Anda di halaman 1dari 14

Serat Acitya – Jurnal Ilmiah

UNTAG Semarang

EFEKTIFITAS SISTEM PEMBINAAN NARAPIDANA


DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN TERHADAP
TUJUAN PEMIDANAAN
Oleh :
Sri Wulandari, S.H, M.Hum

ABSTRAK
Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar warga binaan
pemasyarakatan menyadari kesalahannya, menyadari diri dan tidak mengulangi kesalahannya serta dapat di
terima kembali dalam lingkungan masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan, hidup secara wajar
sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Dengan penjatuhan pidana penjara bagi terpidana
berarti terampasnya hak kemerdekaan seseorang yang menyangkut martabat kemanusiaan. Karenanya dalam
pencapaian tujuan pemidanaan diperlukan motivasi dan karateristik dari petugas pemasyarakatan maupun
masyarakat secara berkesinambungan dan terpadu baik pada saat narapidana berada di dalam Lembaga
Pemasyarakatan (intra mural) ataupun di luar Lembaga Pemasyarakatan (ekstra mural). Hal ini diperlukan
karena kurangnya perhatian petugas Lembaga Pemasyarakatan maupun peran serta masyarakat dalam sistem
pemasyarakatan narapidana berakibat peradilan pidana dapat bersifat kriminogen dan menjadi tidak efektif.
Kata kunci : Sistem, Pembinaan, Narapidana, Pemidanaan, Lembaga Pemasyarakatan, Peradilan
ABSTRACT
Correctional system is a series of law enforcement that aims to make prisoners aware of his mistake,
realize yourself and do not repeat his mistakes and be accepted in society and play an active role in
development, more equitable as good citizens and responsible.
With the imposition of imprisonment for the convicted person's right to freedom means remove their
human dignity. Therefore necessary in achieving the sentencing goals of motivation and characteristics of
correctional officers and the community as a sustainable and integrated either at the time prisoners in the
Penitentiary (intra-mural) or outside Correctional Institution (extra mural). This is necessary because of the
lack of attention Prison officials and community participation in the prison system inmates resulted in criminal
justice can be kriminogen and become ineffective.
Key words: Systems, Development, Inmates, Criminalization, Correctional Institutions, Courts

PENDAHULUAN c. Tujuan jangka panjang yaitu sistem


1.1 Latar Belakang peradilan pidana bertujuan untuk
Lembaga Pemasyarakatan menciptakan kesejahteraan sosial
dibebani tugas guna mewujudkan, masyarakat (Muladi, 1995).
tujuan Sistem Peradilan Pidana, yaitu : Menurut Pasal 1 ayat (1)
a. Tujuan jangka pendek yaitu sistem Undang-Undang Nomor 12 Tahun
peradilan pidana bertujuan 1995 tentang Pemasyarakatan, yang
merehabilitasi, meresosialisasi atau dimaksud dengan pemasyarakatan
memperbaiki pelaku tindak pidana adalah kegiatan untuk melakukan
b. Tujuan jangka menengah yaitu pembinaan pemasyarakatan
sebagaimana fungsi peradilan hukum berdasarkan sistem, kelembagaan dan
pidana dan fungsi khusus hukum cara pembinaan yang merupakan
pidana adalah menciptakan ketertiban bagian akhir dari sistem pemidanaan
umum dan mengendalikan kejahatan dalam tata peradilan pidana.
sampai pada titik yang paling rendah
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

Pemasyarakatan sebagai ujung ia masuk ke Lembaga


tombak pelaksanaan asas pengayoman Pemasyarakatan.
merupakan tempat untuk mencapai 5. Selama kehilangan kemerdekaan
tujuan tersebut melalui pendidikan bergerak, narapidana harus
rehabilitasi dan reintegrasi narapidana. dikenalkan masyarakat dan tidak
Orientasi pelaksanaan boleh diasingkan.
pembinaan terhadap narapidana di 6. Pekerjaan yang diberikan kepada
Lembaga Pemasyarakatan narapidana tidak boleh bersifat
dimaksudkan untuk memberikan bekal mengisi waktu atau diperuntukan
dan membentuk sikap mental terpidana hanya untuk kepentingan lembaga
agar menginsafi kesalahannya, tidak atau negara saja, pekerjaan yang
mengulangi tindak pidana, diberikan harus bersifat
memperbaiki diri dan menjadi insan membangun negara.
yang berbudi luhur. Karenanya 7. Bimbingan dan didikan harus
pelaksanaan program pembinaan berdasarkan Pancasila.
tersebut memerlukan keterpaduan 8. Tiap orang adalah manusia dan
terutama antar narapidana yang harus diperlakukan sebagai
bersangkutan, petugas hukum selaku manusia sekalipun ia telah tersesat.
pembina maupun masyarakat umum Tidak boleh ditunjukkan bahwa ia
yang akan menerima kembali adalah penjahat.
terpidana. 9. Narapidana dan anak didik hanya
Program Pemasyarakatan dijatuhi pidana hilangnya
sebagai dasar lahirnya sistem kemerdekaan.
pemasyarakatan di Indonesia, serta di 10. Disediakan dan dipupuk sarana-
tetapkannya 10 (sepuluh) prinsip sarana yang dapat mendukung
pokok pemasyarakatan dalam fungsi rehabilitatif, korektif dan
perlakuan pembinaan narapidana edukatif dalam sistem
Indonesia yaitu : pemasyarakatan (Harsono,1995).
1. Orang yang tersesat harus diayomi Kesepuluh (10) konsep ini
dengan memberikan bekal hidup merupakan dasar pemikiran DR.
sebagai warga negara yang baik Sahardjo, SH, bahwa penghukuman
dan berguna dalam masyarakat. bukanlah untuk melindungi
2. Penjatuhan pidana adalah bukan masyarakat semata-mata, melainkan
merupakan tindakan balas dendam harus pula berusaha membina si
dari negara. pelanggar hukum. Ditegaskan oleh
3. Rasa tobat tidak bisa dicapai DR. Sahardjo, SH tujuan pidana
dengan penyiksaan melainkan penjara adalah pemasyarakatan
dengan pembimbingan. mengandung makna :
4. Negara tidak berhak membuat ”Bahwa tidak saja masyarakat
seseorang narapidana lebih buruk diayomi terhadap diulangi perbuatan
atau lebih jahat dari pada sebelum jahat oleh narapidana, melainkan juga
orang yang telah tersesat diayomi
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

dengan memberikan kepadanya bekal Pemberian pidana bertujuan


hidup sebagai warga yang berguna di melindungi terpidana khususnya
dalam masyarakat. Dari pengayoman agar terpidana tidak melakukan
itu nyata bahwa penjatuhan pidana
pidana lagi.
bukanlah tindakan balas dendam dari
negara. Tobat tidak dapat dicapai 2. Prevensi general pemberian pidana
dengan penyiksaan melainkan pidana bertujuan melindungi masyarakat
kehilangan kemerdekaan...negara dan mencegah terjadinya
telah mengambil kemerdekaan kesepakatan dan tujuan yang lebih
seseorang dan yang pada waktunya luas agar masyarakat tidak
akan mengembalikan orang itu ke melakukan kejahatan.
masyarakat lagi, mempunyai
Dengan demikian dalam proses
kewajiban terhadap terpidana dan
masyarakat”. pembinaan narapidana tidak dapat
Muladi berpendapat bahwa, dilaksanakan begitu saja oleh petugas
pengayoman tersebut berupa bekal Lembaga Pemasyarakatan tanpa
hidup. Bekal hidup tersebut bukan adanya peran dari masyarakat,
hanya berupa finansial dan materiil disebabkan karena masyarakatlah yang
tetapi lebih penting adalah mental, akan dapat memulai menerima apakah
fisik, keahlian dan ketrampilan pembinaan narapidana tersebut dapat
sehingga menjadi orang yang mengenal pada diri narapidana atau
mempunyai kamauan yang potensial tidak. Sebab dalam kenyataannya
dan efektif untuk menjadi warga yang banyak narapidana setelah menjalani
baik tidak melanggar hukum dan pembinaan di Lembaga
berguna bagi pembangunan Pemasyarakatan tidak menjadi
negara(Muladi, 1995b). manusia yang baik, tidak merasa takut
Demikian pula terdapat dan jera malah sebaliknya Lembaga
peningkatan pengkajian pembahasan Pemasyarakatan di jadikan tempat
atau perhatian terhadap narapidana menimba ilmu kejahatan bagi mereka.
dalam rangka mengikut sertakannya
dalam kebijakan integral penegakan 1.2 Perumusan Masalah
hukum pidana. Bagaimanakah efektifitas sistem
Dalam hubungannya dengan pembinaan narapidana di Lembaga
pemidanaan, bahwa tujuan Pemasyarakatan terhadap tujuan
pemidanaan mempunyai dua aspek pemidanaan ?
pokok yaitu :
1. Aspek perlindungan masyarakat
terhadap tindak pidana PEMBAHASAN MASALAH
2. Aspek perlindungan terhadap I. Pelaksanaan Sistem Pembinaan
individu atau pelaku tindak pidana Narapidana di Lembaga
Secara rinci tujuan pemidanaan dibagi Pemasyarakatan
menjadi 2 (dua) : Di Indonesia, perlakuan terhadap
1. Prevensi Spesial narapidana dalam sistem penjara dikenal
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

