PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. PERMASALAHAN
1. Apa hukuman yang tepat bagi pelanggar hukum ?
2. Apakah sanksi penjara sudah cukup untuk memberikan rasa penyesalan ?
3. Apakah Evektivitas pemasyarakatan sudah tercapai ?
BAB II
PEMBAHASAN
2
Abidin Zainal Farid, 1995. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 10
a) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c) mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e) menyampaikan keluhan
f) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang
g) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h) menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya
i) mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
3
Bachtiar Agus Salim, 2003, Tujuan Pidana Penjara Sejak Reglemen 1917 Hingga Lahirnya
Sistem Pemasyarakatan di Indonesia Dewasa ini, Medan: Pustaka hal 30
4
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, hlm. 246.
bangunan peninggalan Hindia Belanda, untuk dalam berinteraksi dengan penghuni
lain sangat dekat sehingga tidak menutup kemungkinan berkumpulnya pelanggar
hukum dengan berbagai karakteristik masa pidana yang harus dijalani dan sangat
memungkinkan mereka saling bertukar pengalaman mengenai cara-cara melakukan
kejahatan yang lebih canggih.
Memahami teori tersebut, maka tepat kalau LAPAS potensial dan strategis
sebagai tempat berinteraksi antara Narapidana berpengalaman dengan Narapidana
pemula. Hal ini dimungkinkan pada saat berlangsung suatu acara maupun kegiatan
pembinaan. Oleh karena itu, semakin lama berada di penjara semakin mungkin
seseorang itu menjadi terpenjara. Hal ini sangat relevan sebagaimana dikemukakan
oleh Muladi (1998:56), bahwa “pertama, sub Kultur penjahat yaitu apabila
Narapidana mengikuti kehidupan yang ada di penjara. Kedua, sub Kultur pencuri
yaitu apabila Narapidana menghayati Kultur jahat dari luar. Dan ketiga, sub Kultur
yang benar yaitu apabila Narapidana mengikuti Norma yang benar.”
5
Petrus Irwan Panjaitan dan Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana, CV Indhill Co, Jakarta,
2007, hlm. 5.
daerah dekat dengan lembaga permasyarakatan dan dapat berakibat pada kondisi
insecure yang akan dialami oleh masyarakat.
Masalah yang ada di dalam lapas juga tidak lepas hanya berada pada
pelayanan dalam Lapas terhadap para tahanan dan juga narapidana, hal ini
dikarenakan pelayanan dari pihak Lapas menjadi penting bagi memenuhi kebutuhan
primer tahanan. Contohnya adalah kualitas makanan yang baik, sanitasi yang bersih,
lingkungan yang memberikan kesempatan bagi pelaku kriminal mengalami
rehabilitasi dan keahlian yang dapat digunakan suatu ketika mereka telah bebas dari
penjara.
Seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2006 dimana jumlah
penjara meningkat drastis dibanding dengan angka kejahatan yang menurun yang
merupakan efek dari reformasi sentencing dari tahun ke tahun yang terjadi. Dari
perspektif ahli ekonomi dimana tuntutan penjara yang lebih lama dapat memberikan
efek jera yang lebih besar dikarenakan waktu yang harus dibayar oleh pelaku
kriminal dalam menjalani hukuman.
Setelah melihat masalah yang terjadi di dalam penjara dan bagaimana hal
tersebut mempengaruhi para tahanan dan juga narapidana yang tinggal di dalam sel
jerujinya dalam sub-bab selanjutnya mengenai efektivitas hukuman penjara.
Efektivitas disini tidak hanya dilihat berdasarkan oleh biaya semata namun
efektivitasnya dari segi sosial dan apakah penjara mampu memperbaiki human being
yang sudah divonis rusak oleh pengadilan atau masyarakat,
Berlanjut dari peryataan kalimat akhir subbab 3.1 mengenai efek gentar dari
pemenjaraan yang diberlakukan bagi para pelaku kriminal dan juga bagaimana
penjara dapat menjauhkan mereka yang sudah pernah mendiami penjara untuk tidak
kembali masuk ke dalam balik jeruji sel.
Namun hal ini dapat dipatahkan dimana dikenal istilah residivis yaitu mereka
yang sudah terbiasa keluar masuk penjara dan memberikan mereka sebagai pelaku
kejahatan atau bisa dikenal dengan istilah karir kriminal.
Situasi seperti ini menyebabkan muncul pertanyaan apakah penjara cukup
efektif dalam memberikan pengembalian sesorang untuk tidak berbuat jahat ataupun
cukup untuk mengajak pelaku kriminal untuk tidak melakukan tindakan yang sama di
kemudian hari.
Dari sinilah dapat terjadi pertukaran informasi dan pembelajaran dari seorang
pelaku kriminal terhadap pelaku kriminal lainnya yang memberikan kesempatan
seorang untuk naik kelas dalam perbuatan melanggar hukum. Kehidupan dalam
penjara ini akan memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan
perilaku-perilakunya untuk memainkan peran yang telah disusun seperti drama.
Sering dijumpai para tahanan yang setelah masuk ke dalam lapas akan menjadi lebih
soleh dan lebih dekat kepada Tuhan untuk memberikan impresi sendiri sebagai
bentuk usaha mencapai kepentingannya.
Permasalahan yang tadi telah dibahas perlu dilihat lebih spesifik dimana untuk
menemukan apa akar dari masalah yang tercipta seperti pembakaran lapas, kapasitas
lapas yang melebihi batas tampung dan praktek suap yang terjadi dalam lembaga
permasyarakatan.
Dalam hal efektivitas dari penjara untuk memberikan satu jalan bagi pelaku
kriminal untuk kembali ke jalan yang benat dengan tidak melakukan hal-hal
melanggat aturan yang menimbulkan korban perlu dikaji lebih lanjut. Dimana hal ini
bisa jadi adalah sebab mengapa kapasitas lembaga permasyarakatan melebihi
kapasitas yang telah dibuat sebelumnya. Menambah bangunan penjara untuk
mengatasi hal ini bukan berarti akan memastikan seseorang yang akan masuk penjara
akibat perbuatannya berkurang.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih focus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar Agus Salim, 2003, Tujuan Pidana Penjara Sejak Reglemen 1917
Hingga Lahirnya Sistem Pemasyarakatan di Indonesia Dewasa ini, Medan: Pustaka.
Petrus Irwan Panjaitan dan Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana, CV
Indhill Co, Jakarta, 2007, hlm. 5.
OLEH :
TAHUN 2018