Anda di halaman 1dari 17

PENANGANAN SAMPAH DI WILAYAH OBJEK WISATA TANGGA DUA RIBU

Tugas Mata Kuliah Prinsip Ilmu Lingkungan

DODY BOY VENALOCHA SITUMEANG


702522013

PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas Rahmat-NYA
penulis dapat menyelesaikan makalah ini pada batas waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah yang berjudul Penanganan Sampah di Wilayah Objek Wisata
Tangga Dua Ribu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Prinsip Ilmu Lingkungan
di Program Studi Pascasarjana Kependudukan dan Lingkungan Hidup Universitas
Negeri Gorontalo.
Makalah ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu penulis menerima
dengan baik bila ada kritik dan masukan untuk kesempurnaan makalah ini

Gorontalo, 05 Juni 2023

Dody Boy Venalocha Situmeang

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
BAB II. TEORI PENDUKUNG................................................................... 3
2.1 Definisi Lingkungan Hidup............................................................... 3
2.2 Bentuk Kerusakan Lingkungan dan Upaya Perbaikannya…………. 4
BAB III. METODOLOGI KAJIAN……………………………………………… 6
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kajian…………………………….. 6
3.2 Lokasi Penelitian…………………………………………………….….. 6
BAB IV. PEMBAHASAN............................................................................. 7
4.1 Kondisi Alam dan Budaya ……………………………………………. 7
4.2 Penyebab Masalah Sampah …………………………………………. 8
BAB V. PENUTUP...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 10
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

ii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Dokumentasi …………………………………………………………….

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis pariwisata di Indonesia telah berkembang sangat pesat seiring dengan


pertumbuhan ekonomi Indonesia dan arus globalisasi di segala bidang yang semakin
massif. Globalisasi dan industrialisasi modern ini menghasilkan fenomena kesadaran
manusia terkait perlunya berwisata keluar dari rutinitas kehidupan sehari-hari di
waktu-waktu tertentu untuk kemudian bersemangat kembali di aktifitas dan pekerjaan
rutin (Mudana, 2020). Bisnis pariwisata juga memainkan peran yang semakin besar
terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam
hal ini penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Sebelum pandemi
Covid 19 kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB pada tahun 2019 bahkan
mencapai sebesar 4,8 persen.

Tangga Dua Ribu adalah salah satu objek wisata yang berada di Kawasan
Pengembangan Pariwisata Pohe-Bongo yang diarahkan pengembangannya sebagai
wisata pesisir pantai sesuai Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Gorontalo Nomor 2
Tahun 2019. Objek Wisata Tangga Dua Ribu hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari
pusat Kota Gorontalo dan dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 15 menit
dengan kendaraan bermotor. Objek Wisata ini menyajikan panorama laut di siang
hari dan indahnya kerlap-kerlip lampu dari kapal-kapal yang lalu lintas di sekitaran
Pelabuhan Gorontalo pada malam hari sehingga menjadi salah satu pilihan tempat
bersantai dan berwisata bagi masyarakat Gorontalo maupun wisatawan yang
mengunjungi Gorontalo.

Sebagai salah satu objek wisata yang berada di Kawasan Pengembangan


Pariwisata Pohe-Bongo, kegiatan bisnis pariwisata di Tangga Dua Ribu tentu harus
memperhatikan kelestarian dan perlindungan terhadap alam dan budaya masyarakat
Gorontalo serta meningkatkan partisipasi dan peran masyarakat baik sebagai subjek
maupun objek dalam pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan sesuai Perda Provinsi Gorontalo Nomor 2 Tahun 2019 pasal
5 ayat b dan e. Salah satu masalah lingkungan di Objek Wisata Tangga Dua Ribu
adalah pengelolaan sampah yang masih kurang optimal.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari makalah ini
dirumuskan sebagi berikut:

1. Bagaimana kondisi kelestarian alam dan budaya di wilayah Objek Wisata Tangga
Dua Ribu?

2. Apa penyebab masalah sampah di wilayah Objek Wisata Tangga Dua Ribu tidak
maksimal?

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Defenisi Lingkungan Hidup

Secara yuridis pengertian lingkungan hidup diatur dalam Pasal 1 Butir 1


Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Berdasarkan pengertian tersebut terlihat bahwa
unsur-unsur lingkungan hidup itu terdiri dari ruang, benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup termasuk di dalam nya manusia dan perilakunya. Dalam hal ini,
manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan hidup nya
dimana keberadaan manusia dan unsur-unsur lainnya dalam lingkungan hidup
adalah saling membutuhkan, saling mengisi dan melengkapi satu sama lain
dengan peran yang berbeda-beda. Aldo Leopold (1949), seorang ahli ekologi,
menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah komunitas manusia dan semua
organisme lainnya yang ada dalam wilayah tertentu, dan interaksi kompleks yang
terjadi di antara mereka.

Dalam interaksi antara unsur-unsur lingkungan hidup tersebut, peran manusia


sangat lah dominan. Dominasi tersebut tidak lepas dari kelebihan yang dimiliki
oleh manusia dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia 2 memiliki
akal, rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda
dengan makhluk hidup lainnya di bumi ini. Manusia dalam pemenuhan kebutuhan
dan keinginan nya selalu melakukan eksplorasi dan eksploitasi terhadap
lingkungan hidup nya. Jika eksploitasi sumber daya alam dilakukan sesuai dengan
kebutuhan nya tentu lingkungan hidup tidak akan terdegradasi. Persoalan timbul
ketika lingkungan hidup dieksploitasi sesuai dengan keinginan manusia yang tidak
terbatas. Demi pemenuhan kebutuhan dan keinginan nya manusia
mengeksploitasi hutan guna pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan,
membangun industri, transportasi, pertanian, peternakan dan perikanan, juga
melakukan penambangan dan aktivitas lainnya yang bersinggungan dengan
sumber daya alam. Namun sayang nya aktivitas tersebut dilakukan dengan tidak
3
berwawasan lingkungan hidup dan berkelanjutan. Adanya dominasi dan keinginan
manusia terhadap lingkungan hidup nya menjadikan manusia selalu
mengeksploitasi lingkungan hidup nya tanpa memperhatikan keberlanjutan dan
keadilan ekologis. Relasi manusia dan lingkungan hidup tidak lagi seimbang dan
harmonis, inilah yang menyebabkan terjadinya masalah lingkungan hidup.

2.2 Bentuk Kerusakan Lingkungan dan Upaya Memperbaikinya.

Industrialiasasi yang dimulai pada abad akhir abad ke-18 juga diikuti dengan
munculnya permasalahan lingkungan yang mulai mengancam keberlangsungan
makhluk hidup. Rachel Carson menulis buku yang berjudul Silent Spring yang
memberi gambaran tentang rusaknya lingkungan, matinya berbagai jenis hewan,
karena penggunaan pestisida yang berlebihan oleh manusia. Permasalahan
lingkungan, khususnya isu lingkungan global semakin kompleks dan
mengkhawatirkan bangsa-bangsa di dunia.

Bentuk kerusakan lingkungan yang pertama kali menjadi sorotan adalah


pencemaran udara dan tanah akibat produk limbah industri. Fenomena hujan asam
yang pertama kali muncul di daerah industri di Eropa pada pertengahan abad ke-19
dan pencemaran air yang membunuh banyak ikan-ikan tertentu di sungai maupun
laut. Pada pertengahan abad ke-20, isu perubahan iklim, pencemaran udara yang
menyebabkan efek gas rumah kaca dan masifnya produksi sampah anorganik
menjadi masalah serius.

Konferensi Internasional yang pertama tentang lingkungan hidup


diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Stockholm, Swedia
pada tahun1972. Konferensi tersebut menyadarkan para pimpinan dunia akan
masalah lingkungan yang sudah mengancam kelangsungan hidup semua makhluk
hidup termasuk manusia dan menghasilkan kesepakatan bersama para pakar bahwa
tindakan nyata harus dilakukan semua negara untuk mencegah kerusakan
lingkungan. Setelah itu semakin banyak pertemuan para pakar dan pemimpin dunia
untuk komitmen mencegah kerusakan lingkungan serta mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan.

Indonesia sebagai salah satu anggota masyarakat dunia dan juga peserta
dalam konferensi tersebut memberikan respon penanganan masalah lingkungan

4
hidup melalui berbagai kebijakan, upaya, dan tindakan yang diregulasi melalui
berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain :

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 yang direvisi


dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup; kemudian diperbarui dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah

Sejak 1973, aspek lingkungan hidup masuk dalam GBHN ( Garis-Garis Besar
Haluan Negara). Pada 1990, dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) yang bertugas mengoordinasikan pencegahan dan penanggulangan
kerusakan dan pencemaran lingkungan secara nasional.

5
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kajian

Penelitian dilakukan dengan metode tinjauan lokasi Objek Wisata Tangga Dua
Ribu dan wawancara langsung kepada aparat Kelurahan Pohe dan pemilik warung di
lokasi objek wisata pada tanggal 05 Juni 2023.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Objek Wisata Tangga Dua Ribu yang masih


merupakan bagian dari Kawasan Pengembangan Pariwisata Pohe-Bongo
berdasarkan Perda Provinsi Gorontalo Nomor 2 Tahun 2019. Secara administratif
Objek Wisata Tangga Dua Ribu berada di Kelurahan Pohe, Kecamatan
Hulonthalangi, Kota Gorontalo.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian

6
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Alam dan Budaya

Objek Wisata Tangga Dua Ribu terbentang sepanjang 200 meter mengikuti
garis pantai selatan Gorontalo merupakan bagian dari Teluk Gorontalo atau Teluk
Tomini. Bagian bibir pantai di cor beton dan ditata dengan indah oleh Pemerintah
Daerah Kota Gorontalo melalui Dinas Pariwisata Kota Gorontalo. Bibir pantai
tersebut menjadi pusat aktifitas pariwisata dengan banyaknya warung-warung yang
menyediakan tempat memandang dan menjual makanan serta minuman.

Menurut Helen Ono, Kasie Pemerintahan dan Ketenteraman serta Ketertiban


Umum Kelurahan Pohe, sejak dibangun pada tahun 2000, Objek Wisata Tangga Dua
Ribu telah berdampak banyak pada interaksi sosial budaya masyarakat di wilayah
tersebut.

“Semakin ramai daerah sini dengan banyaknya pengunjung yang datang dan
masyarakat yang membuka usaha jualan di area tempat wisata Tangga Dua
Ribu. Masyarakat juga semakin terbuka dengan budaya lain karena
pengunjung juga dari beragam budaya.” (Wawancara, 05 Juni 2023)

Menjelang sore, kehidupan sosial di tempat tersebut semakin hidup. Hal ini
ditandai dengan pemilik warung yang mulai berdatangan dan mempersiapkan jualan,
pemancing yang makin banyak, dan para pengunjung atau wisatawan yang mulai
berdatangan. Menurut Helen, aktifitas pariwisata di daerah tersebut biasanya
berlangsung sampai jam 12.

Salah satu tujuan pengembangan wisata di Gorontalo yang berkaitan dengan


lingkungan adalah untuk meningkatkan perlindungan asset-aset alam dan budaya
Gorontalo sebagaimana tertuang dalam Perda Provinsi Gorontalo Nomor 2 Tahun
2019 pasal 6. Pengecoran bibir pantai atau tebing garis pantai terbukti mampu
mencegah abrasi di wilayah tersebut tetapi tidak diikuti dengan pengawasan dan
pengendalian. Banyak sekali sampah bertebaran di sepanjang jalan dan bertumpuk
di belakang warung-warung tepat di bibir pantai. Bahkan sebagian besar sampah

7
tersebut berpotensi untuk jatuh ke laut (Lampiran.1). Banyaknya sampah yang tidak
terkendali dan dikelola dengan baik telah menyimpang dari tujuan pengembangan
wisata di Gorontalo dalam Perda Provinsi Gorontalo Nomor 2 Tahun 2019 pasal 6
ayat a yang berbunyi : “ mewujudkan destinasi pariwisata yang bersih, sehat, dan
bermartabat”.

4.2 Penyebab Masalah Sampah

Sampah yang terdapat di Kawasan Objek Wisata Tangga Dua Ribu sebagian
besar adalah limbah dari makanan yang dijual warung-warung di kawasan tersebut.
Sebagian lainnya adalah sampah organik yang jatuh dari pohon sekitar kawasan
tersebut. Makanan dan minuman yang dijual antara lain : gorengan, jagung bakar,
aneka minuman kelapa, makanan kemasan ringan, minuman kemasan, minuman
panas atau dingin, aneka masakan nasi, dan juga rokok,

Limbah organik yang terpantau di lokasi tersebut antara lain : sampah kulit
buah-buahan, sampah jagung, sampah kelapa, dan sampah sisa makanan. Limbah
anorganik yang terpantau di lokasi tersebut antara lain : bekas bungkus makanan
kemasan, bekas bungkus minuman kemasan, limbah tekstil dan perabot rusak.

Setiap warung secara mandiri memiliki tempat sampah sendiri. Rata-rata


volume sampah bagi warung yang juga menjual makanan jagung atau pisang atau
kelapa adalah 10 liter per hari atau bobot sekitar 5 kilogram. Setiap pagi ada petugas
kebersihan dari Pemerintah Daerah yang mengangkut sampah dan membersihkan
kawasan tersebut. Berdasarkan data tersebut, sudah selayaknya adanya tempat
pewadahan sampah komunal di kawasan tersebut.

Selain itu, minimnya kesadaran dan partisipasi sebagian masyarakat baik


pengunjung maupun penjual di kawasan tersebut adalah salah satu faktor utama
banyaknya sampah yang bertebaran sembarangan dan mencemari kawasan
tersebut. Tumpukan jagung seperti yang terlihat di Lampiran.1 adalah sampah milik
warung penjual makanan jagung, sedangkan sampah bekas kemasan makanan atau
minuman ringan adalah ulah tidak bertanggung jawab dari pengunjung kawasan
wisata tersebut.

8
BAB V

PENUTUP

Kawasan wisata Tangga Dua Ribu terbukti telah mampu membawa


perubahan positif dari segi sosial, budaya, dan ekonomi. Adanya kawasan wisata
panorama pantai yang sangat dekat dengan kota menjadi alternatif hiburan dari
rutinitas sehari-hari masyarakat modern di Kota Gorontalo. Bisnis pariwisata yang
semakin berkembang juga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
melakukan usaha di kawasan tersebut.

Kondisi kawasan wisata Tangga Dua Ribu sangat memprihatinkan dengan


banyaknya sampah yang bertebaran baik di pinggir jalan maupun di bibir pantai.
Pengelolaan sampah di kawasan tersebut sangat bergantung kepada inisiatif dan
kemandirian para pengunjung maupun penjual. Hal ini menunjukkan ketidakseriusan
Pemerintah Daerah setempat dalam pembangunan pariwisata sesuai Peraturan
Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 2 Tahun 2019 tentang Rencana Induk
Pembangunan Pariwisata Daerah Tahun 2019-2025. Kondisi kawasan wasata
Tangga Dua Ribu masih sangat jauh dari visi, misi, tujuan, sasaran, dan Arah
Kebijakan Strategi dan Indikasi Program Pembangunan Pariwisata.

Pengembangan kawasan wisata yang berkelanjutan sangat bergantung


kepada keseriusan pemerintah daerah setempat atau pengelola kawasan tersebut.
Masyarakat juga diharapkan semakin sadar akan pentingnya tidak membuang
sampah secara sembarangan demi terjaganya keasrian dan kelestarian lingkungan
kawasan wisata.

9
DAFTAR PUSTAKA

Carson, Rachel. 1962. Silent Spring. Boston : Houghton Mifflin

Helen Ono, diwawancarai oleh penulis, 05 Juni 2023

Lepold, Aldo. 1949. A Sand County Almanac. New York : Oxford University Press

Mudana, I.G. 2020. Persoalan Filsafat Ilmu Terapan Pariwisata : Konteks


Pengembangan Magister Terapan Pariwisata, Denpasar : STMIK STIKOM
Indonesia

Manik, K.E.S. 2018. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta : Kencana

Provinsi Gorontalo. Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 2 Tahun 2019


tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah Tahun 2019-
2025

10
11
LAMPIRAN
Dokumentasi
Lampiran 1. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai