Anda di halaman 1dari 14

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM MENGATASI

PENCEMARAN DI PESISIR LAUT KOTA GORONTALO

Makalah

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan yang diampuh oleh Bapak
Moh Rusdiyanto Puluhulawa, S.H., M.Hum)

Disusun Oleh

KELAS A

SEMESTER V

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “PERAN
PEMERINTAH KOTA DALAM MENGATASI PENCEMARAN DI PESISIR LAUT
KOTA GORONTALO ” Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk pemenuhan tugas mata
kuliah Hukum Lingkungan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap semua pihak yang membantu memberikan saran
dan juga motivasi dalam menyelesaikan tugas ini terutama kepada dosen pengajar mata kuliah Hukum
Lingkungan Bapak Moh Rusdiyanto Puluhulawa, S.H., M.Hum atas bimbingan dan arahannya
sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Meski demikian penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam
penyajian penyusunan Makalah ini sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

Gorontalo, 29 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 3

2.1 Konsep Laut dalam ketentuan Hukum Internasional.................................................... 3

2.2 Peranan Stakeholder Kota Gorontalo dalam menyikapi maslah yang ditimbulkan oleh PT
TLG..................................................................................................................................... 5

2.3 Sudut pandang Hukum Lingkungan terkait permaslahan yang ditimbulkan oleh PT TLG
(Tenaga Listrik Gorontalo)................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 10

3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 10

3.2 Saran............................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dinamika pengelolaan sumber daya dan pengelolaan kawasan pesisir Kota Gorontalo
meningkat sejak Gorontalo mekar menjadi provinsi sejak tahun 2000. Hal ini terlihat antara
lain pada peningkatan pembangunan infrastruktur dasar dan ekonomi serta bertambahnya
hunian padat penduduk di kawasan pesisir baik di sepanjang muara Sungai Bone maupun
sempadan pesisir. Dinamika ekonomi dan sosial budaya ini berdampak pada menurunnya
kualitas dan estetika lingkungan Kota Gorontalo dikarenakan posisinya sebagai daerah hilir
DAS Bolango dan menjadikannya sebagai wilayah penerima dampak kegiatan di daerah hulu
(upland areas). Sungai-sungai yang mengalir masuk melewati wilayah kota (Sungai Bolango
dan Sungai Tamalate) bertemu dan mengalir melalui Sungai Bone menuju pesisir membawa
aliran sedimen dan material lainnya. Selain sedimen, limbah penduduk dan berbagai residu
kimia hasil pertanian dan pertambangan masuk ke perairan pesisir dan makin memperparah
kondisi ekologi kawasan.

Di pinggiran pantai jalur selatan provinsi Gorontalo, Desa Molotabu kabupaten Bone
Bolango berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT Tenaga Listrik Gorontalo
(TLG) tampak terkesan megah. Suara bising mesin keluar dari kawasan yang lebih dikenal
sebagai PLTU Molotabu itu, sepintas membuat masyarakat disekitar percaya, bahwa salah
satu pembangkit listrik harapan warga Gorontalo sudah beroperasi total setelah terdiam
dalam waktu yang cukup lama. Beroperasinya PLTU Molotabu dibenarkan oleh manager
Perusahaan Listrik Negara (PLN) Priyo Nugroho yang mengatakan bahwa mitranya sudah
mulai menyuplai listrik ke Kota Gorontalo, akan tetapi pengoperasian yang dimulai sejak Juli
2013 itu masih belum total, karena yang dioperasikan ternyata hanya berkapasitas 10,5
Megawatt saja, dari yang seharusnya 2 x 10 Megawatt.

konsekuensinya jika tidak dikelola dengan baik, maka akanberdampak langsung


terhadap lingkungan laut dan pesisir. Karena itu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa:

1
1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkunganhidup dan keselamatan masyarakat,
setiapperencanaan tata ruang wilayah wajibdidasarkan pada Kajian Lingkungan
Hidup Strategis.
2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan
denganmemperhatikan daya dukung dan dayatampung lingkungan hidup.

