Anda di halaman 1dari 29

BAB II

PERAN PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM


MENCIPTAKAN KETERIBAN

A. Ruang Lingkup Tugas dan Fungsi Petugas Lembaga


Pemasyarakatan

1. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

.1Menurut keputusan lama sampai modifikasi hukum Prancis

yang dibuat pada tahun 1670 belum dikenal pidana penjara. Terkecuali

dalam tindakan penyandraan dengan penebusan uang atau

penggantian hukuman mati sebelum ditentunkan keringanan

dengnaan cara lain. Di Inggris abad pertengahan kurang lebih 1200-

1400 di kenal hukum kurungan gereja ddalam sel (cell) dan pidana

penjara bentuk kuno di Bridwedell (pertengahan abad ke-16) yang

dilanjutkan dengan bentuk pidana penjara untuk bekerja menurut Act

of 1576 dan Act of 1609 dan pidana penjara untuk bekerja menurut Act

of 1711

Howard Jones menerangkan, bahwa sejak zaman raja Mesir

kuno pada tahun 2000 sebelum masehi (SM) dikenal pidana penjara

dalam arti penahanan selama menunggu pengadilan, dan ada kala

1Dwidja Priyanto, Sistem Pelakasanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung:Refika


Aditamma, 2013), Hal. 87-88

17
18

sebagai penahanan untuk keperluan lain menurut Romawi dari zaman

Justianus abad 5 (SM).

Persoalan tentang bagaimana caranya pidana penjara tersebut

dijalankan, maka hal ini terutama menyangkut masalah stelsel dari

pidana penjara. Salah satunya adalah Auburn Stelsel yan lebih

berfokus pada pemberian pekerjaan, karena pekerjaan dianggap salah

satu daya upaya untuk memperbaiki akhlak terhukum, maka timbulah

sistem campuran, yaitu :

1. Pada waktu malam ditutup sendirian; dan

2. Pada waktu siang bekerja bersama-sama.

Pada waktu bekerja mereka dilarang bercakap-cakap mengenai hal-

hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Oleh karenanya

maka sistem ini dinamakan pula “Silent System”.

2Sedangkan sejarah adanya Lembaga Pemasyarakatan ini di

Indonesia terkait dengan sejarah berdirinya negara tercinta ini, yang

memiliki masa-masa pahit takkala Belanda dan Jepang menancapkan

cakar tajamnya di masa penjajahan. Masa demi masa terlewati,

2Azhari Saragih, “Peran Sipir Lembaga Pemasyarakatan Dalam Menanggulangi Tindak


Pidana Kekerasan Antar Sesama Narapidana (Studi : Lemabaga Pemasyarakatan Kelas I
Medan)”., Pedoman Penulisan Skripsi Bidang Hukum (Medan : UPT Penerbit Universitas
Sumatera Utara, 2018), 26-27
19

mengukir catatan demi catatan. Masing-masing masa memiliki

sejarahnya tersendiri.

Periode pidana kerja paksa di Indonesia berlangsung sejak

pertengahan abad ke-XIX atau tepatnya mulai tahun 1872 hingga

1905. Ditandai dengan dua jenis hukum pidana; pertama, hukum

pidana khusus untuk orang Indonesia; dan yang kedua pidana khusus

untuk orang Eropa. Bagi orang Indonesia dan golongan Timur Asing

berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Khusus, yakni “Wetboek

van Strafrecht voor de Inlanders in Nederlandsch Indie”, artinya Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana untuk orang pribumi di Hindia

Belanda. Pada periode ini pidana kerja merupakan bentuk

pemidanaan yang seringkali dijatuhkan pada “Inlanders”. Lama pidana

kerja sangat bervariasi bisa seumur hidup, atau minimal satu hari.

Pembaharuan hukum di Indonesia, khususnya dalam bidang

hukum pidana sudah sejak lama dilakukan, yang dalam hal ini meliputi

hukum pidana materiil, hukum pidana formil dan hukum pelaksanaan

pidana. Dewasa ini hakikatnya pembangunan hukum semakin penting

apabila dikaitkan dengan sistem peradilan pidana yang

pelaksanaannya dilakukan oleh 4 (empat) lembaga penegak hukum

yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga


20

Pemasyarakatan yang diharapkan dapat bekerja sama secara terpadu

untuk mencapai tujuan tertentu.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tahap akhir sistem

peradilan pidana. Sistem peradilan pidana sendiri terdiri dari 4 (empat)

sub-sistem yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga

Pemasyarakatan. Sub-sistem Lembaga Pemasyarakatan sebagai sub-

sistem terakhir dari sistem peradilan pidana mempunyai tugas untuk

melaksanakan pembinaan terhadap terpidana khususnya pidana

pencabutan kemerdekaan. Dengan demikian berhasil tidaknya tujuan

yang hendak dicapai dalam sistem peradilan pidana baik tujuan jangka

pendek yaitu rehabilitasi dan resosialisasi narapidana, tujuan jangka

menengah untuk menekan kejahatan serta tujuan jangka panjang

untuk mencapai kesejahteraan masyarakatan di samping

ditentukan/dipengaruhi oleh sub-sistem peradilan pidana yang lain

yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, selebihnya juga sangat

ditentukan oleh pembinaan yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan

sebagai pelaksanaan dari pada pidana pencabutan keerdekaan,

khususnya pidana penjara.

Lembaga Pemasyarakatan sebagi wadah pembinaan

narapidana yang berdasarkan sistem pemasyarakatan berupaya untuk

mewujudkan pemidanaan yang integratif yaitu membina dan


21

mengembalikan kesatuan hidup masyarakat yang baik dan berguna.

Dengan kata lain Lembaga Pemasyarakatan melakukan rehabilitasi,

reedukasi, resosialisasi dan perlindungan baik terhadap narapidana

serta masyarakat di dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.

Dengan sistem pemasyarkatan sebagai dasar pola pembinaan

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat berhasil

dalam mencapai tujuan resosialisai dan rehabilitasi pelaku tindak

pidana/narapidana, maka pada gilirannya akan dapat menekan

kejahatan dan pada akhirnya dapat mencapai kesejahteraan sosial

seperti tujuan sistem peradilan pidana (jangka pendek, jangka

menengah, dan jangka panjang). Dengan demikian keberhasilan

sistem pemasyarkatan di dalam pelaksanaan pembinaan terhadap

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan akan berpengaruh pada

keberhasilan pencapaian tujuan sistem peradilan pidana.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan institusi trakhir dalam

Sistem Peradilan Pidana yag berperan dalam mewujudkan tujuan

Sistem Peradilan Pidana. Menurut Romli Atmasasmita, tujuan sistem

peradilan adalah mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan,

menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehinngga masyarakat

puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana,


22

dan mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan

tidak mengulangi lagi kejahatannya.3

Sedangkan Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pontinanak itu

sendiri terletak di jalan Adisucipto Kecamatan Sungai Raya Kabupaten

Kubu Raya yang sejarah berdirinya yaitu pada tahun 1988 dan status

lembaganya ialah Lembaga Hukum yang SK Penerbitnya keluar

langsung dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(Kemenkumham) yang telah mengalami masa-masa panjang dalam

sistem pemasyarakatan di Kaliamantan Barat khususnya.

Saat ini pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

menggunakan Sistem Pemasyarakatan. Sebagaimana yang terdapat

dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan :

“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah


dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan
secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan
agar menyadari kesalahan, memperbaikin diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dan dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan bertangugung jawab.”

3Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontenporer, (Jakarta: Kencana Prenada


Media Group, 2010), Hal. 3.
23

Sistem pembinaan narapidana dengan sistem pemasyarakatan

pertama kali dikemukanan oleh Sahardjo, antara lain dikemukakan

bahwa rumusan tentang tujuan dari pidana penjara, yakni

disampingkan menimbulkan rasa derita dari terpidana agar bertobat,

mendidik supaya ia menjadi seorang anggota sosial Indonesia yang

berguna. Atau dengan perkataan lain tujuan pidana penjara itu ialah

pemasyarakatan.4

Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) menurut Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan memiliki tugas pokok

dalam pasal 1 ayat (3), yaitu :

“tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan.”

Sistem pembinaan pemasyarakatan itu sendiri sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan pasal 5 dijelaskan dan dilaksanakan berdasarkan

asas :

a. Pengayoman, yaitu perlakuan terhadap warga binaan


pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dan
kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan
pemasyarakatan agar menjadi warga yang bergua dalam
masyarakat.

4Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensir Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2012), Hal. 166.
24

b. Persamaan Perlakuan dan Pelayanan, yaitu perlakuan dan


pelayanan kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa
membeda-bedakan antara atu dengan yang lainnya.
c. Pendidikan dan Pembimbinan, yaitu bahwa penyelenggara
pendidikan dan pembimbingan berdasarkan Pancasila,
antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan,
pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan
ibadah sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing.
d. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia, yaitu sebagai
orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus
tetap diperlakukan sebagai manusia.
e. Kehilangan Kemerdekaan merupakan satu-satunya
penderitaan, yaitu warga binaan pemasyarakatan harus
berada dalam LAPAS dalam jangka waktu tertentu, sehingga
Negara mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya. Jadi
warga binaan pemasyarakatan tetap memperoleh haknya
yang lain seperti hak atas perawatan kesehatan, makan
minum, latihan keterampilan, hak perllindungan, olah raga,
dan rekreasi.
f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga
dan orang-orang tertentu, yaitu walaupun warga binaan
pemasyarakatan berada di LAPAS, harus tetap didekatkan
dan dikenalkan dalam masyarakat dalam bentuk kunjungan,
hiburan kedalam LAPAS dari anggota masyarakat yang
bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan
keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga (CMK).
Karena sejatinya, 5Tujuan utama dari Lembaga

Pemasyarakatan adalah melakukan pembinan bagi warga binaan

pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara

pembinaan sebagai bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam

sistem peradilan pidana. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan di

persiapkan berbagai program pembinaan bagi para narapidana sesuai

dengan tingkat pendidikan, jenis kelamin, agama dan jenis tindak

5 Ibid, Hal. 8.
25

pidana yang dilakukan narapidana tersebut. Program pembinaan bagi

para narapidana dan anak didik, agar mencapai sasaran yang

ditetapkan, yaitu agar mereka menjadi warga yang baik di kemudian

hari.

Dari uraian diatas sudah jelas dari sejarah, segala bentuk,

fungsi, tugas, tujuan dan sistem pembinaan warga binaan dari

Lembaga Pemasyarkatan yaitu untuk melakukan pembinaan

narapidana serta memberikan jaminan perlindungan dan memperoleh

hak-haknya sebagai warga negara selama narapidana berada disana.

2. Tugas dan Fungsi Petugas Lembaga Pemasyarakatan

6Pengertian sipir atau petugas Lembaga Pemasyarakatan

adalah seseorang penjaga penjara yang tugasnya mengawasi dan

menjaga keamanan serta keselamatan para narapidana serta

memberikan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan di suatu

lembaga pemasyarakatan atau yang dulu disebut dengan istilah

penjara. Di Indonesia secara pengertian umum yang beredar

dimasyarakat petugas Lembaga Pemasyarakatan di sebut dengan

petugas pemasyarakatan yang bertanggungjawab melakukan

pembinaan, pengamanan, dan pembimbimngan terhadap narapidana

atau warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah


6 http://id.m.wikkipedia.org/wiki/sipir 9 Juni 2021 Pukul 9.25 WIB.
26

Tahanan. Petugas pemasyarakatan adalah pegawai negri sipil yang

bekerja sebagai pegawai negri sipil Kementrian Hukum dan Hak Asasi

Manusia (Kemenkumham).

Petugas Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri menurut

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, di

pasal 8 ayat (1) nya yang menyebutkan sebagi berikut :

“ Petugas Pemasyarakatan sebagaimana yang dimaksud pasal


7 ayat (1) merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang
melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan “.
7Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu

petugas LAPAS, Tugas dan Fungsi utama dari petugas (LAPAS) itu

sendiri ialah sebagai berikut :

a. Melakukan pembinaan narapidana / anak didik;


b. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan
mengelola hasil kerja;
c. Melakukan bimbingan sosial / kerohanian narapidana / anak
didik;
d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga
Pemasyarakatan; dan
e. Melakukan urusan dan tata usaha dan rumah tangga.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Tugas dan Fungsi

petugas LAPAS adalah melakukan penjagaan keamanan dan juga

pembinaan terhadap warga binaan, menyampaikan program-program

7Wawancara langsung dengan salah satu petugas LAPAS dengan penulis pada tanggal 19
Mei 2021
27

dari pusat serta memperbaiki akhlak dan perilaku, serta menjaga hal-

hal yang dapat memicu keadaan yang tidak diinginkan serta

berkonsentrasi agar tidak terjadinya pelarian terhadap warga binaan.

Petugas Lembaga Pemasyarakatan atau penyebutan lainnya

sipir adalah pegawai negri sipil yang menjalankan tugas dibawah

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang

tugas utamanya tersebut adalah mengawasi serta menjaga

keamanan, keselamatan serta ketertiban para narapidana atau warga

binaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan.

