Anda di halaman 1dari 4

POLICY BRIEF /MARET 2023

MANFAAT PELAKSANAAN TUGAS WALI PEMASYARAKATAN DALAM


PELAKSANAAN ADMISI ORIENTASI BAGI WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN
JOHANES ALFREDO PURBA
STB. 3969

RINGKASAN EKSEKUTIF
PENDAHULUAN
Tata cara pemilihan petugas untuk
menjadi wali bagi Keluarga Saat ini, hukuman karena melanggar hukum diupayakan
Pemasyarakatan di Lapas
merupakan kebijakan yang telah tidak hanya untuk memberikan efek jera atau tindakan menyakitkan
disusun oleh Kepala Lapas. atau balas dendam, tetapi juga untuk mendidik pelaku tentang
Tanggung jawab Penjaga Bantuan kesalahannya dan mempersiapkan mereka untuk bergabung
Pemasyarakatan termasuk
bertindak sebagai sumber bagi kembali dengan masyarakat, diterima oleh masyarakat, dan
Warga Bantuan Pemasyarakatan berkontribusi pada masyarakat. Secara umum, ada dua jenis teori
sejak mereka masuk penjara pemidanaan, dan jenis teori lain dibuat ketika keduanya
sampai mereka siap untuk
dibebaskan atau telah digabungkan. Adapun tiga teori pemidanaan yang dijadikan alasan
menyelesaikan masa hukumannya. pembenar penjatuhan pidana: 1. Teori absolut atau teori
Wali Pemasyarakatan juga melacak pembalasan (vergeldings theorien), 2. Teori relatif atau teori tujuan
bagaimana perkembangan
pembinaan, perbaikan perilaku yang (doeltheorien), 3. Teori gabungan (verenigingstheorien).
baik, dan seberapa baik Keluarga
Pemasyarakatan berperilaku baik
saat menerima pembinaan di dalam
penjara.
Tujuan dari sistem pemasyarakatan, yang terdiri dari
sejumlah tindakan hukuman, adalah membantu narapidana belajar
dari kesalahan mereka, menjadi lebih baik, dan berhenti melakukan
kejahatan sehingga mereka dapat bergabung kembali dengan
masyarakat. Hukuman dengan demikian harus memasukkan faktor
kemanusiaan atau menjunjung tinggi hak asasi manusia (Mosgan
Situmorang, 2016). Narapidana kini dibina di sebuah fasilitas di
Indonesia bernama Lapas. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2022 disebutkan bahwa Lapas atau disingkat Lapas adalah tempat
proses pembinaan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Hal ini memberikan landasan hukum bagi berdirinya Lembaga
Pemasyarakatan di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2022, Lembaga Pemasyarakatan memiliki sistem yang dalam
pelaksanaannya dikenal dengan “sistem pemasyarakatan”. Sistem
ini merupakan pengaturan mengenai arah, batasan, dan cara
mendorong Narapidana untuk menyadari kesalahannya dan dapat
kembali ke masyarakat dan berguna atau berperan dalam
penyelamatan kehidupan masyarakat. Sistem pemasyarakatan saat
ini merupakan metode pembinaan pelaku kejahatan berdasarkan
Pancasila, falsafah bangsa Indonesia, yang memandang pelaku
kejahatan baik sebagai individu maupun merangkap sebagai
anggota masyarakat yang dapat dipulihkan dan dikembangkan
secara psikis dan fisik melalui pembinaan yang baik secara
langsung maupun tidak langsung melibatkan pelaku kejahatan
menjalin hubungan baru dengan masyarakat di luar penjara. Ada
beberapa makalah dan majalah tentang pertumbuhan narapidana,
antara lain:
1. Pelaksanaan Pembinaan Narapidana diwajibkan untuk mengikuti program tahap pertama yang disebut
Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA A orientasi penerimaan, yang sering disebut sebagai waktu observasi,
Wirogunan (Studi Kasus Mary Jane) oleh studi, dan pengenalan lingkungan atau disingkat mapenaling.
Veronica Novaliana Saraswati Dewi (Dewi, Penjaga Pemasyarakatan melakukan orientasi pada saat melakukan
2016) observasi terhadap narapidana yang sedang menjalani rawat inap.
berdasarkan M01.PK.04.10 Kementerian Hukum dan Hak Asasi
2. Optimalisasi Pelaksanaan Tugas Dan
Manusia Republik Indonesia. Petugas pemasyarakatan yang
Fungsi Lapas Terbuka Dalam Proses
membantu narapidana dan siswa pemasyarakatan selama
Asimilasi Narapidana Oleh Haryno
menerima pelatihan di lembaga pemasyarakatan disebut sebagai
(Haryono, 2018)
"Wali Pemasyarakatan" berdasarkan peraturan tahun 2007. Salah
Warga Binaan Pemasyarakatan adalah satu pendekatan untuk memaksimalkan penerapan pembinaan
individu-individu yang berada di dalam narapidana dan pemasyarakatan di lingkungan Lapas adalah
lembaga pemasyarakatan dan sedang dengan pengangkatan Wali Pemasyarakatan. Pertimbangan ini
menyelesaikan masa pidananya di sana. kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Permenkumham
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Nomor: M.02.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Wali Pemasyarakatan
yang menyatakan bahwa “Narapidana dan dijabarkan lebih lanjut dalam petunjuk teknis pelaksanaan tugas
adalah Narapidana, Pelajar perwalian narapidana dan anak didik pemasyarakatan (Surat
Pemasyarakatan, dan Pelanggan Edaran Dirjen PAS Nomor: E.PK.04.10-90 Tanggal 12 Juli 2007),
Pemasyarakatan” merupakan landasan dijelaskan bahwa optimalisasi pelaksanaan pembinaan terhadap
hukum bagi narapidana Pemasyarakatan. narapidana dan anak didik pemasyarakatan dalam proses
Terpidana adalah mereka yang sedang pembinaan serta berinteraksi dengan petugas, sesama penghuni,
menjalani hukuman di LAPAS karena dengan keluarga maupun anggota masyarakat.
tindak pidana penyerahan
kemerdekaannya. Dalam sistem peradilan
pidana di Indonesia saat ini, Lapas adalah
satu-satunya lembaga yang berwenang
sebagai tempat menjalakan putusan hakim
berupa pidana penjara. Istilah pidana
penjara memiliki persepsi ganda yakni
sebagai salah satu jenis sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP
dan sebagai tempat menjalani hukuman
bagi terpidana (Aryana, 2015).
Pelaksanaan pembinaan narapidana di
dalam Lembaga Pemasyarakatan
dilakukan secara bertahap dimulai dari
diterimanya narapidana baru ke dalam
Lapas hingga masa pembebasannya
menjadi anggota masyarakat seutuhnya,
termasuk pelaksanaan program-program
pembinaan yang harus dijalankan selama
masa pidana. Menurut pasal 7 ayat 3 PP
Nomor 31 Tahun 1999, ada tiga tahapan
proses pembinaan terhadap narapidana
yaitu tahap pengantar, tahap lanjutan, dan
tahap penutup. Setiap narapidana yang
baru menjalani masa hukumannya
program penerimaan orientasi. Menurut kajian
DESKRIPSI MASALAH penulis, ruang mapenaling yang seharusnya hanya
menampung 50 orang, namun saat ini terisi oleh 205
Berdasarkan rangkuman di atas, setiap orang, sehingga hal ini juga menjadi salah satu unsur
narapidana yang menjalani masa orientasi masuk yang mempersulit pelaksanaan program orientasi
mendapat pembinaan secara one on one dari Wali penerimaan narapidana.
Pemasyarakatan. Untuk mengetahui pertumbuhan
narapidana dalam hal penempatan dan program
pembinaan apa yang tepat diterapkan bagi
narapidana yang sedang menjalani masa orientasi
penerimaan, maka tugas Wali Pemasyarakatan
dinilai sangat signifikan.
Ketika para peneliti melihat ke dalam fungsi wali
pemasyarakatan, mereka menemukan berbagai
detail tentang bagaimana mereka menjalankan
program penerimaan orientasi untuk narapidana,
termasuk:
a. Faktor petugas pemasyarakatan yang
ditunjuk menjadi Wali Pemasyarakatan.
Penjaga penjara yang khas tidak memahami tugas,
tanggung jawab, dan kewajiban yang harus
dipenuhi dalam menjalankan posisinya sebagai
penjaga pemasyarakatan. Bahkan mereka tidak
mengetahui aturan dasar yang menjadi pedoman
bagi mereka sebagai wali pemasyarakatan,
padahal Permenkumham Nomor: M.01.PK.04.10-
90 sudah ada sejak tahun 2007. Selain itu,
program pembinaan tidak berfungsi secara efisien
karena berbagai tanggung jawab yang harus
dipenuhi oleh para wali pemasyarakatan di
samping keterbatasan waktu yang harus dilakukan
oleh masing-masing wali.
b. Faktor Narapidana yang menjalani
program Admisi Orientasi.
Karena para pelanggar yang mengikuti program
tersebut tidak sepenuhnya memahami tujuannya,
maka pelaksanaan program penerimaan orientasi
tidak berjalan mulus. Tentunya hal ini berdampak
signifikan terhadap bagaimana bimbingan
dilaksanakan dalam kegiatan penerimaan orientasi.
c. Faktor Sarana dan prasarana tempat
pelaksanaan program Admisi Orientasi.

Kapasitas ruang Mapenaling yang digunakan


sebagai pusat pelatihan tidak sebanding dengan
jumlah penghuni dan kapasitas ruangan saat ini,
yang menjadi kendala lain dalam pelaksanaan
REKOMENDASI
Penulis menawarkan beberapa rekomendasi
berdasarkan temuan studi tentang peran wali
pemasyarakatan dalam melaksanakan program
masuk orientasi, antara lain:
 Pembelian buklet saku untuk wali
pemasyarakatan untuk digunakan sebagai
petunjuk untuk melakukan tugasnya.
Permenkumham RI No. M.01 PK.04.10 Tahun
2007 merupakan pedoman pelaksanaan tugas,
kewajiban, dan tanggung jawab wali
pemasyarakatan. Namun demikian, Kepala Staf
Pemasyarakatan harus secara rutin
memberikan pengarahan kepada seluruh Wali
Pemasyarakatan minimal sebulan sekali
sebagai pengingat secara lisan.
 Untuk meningkatkan kompetensi dan
kemampuan para wali pemasyarakatan dalam
melaksanakan tugasnya, perlu diadakan
pendidikan dan pelatihan formal bagi mereka.
 Wali Pemasyarakatan yang mampu
menjalankan tanggung jawabnya sebagai Wali
Pemasyarakatan harus ditambah dari sekian
banyak Wali Pemasyarakatan yang ada.
 Untuk menjamin kelancaran kegiatan program
masuk orientasi, diperlukan ruang mapenaling
kedua.

DAFTAR PUSTAKA
REFERENCES
Aryana, I. W. P. S. (2015). Efektivitas Pidana Penjara Dalam Membina Narapidana. Jurnal Ilmu Hukum, 11(21), 39–44.
Dewi, V. N. S. (2016). Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA A Wirogunan(Studi Kasus Mary Jane).
Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA A Wirogunan(Studi Kasus Mary Jane).
https://doi.org/10.1088/1751- 8113/44/8/085201
Ditjenpas. (2020). Sistem Database Pemasyarakatan.
Fajriando, H. (2019). Evaluasi Pelaksanaan Community-Based Corrections di Lapas Terbuka Kelas III Rumbai. Jurnal Ilmiah Kebijakan
Hukum, 13(3), 323. https://doi.org/10.30641/kebijakan. 2019.v13.323-338
Hadikusuma, H. (1995). Metode Pembuatan Skripsi Ilmu Hukum. Bandar Maju.
Haryono, H. (2018). Optimalisasi Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Lapas Terbuka dalam Proses Asimilasi Narapidana. Jurnal Ilmiah Kebijakan
Hukum, 12(3), 295. https://doi.org/10.30641/kebijakan. 2018.v12.295-311
Kementerian Hukum dan Ham. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan. 1–22.
Moleong, L. J. (2000). Metodologi Remaja Rosdakarya.
Mosgan Situmorang. (2016). Aspek Hukum Pemberian Remisi Kepada Narapidana Korupsi. Jurnal Penelitian Hukum, 16(740), 375– 394.
Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. PT Citra Adytia Bakti.
Mulyono, G. P., & Arief, B. N. (2016). Upaya Mengurangi Kepadatan Narapidana Dalam Lembaga Pemasyarakatan Di Indonesia. Law
Reform, 12(1), 1. https://doi.org/10.14710/lr.v12i1.15 838
Priyatna, D. (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. PT Refika Aditama.
Priyatno, D. (2013). Sistem Pelaksaan Pidana Penjara di Indonesia. Refika Aditama.
Victorio H.Situmorang. (2019). Lembaga pemasyrakatan sebagai bagian dari penegakan hukum (Correctional Institution as Part of Law
Enforcement). Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 13(1), 85–98.
Yopi Gunawan and Kristian. (2015). Perkembangan Konsep Negara Hukum Dan Negara Hukum Pancasila (Cetakan I). Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai