 6
2.2.4 Fungsi dan Tujuan Al-Qur’an 7
2.2.5 Kedudukan Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam 8
2.3 As-Sunnah 9
2.3.1 Pengertian As-Sunnah 9
2.3.2 Etimologi As-Sunnah 9
2.3.3 Tingkatan Hadist 9
2.3.4 Kedudukan A-Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam 11
2.4 Ijtihad 13
2.4.1 Pengertian Ijtihad 13
2.4.2 Fungsi Ijtihad 13
2.4.3 Jenis-jenis Ijtihad 16
2.4.4 Tingkatan-tingkatan Ijtihad 16
2.4.5 Kedudukan Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam 18
BAB III PENUTUP 21
3.1 Kesimpulan 21
3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
Page | iii
BAB I
PENDAHULUAN
Page | v
BAB II
PEMBAHASAN
Page | vi
Muhammad, sebagai salah satu tanda dari kenabian, dan merupakan
puncak dari seluruh pesan suci (wahyu) yang diturunkan oleh Allah
sejak Nabi Adam dan diakhiri dengan Nabi Muhammad. Kata "Quran"
disebutkan sebanyak 70 kali di dalam Al-Qur'an itu sendiri.
Page | vii
sebagai surah Makkiyah sementara surah-surah yang turun setelahnya
tergolong sebagai surah Madaniyah.
Surah yang turun di Mekkah pada umumnya surah-surah dengan
jumlah ayat yang sedikit, berisi prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq,
panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan surah-surah yang
turun di Madinah pada umumnya memiliki jumlah ayat yang banyak,
berisi peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
Tuhan, ataupun seseorang dengan lainnya (syari'ah) maupun
pembahasan-pembahasan lain. Pembagian berdasar fase sebelum dan
sesudah hijrah ini dianggap lebih tepat, sebab terdapat surah Madaniyah
yang turun di Mekkah.
Dari segi jumlah ayat, surah-surah yang ada di dalam Al-Qur'an
terbagi menjadi empat bagian:
a) Al-Sab' al-ṭiwāl (tujuh surah yang panjang), enam di antaranya
surah Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam,
dan Al Maa-idah. Surah yang ketujuh adalah Surah Al-
Anfal dan Surah At-Taubah sekaligus.
b) Al-Mi'ūn (seratus ayat lebih), seperti Syu'ara, Hud, Yusuf, Al-
Mu'min, As-Saffat, Ta Ha, An-Nahl, Al-Anbiya, Al-Isra dan Al-
Kahfi.
c) Al-Maṡānī (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-
Hijr. Maryam, Al-Waqi'ah, An-Naml, Az-Zukhruf, Al-
Qasas, Shaad, Al-Mu'minun, Yasin dan sebagainya.
d) Al-Mufaṣṣal (surah-surah singkat), seperti Adh-Dhuha, Al-
Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya.
Page | ix
aish Shihab dalam “wawasan Al Qur’an menyebutkan delapan tujuan
diturunkannya Al-Qur’an:
a. Untuk menbersihkan dan menyucikan jiwa dari segala bentuk
syirik sertamementapkan keyakinan tentang keesaan yang
sempurna bagi tuhansemesta alam.
b. Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni
bahwa umat manusia merupakan umat yang seharusnya dapat
bekerja samadalam pengapdian kepada Allah dan pelaksanaan
tugas kekhalifahan.
c. Untuk menciptakan perstuan dan kesatuan.
d. Untuk mengajak manusia berfikir dan bekerja sama dalam
bidangkehidupan bermasyarakat dan bernegara.
e. Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual,
kebodohan, penyakit dan penderitaan hidup,serta pemerasan manus
ia atas manusiadalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan juga
agama.
f. Untuk memadukan kebenaran dan keadilan dengan rahmat dan
kasih sayang.
g. Untuk memberikan jalan tengah antara falsafah monopoli
kapitalismedengan falsafah kolektif komunisme, menciptakan
ummatan wasathanyang menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran.
h. Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan
suatu peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia dengan pand
uan dan panduan Nur Ilahi.
Page | x
b. Al-furqan (pemisah). Dalam al-quran dikatakan bahwa ia adalah
ugeranuntuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak
dan batil.
c. Asy-syifa (obat). Al-quran dikatakan berfungsi sebagai obat
bagi penyakit-
penyakit dalam dada. Yang dimaksud penyakit dalam dadaadalah
penyakit-penyakit psikologis.
d. Al-mauizhah (nasihat). Al-quran berfungsi sebagai nasihat orang-
orangyang bertakwa.