Bisa dikatakan petugas LAPAS lah yang mengurus para narapidana

atau warga binaan mulai dari bangun tidur sampai kemudian mereka

tidur kembali, mengawasi keseluruhan kegiatan mereka sehari-hari.8

B. Tahap-Tahap Pembinaan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan

1. Pengertian Pembinaan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan, pengertian Pembinaan terhadap warga

binaan terdapat di pasal 1 ayat (1) yang berbunyi :

8 Wawancara langsung penulis dengan salah petugas LAPAS kelas II A Pontianak pada
tanggal 19 Mei 2021.
28

“Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas


ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap
dan perilaku, profesional, kesehatan, jasmani dan rohani
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.”
Yang dimana semua kegiatan tersebut diberikan oleh Pembina

Pemasyarakatan di LAPAS, yang tertuang didalam pasal 1 ayat (4)

nya yang berbunyi :

“Pembina Pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan

yang melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan di LAPAS.”

Pembinaan itu sendiri diperuntukan kepada Narapidana dan

Anak Didik Pemasyarakatan yang meliputi kegiatan Pembinaan

Kepribadian dan Kemandirian. Kegiatan Pembinaan Kepribadian dan

Kemandirian itu sendiri dalam pasal 3 nya meliputi hal-hal yang

berkaitan dengan :

a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;


b. Kesadaran berbangsa dan bernegara;
c. Intelektual;
d. Sikap dan perilaku;
e. Kesehatan jasmani dan rohani;
f. Kesadaran hukum;
g. Reintegrasi sehat dengan masyarakat;
h. Keterampilan kerja; dan
i. Latihan kerja serta produksi.
Kegiatan Pembinaan tersebut dilaksanakan oleh Petugas

Pemasyarakatan yang sebelumnya telah ditunjuk langsung oleh


29

Kepala Lapas. Dan dalam pasal 4 ayat (2) nya, Petugas

Pemasyarakatan yang ditunjuk tersebut ada yang bertugas sebagai

Wali Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Petugas

Pemasyarakatan itu sendiri harus mengikuti ketentuan tugas,

kewajiban, dan syarat-syarat wali yang telah diatur lebih lanjut sesuai

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 tahun

2007 Tentang Wali Pemasyarakatan.

Kegiatan Pembinaan terhadap Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan tersebut dapat dilaksanakan dengan mengadakan

kerja sama antar instansi Pemerintah yang terkait, seperti yang

tertuang dalam pasal 5 nya yang berbunyi :

“Dalam rangka penyelengaraan pembinaan dan pembimbingan


warga binaan pemasyarakatan Menteri dapat mengadakan
kerja sama dengan instansi Pemerintah terkait, badan-badan
kemasyarakatan lainnya, atau perorangan yang kegiatannya
sesuai dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.”
2. Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

Kepala LAPAS wajib melaksanakan pembinaan terhadap

Narapidana yang ditempatkan didalam wilayah LAPAS selama yang

bersangkutan menjalani masa pidananya. Dalam melaksanakan

pembinaan Kepala LAPAS wajib mengadakan perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian atas kegiatan program pembinaan.

Kegiatan pembinaan tersebut diarahkan pada kemampuan Narapidana


30

untuk berintegrasi secara sehat dengan masyarakat. Dalam pasal 7

ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan melalui 3 (tiga) tahap pembinaan yang terdiri dari :

a. Tahap awal;

b. Tahap lanjutan; dan

c. Tahap akhir.

1) Pembinaan Tahap Awal

Pasal 9 ayat (1):

“Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat


(2) huruf a bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan
berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 1/3 (satu per
tiga) dari masa pidana.”
Pasal 10 ayat (1):

Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaskud dalam pasal 9


ayat (1) meliputi:
a. Masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan
paling lama 1 (satu) bulan;
b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan
kemandirian;
c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan
kemandirian; dan
d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan taha awal
2) Pembinaan Tahap Lanjutan

Pasal 9 ayat (2):

Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam


pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
31

a. Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan


tahap awal sampai dengan 1/2 (satu per dua) dari masa
pidana; dan
b. Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap
lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa
pidana.
Pasal 10 ayat (2):

Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam


pasal 9 ayat (2) meliputi:
a.Perencanaan program pembinaan lanjutan;
b.Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;
c.Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan
d.Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.
.
3) Pembinaan Tahap Akhir