Kajian lingkungan hidup strategis, merupakan“rangkai ananalisis yang sistematis,


menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsippembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasardan terintegrasi dalam pembangunan suatuwilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program”. Hal ini dilakukan karena “kualitas lingkungan hidup yang
semakinmenurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan”. Dengan “upaya
sistematis dan terpadu yangdilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, danpenegakan
hukum”. Perlu diketahui bahwa, wilayah laut dan pesisir merupakan salah satu lingkungan
yang mudah terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari daratyang dapat menyebabkan
terjadinya pencemaran di wilayah tersebut.1

1.2 Rumusan Masalah

Terkait dengan latar belakang di atas, maka persoalan yang perlu dikaji
adalah,“Bagaimana peran dari setiap stakeholder Kota Gorontalo dalam menyikapi masalah
yang ditimbulkan oleh PT TLG serta bagaimana sudut pandang Hukum Lingkungan dalam
kasus ini?”

1
Rochmin Dahuri, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita,
Jakarta, 2001. Hal 21

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Laut dalam ketentuan Hukum Internasional


Konsep laut secara umum dapat digambarkan sebagai suatu kumpulan air asin yang
terkandung di dalamnya sumber daya alam laut yang potensial guna kelangsungan hidup
bangsa dan masyarakat dunia, laut sebagai ruang perairan yang  menghubungkan  daratan
dengan daratan dan bentuk bentuk alamiah lainnya yang berfungsi sebagai kesatuan geografis
dan ekologis beserta unsur terkait yang batas dan sistimnya ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan  dan ketentuan hukum internasional.

Ketentuan hukum internasional yang memberikan dasar pengaturan wilayah laut


adalah United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Indonesia sendiri
telah meratifikasi konvensitersebut, dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan UNCLOS 1982, di mana memberikan konsekuensi bagi Indonesia untuk
melaksanakan hak dan kewajiban dalam pengelolaan wilayah laut Indonesia berdasarkan
konvensi tersebut.Pengelolaan wilayah laut memang perlu dilakukan oleh daerah untuk
mengoptimalkan sumber daya alam yang ada, namun dalam pengelolaan tersebut perlu
memperhatikan aspek kelestariannya, apabila hal ini tidak diperhatikan dipastikan akan
terjadi degradasi lingkungan dikemudian hari.Pengaturan tentang pentingnya perlindungan
dan pelestarian lingkungan laut,dapat ditemukan dalam UNCLOS 1982 Part
XII tentang Protection and Preservation of the Marine Environment. Di mana, dalam
pengelolaan wilayah laut khususnya wilayah pesisir, harus dapat mencerminkan adanya
keterpaduan ekosistem darat dan laut.Sebenarnya UNCLOS 1982, tidak memberikan
pengertian tentang lingkungan laut, hanyasaja pengertian tentang pencemaran lingkungan
lautdapat ditemukan dalamPasal 1,yang berbunyi:

“pollution of the marine environment” means the introduction by man, directly or


indirectly, of substances or energy into the marine environment, including estuaries, which
results or is likely to result in such deleterious effects as harm to living resources and marine
life, hazards to human health, hindrance to marine activities, including fishing and other
legitimate uses of the sea, impairment of quality for use of sea water and reduction of
amenities.

3
Hal ini memberikan pengertian bahwa pencemaran lingkungan laut berarti
dimasukannya oleh manusia secara langsung atau tidak langsung bahan atau energi ke dalam
lingkungan laut termasuk kuala yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk
sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hati dan kehidupan di laut, bahaya bagi
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan
penggunaanlaut yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan mengurangi
kenyamanan. Ditegaskan bahwa “States have the obligation to protect and preserve the
marine environment”.

Bahwa, setiap negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan


lingkungan laut, Ditegaskan juga bahwa,“setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk
mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka dan
sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut”.Terkait
dengan pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut, maka setiap negara
dimintakan untuk mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghindari terjadinya
pencemaran sebagai akibat dari pengelolaan dan pemanfaatan wilayah laut.