2.3 As-Sunnah
2.3.1 Pengertian Sunnah
Page | xi
Sunnah (Arab: سنةsunnah, artinya "arus yang lancar dan mudah"
atau "jalur aliran langsung") dalam Islam mengacu kepada sikap,
tindakan, ucapan dan cara rasulullah menjalani hidupnya atau garis-
garis perjuangan (tradisi) yang dilaksanakan oleh rasulullah.
2.3.2 Etimologi
Sunnah (ˈ سنةsunnah, plural سننsunan) adalah kata Arab yang
berarti "kebiasaan" atau "biasa dilakukan".Secara istilah sunnah adalah
jalan yang di tempuh oleh rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu,
keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun penetapan. Para
penganut Sunni juga disebut sebagai Ahl as-Sunnah wa'l-
Jamā'ah ("orang-orang dari tradisi dan pengikut (dari Muhammad)")
atau Ahlussunnah untuk singkatnya saja.
Page | xiii
Baik itu dalam hal perintah ataupun larangan. Al-Syatibiy dalam kaitan
ini mengajukan tiga argumen. Pertama, sunnah merupakan penjabaran
dari Al-Qur’an. Secara rasional, sunnah sebagai penjabaran (bayan)
harus menempati posisi lebih rendah dariyang dijabarkan (mubayyan)
yakni Al-Qur’an. Apabila Al- Qur’an sebagai mubayyan tidak ada,
maka hadits sebagai bayyan tidak diperlukan. Akan tetapi jika tidak ada
bayyan, maka mubayyan tidak hilang.Kedua, Al-Qur’an bersifat qat’iy
al-subut, sedangkan sunnah bersifat zanniy al-subut. Ketiga, secara
tekstual terdapat beberapa riwayat yang menunjukkan kedudukan
sunnah setelah Al-Qur’an seprti hadits yang sangat popular mengenai
pengutusan Mu’az Ibn Jabal menjadi hakim di Yaman. Semuanya
menunjukan subordinasi sunnah sebagai dalil terhadap Al-Qur’an.
a. Dalil Al-Qur’an
Banyak dari ayat Al-Qur’an yang
menerangkan tentang kewajiban untuk dapat mempercayai dan
menerima apa saja yang telah disampaikan oleh Rasul kepada umat
beliau untuk dijadikan sebuah pedoman hidup.Selain Allah SWT
memerintahkan agar umatnya percaya kepada Rasul juga dapat
menaati semua perintah atau peraturan yang telah ditetapkan atau
dibawa oleh beliau. Taat kepada Rasul sama denga taat kepada
Allah.Sebagaimana firman Allah QS. Al-‘Imran:32 yang berbunyi:
Page | xiv
Dari banyaknya ayat Al-Qur’an ini membuktikan bahwa
dimana setiap ada perintah taat kepada Allah, pasti ada perintah taat
kepada Rasul.
Demikian pula mengenai ancaman. Ini menunjukkan betapa
pentingnya kedudukan dalam penetapan untuk taat kepada semua
yang diperintah Rasulullah SAW.
b. Dalil al-hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan
dengankeharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup,
disamping Al-Qur;an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
Rasulullah SAW bersabda: “Telah ku tinggalkan kepada
kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang
teguh denga dua perkara ini, yaitu Kitab Allah (Alqur’an) dan
Sunnah Nabi SAW (Al -Hadist) Masih banyak lagi hadits-hadits
yang menerangkan tentang pedoman hidup maupun penetapan
hukum. Hadits-hadits tersebut menunjukkan terhadap kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits sebagai pedoman hidupi itu wajib,
sebagaimana wajib pada Al- Qur’an.
c. Kesepakatan ulama (ijma’)
Banyak peristiwa yang menunjukan adanya kesepakatan
menggunakanhadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain:
a) Ketika abu bakar di baiat menjadi kholifah, ia pernahberkata
“saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang
diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya
takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
b) Saat umar berada di hajar aswad ia
berkata: “saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya
tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu”.
c) Diceritakan dari Sa’i bin Musayyab bahwa ‘usman bin ‘affan
berkata: ”saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah, saya
makan sebagaimanamakannya Rasulullah dan saya sholat
Page | xv
sebagaimana Sholatnya Rasulullah Untuk mengukuhkan
validitas sunnah sebagai otoritatif hukum Islam.Al- syafi’i
mengajukan analisis terhadap kata al-hikmah dalam Al-Qur’an.