Pasal 9 ayat 3:

“Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 7


ayat (2) huruf c dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan
sampai dengan berakhirnya masa pidana dan Narapidana
yang bersangkutan.”
Pasal 10 ayat (3):

Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 9


ayat (3) meliputi:
a. Perencanaan program integrasi;
b. Pelaksanaan program integrasi; dan pengakhiran
pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
Pengalihan pembinaan dari satu tahap ketahap yang lain

ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan

berdasarkan data hasil pengamatan, penilaian, dan laporan terhadap

pelaksanaan pembinaan dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman


32

Pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Wali

Narapidana. Dalam Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan Kepala

LAPAS wajib memperhatikan hasil litmas.

Dalam melaksanakan pembinaan terhadap Narapidana di

LAPAS telah disediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

sesuai dengan klasifikasi dan spesifikasi tertentu. Bagi Narapidana

yang tidak memenuhi syarat-syarat tertentu pembinaan tahap akhir,

maka Narapidana yang bersangkutan tetap melaksanakan pembinaan

di LAPAS. Dan apabila terdapat Narapidana yang tidak dimungkinkan

memperoleh kesempatan asimilasi dan atau itegrasi, maka

Narapidana yang bersangkutan tersebut diberikan pembinaan

khusus.9

C. Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian

1. Pengertian Perkelahian

Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan

fisik, kekerasan itu sendiri juga ada dua pengertian menurut Elly

Malihah Setiadi, yaitu :

- Kekerasan dalam arti sempit, merujuk pada tindakan berupa


serangan, perusakan, penghancuran terhadap diri (fisik)

9 Farhan Hidayat, wawancara langsung dengan penulis pada tanggal 19 Mei 2021
33

- Kekerasan dalam arti luas, merujuk pada tindakan fisik maupun


tindakan psikologik yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang, baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja
Menurut pendapat Novri Susan, dijelaskan beberapa jenis

bentuk kekerasan, antara lain :

- Kekerasan struktural, adalah kekerasan yang diciptakan oleh suatu


sistem yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya.
- Kekerasan langsung, bisa dilihat pada kasus pemukulan seseorang
terhadap orang lain yang menyebabkan luka pada tubuh.
- Kekerasan budaya, merupakan pemicu terjadinya kekerasan
struktural dan kekerasan langsung.10
Secara umum yang kita ketahui pengertian pekelahian adalah

suatu proses penyerangan atau bentu fisik yang mengakibatkan salah

satu atau kedua-duanya (yang terlibat) mengalami luka. Sedangkan

perkelahian kelompok dapat diartikan sebagai perkelahian yang

dilakukan oleh beberapa atau banyak orang yang terhimpun dalam

satu atau lebih kelompok.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa

perkelahian merupakan bagian dari kekerasan fisik dan konflik sosial,

yaitu konflik atau permasalahan yang terjadi secara horizontal antar

warga atau kelompok yang ada di masyarakat. I. B. Wirawan

menggambarkan konflik perkelahian sebagai berikut :

10 Ibid, Hal. 9.
34

“konflik merupakan perselisihan mengenai nilai-nilai atau


tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan
sumber-sumber kekayaan yang persediaanya terbatas. Konflik
itu sendiri dapat bersifat individual, kelompok atau pun
kombinasi dari keduanya. Kedua pihak-pihak yang berselisih
sering tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sesuatu yang
diinginkan, melainkan juga memojokan, merugikan, atau bahkan
saling menghancurkan.”11
Jadi, perkelahian disini dapat diartikan sebagai pertengkaran dengan

adu tenaga yang dilakukan oleh antar seseorang maupun sekumpulan

orang dengan sekumpulan orang lainnya. Akibat dari perkelahian baik

antar individu maupun kelompok ini bukan hanya harta benda,

stabilitas keamanan terancam dan juga nyawa orang.

Sedangkan kekerasan yang terjadi didalam Lembaga

Pemasyarakatan pada umumnya ialah kekerasan secara langsung

yaitu pemukulan atau perkelahian antar sesama warga binaan, atau

antar kelompok tiap tiap blok.