Implementasi pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam hukum nasional,
dapat dilihat dari ketentuan perundang-undangan nasional yang mengatur pengelolaan
wilayah pesisir dan laut yang bersifat konkrit dan mengikat (hard law), atau ketentuan yang
dihasilkan dari perjanjian internasional (treaty, convention, atau agreement) baik yang
bersifat bilateral, multilateral, global, regional maupun sub-regional bagi negara-negara yang
menyatakan diri siap terikat (express to be bound) dan memberlakukannya di
wilayahnya.Pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan perairan
Indonesia, diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
dengan prinsip-prinsip sustainable development dalam pengelolaan sumberdaya di wilayah
pesisir dan laut. Disebutkan bahwa “Pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian
lingkungan perairan Indonesia dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
nasional yang berlaku dan hukum internasional”.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, khususnya Pasal 15
berbunyi “Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau
perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya”.

4
Artinya, mewajibkan setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan upaya pencegahan dan bertanggung jawab terhadap perusakan/pencemaran
lingkungan laut.Wilayah pesisir merupakan daerah yang penting, tetapi rentan(vulnarable)
terhadap gangguan. Karena rentan terhadap gangguan, wilayah inimudah berubah baik dalam
skala temporal maupun spasial. Perubahan diwilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai
kegiatan seperti industri,perumahan, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian,
pariwisata.Untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan diatas, diberbagai tempat
diperlukanreklamasi. Disamping itu, wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh aktivitas dihulu
yang menimbulkan sedimentasi dan pencemaran.2

2.2 Peranan Stakeholder Kota Gorontalo dalam menyikapi maslah yang ditimbulkan oleh PT
TLG

Kehadiran PLTU Molotabu membawa dampak lain terhadap lingkungan sekitar.


PLTU yang memasok batu bara dari Kalimantan membangun dermaga khusus untuk kapal-
kapal tongkang yang mengangkut batu bara. Aktivitas pembongkaran batu bara dan manuver
kapal mengakibatkan kekeruhan dan sedimentasi. Ceceran batu bara ke laut mengakibatkan
air laut menghitam. Hal ini berdampak pada ekosistem terumbu karang di kawasan
penyelaman ini (dive spot) rusak. Dinas Pariwisata mengusulkan perlu ada kordinasi yang
lebih intensif antara Pelindo, KSOP dan pihak PLTU Molotabu untuk mencari solusinya.
Penambatan perahu kapal/pamo di muara Sungai Bone juga menjadi persoalan sendiri karena
berdampak pada degradasi lingkungan sekitar dan menurunnya estetika lingkungan setempat.
Perahu kapal/pamo tersebut sebagian datang dari luar kelurahan setempat dan tidak
dikoordinasikan dengan Kelurahan Talumolo. Pelindo yang merasa manuver kapalnya
terganggu meminta pamo di bantaran sungai ditertibkan oleh Pemda. Melihat fakta di
lapangan yang belum berubah maka di duga koordinasi terhadap penanganan isu-isu di atas
belum berjalan dengan baik. Untuk mengefektifkan koordinasi, sebaiknya dibentuk sebuah
Tim Koordinasi yang terpadu. Tim koordinasi ini merupakan representasi 26 stakeholder
pada kelompok Key Player, Subject Contest Setter maupun Crowd. Tim Koordinasi bekerja
pada level penataan kebijakan (collective choice rules/institutional level). Level ini

2
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2003. Hal 6

5
bertanggung jawab terhadap perumusan kebijakan yang langsung mempengaruhi operational
choice tentang bagaimana sumber daya alam dikelola.3

Bongkar muat batu bara yang dilakukan oleh perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap "PLTU" Molotabu, telah di ingatkan Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Dr. Firdaus
Dewilmar, waktu di wawancarai di Coffee Noura, dari proses bongkar muat yang dilakukan
diduga akan menimbulkan volusi dan merusak serta mencemarkan ekosistem biota laut.

"Saat ini, sementara kita lakukan penelitian, karena kita melihat sistim bongkar muatnya itu
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga terjadinya polusi dan merusak biota
laut. Pas di bongkar dari tongkang batu baranya, berjatuhan ke bibir pantai, otomatis batu
bara tersebut mencemari kehidupan biota laut," Firdaus Dewilmar.

Pihaknya sementara melakukan koordinasi dengan menejemen PLTU Molotabu Gorontalo.

"Oleh sebab itu, terus di lakukan komunikasikan dengan menejemen PLTU Molotabu
Gorontalo. Terutama dari sisi bongkar energi primernya dan saat ini saya sudah mendengar,
bahwa setiap dua minggu kapal tongkangnya masuk untuk memasok energi primernya
tersebut,"kata Firdaus Dewilmar.

Bahkan saat ini, sudah banyak laporan yang masuk ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo dan
Kejaksaan Negeri Bone Bolango, terutama dampak bongkar muat batu bara dari tongkang ke
mobil pengangkutan.

" Kami juga sudah turun lokasi dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Mereka semua
berharap banyak pada kita, agar supaya bisa menjembatani pada menejemen. Mudah-
mudahan kedepannya, bongkar muat batu bara tidak merusak lingkungan, terutama bibir
pantai dan biota lautnya serta masyarakat sekitar," ungkap Firdaus Dewilmar.

Seharusnya ini, menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi, PT.
PLN serta menejemen PLTU Molotabu Gorontalo tersebut.

3
Debby A.J Selanno, Ichthyos (Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan), Vol. 6, No. 2 Juli 2007,
Analisis Kualitas Air Beberapa Wilayah Sungai dan DAS pada teluk Ambon bagian dalam, Penerbit Universitas
Pattimura, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Hal 32

6
”Kejaksaan hadir, mencari apa sebenarnya permasalahan. Mudah-mudahan bisa dapat solusi
terbaiknya, karena PLTU itu juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sebagai pembangkit
listrik yang bisa memasok listrik di jaringan Provinsi Gorontalo ,"ucap Firdaus Dewilmar.4

2.3 Sudut pandang Hukum Lingkungan terkait permaslahan yang ditimbulkan oleh PT TLG
(Tenaga Listrik Gorontalo)

Hukum lingkungan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009,


yang merupakan generasi ketiga pengaturan hukum lingkungan di Indonesia. Undang-undang
ini mengatur bagaimana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan sistematis
demi tercapainya keseimbangan lingkungan serta kesejahteraan manusia sebagai satu
kesatuan dalam lingkungan. Selain demi kesejahteraan dan keseimbangan, Undang-Undang
No 32 juga mengatur tentang upaya untuk melestarikan lingkungan secara berkelanjutan
serta  mencegah kerusakan lingkungan.

Undang-undang No 32 tahun 2009 memiliki beberapa jenis instrumen penegakan


hukum lingkungan. Jenis penegakan instrumen tersebut antara lain :

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi bersifat mengawasi dan melakukan  tindakan pencegahan pelanggaran


hukum lingkungan. Sanksi administrasi terdiri atas; teguran tertulis,  paksaan pemerintah,
pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan.

2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan.

Penyelesaian ini bersifat musyawarah antar masyarakat agar terjaminnya mufakat antara
kedua belah pihak. Kedua pihak dapat menggunakan jasa mediator atau pihak ketiga yang
bebas dan tidak memihak untuk membantu menyelesaikan sengketa. Penyelesaian di luar
pengadilan dilakukan untuk tercapainya; bentuk dan besaran ganti rugi, tindakan pemulihan
pasca kerusakan, jaminan agar pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak terulang kembali,
dan mencegah meluasnya dampak negatif yang ditimbulkan.

4
https://gosulut.id/post/firdaus-dewilmar-peringati-manajemen-pltu-molotabu-gorontalo-dan-pt-pln-gorontalo
Diakses tanggal 29 November 2020

7
3. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Pengadilan.

Penyelesaian melalui pengadilan dilakukan apabila terdapat pihak tertentu yang dirugikan
secara materi sehingga pihak yang bertanggung jawab wajib untuk membayarkan sejumlah
uang tergantung putusan pengadilan.

4. Penegakan Hukum Pidana.

Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman


minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku
mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi.

Meskipun sudah ada undang-undang jelas yang mengatur, masih banyak pelanggaran
hukum lingkungan yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan pribadi mereka. Salah
satu contohnya adalah PT Tenaga Listrik Gorontalo yang Pada 2019 telah menimbulkan
keresahan masyarakat Molutabu yang diduga proses bongkar muat batu bara dapat
menimbulkan polusi dan merusak serta mencemarkan ekosistem biota laut. Kasus
pencemaran pesisir laut ini mencuat akibat aduan masyarakat kepada pihak berwajib. Dan
bisa saja hal ini berujung pada penyegelan PT TLG oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK).

Penyegelan ini dapat berdasar pada pasal 68, pasal 100, pasal 116 pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masing-
masing pasal tersebut berbunyi :

Pasal 68

”Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban; a. memberikan


informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar,
akurat, terbuka, dan tepat waktu, b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan c.
menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.”

Pasal 100

(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

8
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu
kali.

Pasal 116

(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan
usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b.
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak
dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau
pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

Berdasarkan Undang-Undang hukum lingkungan yang memberikan ancaman keras


bagi setiap orang/ siapa saja pelaku pencemaran lingkungan, diharapkan masyarakat secara
keseluruhan dapat memahami dan menyadari bahwa mereka turut berperan aktif dalam
pemeliharaan lingkungan sebagai satu kesatuan dengan lingkungan serta bagaimana resiko
yang akan mereka dapatkan jika melanggar hukum lingkungan.

Penegakkan hukum memiliki peranan penting dalam mendukung perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2009, namun lebih daripada itu Hukum Lingkungan sesungguhnya juga mengedepankan
kearifan lokal dan pendekatan asas subsidiaritas yang ditujukan untuk mengoptimalkan
kesadaran para pihak untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, namun jika
kesadaran tersebut tidak ada maka Hukum wajib ditegakkan.5

5
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peranan penting dan strategis diperlukan dalam suatu kebijakan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah di wilayah laut dan pesisir, bahwa sinergitas hubungan antara
sumber daya alam dengan lingkungan perlu dijaga keseimbangannya, karena merupakan
modal pembangunan dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Karena itu
pelindungan hukum bagi lingkungan kawasan teluk dan pesisir Kota Gorontalo perlu ada,
sehingga dalam implementasi kebijakan pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
milik PT Tenaga Listrik Gorontalo (TLG) dengan harapan bahwa tujuannya dapat tercapai.

Terdapat 26 stakeholder (lembaga) yang memiliki kepentingan dan pengaruh dalam


pengelolaan pesisir Kota Gorontalo. Kelompok Subjek dengan lima stakeholder menjadi
salah satu stakeholder marginal yang sering menjadi target grup dalam isu-isu pemberdayaan.
Oleh karena itu, kelimanya penting diberdayakan dalam upaya pengelolaan pesisir Kota
Gorontalo di masa yang datang. Kelompok Key Player dengan dua belas stakeholder menjadi
memiliki peran kunci dalam fungsi regulasi dan produksi serta memiliki kewenangan lain
sesuai fungsinya. Kelompok Contest Setter dengan enam instansi ini menjadi penentu situasi
dan berpotensi menjadi stakeholder key players. Kelompok Crowd dengan dua stakeholder
perlu mendapatkan perhatian untuk mendukung pelaksanaan rencana aksi dan strategi
pengelolaan pesisir Kota Gorontalo berkelanjutan.

3.2 Saran
Sinergitas antara seluruh stakeholder dengan masyarakat kota Gorontalo sangat
diperlukan baik dalam hal laporan terhadap pencemaran pesisir laut dan tindak lanjut
terhadap pelaku agar diprioritaskan/diutamakan, untuk mendukung terciptanya lingkungan
pesisir laut kota Gorontalo yang Bersih dan terhindar dari berbagai macam limbah yang
mengotori serta meresahkan masyarakat pesisir.

10
DAFTAR PUSTAKA
 Debby A.J Selanno, Ichthyos (Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan),
Vol. 6, No. 2 Juli 2007, Analisis Kualitas Air Beberapa Wilayah Sungai dan DAS
pada teluk Ambon bagian dalam, Penerbit Universitas Pattimura, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan.
 Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional, Refika Aditama,
Bandung, 2003.
 Rochmin Dahuri, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.
 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
 https://gosulut.id/post/firdaus-dewilmar-peringati-manajemen-pltu-molotabu-
gorontalo-dan-pt-pln-gorontalo Diakses tanggal 29 November 2020

11

Anda mungkin juga menyukai