2.4 Ijtihad
2.4.1 Pengertian Ijtihad
Ijtihad (bahasa Arab: )اجتهادadalah sebuah usaha yang sungguh-
sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah
berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak
dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan
akal sehat dan pertimbangan matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa
ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam. Tujuan ijtihad
adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup
dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu
waktu tertentu. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.
2.4.2 Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap,
tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail
oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan
pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga
setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-
aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan
beragama sehari-hari.
b) Qiyâs
Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya
menetapkan suatu hukum atau suatu perkara yang baru yang belum
ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya
darurat, bila memang terdapat hal-hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya. Beberapa
definisi qiyâs (analogi)
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada
cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya,
melalui suatu persamaan di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di
dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang
memiliki persamaan sebab (iladh).
4. menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yg belum di
terangkan oleh al-qur'an dan hadits.
c) Istihsân
Beberapa definisi Istihsân
Page | xvii
1. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya
karena dia merasa hal itu adalah benar.
2. Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa
diekspresikan secara lisan olehnya
3. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk
maslahat orang banyak.
4. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah
kemudharatan.
5. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap
perkara yang ada sebelumnya..
d) Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak
ada naskahnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia
berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.
e) Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi
makruh atau haram demi kepentingan umat.
f) Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan
sampai ada alasan yang bisa mengubahnya, contohnya apabila ada
pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang
bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak
jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan
semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang
sehingga tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian
suaminya atau jelas perceraian keduanya.
g) Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-
istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut
Page | xviii
tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran
dan Hadis.
a) Ijtihad Muthlaq
Adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat mandiri
dalam berijtihad dan menemukan 'illah-'illah hukum dan ketentuan
hukumnya dari nash Al-Qur'an dan sunnah, dengan menggunakan
rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta setelah lebih
dahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan disiplin-
disiplin ilmu.
b) Ijtihad fi al-Madzhab
Adalah suatu kegiatan ijtihad yang dilakukan
seorang ulama mengenai hukum syara', dengan menggunakan
metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh imam mazhab,
baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum syara' yang
tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya, meneliti pendapat
paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun untuk
memfatwakan hukum yang diperlukan masyarakat.
1) Ijtihad at-Takhrij
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid
dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum syara' yang tidak
terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya, dengan
berpegang kepada kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan hukum
imam mazhabnya. Pada tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas hanya
pada masalah-masalah yang belum pernah difatwakan imam
mazhabnya, ataupun yang belum pernah difatwakan oleh murid-
murid imam mazhabnya.
2) Ijtihad at-Tarjih
Page | xix
Yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah
pendapat yang dipandang lebih kuat di antara pendapat-pendapat
imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan pendapat murid-
murid imam mazhab, atau antara pendapat imam mazhabnya dan
pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan ini
hanya melakukan pemilahan pendapat, dan tidak melakukan
istinbath hukum syara'.
3) Ijtihad al-Futya
Yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai seluk-beluk
pendapat-pendapat hukum imam mazhab dan ulama mazhab yang
dianutnya, dan memfatwakan pendapat-pendapat terebut kepada
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan ulama pada tingkatan ini
terbatas hanya pada memfatwakan pendapat-pendapat hukum
mazhab yang dianutnya, dan sama sekali tidak melakukan istinbath
hukum dan tidak pula memilah pendapat yang ada di dalamnya.
Page | xx
maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.: Artinya:
“Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya
ke Yaman, ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu
perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan
memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’an).” Lalu Nabi berkata,
“Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak menemukan sesuatu
mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan
memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi
bertanya lagi, “Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di
dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan mempergunakan
pertimbangan akal pikiran sendiri (ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang
sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang
memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan suatu sikap
yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. Juga mengatakan bahwa seorang yang
berijtihad “sesuai dengan kemampuan dan ilmunya”, kemudian
ijtihadnya benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala, dan jika
kemudian ijtihadnya itu salah maka ia akan mendapatkan satu pahala.
Hal tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis yang
artinya: “Dari Amr bin Ash, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda,
“Apabila seorang hakim berijtihad dalam memutuskan suatu
persoalan, ternyata ijtihadnya benar, maka ia mendapatkan dua
pahala, dan apabila dia berijtihad, kemudian ijtihadnya salah, maka ia
mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hukum ijtihad adalah wajib bagi yang mampu dan memenuhi
syarat untuk melakukannya. Para ulama sepakat bahwa ijtihad boleh
dilakukan oleh ahlinya yang memenuhi persyaratan keilmuan seorang
mujtahid. Beberapa persyaratan keilmuan seorang mujtahid yang
tersebut dalam kitab-kitab ushul adalah sebagai berikut:
a. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh).
b. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan hukum yang
sering disebut ayat ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat.
Page | xxi
c. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum
d. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak (kesepakatan)
ulama dan yang masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara
fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya agar tidak mengeluarkan fatwa yang
bertentangan dengan ijmak atau mengaku ijmak pada hukum yang
bukan ijmak atau mengeluarkan pendapat baru yang belum terjadi.
e. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan awal dari
pendapat. Dari qiyas muncul produk hukum. Orang yang tidak
mengetahui qiyas tidak memungkinkan melakukan pengambilan
hukum (instinbt al-hukmi).
f. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya sehingga
dapat membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus
merujuk pada bahasa, seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teks
faktual (dzahirul kalam), ringkasan (mujmal) dan detail, umum dan
khusus, pengertian hakikat dan majaz (kiasan).
g. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam Quran
maupun hadits sehingg tidak membuat produk hukum berdasar pada
nash (teks) yang sudah dimansukh.
h. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan
kelemahannya. Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau
maudhu’, yang maqbul (diterima) dari yang mardud (tertolak).
i. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang pengembilan
hukum yang dihasilkan dari pembelajaran dan pendalaman dalam
masalah dan studi hukum syariah.
j. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang pernah
melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
k. Bidang yang dapat diijtihadi adalah hukum syariah praktis yang tidak
terdapat hukum yang pasti dalam Quran dan hadits. Sedangkan masalah
yang pasti tidak berada dalam domain ijtihad seperti wajibnya shalat
dan jumlah rakaatnya. Dan perkara yang diharamkan yang sudah tetap
berdasarkan dalil yang pasti seperti haramnya riba dan membunuh
tanpa hak.
Page | xxii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sumber
ajaran islam ada tiga macam, yaitu Al-Qur’an, hadits dan ijtihad. Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-Qur’an berisi tentang
semua kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan, akhlak
yang murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam.
Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-
Qur’an mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah
disampaikan oleh Rasul untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu
dalam hadits juga terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu
wajib, bahkan juga terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan
menjadikan hadist sebagai pedoman hidupsetelah Al-Qur’an sebagai sumber
yang pertama. Ijtihad sebagai sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad,
setiap peristiwa baru akan didapatkan ketentuan hukumnya.
3.2 Saran
Begitu lengkap dan jelaskan sumber hokum islam. Sungguh luar biasa
mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw, dimana dengan
mukjizat tersebut terdapat segala solusi dari setiap permasalahan didunia ini.
Oleh karena itu, umat islam diharapkan dan diharuskan menjadikan ketiganya
sebagai pedoman hidup. Dengan demikian hidup kita akan senantiasa terarah
dan tidak ada kekacauan yang lebih.
Page | xxiii
DAFTAR PUSTAKA
http://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2018/02/sumber-sumber-hukum-islam-al-
quran.html
https://dalamislam.com/landasan-agama/dasar-hukum-islam
https://www.academia.edu/35816109/MAKALAH_SUMBER_HUKUM_ISLAM
http://sansantisusanti.blogspot.com/2015/03/al-quran-hadits-dan-ijtihad-sebagai.html
https://kumpulanmakalah4.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-sunna-dan-
ijtihad.html
http://mymakalahku.blogspot.com/
https://www.pelajaran.co.id/2016/26/ijtihad-sebagai-sumber-hukum-
islam.html#kedudukan-dan-fungsi-ijtihad
https://id.wikipedia.org/wiki/Hadis
https://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad
Page | xxiv