semenjak jaman penjajahan Belanda. Perkataan pemasyarakatan itu


Pada saat itu perlakukan terhadap sendiri untuk pertama kalinya diucapkan
narapidana tidak bertujuan untuk Sahardjo, SH dalam pidato
memperbaiki jiwa si narapidana penganugerahan gelar Doctor Honoris
melainkan merupakan pembalasan atas Causa dalam Ilmu Hukum di Universitas
kejahatan yang telah dilakukannya, Indonesia pada tanggal 5 Juli 1963. Di
sehingga tidak ada perhatian yang dalam pidatonya antara lain dikemukakan
bersifat kemanusiaan dan kesejahteraan mengenai tujuan dari pidana, yaitu
bagi para penghuni penjara. disamping menimbulkan rasa derita pada
Dalam sistem kepenjaraan terpidana karena hilangnya kemerdekaan
pandangan terhadap narapidana tidak bergerak, juga membimbing terpidana
ubahnya seperti orang yang menebus agar bertobat dan mendidik menjadi
dosa. Perlakuan yang diberikan kepada anggota masyarakat Indonesia yang
narapidana diluar batas kemanusiaan. Hal berguna. Atau dengan kata lain tujuan
ini tercermin dari keadaan bangunan dari pidana adalah pemasyarakatan.
penjara, kondisi kamar (sel), tempat- Pokok-pokok pikiran Sahardjo, SH
tempat khusus dari narapidana yang tersebut kemudian dijadikan prinsip-
melanggar peraturan penjara, kurangnya prinsip pokok dari konsepsi
makanan, perawatan kesehatan dan pemasyarakatan, sehingga bukan lagi
sebagainya. semata-mata sebagai tujuan dari pidana
Sebutan perubahan untuk rumah penjara, melainkan merupakan sistem
penjara menjadi Lembaga pembinaan narapidana yang sekaligus
Pemasyarakatan dan sistem kepenjaraan merupakan metodologi di bidang
menjadi sistem pemasyarakatan adalah ”treatment of offenders”.
ide dan gagasan dari DR. Sahardjo, SH Sistem pemasyarakatan merupakan
yang pada waktu itu menjabat sebagai proses pembinaan narapidana yang
Menteri Kehakiman Republik Indonesia. dengan keputusan hakim menjalankan
Pergantian sebutan tersebut pidananya untuk di tempatkan di
berkaitan dengan gagasannya untuk Lembaga Pemasyarakatan. Dalam proses
menjadikan Lembaga Pemasyarakatan pembinaan narapidana dipandang sebagai
(LP) bukan saja sebagai tempat untuk mahkluk Tuhan, individu dan anggota
memidana melainkan juga sebagai masyarakat yang dikembangkan dalam
tempat untuk membina atau mendidik suatu kehidupan kejiwaan baik jasmaniah
orang-orang terpidana. Agar setelah maupun rokhaniah.
selesai menjalani pidananya mempunyai Landasan pelaksanaan sistem
kemampuan untuk menyesuaikan diri pemasyarakatan adalah Pasal 13, 14 a s/d
dengan kehidupan di luar Lembaga f, 15, 17, 19, 23, 24, 25 dan 29.
Pemasyarakatan sebagai warga negara Reglement Penjara 1917 dan Dwang
yang baik dan taat pada hukum yang Opvoedings Regeling 1917.
berlaku. Lembaga Pemasyarakatan adalah
salah satu lembaga pemerintah di bidang
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

pemasyarakatan yang merupakan Unit berlangsung selama terpidana menjalani


Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal pidana hilang kemerdekaan bergeraknya
Pemasyarakatan di bawah Departemen yang dapat dilaksanakan baik di dalam
Kehakiman Republik Indonesia, yang tembok maupun di luar tembok
termuat dalam Keputusan Presiden pemasyarakatan.
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun Sebagaimana dirumuskan dalam
1984 tentang Susunan Organisasi sepuluh (10) prinsip dasar yang
Departemen yang ikut ambil bagian kemudian menjadi salah satu landasan
dalam mensukseskan Pembangunan dalam pelaksanaan sistem
Nasional di bidang hukum dan pemasyarakatan di Indonesia.
pembangunan seluruh masyarakat Karena itu, suatu pembinaan
Indonesia yang merupakan perwujudan merupakan cara dan usaha yang
dari Pelaksanaan Pembangunan Nasional diupayakan untuk merubah suatu pola
yang berdasarkan Pancasila dan Undang- ataupun tatanan. Mengenai arti
Undang Dasar 1945. pembinaan M. Djakaria menyatakan :
Menurut Soeryono Soekanto, ”Pembinaan adalah segala usaha,
Lembaga Pemasyarakatan adalah : tindakan dan kegiatan berhubungan
”Merupakan himpunan norma- dengan perencanaan, penyusunan,
norma dari segala tingkatan yang pengerahan, pembinaan serta
berkisar pada suatu kebutuhan pengendalian segala sesuatu cara berhasil
pokok di dalam kehidupan guna, pembinaan itu meliputi kegiatan
masyarakat” (Soeryono Soekanto, melakukan atau menyelenggarakan
1984). pengaturan sesuatu, supaya dapat
Dari pendapat tersebut dilakukan dan dapat dikerjakan dengan
menunjukkan suatu pengertian baik, teratur, rapi dan seksama menurut
bahwa Lembaga Pemasyarakatan program atau rencana pelaksanaan
mengandung unsur-unsur : (dengan ketentuan petun, norma, sistem
1. Kegiatan kemasyarakatan yang dan metode) secara effisien dan effektif
terorganisir dalam suatu mencapai tujuan serta memperoleh hasil
lembaga sebagai wadahnya yang diharapkan secara maksimal”.
2. Dari kegiatan itu nantinya Jadi pembinaan adalah setiap usaha
diharapkan dapat memenuhi untuk mendidik, membimbing dan
kebutuhan masyarakat sendiri mengarahkan sesuatu kegiatan dengan
dalam kehidupannya berbagai cara dan usaha melalui suatu
Dengan demikian sistem proses yang tertib dan teratur rapi untuk
pemasyarakatan adalah suatu proses mencapai tujuan secara maksimal.
pembinaan narapidana yang didasarkan Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5
atas Pancasila, dimana pembinaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tersebut diberikan tahap-tahap bimbingan tentang Pemasyarakatan sebagai berikut :
dan didikan yang disesuaikan dengan a. Pengayoman, adalah perlakuan
situasi dan kondisi terpidana. Proses ini terhadap warga binaan
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

pemasyarakatan dalam rangka dalam bentuk kunjungan, hiburan ke


melindungi masyarakat dari LAPAS dari anggota masyarakat yang
kemungkinan diulanginya tindak bebas dan kesempatan berkumpul
pidana oleh warga binaan bersama sahabat dan keluarga seperti
pemasyarakatan, juga memberikan program cuti mengunjungi keluarga.
bekal hidup kepada warga binaan Disamping peraturan perundang-
pemasyarakatan agar menjadi warga undangan tersebut masih terdapat
yang berguna di dalam masyarakat. ketentuan-ketentuan yang mengatur
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan, masalah pembinaan narapidana yaitu
adalah pemberian perlakuan dan surat keputusan/surat-surat intruksi baik
pelayanan yang sama kepada warga berupa Surat Edaran dari Presiden,
binaan pemasyarakatan tanpa Menteri Kehakiman maupun dari
membeda-bedakan orang. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
c. Pendidikan dan pembimbingan adalah yaitu :
bahwa penyelenggaraan pendidikan - Keputusan Presiden Nomor 183
dan bimbingan dilaksanakan Tahun 1968 jp. Kepres Nomor 44
berdasarkan Pancasila, antara lain Tahun 1974 tentang Susunan
penanaman jiwa kekeluargaan, Direktorat Pemasyarakatan dan
ketrampilan, pendidikan, kerohanian Direktorat Bimbingan
dan kesempatan untuk menunaikan Kemasyarakatan & Pengentasan Anak
ibadah. dengan tugas menyelenggarakan
d. Penghormatan harkat dan martabat pembinaan dan bimbingan.
manusia, adalah bahwa sebagai orang - Keputusan Menteri Republik
yang tersesat warga binaan Indonesia Nomor 5 Tahun 1987
pemasyarakatan harus tetap tentang Remisi
diperlakukan sebagai manusia. - Peraturan Menteri Kehakiman
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan Republik Indonesia Nomor : M.01-
satu-satunya penderitaan, adalah PK.04.10 tanggal 15 April Tahun
warga pemasyarakatan harus berada 1989 tentang Asimilasi, Pembebasan
dalam LAPAS untuk jangka waktu Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
tertentu, sehingga negara mempunyai - Keputusan dan Menteri Kehakiman
kesempatan untuk memperbaikinya. Republik Indonesia Nomor M.03-
f. Terjaminnya hak untuk tetap PK.01.02 Tentang Cuti Mengunjungi
berhubungan dengan keluarga dan Keluarga Narapidana
orang-orang tertentu, adalah bahwa - Surat Edaran Direktorat Jenderal
walaupun warga binaan Pemasyarakatan Nomor :
pemasyarakatan berada di LAPAS, KP.10.13//3/1, tanggal 8 Februari
tetapi harus dekat dan dikenalkan 1965 tentang Pemasyarakatan dan
dengan masyarakat dan tidak boleh Direktorat Bimbingan.
diasingkan dari masyarakat, antara
lain berhubungan dengan masyarakat
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

- Kemasyarakatan dan pengentasan c. Masyarakat


anak dengan tugas penyelenggaraan Dalam sistem pembinaan
pembinaan dan bimbingan. narapidana dilakukan melalui beberapa
- Surat Edaran Direktorat Jenderal tahap pembinaan yang terdiri atas :
Pemasyarakatan Nomor : E.02- a. Tahap awal,
PK.04.06 Tahun 1990 tanggal 10 b. Tahap lanjutan,
April 1990 tentang Bimbingan c. Tahap akhir
terhadap narapidana yang Masing-masing tahap pembinaan
mendapatkan pembebasan bersyarat ini dapat diuraikan sebagai berikut:
dan cuti menjelang bebas. 1. Tahap Pertama (Maksimum
- Surat Keputusan Direktorat Jenderal Security) atau tahap awal
Pemasyarakatan Nomor : E.06- Pada tahap ini terhadap narapidana
PK.04.10 tanggal 13 Januari 1991 diberikan pengawasan dimulai sejak
tentang Petunjuk Pelaksanaan yang bersangkuan berstatus sebagai
Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan narapidana sampai dengan sepertiga
Cuti Menjelang Bebas (1/3) dari masa pidana.
- Surat Keputusan Direktorat Jenderal 2. Tahap Kedua (Medium Security)
Pemasyarakatan Nomor : E.21- atau tahap lanjutan pertama
PK.04.10 tanggal 6 Februari 1991 Pada tahap ini pembinaan dimulai
tentang Pembakuan Istilah Tim sejak berakhirnya pembinaan tahap
Pengamat Pemasyarakatan (TPP), awal sampai dengan ½ (satu per dua)
pembebasan bersyarat, cuti dari masa pidana.
menjelang bebas dan pidana 3. Tahap Ketiga (Minimum Security)
bersyarat. atau tahap lanjutan kedua
Dalam proses pembinaan narapidana Pada tahap ini pembinaan narapidana
dengan sistem pemasyarakatan, dimulai sejak berakhirnya
didalamnya terkandung tujuan : pembinaan tahap-tahap lanjutan
1. Berusaha agar narapidana dan anak pertama sampai dengan 2/3 (dua per
didik tidak melanggar hukum lagi, tiga) masa pidana yang sebenarnya,
2. Menjadikan narapidana dan anak narapidana sudah dapat
didik sebagai peserta yang aktif dan diasimilasikan keluar lembaga
produktif dalam pembangunan, pemasyarakatan tanpa pengawalan.
3. Membantu narapidana dan anak 4. Tahap Keempat (Interograsi) atau
didik kelak berbahagia di dunia dan pembinaan tahap akhir
di akhirat Pada tahap ini diberikan sejak
Berdasar tujuan pokok tersebut berakhirnya pembinaan tahap
maka unsur yang sangat berperan dalam lanjutan pertama sampai dengan
sistem pemasyarakatan adalah (Achmad berakhirnya masa pidana dari
S. Soemodiprojo,1989) : narapidana yang bersangkutan.
a. Petugas pemasyarakatan Apabila sudah menjalani masa
b. Narapidana tersebut dan paling sedikit sembilan
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

bulan seorang narapidana dapat Sebagaimana yang dikemukakan


diusulkan untuk mendapatkan Muladi, bahwa tujuan luhur dari
pembebasan bersyarat. sistem Peradilan Pidana (Criminal
Pelaksanaan pemberian pembinaan Justice System) tidak hanya bersifat
terhadap narapidana di dalam Lembaga pendek berupa resosialisasi pelaku
Pemasyarakatan dapat dilakukan dengan tindak pidana tetapi juga bersifat
cara yaitu : menengah yaitu berupa pengendalian
1. Pembinaan di dalam Lembaga kejahatan dan tujuan jangka
Pemasyarakatan (Intramural) panjangnya adalah kesejahteraan
2. Pembinaan di luar Lembaga sosial.
Pemasyarakatan (Ekstramural) Kontemplasi yang langsung
maupun tidak langsung dapat
II. Hubungan Sistem Pembinaan dirasakan mempunyai makna dan
Narapidana Dengan Tujuan dampak terhadap sistem pembinaan
Pemidanaan para pelaku tindak pidana pada
Pengertian pembinaan (treatment) umumnya adalah :
harus dibedakan dengan pengertian 1. Sering dikemukakan orang bahwa
gerakan kemanusiaan reaksi sosial berupa pidana dan
(humanitarianism) seperti pemberian pemidanaan sebagai sub sistem
makan yang lebih banyak, pelayanan peradilan pidana, diaggap tidak
kesehatan yang lebih memadai dan efektif dan bahkan dipandang
sebagainya. meningkatkan ”desosialis” anggota
Treatment merupakan upaya masyarakat.
spesifik yang direncanakan untuk 2. Apabila konsisten dengan konsepsi
melakukan modifikasi karateristik pemasyarakatan, maka sebenarnya
psikologi seseorang. Dilain pihak konsep ini harus dikembangkan
harus dibedakan pula dengan dalam satu model yang dinamakan
rehabilitasi yang nampak dalam ”model proteksi” (protection
bentuk latihan vokasional, rekreasi, model), yang menjiwai seluruh
kegiatan keagamaan, cuti bersyarat jenjang dan bagian sistem peradilan
yang hanya bersifat membantu pidana dan mencerminkan berbagai
pembinaan, sebab tidak berkaitan perlindungan terhadap kepentingan
langsung dengan persoalan terapi yang multi dimensional yakni
pelaku. Dengan kata lain treatment kepentingan negara, kepentingan
adalah beberapa kegiatan eksplisit, masyarakat maupun korban tindak
yang direncanakan untuk merubah pidana. Baik individu dalam bentuk
atau melepaskan pelaku tindak pidana pelaku tindak pidana maupun
dari kondisi yang mempengaruhinya korban tindak pidana.
sehingga melakukan tindak pidana 3. Belum adanya kesempatan tentang
(Muladi,1995-c). tujuan pemidanaan yang hendak
dicapai dalam sistem peradilan
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

pidana. Sekalipun gema yang hanya dalam konteks kerjasama


dipelopori oleh DR. Sahardjo, SH dalam program-program politik
semakin positif, namun berhubung kriminal yang bersifat non penal
landasan yuridisnya belum kuat (prevention without punishment)
maka spirit pemidanaan (the spirit yang bersifat preventif tetapi juga
of punishment) lebih banyak dalam bentuk lembaga-lembaga
dikaitkan dengan ”staf modus” penyantunan terpidana (prisoner
daripada falsafah pemidanaan yang aid society). Mereka ini bergerak di
bersifat umum. dalam membantu tugas-tugas
4. Sudah saatnya secara futurologis lembaga pemasyarakatan dalam
dan antisipatif, tujuan pemidanaan pembinaan narapidana dalam arti
yang tercatum dalam konsep luas membantu ”after care” eks
rancangan KUHP (Kitab Undang- narapidana dan sebagainya.
Undang Hukum Pidana) mulai 6. Persoalan disparitas pidana tetap
dimasyarakatkan dalam praktek menjadi ”disturbing issue”
mengingat spirit pemidanaan yang dipelbagai sistem peradilan pidana.
tercantum di dalamnya dirumuskan Hal demikian ini akan
secara hati-hati, setelah menimbulkan keresahan ”stigma”
memadukan konsepsi dedukatif tidak hanya bagi masyarakat tetapi
yang isyarat induktif. terlebih-lebih bagi yang dikenai
Tujuan pemidanaan tersebut pidana. Keberhasilan pembinaan
meliputi alternativitas berupa pelaku tindak pidana tidak dimulai
pencegahan tindak pidana, sejak dia masuk pintu gerbang
pemasyarakatan terpidana, lembaga pemasyarakatan, tetapi
penyelesaian konflik yang timbul bahkan dengan pengalamannya
akibat dilakukannya tindak pidana dan sejak diperiksa oleh polisi akan
pembebasan rasa bersalah bagi pelaku mempengaruhi keberhasilan
tindka pidana. resosialisasi.
Hal ini berkaitan erat dengan aliran- 7. Kondisi penjara yang kurang
aliran hukum pidana yang hanya memungkinkan. Sehingga perlu
berorientasi pada perbuatan adanya usaha untuk meningkatkan
(daadstrafrecht) dan hukum pidana kualitas penjara baik perangkat
yang hanya berorientasi pada pelaku lunak, perangkat keras maupun
(daderstrafrecht) harus ditinggalkan perangkat otaknya agar lebih
dan lebih memperhatikan pada kedua- profesional.
duanya (dader strafrecht). 8. Kecenderungan untuk mencegah
5. Partisipasi masyarakat dalam recedisme tampaknya merupakan
sistem peradilan pidana, khususnya ”Universal Trend”, yang mana
dalam pembinaan eks narapidana berbagai negara di dunia berlomba
merupakan faktor yang sangat untuk mengembangkan ”alternatif
penting. Partisipasi tersebut tidak of imprisonment”.
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

9. Pentingnya statistik kriminal yang (1) Pemidanaan bertujuan :


mantap dipelbagai negara. Hal ini a. Mencegah dilakukannya tindak
sangat dibutuhkan guna pidana dengan menegakan
meningkatkan daya guna strategi norma hukum demi pengayoman
penanggulangan kejahatan. masyarakat,
10. Peranan pers yang sangat b. Memasyarakatkan terpidana
penting dalam mempengaruhi opini dengan mengadakan pembinaan
masyarakat terhadap kejahatan dan sehingga menjadi orang yang
pidana. baik dan berguna,
Karena kurangnya perhatian dan c. Menyelesaikan konflik yang
kelalaian terhadap hal-hal tersebut di ditimbulkan oleh tindak pidana,
atas dapat dimungkinkan peradilan memulihkan keseimbangan dan
pidana itu sendiri bersifat kriminogen mendatangkan rasa damai dalam
atau menjadikan tidak efektif. masyarakat, dan
Sebagaimana pembinaan yang d. Membebaskan rasa bersalah
diberikan kepada narapidana oleh pada terpidana.
pihak lembaga pemasyarakatan, telah (2) Pemidanaan tidak imaksudkan
memberikan kesempatan kepada untuk menderitakan dan
narapidana untuk dapat merendahkan martabat manusia.
memperbolehkan dirinya bahwa ia Pasal ini memuat tujuan ganda yang
dapat bertingkah laku baik dan jujur di hendak dicapai melalui tujuan
dalam pergaulan masyarakat bebas pemidanaan. Dalam tujuan pertama
sesuai dengan peraturan lembaga jelas tersimpul pandangan
pemasyarakatan. perlindungan masyarakat. Dan tujuan
Pemidanaan terhadap pelaku tindak kedua mengandung maksud bukan
pidana merupakan suatu proses saja untuk merehabilitasi, tetapi juga
dinamis yang meliputi penilaian meresosialisasi terpidana dan
secara terus menerus dan seksama mengintegrasikan yang bersangkutan
terhadap sasaran yang hendak dicapai ke dalam masyarakat.
dan konsekwensi-konsekwensi yang Pada hakekatnya konsepsi teori-
dapat dipilih dari keputusan tertentu teori pemidanaan pada umumnya
terhadap hal-hal tertentu pada suatu dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompk
saat. Oleh karena itu, sangatlah teori, yaitu :
penting suatu tujuan pemidanaan 1. Teori Absolut atau Teori
sebagai pedoman dalam pemberian Pembalasan
dan penjatuhan pidana, maka dalam (Retributive/Vergeldings
usul rancangan KUHP (Kitab Undang- Theorieem)
Undang Hukum Pidana) yang Menurut teori ini pidana dijatuhkan
selanjutnya disebut dengan KONSEP semata-mata karena orang telah
dalam Bab III Bagian Kesatu Pasal 50 melakukan suatu kejahatan atau
dirumuskan sebagai berikut : tindak pidana (Quai Peccatum est).
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

Pidana sebagai akibat mutlak yang retributivist) yang berpendapat


harus ada sebagai suatu bahwa pidana harus
pembalasan kepada orang yang cocok/sepadan dengan
telah melakukan kejahatan. Jadi kesalahan, hanya saja tidak
dasar pembenaran pada pidana boleh melebihi batas yang
terletak pada ada atau tidak cocok/sepadan dengan
terjadinya kejahatan itu sendiri. kesalahan terdakwa.
Salah seorang tokoh penganut teori b. Penganut teori retributive yang
absout yang terkenal adalah Hegel, distributive (retribution in
yang berpendapat bahwa pidana distribution), disingkat dengan
merupakan keharusan logis sebagai teori retributive yang
suatu konsekwensi dari adanya berpendapat pidana janganlah
kejahatan. Karena kejahatan adalah dikenakan kepada orang yang
pengingkaran terhadap ketertiban tidak bersalah, tetapi pidana juga
hukum negara yang merupakan tidak harus cocok sepadan dan
perwujudan dari cita susila. Karena dibatasi oleh kesalahan.
itu pidana merupakan ”negation c. Prinsip tiada pidana tanpa
der nagation” (peniadaan atau kesalahan dihormati, tetapi
pengingkaran terhadap dimungkinkan adanya
pengingkaran). pengecualian misalnya dalam
Teori Hegel ini dikenal dengan hal “stric liability”. (Muladi dan
”Quasi Mathematic”, yaitu : Barda Nawawi Arief, 1984)
a. Wrong being (crime) is the Sedangkan John Kaplan membedakan
negation of righ, and retributive (retribution) dalam 2 (dua)
b. Punishment is the negation of teori, yaitu :
that negation. (Muladi dan - Teori Pembalasan (the revenge
Barda Nawawi Arief, 1984) theory), dan
Menurut Nigel Walker, para - Teori Penebusan Dosa (the expiation
penganut teori retributive ini dapat theory)
pula dibagi dalam beberapa golongan, Menurut Kaplan kedua teori ini
yaitu : sebenarnya tidak berbeda, tergantung
1. Penganut retributive yang murni pada cara orang berfikir pada waktu
(the pure retributivist) yang penjatuhan pidana yaitu apakah pidana
berpendapat bahwa pidana harus itu dijatuhkan karena kita “menghutang
cocok atau sepadam dengan sesuatu kepadanya” atau “ia berhutang
kesalahan pelaku, sesuatu kepada kita”.
2. Penganut retributive tidak murni Pembalasan mengandung arti
(dengan modifikasi) yang dapat bahwa hutang si penjahat “telah
dibagi dalam : dibayarkan kembali” (the criminal is
a. Penganut retributive yang paid back) sedangkan penebusan
terbatas (the limiting mengandung arti bahwa si penjahat
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

“membayar kembali hutangnya” (the tujuan lain, misalnya untuk


criminal pays back). (Muladi dan Barda kesejahteraan masyarakat,
Nawawi Arief, 1984) c. Kesalahan merupakan satu-
2. Teori Tujuan / Relatif satunya syarat untuk adanya
Para penganut teori ini pidana,
memandang bahwa pidana sebagai d. Pidana harus disesuaikan dengan
suatu yang dapat dipergunakan untuk kesalahan si pelanggar,
mencapai suatu kemanfaatan. e. Pidana melihat ke belakang, ia
Menurut teori ini memidana bukanlah merupakan pencelaan yang murni
untuk memuaskan tuntutan absolut dari dan tujuannya tidak untuk
keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak memperbaiki, mendidik dan
mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai mensyaratkan kembali si
sarana untuk melindungi kepentingan pelanggar (Muladi dan Barda
masyarakat. Pidana bukanlah untuk Nawawi Arief, 1984).
sekedar melakukan pembalasan dan 2. Teori Tujuan
pengimbalan kepada orang yang telah a. Tujuan pidana adalah
melakukan tindak pidana, tetapi pencegahan (prevention),
mempunyai tujuan tertentu yang b. Pencegahan bukan tujuan akhir
bermanfaat sehingga dasar pembenaran tetapi hanya sebagai sarana
dari teori ini adalah terletak pada untuk mencapai tujuan yang
tujuannya. lebih tinggi yaitu kesejahteraan
Oleh karena itu menurut J. Andenaes masyarakat,
teori ini dapat disebut sebagai teori c. Hanya pelanggaran-
perlindungan masyarakat (the theory of pelanggaran hukum yang dapat
social defence). Menurut Nigel Walker dipersalahkan kepada si pelaku
teori ini lebih tepat disebut teori atau saja (misalnya karena sengaja
aliran reduktif (the reductive point of atau culpa) yang memenuhi
view) karena dasar pembenaran pidana syarat untuk adanya pidana,
teori ini adalah untuk mengurangi d. Pidana harus di tetapkan
frekuensi kejahatan. berdasarkan tujuan sebagai alat
Perbedaan ciri-ciri pokok atau untuk mencegah kejahatan;
karateristik antara teori pembalasan dan e. Pidana melihat ke muka
teori tujuan dilakukan secara terperinci (bersifat prospektif) pidana
oleh Karl O. Christiansen sebagai berikut : dapat mengandung unsur
1. Teori Pembalasan pencelaan, tetapi unsur
a. Tujuan pidana adalah semata- pencelaan atau unsur
mata untuk pembalasan, pembalasan tidak dapat
b. Pembalasan adalah tujuan utama diterima apabila tidak
dan di dalamnya tidak membantu pencegahan
mengandung sarana-sarana untuk kejahatan untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat.
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

(Muladi dan Barda Nawawi pandang lebih sukses. Selain itu


Arief, 1984). pembinaan narapidana dalam institusi
3. Teori Gabungan / Verenigings Theories terbuka juga lebih efektif dari pada
Penulis pertama yang dalam institusi tertutup.
mengajukan teori gabungan adalah II. Saran
Pellegrino Rossi (1987-1848). 1. Perlu penyuluhan kepada
Sekalipun ia tetap akan menganggap masyarakat umum tentang masalah
bahwa pembalasan sebagai asas dari pidana penjara dengan sistem
pidana dan beratnya pidana tidak pemasyarakatan agar masyarakat
boleh melampaui suatu batas yang mendapat pengertian yang jelas dan
adil. Namun ia berpendirian bahwa dapat mendorong keinginan
pidana mempunyai pelbagai masyarakat untuk lebih
pengaruh antara lain perbaikan yang berpartisipasi secara aktif dan
rusak dalam masyarakat dan positif dalam membantu
prevensi umum. keberhasilan pembinaan terhadap
narapidana-anak didik
PENUTUP pemasyarakatan.
I. Kesimpulan 2. Dalam memberikan pembinaan
Pidana penjara adalah pidana terhadap narapidana, perlu peran
pencabutan kemerdekaan, yang yang lebih aktif dari petugas
dilakukan dengan menutup terpidana pembina pemasyarakatan, dengan
dalam sebuah penjara dengan melakukan suatu pendekatan secara
mewajibkan orang tersebut untuk terpadu sehingga keberhasilan
mentaati semua peraturan tata tertib pembinaan dapat tercapai.
yang berlaku dalam penjara. Di Negara 3. Perlu memberikan pengetahuan
Indonesia penjara masih menjadi kepada narapidana tentang manfaat
pilihan utama (favorit) hakim pembinaan pemasyarakatan yang
Indonesia, dalam menjatuhkan pidana intinya untuk kepentingan
meski terdapat beberapa hal kelemahan terpidana saat nanti selepas
terhadap jenis pemidanaan tersebut. menjalani masa pidananya.
Karena itu, pidana penjara semakin Sehingga yang bersangkutan
mendapat banyak sorotan tajam dan diharapkan tidak kembali lagi ke
paling kurang efektif. Efektifitas pidana Lembaga Pemasyarakatan dalam
penjara yang rendah terjadi pada semua suatu perkara yang sama/berbeda
umur narapidana baik dalam bentuk (residivis)
pidana jangka panjang (seumur hidup)
atau pidana jangka pendek (3 bulan
sampai dengan 1 tahun) sehingga DAFTAR PUSTAKA
diperlukan jenis pidana yang lebih
efektif sebagai alternatif pengganti, Barda Nawawi Arief, Penetapan Pidana
misalnya : pidana denda yang di Penjara Dalam Perundang-
Serat Acitya – Jurnal Ilmiah
UNTAG Semarang

undangan Dalam Rangka Usaha Undang Hukum Pidana di


Penanggulangan Kejahatan, Indonesia, Makalah FH. UNDIP,
Desertasi, UNPAD Bandung, Semarang.
1986. Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga
, Bunga Rampai Rampai Hukum Pidana, Alumni,
Kebijakan Hukum Pidana, Citra Bandung, 1992.
Aditya Bakti, Bandung, 1996. R. Achmad S. Soemodiprojo, Sistem
Bambang Purnomo, Pelaksanaan Pidana Pemasyarakatan di Indonesia,
Penjara Dengan Sistem Bina Cipta, Bandung, 1989.
Pemasyarakatan, Liberty, Romli Admasasmita, Dari Kepenjaraan,
Yogyakarta, 1985. Kepembinaan Narapidana,
Departemen Kehakiman Republik Alumni, Bandung, 1975.
Indonesia, Pola Pembinaan Peraturan Perundang-undangan :
Narapidana, Jakarta, 1990. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
HC. Harsono, Sistem Baru Pembinaan (KUHP), Bina Aksara, Jakarta,
Narapidana, Djambatan, Jakarta, 1985.
1995. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Tentang Kitab Undang-Undang
Alumni, Bandung, 1995-b. Hukum Acara Pidana (KUHAP),
, Kapita Selekta Sistem Peradilan Karya Anda, Surabaya.
Pidana, BP UNDIP, Semarang, Undang-Undang Republik Indonesia
1995. Nomor 12 Tahun 1995 tentang
, Pencegahan dan Pembinaan Pemasyarakatan, Sinar Grafika,
Recidivis dan Prespektif Sistem Jakarta, 2000.
Peradilan Pidana, UNDIP, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
Semarang, 1995-c. 1999 tentang Pembinaan dan
, Pembinaan Narapidana Dalam Pembimbingan Warga Binaan
Kerangka Rancangan Undang- Pemasyarakatan

Anda mungkin juga menyukai