Perkelahian adalah suatu perbuatan yang mengganggu

keamanan dan ketertiban umum dimana perkelahian menunjukan

tindakan dari kedua belah pihak secara bersamaan, pasal 3 dan 4

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun

2013 Tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah

Tahanan Negara telah menyebutkan Kewajiban dan Larangan bagi

11I. B. Wirawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial, Defenisi Sosial dan
Perilaku Sosial), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015), Hal. 91-92
35

Narapidana, namun hal tersebut tidak dihiraukan oleh narapidana atau

warga binaan pemasyarakatan yang memang kebanyakan mereka

orang yang awam terhadap peraturan hukum.

Para pelaku perkelahian di LAPAS ini baik yang individu

maupun kelompok sebagian besar termasuk golongan kelas bawah,

diakibatkan rasa frustasi terhadap kondisi gaya hidup mereka yang

berbeda dengan orang lain yang tidak mengalami hilang

kemedekaannya. Dan biasanya para pelaku ini mencari-cari cara

untuk menarik perhatian para petugas maupun instansi Lembaga

Pemasyarakatan demi diakui keberadaan mereka di tengah Warga

Binaan Pemasyarakatan.

2. Faktor Penyebab Terjadinya Perkelahian di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Pontianak

12Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah

satu petugas LAPAS Kelas II A Pontianak dapat dijabarkan beberapa

faktor penyebab terjadinya perkelahian antar sesama narapidana atau

warga binaan pemasyarakatan, yaitu sebagai berikut :

12Wawancara penulis dengan salah satu petugas LAPAS Kelas II A Pontianak pada tanggal
19 Mei 2021
36

a. Faktor Internal

Faktor internal memang biasanya ialah faktor yang berasal dari

diri narapidana atau warga binaan pemasyarakatan itu sendiri

seperti adanya permasalahan yang dimiliki setiap narapidana

baik pribadi maupun umum sehingga membuat narapidana

yang berada di dalam sel mempunyai tingkat sensitive yang

tinggi yang pada dasarnya dia mudah marah atau tersinggung,

masalah pribadi atau utang piutang mengakibatkan satu sama

lain tidak terima jika ditagih hutangnya justru mereka merasa

tersinggung dan disitulah timbul percekcokan dan akhirnya

menimbulkan perkelahian antar sesama narapidana yang mana

perkelahian tersebut tidak dapat dihindari karena saling tidak

terima. Dan ada juga mereka berkelahi karena memang sering

terjadi salah paham didalam kamar yang pendapat satu sama

lain merasa sama-sama benar atau merasa ada yang tidak

dihargai biasanya sering juga terjadi perkelahian antar warga

binaan pemasyarakatan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu ialah faktor berasal diluar dari kendali

narapidana atau warga binaan pemasyarakatan, keadaan

kamar yang sempit misalnya dan pengap karena over kapasitas


37

sehingga membuat para warga binaan merasa kurang nyaman

karena yang seharusnya setiap kamar hanya diisi dengan

jumlah beberapa orang saja yang telah ditentukan daya

tampung dan kapasitas di tiap-tiap kamar sebelumnya bisa

menjadi naik karena over kapasitas tadi. dengan keadaan

tersebut yang tadinya merasa nyaman dan baik-baik saja pada

akhirnya membuat mereka merasa kurang nyaman lagi lalu

cepat emosi karena kesempitan dalam satu kamar.

Kondisi seperti inilah yang membuat para petugas juga khawatir

yang nantinya takut jika mereka berkelahi dianggap remeh begitu saja

maka dari itu untuk siapa saja bagi warga binaan pemasyarakatan

yang melanggar tata tertib maka akan diberikan sanksi oleh petugas

Lembaga Pemasyarakatan susai ketentuan peraturan tata tertib

LAPAS yang berlaku.

D. Peran Petugas Lembaga Pemasyarakatan Dalam Mencegah


Terjadinya Perkelahian Sesama Warga Binaan Pemasyarakatan

Perkelahian yang terjadi antar sesama warga binaan

pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pontianak,

maka dapat digunakan upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan petugas Lembaga


38

Pemasyarakatan kelas II A Pontianak dalam mencegah terjadinya

perkelahian antar sesama warga binaan tersebut adalah :

1. 13Sosialisasi Nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam Pembinaan

Narapidana

HAM melekat pada setiap diri manusia tanpa memandang bulu,

termasuk juga bagi warga binaan pemasyarakatan. Perlakukan bagi

narapiana dan warga binaan pemasyarakatan meyatakan bahwa hak

yang hilang daripada narapidana/warga binaan pemasyarakatan

hanyalah hak atas kebebasan. Akan tetapi hak-hak lain yang melekat

pada dirinya harus tetap diberikan selama mereka menjalani masa

pidana/masa warga binaan pemasyarakatan.

Contohnya dengan memberi bimbingan berupa nilai-nilai

kemanusiaan yang bersifat positif dengan cara mediasi, yang

bertujuan bukan saja agar para pelaku bertobat dan tidak mengulangi

tindak pidana lagi, melainkan juga melindungi masyarakat dari

tindakan kejahatan yang dilandaskan berdasarkan pada Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Dengan berlandaskan prinsip tersebut maka RUTAN/LAPAS

diharapkan dapat menampilkan fungsi yang diharapkan, antara lain :

13
Wawancara langsung dengan Tim Pembina Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Pontianak pada tanggal 19 Mei 2021
39

a. Merupakan komunitas yang teratur dengan baik, seperti tidak


membahayakan nyawa, kesehatan dan integral personal.
b. Kondisinya tidak menambah kesulitan yang dialami
narapidana akibat pemidanaan.
c. Aktifitas didalamnya sebanyak mungkin membantu
narapidana untuk mampu kembali ke masyarakat setelah
menjalani masa pidananya.

2. Pemberian Cuti Menjelang Bebas (CMB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti

Mengunjungi Keluarga (CMK), dan Pembebasan Bersyarat (PB)

dengan syarat-syarat tertentu

Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan

Asimilasi Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB),

Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK), dan Cuti Bersyarat (CB), cuti

menjelang bebas adalah proses pembinaan di luar Lembaga

Pemasyarakatan bagi narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua per

tiga) masa pidana, minimal 9 (sembilan) bulan berkelakuan baik,

besarnya cuti sama dengan remisi terakhir maksimal 6 (enam) bulan.

Dan di perbaruhi menjadi Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020

Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Cuti Menjelang

Bebas (CMB), Cuti Bersyarat (CB), Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK),

dan Pembebasan Bersyarat (PB) dalam rangka pencehagan

penularan virus Covid 19, sebagaimana telah di dirubah dengan


40

Permenkumham yang terbaru yaitu permenkumhan Nomor 24 Tahun

2021.

3. Peningkatan Pengawasan

Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pontianak memiliki

Kesatuan Pengaman Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) yang

merupakan jajaran petugas yang memiliki tugas pokok untuk menjaga

keamanan dan ketertiban didalam LAPAS. KPLP Kelas II A Pontianak

terdiri dari 40 (empat pululh) orang dibagi dalam 4 (empat) regu jaga

yang dalam tiap regunya terdiri dari 10 (sepuluh) orang yang terdapat

1 (satu) orang komandan jaganya, 4 (empat orang bertugas berjaga

dibagian 4 (empat) penjuru menara, 4 (empat) lainnya didalam blok-

blok halaman tahanan, dan sisanya 2 (dua) orang berada didepan

pintu masuk dan sebagai petugas yang memegang kunci tersebut.

Petugas KPLP bertanggung jawab kepada kegiatan diluar

LAPAS (ke rumah sakit, pembinaan diluar LAPAS, pengiriman

jenazah, dan lain sebagainnya). Petugas KPLP baik yang betugas di

dalam blok, ruang kunjungan maupun pintu masuk memiliki tanggung

jawab untuk mencegah masuknya barang terlarang ke dalam LAPAS

seperti misalnya, narkoba, senjata api, senjata tajam, minuman keras,

dan barang berbahaya lainnya yang dapat mengganggu keamanan


41

dan ketertiban kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Pontianak.

Sistem pencegahan yang dapat dilakukan petugas LAPAS

terhadap narapidana adalah dengan memberikan pelayanan sebaik-

baiknya kepada warga binaan pemasyarakatan. Jika ada

permasalahan yang terjadi antar sesama warga binaan yang dapat

diselesaikan dengan mediasi maka petugas akan memfasilitasi dan

sekaligus menjadi mediator untuk penyelesaian masalah tersebut.

Upaya dalam mencegah perkelahian antar sesama warga

binaan ialah dengan mengurangi kelebihan kapasitas (over kapasitas)

pada RUTAN/LAPAS adalah dengan pemindahan narapidana dari

RUTAN/LAPAS yang mengalami over kapasitas ke RUTAN/LAPAS

yang masih memungkinkan untuk menampung hunian narapidana

sesuai dengan pasal 16 ayat (1) Keputusan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pemindahan

Narapidana.

Dan upaya lainnya untuk mencegah terjadinya perkelahian

antar sesama warga binaan pemasyarakatan di Lembaga


42

Pemasyarakatan Kelas II A Pontianak maka warga binaan diberikan

pembinaan. 14pembinaan tersebut meliputi :

a. Pembinaan Mental

Pembinaan mental diantaranya seperti pembinaan

spiritual, pendidikan agama, dan budi pekerti. Sarana dan

prasarana pembinaan agama salah satu hal yang dianggap

penting dalam pembinaan karena dengan meyakini kepercayaan

dari agama masing-masing maka akan mendapatkan ketenangan

dalam diri narapidana.

Pembinaan mental narapidana ditujukan untuk

meningatkan mental narapidana sehingga dapat mempunyai

mental yang lebih baik setelah dilaksanakan pembinaan dan

mendapatkan ilmu agama. Dalam pembinaan mental selama

penulis melakukan pengamatan di lapangan, dijumpai bahwa para

narapidana diberikan ceramah yang dilakukan oleh tokoh agama

baik dari dalam maupun dari luar Lembaga Pemasyarakatan.

Sarana dan prasarana pembinaan mental spiritual yaitu


telah disediakannya Mesjid bagi yang beragama Muslim dan
ruangan khusus bagi yang beragama Non Muslim. Hal ini
dilakukan untuk memberikan perbekalan yang lebih mendalam

14Wawancara langsung dengan Tim Pembina Pemasyarakatan di Lembaga


Pemasyarakatan Kelas II A Pontianak pada tanggal 19 Mei 2021
43

agar para narapidana dapat memahami bahwa perbuatan


buruknya dahulu tidaklah baik juga dapat merusak mental serta
merugikan diri sendiri dan orang lain.

b. Pendidikan

Pembinaan pendidikan umum, melalui pembelajaran yang

dilaksanakan oleh para warga binaan dengan para petugas

LAPAS/RUTAN serta secara teknis mendapat bimbingan dari

Kantor Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, serta mendapat pengawasan dari Kementrian

Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dimana dari hasil pembinaan

ini dapat menambah wawasan pengetahuan warga binaan dengan

nilai-nilai dan norma-norma kebangsaan bernegara.

c. Keterampilan

Pembinaan keterampilan adalah segala kegiatan yang

meliputi usaha menyalurkan dan mengembangkan bakat dan

keterampilan serta pengelolaan hasil karya warga binaan

pemasyarakatan, seperti misalnya las, montir, menjahit, anyaman,

ukir, pertukangan, pertambakan, dan pabrik/industri dan lain

sebagainya tujuan nya adalah agar warga binaan yang

bersangkutan setidaknya minimal mendapat bekal keterampilan


44

selama berada di LAPAS dan dapat berkontribusi langsung

kemasyarakat jika masa pidananya telah berakhir.

Dengan adanya pembinaan-pembinaan tersebut dan peran

petugas yang dapat memberikan perlakuan yang sama dan rasa

keadilan bagi warga binaan pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Pontianak, maka Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Pontianak dan beserta para petugas-

petugasnya telah cukup berhasil dalam dalam menekan angka

perkelahian antar sesama warga binaan pemasyarakatan, namum

petugas mengalami kendala yaitu kurangnya tenaga atau jumlah

petugas sehingga upaya untuk melakukan kontrol terhadap warga

binaan menjadi terhambat dan kurang optimal karena kekurangannya

personil, sehingga upaya petugas menjadi kurang optimal dalam

melakukan program pembinaan dikarenakan jumlah personil yang

kurang tadi sedangkan warga binaanya terlalu banyak bahkan sampai

mengalami over kapasitas.

Dengan demikian selama menjalani masa pidananya

narapidana dapat melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat

sekaligus mengatasi rasa bosan selama berada di dalam Lembaga

Pemasyarakatan, dan ditujukan agar selama masa pembinaan dan

sesudah selesai menjalankan masa pidananya, narapidana berhasil


45

mendapatkan kepercayaan dirinya lagi dan bersikap optimis terhadap

masa depannya, memperoleh ilmu pengetahuan minimal keterampilan

dibidangnya masing-masing untuk bekal hidup mandirinya nanti dan

berpartisipasi dalam kehidupan sosialnya nanti, serta berhasil menjadi

manusia yang lebih patuh kepada hukum tercemin dari sikap dan

perilakunya yang tertib disiplin serta mampu menggalang rasa

kesetiakawanan sosial.

Anda mungkin juga menyukai