Makalah
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan yang diampuh oleh Bapak
Moh Rusdiyanto Puluhulawa, S.H., M.Hum)
Disusun Oleh
KELAS A
SEMESTER V
FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “PERAN
PEMERINTAH KOTA DALAM MENGATASI PENCEMARAN DI PESISIR LAUT
KOTA GORONTALO ” Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk pemenuhan tugas mata
kuliah Hukum Lingkungan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap semua pihak yang membantu memberikan saran
dan juga motivasi dalam menyelesaikan tugas ini terutama kepada dosen pengajar mata kuliah Hukum
Lingkungan Bapak Moh Rusdiyanto Puluhulawa, S.H., M.Hum atas bimbingan dan arahannya
sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Meski demikian penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam
penyajian penyusunan Makalah ini sehingga, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 3
2.2 Peranan Stakeholder Kota Gorontalo dalam menyikapi maslah yang ditimbulkan oleh PT
TLG..................................................................................................................................... 5
2.3 Sudut pandang Hukum Lingkungan terkait permaslahan yang ditimbulkan oleh PT TLG
(Tenaga Listrik Gorontalo)................................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 10
3.2 Saran............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dinamika pengelolaan sumber daya dan pengelolaan kawasan pesisir Kota Gorontalo
meningkat sejak Gorontalo mekar menjadi provinsi sejak tahun 2000. Hal ini terlihat antara
lain pada peningkatan pembangunan infrastruktur dasar dan ekonomi serta bertambahnya
hunian padat penduduk di kawasan pesisir baik di sepanjang muara Sungai Bone maupun
sempadan pesisir. Dinamika ekonomi dan sosial budaya ini berdampak pada menurunnya
kualitas dan estetika lingkungan Kota Gorontalo dikarenakan posisinya sebagai daerah hilir
DAS Bolango dan menjadikannya sebagai wilayah penerima dampak kegiatan di daerah hulu
(upland areas). Sungai-sungai yang mengalir masuk melewati wilayah kota (Sungai Bolango
dan Sungai Tamalate) bertemu dan mengalir melalui Sungai Bone menuju pesisir membawa
aliran sedimen dan material lainnya. Selain sedimen, limbah penduduk dan berbagai residu
kimia hasil pertanian dan pertambangan masuk ke perairan pesisir dan makin memperparah
kondisi ekologi kawasan.
Di pinggiran pantai jalur selatan provinsi Gorontalo, Desa Molotabu kabupaten Bone
Bolango berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT Tenaga Listrik Gorontalo
(TLG) tampak terkesan megah. Suara bising mesin keluar dari kawasan yang lebih dikenal
sebagai PLTU Molotabu itu, sepintas membuat masyarakat disekitar percaya, bahwa salah
satu pembangkit listrik harapan warga Gorontalo sudah beroperasi total setelah terdiam
dalam waktu yang cukup lama. Beroperasinya PLTU Molotabu dibenarkan oleh manager
Perusahaan Listrik Negara (PLN) Priyo Nugroho yang mengatakan bahwa mitranya sudah
mulai menyuplai listrik ke Kota Gorontalo, akan tetapi pengoperasian yang dimulai sejak Juli
2013 itu masih belum total, karena yang dioperasikan ternyata hanya berkapasitas 10,5
Megawatt saja, dari yang seharusnya 2 x 10 Megawatt.
1
1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkunganhidup dan keselamatan masyarakat,
setiapperencanaan tata ruang wilayah wajibdidasarkan pada Kajian Lingkungan
Hidup Strategis.
2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan
denganmemperhatikan daya dukung dan dayatampung lingkungan hidup.
Terkait dengan latar belakang di atas, maka persoalan yang perlu dikaji
adalah,“Bagaimana peran dari setiap stakeholder Kota Gorontalo dalam menyikapi masalah
yang ditimbulkan oleh PT TLG serta bagaimana sudut pandang Hukum Lingkungan dalam
kasus ini?”
1
Rochmin Dahuri, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita,
Jakarta, 2001. Hal 21
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Hal ini memberikan pengertian bahwa pencemaran lingkungan laut berarti
dimasukannya oleh manusia secara langsung atau tidak langsung bahan atau energi ke dalam
lingkungan laut termasuk kuala yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk
sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hati dan kehidupan di laut, bahaya bagi
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan
penggunaanlaut yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan mengurangi
kenyamanan. Ditegaskan bahwa “States have the obligation to protect and preserve the
marine environment”.
Implementasi pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam hukum nasional,
dapat dilihat dari ketentuan perundang-undangan nasional yang mengatur pengelolaan
wilayah pesisir dan laut yang bersifat konkrit dan mengikat (hard law), atau ketentuan yang
dihasilkan dari perjanjian internasional (treaty, convention, atau agreement) baik yang
bersifat bilateral, multilateral, global, regional maupun sub-regional bagi negara-negara yang
menyatakan diri siap terikat (express to be bound) dan memberlakukannya di
wilayahnya.Pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan perairan
Indonesia, diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
dengan prinsip-prinsip sustainable development dalam pengelolaan sumberdaya di wilayah
pesisir dan laut. Disebutkan bahwa “Pemanfaatan, pengelolaan, perlindungan, dan pelestarian
lingkungan perairan Indonesia dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan
nasional yang berlaku dan hukum internasional”.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, khususnya Pasal 15
berbunyi “Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau
perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya”.
4
Artinya, mewajibkan setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan upaya pencegahan dan bertanggung jawab terhadap perusakan/pencemaran
lingkungan laut.Wilayah pesisir merupakan daerah yang penting, tetapi rentan(vulnarable)
terhadap gangguan. Karena rentan terhadap gangguan, wilayah inimudah berubah baik dalam
skala temporal maupun spasial. Perubahan diwilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai
kegiatan seperti industri,perumahan, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian,
pariwisata.Untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan diatas, diberbagai tempat
diperlukanreklamasi. Disamping itu, wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh aktivitas dihulu
yang menimbulkan sedimentasi dan pencemaran.2
2.2 Peranan Stakeholder Kota Gorontalo dalam menyikapi maslah yang ditimbulkan oleh PT
TLG
2
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2003. Hal 6
5
bertanggung jawab terhadap perumusan kebijakan yang langsung mempengaruhi operational
choice tentang bagaimana sumber daya alam dikelola.3
Bongkar muat batu bara yang dilakukan oleh perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap "PLTU" Molotabu, telah di ingatkan Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo Dr. Firdaus
Dewilmar, waktu di wawancarai di Coffee Noura, dari proses bongkar muat yang dilakukan
diduga akan menimbulkan volusi dan merusak serta mencemarkan ekosistem biota laut.
"Saat ini, sementara kita lakukan penelitian, karena kita melihat sistim bongkar muatnya itu
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga terjadinya polusi dan merusak biota
laut. Pas di bongkar dari tongkang batu baranya, berjatuhan ke bibir pantai, otomatis batu
bara tersebut mencemari kehidupan biota laut," Firdaus Dewilmar.
"Oleh sebab itu, terus di lakukan komunikasikan dengan menejemen PLTU Molotabu
Gorontalo. Terutama dari sisi bongkar energi primernya dan saat ini saya sudah mendengar,
bahwa setiap dua minggu kapal tongkangnya masuk untuk memasok energi primernya
tersebut,"kata Firdaus Dewilmar.
Bahkan saat ini, sudah banyak laporan yang masuk ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo dan
Kejaksaan Negeri Bone Bolango, terutama dampak bongkar muat batu bara dari tongkang ke
mobil pengangkutan.
" Kami juga sudah turun lokasi dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Mereka semua
berharap banyak pada kita, agar supaya bisa menjembatani pada menejemen. Mudah-
mudahan kedepannya, bongkar muat batu bara tidak merusak lingkungan, terutama bibir
pantai dan biota lautnya serta masyarakat sekitar," ungkap Firdaus Dewilmar.
Seharusnya ini, menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi, PT.
PLN serta menejemen PLTU Molotabu Gorontalo tersebut.
3
Debby A.J Selanno, Ichthyos (Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan), Vol. 6, No. 2 Juli 2007,
Analisis Kualitas Air Beberapa Wilayah Sungai dan DAS pada teluk Ambon bagian dalam, Penerbit Universitas
Pattimura, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Hal 32
6
”Kejaksaan hadir, mencari apa sebenarnya permasalahan. Mudah-mudahan bisa dapat solusi
terbaiknya, karena PLTU itu juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sebagai pembangkit
listrik yang bisa memasok listrik di jaringan Provinsi Gorontalo ,"ucap Firdaus Dewilmar.4
2.3 Sudut pandang Hukum Lingkungan terkait permaslahan yang ditimbulkan oleh PT TLG
(Tenaga Listrik Gorontalo)
1. Sanksi Administrasi
Penyelesaian ini bersifat musyawarah antar masyarakat agar terjaminnya mufakat antara
kedua belah pihak. Kedua pihak dapat menggunakan jasa mediator atau pihak ketiga yang
bebas dan tidak memihak untuk membantu menyelesaikan sengketa. Penyelesaian di luar
pengadilan dilakukan untuk tercapainya; bentuk dan besaran ganti rugi, tindakan pemulihan
pasca kerusakan, jaminan agar pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak terulang kembali,
dan mencegah meluasnya dampak negatif yang ditimbulkan.
4
https://gosulut.id/post/firdaus-dewilmar-peringati-manajemen-pltu-molotabu-gorontalo-dan-pt-pln-gorontalo
Diakses tanggal 29 November 2020
7
3. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Pengadilan.
Penyelesaian melalui pengadilan dilakukan apabila terdapat pihak tertentu yang dirugikan
secara materi sehingga pihak yang bertanggung jawab wajib untuk membayarkan sejumlah
uang tergantung putusan pengadilan.
Meskipun sudah ada undang-undang jelas yang mengatur, masih banyak pelanggaran
hukum lingkungan yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan pribadi mereka. Salah
satu contohnya adalah PT Tenaga Listrik Gorontalo yang Pada 2019 telah menimbulkan
keresahan masyarakat Molutabu yang diduga proses bongkar muat batu bara dapat
menimbulkan polusi dan merusak serta mencemarkan ekosistem biota laut. Kasus
pencemaran pesisir laut ini mencuat akibat aduan masyarakat kepada pihak berwajib. Dan
bisa saja hal ini berujung pada penyegelan PT TLG oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK).
Penyegelan ini dapat berdasar pada pasal 68, pasal 100, pasal 116 pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Masing-
masing pasal tersebut berbunyi :
Pasal 68
Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
8
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu
kali.
Pasal 116
(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan
usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b.
orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak
dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau
pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut
dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.
5
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peranan penting dan strategis diperlukan dalam suatu kebijakan pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah di wilayah laut dan pesisir, bahwa sinergitas hubungan antara
sumber daya alam dengan lingkungan perlu dijaga keseimbangannya, karena merupakan
modal pembangunan dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Karena itu
pelindungan hukum bagi lingkungan kawasan teluk dan pesisir Kota Gorontalo perlu ada,
sehingga dalam implementasi kebijakan pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
milik PT Tenaga Listrik Gorontalo (TLG) dengan harapan bahwa tujuannya dapat tercapai.
3.2 Saran
Sinergitas antara seluruh stakeholder dengan masyarakat kota Gorontalo sangat
diperlukan baik dalam hal laporan terhadap pencemaran pesisir laut dan tindak lanjut
terhadap pelaku agar diprioritaskan/diutamakan, untuk mendukung terciptanya lingkungan
pesisir laut kota Gorontalo yang Bersih dan terhindar dari berbagai macam limbah yang
mengotori serta meresahkan masyarakat pesisir.
10
DAFTAR PUSTAKA
Debby A.J Selanno, Ichthyos (Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan),
Vol. 6, No. 2 Juli 2007, Analisis Kualitas Air Beberapa Wilayah Sungai dan DAS
pada teluk Ambon bagian dalam, Penerbit Universitas Pattimura, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan.
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional, Refika Aditama,
Bandung, 2003.
Rochmin Dahuri, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
https://gosulut.id/post/firdaus-dewilmar-peringati-manajemen-pltu-molotabu-
gorontalo-dan-pt-pln-gorontalo Diakses tanggal 29 November 2020
11