PEMBAHASAN
1) Terpidana bersyarat.
2) Narapidana, anak pidana dan anak negara yang mendapat pembebasan
bersyarat atau cuti menjelang bebas.
3) Anak negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan diserahkan
kepada orang tua asuh atau badan sosial.
4) Anak negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di lingkungan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan
kepada orang tua asuh atau badan sosial.
5) Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan
kepada orang tua atau walinya.
Pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan
diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan petugas pemasyarakatan.
Terpidana yang diterima di LAPAS wajib didaftar, pendaftaran mengubah status
terpidana menjadi narapidana. Pendaftarannya meliputi, antara lain :
a. Pencatatan :
1. Putusan pengadilan
2. Jati diri
3. Barang dan uang yang dibawa
b. Pemeriksaan kesehatan
c. Pembuatan pas foto
d. Pengambilan sidik jari
3
Tina Asmarawati, Op. Cit, hal. 30-31
e. Pembuatan berita acara serah terima terpidana
Dalam rangka pembinaan terhadap narapidana di LAPAS dilakukan
penggolongan atas dasar :
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Lama pidana yang dijatuhkan
4. Jenis kejahatan
5. Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.4
4
Ibid, Hal. 34-35
Pada waktu bekerja mereka dilarang bercakap-cakap mengenai hal-hal
yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.Oleh karenanya maka sistem ini
dinamakan pula “Silent System”.
1) Orang yang tersesat diayomi, dengan memberikan bekal untuk hidup sebagai
warga yang baik dan berguna di dalam masyarakat, agar menuju masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup yang tidak hanya
finansial dan material tapi yang lebih penting adalah mental, fisik, keahlian dan
keterampilan hingga orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang
potensial dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum
lagi dan berguna dalam pembangunan Negara.
2) Menjatuhi pidana bukan merupakan tindakan balas dendam dari Negara.
Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan,
perawatan ataupun penempatan.
3) Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.
Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma hidup
5
Ruslan Renggong, Op. Cit, Hal. 227
serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau.
Narapidana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk
menambahkan rasa hidup kemasyarakatan.
4) Negara tidak berhak membuat seseorang lebih jahat dari sebelum pelaku tindak
pidana masuk ke lembaga pemasyarakatan, baik itu residivist atau bukan, yang
melakukan tindak pidana berat ataupun ringan, macam-macam tindak pidana
yang diperbuat, siapa yang melakukan tindak pidana tersebut.
5) Selama kehilangan kemerdekaan, narapidana harus dikenalkan dengan
masyarakat dan tidak boleh diasingkan.
6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu atau hanya diperuntukkan untuk kepentingan lembaga atau kepentingan
negara semata.
7) Bimbingan dan didikan harus berdasarkan pancasila dan juga harus diberikan
pendidikan agama serta kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan
ibadahnya,ditanamkan jiwa gotong royong, toleransi, kekeluargaan, rasa
persatuan, rasa kebangsaan dan jiwa bermusyawarah dan bermufakat yang
positif.
8) Setiap narapidana haruslah diperlakukan sebagai manusia, meskipun
sebelumnya ia telah tersesat.
9) Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu diusahakan
agar narapidana mendapat pekerjaan untuk menghidupi keluarganya dengan
cara menyediakan pekerjaan dengan upah.6
6
Tina Asmarawati, Op. Cit, hal. 25-28
G. Hak-Hak Narapidana
7
Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 Ayat (1)
1. Bimbingan mental, yang diselenggarakan dengan pendidikan agama,
kepribadian dan budi pekerti dan pendidikan umum yang diarahkan untuk
membangkitkan sikap mental baru sesudah menyadari akan kesalahan masa
lalu.
2. Bimbingan sosial, yang dapat diselenggarakan dengan memberikan pengertian
akan arti pentingnya hidup bermasyarakat, dan pada masa-masa tertentu
diberikan kesempatan untuk asimilasi serta integritas dengan masyarakat.
3. Bimbingan keterampilan, yang dapat diselenggarakan dengan kursus, latihan
kecakapan tertentu sesuai dengan bakatnya, yang nantinya menjadi bekal hidup
untuk mencari nafkah di kemudian hari.
4. Bimbingan untuk memelihara rasa aman dan damai untuk hidup dengan teratur
dan belajar menaati aturan.
5. Bimbingan-bimbingan lainnya yang menyangkut perawatan kesehatan, seni
budaya dan sedapat-dapatnya diperkenalkan kepada segala aspek kehidupan
bermasyarakat dalam bentuk tiruan masyarakat kecil selaras dengan
lingkungan sosial yang terjadi di luar.8
a. Pengayoman
8
Ruslan Renggong, Op. Cit, Hal. 227-229
c. Pendidikan dan Pembimbingan
9
Anggun Malinda, Perempuan Dalam Peradilan Pidana : Tersangka, Terdakwa,
Terpidana, Saksi dan Korban, (Yogyakarta : Garudhawaca, 2016), hal. 123-124
dari teman sepekerjaan mereka, dari orang yang menjadi korban perbuatan
mereka dan dari petugas instansi lain yang menangani perkara mereka.
2. Tahap kedua. Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah
berlangsung selama sepertiga dari masa pidananya yang sebenarnya, dan
menurut pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup
kemajuan, antara lain ia menunjukkan keinsafan, perbaikan, disiplin dan patuh
pada peraturan-peraturan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan,
maka kepadanya diberikan lebih banyak kebebasan dengan memberlakukan
tingkat pengawasan medium security.
3. Tahap ketiga. Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah
berlangsung selama setengah dari masa pidananya yang sebenarnya, dan
menurut pendapat dari Dewan Pembina Pemasyarakatan telah dicapai cukup
kemajuan baik secara fisik maupun secara mental dan dari segi keterampilan,
maka wadah proses pembinaan diperluas dengan memperbolehkan narapidana
yang bersangkutan mengadakan asimilasi dengan masyarakat di luar lembaga
pemasyarakatan.
4. Tahap keempat. Jika proses pembinaan terhadap seseorang narapidana itu telah
berlangsung selama dua per tiga dari masa pidananya yang sebenarnya atau
sekurang-kurangnya sembilan bulan, kepada narapidana tersebut dapat
diberikan lepas bersyarat, yang penetapan tentang pengusulannya ditentukan
oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan.10
10
Dwidja Priyatno ,Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung, Refika
Aditamma, 2006), hal. 87