Anda di halaman 1dari 17

Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

KEBIJAKAN PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP NARAPIDANA RISIKO


TINGGI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (STUDI KASUS DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLS III GN. SINDUR)
(Vip Treatment Policy of High-Risk Convict at Correctional Institutions (Case
Studi in Correctional Institution of Kls III Gn. Sindur))
Haryono
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.
Jl. Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan Jakarta Selatan yonkas904@gmail.com

Tulisan Diterima: 18 Agustus 2017; Direvisi: 13 Oktober 2017;


Disetujui Diterbitkan: 19 Oktober 2017

Abstrak
Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum di penjara.
Oleh karena itu diperlukan satu sistem yang jelas mengenai perlakuan terhadap narapidana.
Meningkatnya kategori dan jumlah narapidana risiko tinggi disikapi oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dengan menetapkan kebijakan perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi di
lembaga pemasyarakatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan
khusus terhadap narapidana risiko tinggi serta implementasi kebijakan perlakuan khusus terhadap
narapidana risiko tinggi di lembaga pemasyarakatan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data penelitian ini dengan pengamatan dan
focus group discussion. Model perlakuan khusus kepada narapidana tertentu merupakan salah satu
syarat untuk mencapai efektifitas pelaksanaan pembinaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
diperoleh hasil bahwa Perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi di Lapas Klas III Gn. Sindur
belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-58.
OT.03.01 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Perlakuan Narapidana Risiko Tinggi. Hal ini disebabkan
karena masih ada kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan pedoman perlakuan terhadap
narapidana risiko tinggi dari sisi sosialisasi peraturan, sumber daya manusia serta sarana dan
prasarana.
Kata Kunci: Kebijakan Pemasyarakatan, Perlakuan Khusus, Narapidana Risiko Tinggi

Abstract
The state obliges to rehabilitate one`s life better than in jail and can live a normal life in the community.
Therefore, it is necessary to build a treatment system to convicts. Category and number of high-risk
prisoners become higher are responded by Directorate General of Correctional by determining the
policy of treatment to them. This research aims to find out the VIP treatment to high-risk inmates
and its implementation at correctional institutions. This research is descriptive with a qualitative
approach. Collecting data by observation and focus group discussion. Model of VIP treatment to
certain convicts is one condition to get the effectiveness of education in correctional. The result of
this research shows that the treatment of high-risk inmates at the correctional institution Clas III of
Gunung Sindur has not been implemented, yet, in accordance with the Regulation of the Director
General of Corrections Number PAS-58.OT.03.01 the Year 2010 on Procedures for the Treatment of
High-Risk inmates. This fact caused by obstacles such as the lack of regulation socialization, human
resources and infrastructure and facilities.
Keywords: Policy of Correctional, VIP Treatment, High-risk Convicts

231
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

PENDAHULUAN tengah masyarakat sebagai orang yang baik


dan berguna (resosialisasi terpidana).3
Latar Belakang Upaya pembinaan atau bimbingan
Sistem pemasyarakatan diselenggara- yang menjadi inti dari kegiatan sistem
kan dalam rangka membentuk Warga Binaan pemasyarakatan, merupakan suatu sarana
Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi perlakuan cara baru terhadap narapidana
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, untuk mendukung pola upaya baru
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi pelaksanaan pidana penjara agar mencapai
tindak pidana sehingga dapat diterima keberhasilan peranan negara mengeluarkan
oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif narapidana untuk kembali menjadi anggota
berperan dalam pembangunan, dapat hidup masyarakat. Perlakuan cara baru terhadap
secara wajar sebagai warga negara yang narapidana dalam pemasyarakatan me-
baik dan bertanggung jawab.1 Sistem ini libatkan peran serta masyarakat, hal ini
dilakukan untuk membentuk WBP agar dapat disebabkan timbulnya salah satu doktrin
berintegrasi secara sehat dengan masyarakat bahwa narapidana tidak dapat diasingkan
melalui pembinaan dan pembimbingan di hidupnya dari masyarakat.4
dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Pembinaan terhadap narapidana
Lembaga pemasyarakatan merupakan dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu
salah satu unit pelaksana teknis di bawah tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir.5
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Pembinaan tahap awal bagi narapidana
yang berfungsi sebagai tempat untuk dimulai sejak yang bersangkutan berstatus
melaksanakan pembinaan Narapidana sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu
dan Anak Didik Pemasyarakatan.2 Selain pertiga) dari masa pidana. Pembinaan tahap
sebagai tempat bagi orang yang dijatuhi lanjutan dibagi dalam 2 (dua) periode yaitu 1)
pidana kehilangan kemerdekaan, Lapas juga Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya
sebagai tempat pembinaan narapidana agar pembinaan tahap awal sampai dengan (satu
mereka setelah selesai menjalankan pidana perdua) dari masa pidana; 2) Tahap lanjutan
mempunyai kemampuan untuk berintegrasi kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap
dan menyesuaikan diri dengan kehidupan lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua
masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. pertiga) dari masa pidana. Pembinaan tahap
Pidana penjara dalam sistem akhir dilaksanakan sejak berakhirnya tahap
pemasyarakatan dilaksanakan dengan tetap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa
menjunjung tinggi harkat dan martabatnya pidana dari narapidana yang bersangkutan.
sebagai manusia. Perlakuan itu dimaksudkan Pengalihan tahapan pembinaan dilakukan
untuk tetap memposisikan narapidana tidak melalui sidang tim pengamat pemasyarakatan
hanya sekedar objek, tetapi juga subjek di dengan memperhatikan hasil penelitian
dalam proses pembinaan dengan sasaran kemasyarakatan (litmas).
akhir mengembalikan narapidana ke tengah-

1. Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 2


2. Ibid, Pasal 1 (3)
3. Suwarto, 2009. Pengembangan Ide Indiividualisasi Pemidanaan dalam Pembinaan Narapidana Wanita, Pidato
pengukuhan guru besar tetap FH USU, Medan. Lihat juga Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal. 38.
4. Bambang Poernomo, 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan. Yogyakarta: Liberty
5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

232
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

Dari hasil penelitian kemasyarakatan bisa mengganggu sistem pembinaan


tersebut, maka dapat diklasifikasikan model pemasyarakatan, oleh karena itu Kementerian
pembinaan dan penempatan narapidana Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal
berdasarkan kebutuhan dan risikonya. Pemasyarakatan berencana membangun
Dengan demikian maka model perlakuan sebuah Lapas yang nantinya difungsikan
khusus kepada narapidana tertentu sebagai lapas super maximum security (SMS).
merupakan salah satu syarat untuk mencapai Lapas ini diharapkan dapat menampung
efektifitas pelaksanaan pembinaan narapidana yang meresahkan sesama
Kenyataannya tidak semua program narapidana dan petugas, seperti bandar
penanganan dan pembinaan tersebut mampu narkotika yang kasusnya berat, teroris yang
menjawab kebutuhan dan permasalahan yang menyebarkan ideologi, dan koruptor yang
dialami narapidana, sehingga mengakibatkan kasusnya besar.7 Narapidana risiko tinggi
terjadinya perilaku dari narapidana yang ini dianggap bisa mempengaruhi penghuni
agresif dan melanggar aturan di dalam Lapas. lainnya.
Peningkatan jumlah penghuni Lapas/ Selain narapidana yang melanggar
Rutan yang tidak diimbangi dengan aturan di Lapas, Direktorat Jenderal
penambahankapasitashunian, menyebabkan Pemasyarakatan mengkategorikan pelaku
terjadinya overkapasitas hunian di Lapas/ tindak pidana kejahatan teroris, narkotika dan
Rutan. Jumlah tahanan dan narapidana saat psikotropika, trafficking, illegal loging, illegal
ini berjumlah 224.753 orang pada 501 Unit fishing atau korupsi sebagai Narapidana
Pelaksana Teknis (UPT) dengan persentase Risiko Tinggi. Meskipun demikian pidana
tingkat hunian mencapai 183 %.6 Kondisi umum juga mempunyai potensi menjadi high
over crowded ini berpengaruh terhadap tidak risk apabila narapidana tersebut berperilaku
optimalnya pembinaan dan kenyamanan agresif atau berpotensi mengganggu
di dalam lembaga sehingga menimbulkan ketertiban umum di dalam penjara. Oleh
narapidana berupaya untuk melakukan hal- karena itu perlu dilakukan penilaian terhadapa
hal yang bertentangan dengan aturan dalam narapidana tersebut.
lembaga pemasyarakatan. Saat ini narapidana yang diidentifikasi
Adanya pemberitaan negatif tentang berpotensi mempunyai risiko tinggi
pemasyarakatan seperti peredaran narkotika, ditempatkan di Lapas klas III Gn. Sindur yang
narapidana yang mengendalikan narkotika, dianggap sebagai Lapas maximum security.
kamar mewah, pelarian dan yang terbaru meskipun secara kelembagaan lapas ini
tentang kasus plesiran di Lapas Sukamiskin merupakan lapas biasa.
menunjukan adanya pelanggaran ketertiban Meningkatnya kategori dan jumlah
dan peraturan lapas. Akibat kasus plesiran narapidana risiko tinggi serta maraknya
itu pelakunya dipindahkan ke Lapas Gn. pemberitaan mengenai warga binaan yang
Sindur karena dianggap sebagai narapidana dianggap melanggar aturan di Lembaga
yang berisiko tinggi. Pemasyarakatan sehingga perlu dirumuskan
Keberadaan narapidana risiko tinggi kebijakan perlakuan terhadap narapidana
di lapas konvensional dikhawatirkan risiko tinggi (high risk prisoner).

6. http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly Data SDP tanggal 21 Juli 2017 pukul 09.30 WIB


7. https://www.merdeka.com/peristiwa/lapas-super-maximum-security-dibangun-di-tengah-hutan-nusakambangan.
html

233
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

Rumusan Masalah 3. Teknik Analisa Data


Berdasarkan latar belakang tersebut di Teknik analisis data yang digunakan
atas, pertanyaan penelitian yang diajukan dalampenelitianiniadalahmodelinteraktif
adalah; sebagaimana dikemukakan oleh Miles
1) Bagaimana perlakuan khusus terhadap dan Huberman dalam Sugiono8 meliputi
kegiatan reduksi data, penyajian data dan
narapidana risiko tinggi di dalam lembaga
penarikan kesimpulan. Reduksi data dan
pemasyarakatan?
sajian data disusun pada waktu peneliti
2) Bagaimana implementasi kebijakan mendapatkan data yang diperlukan
perlakuan khusus terhadap narapidana dalam penelitian. Setelah pengumpulan
risiko tinggi di lembaga pemasyarakatan? data berakhir, peneliti berusaha menarik
Tujuan kesimpulan berdasarkan verifikasi data
lapangan tersebut.
Untuk mengetahui bagaimana per-
lakuan khusus terhadap narapidana risiko
PEMBAHASAN
tinggi di dalam lembaga pemasyarakatan
serta implementasi kebijakan perlakuan
Tinjauan Umum Tentang Kebijakan
khusus terhadap narapidana risiko tinggi di Pemasyarakatan
lembaga pemasyarakatan.
Sistem pembinaan dalam Lembaga
Metode Penelitian Pemasyarakatan dilakukan melalui
1. Pendekatan beberapa tahapan dan dilakukan oleh
Penelitian ini menggunakan pendekatan para pembina pemasyarakatan. Sejak
kualitatif. Pendekatan kualitatif narapidana masuk ke dalam lingkungan
dilakukan sebagai strategi untuk lembaga pemasyarakatan, maka saat itu
mengumpulkan dan memanfaatkan narapidana menjalani pembinaan yang dalam
semua informasi yang terkait dengan pelaksanaan programnya tidak terlepas
pokok permasalahan. Penelitian ini dari unsur masyarakat dan bersama- sama
bersifat deskriptif yang bertujuan untuk dengan masyarakat sekitarnya. Hal tersebut
menggambarkan dan menganalisis bertujuan agar narapidana dapat kembali
perlakuan terhadap narapidana risiko berintegrasi dan diterima oleh masyarakat
tinggi di lembaga pemasyarakatan. serta menghilangkan sifat-sifat negatif yang
2. Metode Pengumpulan Data dimiliki. Jangka waktu dari masing- masing
Data yang digunakan dalam kegiatan tahap yang satu kepada tahap berikutnya
penelitian ini adalah data primer dan tidak sama serta dalam pelaksanaan proses
data sekunder. Data primer diperoleh pembinaan ini maju mundurnya tergantung
melalui pengamatan di Lapas Klas III dari narapidana yang bersangkutan.
Gn. Sindur dan Focus Group Disscusion
Proses pemasyarakatan ini dimulai
(FGD). Data sekunder diperoleh dengan
menggunakan studi kepustakaan atau saat ada keputusan tetap dari pengadilan
literatur, penelusuran laman internet, dan/ hingga berakhirnya masa pidananya.
atau dokumentasi berkas-berkas dari Sebagaimana dijelaskan pada skema proses
institusi yang diteliti serta penelusuran pemasyarakatan pada gambar 1 di bawah ini.
peraturan perundang- undangan.

8. Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta....lihat juga Miles, Matthew
B. dan A. Michel Huberman. 2004. Analisis Data Kualitatif. Cetakan I. Jakarta: UI-Press.

234
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

Gambar 1. Skema Proses Pemasyarakatan9 (kecerdasan, mental, dan iman) secara


lebih mendalam pada masyarakat
sekeliling lembaga melalui olahraga,
pramuka dan lain-lain. Pada tahap ini
pengawasan agak berkurang (medium
security).
d. Tahap integrasi, dilaksanakan setelah
warga binaan pemasyarakatan menjalani
2/3 (dua pertiga) masa pidana sampai
dengan berakhirnya masa pidana. Pada
tahap ini pengawasan sudah sangat
Dalam sistem pemasyarakatan, pem- berkurang (minimum security). Bagi
binaan dan bimbingan yang dilakukan oleh warga binaan pemasyarakatan yang
para pembina, melalui tahap-tahap yaitu: betul-betul sadar dan berkelakuan baik
adminisi/orientasi, pembinaan dan asimilasi berdasarkan pengamatan tim pengamat
serta integrasi dalam masyarakat.10 pemasyarakatan dapat mengusulkan:
cuti biasa, cuti menjelang bebas, dan
a. Tahap admisi dan orientasi, dimulai sejak
pembebasan bersyarat.
wargabinaanpemasyarakatanmemasuki
lembaga dengan suatu kegiatan, meliputi Menurut Sahardjo, lembaga pe-
pengenalan terhadap suasana lembaga, masyarakatan bukan tempat yang semata-
petugas-petugas lembaga/pembina, tata mata menghukum dan menderitakan orang,
tertib/disiplin, hak dan kewajiban selama tetapi suatu tempat membina atau mendidik
berada dilembaga. Jangka waktu tahap orang-orang yang telah berkelakuan
admisi ini adalah 1 (satu) minggu bagi menyimpang (narapidana) agar setelah
tahanan dan 1 (satu) bulan bagi warga menjalani pembinaan di dalam lembaga
binaan pemasyarakatan. Pada tahapan pemasyarakatan dapat menjadi orang-orang
ini dikenal sebagai pengenalan dan
yang baik dan menyesuaikan diri dengan
penelitian lingkungan (MAPENALING).
lingkungan masyarakat.11
b. Tahap pembinaan, dilaksanakan pada
Lembaga pemasyarakatan seharusnya
1/3 (satu per tiga) sampai 1/2 (satu per
dua) dari masa pidana, pada tahap ini menjadi tempat pembinaan para pelaku
pengawasan dilakukan sangat ketat kejahatan. Idealnya terjadi perubahan perilaku
(maximum security) dengan tujuan agar dan psikologis narapidana sehingga setelah
warga binaan pemasyarakatan dapat keluar dapat menjadi orang yang berperilaku
menyesuaikan diri dengan lingkungan baik dan berguna bagi masyarakat. Pada
dan peraturan-peraturan yang berlaku masa pembinaan ada saja narapidana
terutama dalam hal perilaku. yang berperilaku mengganggu ketertiban
c. Tahap asimilasi, pelaksanaannya dan berulah, yang dianggap berisiko bagi
dimulai 1/2 (satu per dua) sampai 2/3 kelangsungan sistem pembinaan di dalam
(dua per tiga) dari masa pidana. Pada Lapas.
tahap ini mulai diperkenalkan warga
binaan pemasyarakatan dengan jati diri

9. https://lpkedungpane.wordpress.com/informasi/tahap-pembinaan-narapidana/
10. Serikat Putra Jaya, 2005. Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Universitas Dipenogoro, Semarang,
hal.38.
11. Suwarto, 2009. Pengembangan Ide Indiividualisasi Pemidanaan dalam Pembinaan Narapidana Wanita, Pidato
pengukuhan guru besar tetap FH USU, Medan. Lihat juga Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal. 38.

235
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

Perlakuan Khusus akan berpengaruh pada pola perlakuan


Untuk menangani risiko tinggi Ditjen yang akan dijalani, penempatan dan tingkat
Pemasyarakatan telah menetapkan pengamanan yang digunakan, termasuk
Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor tindakan yang diperlukan apabila ada indikasi
PAS- 58.OT.03.01 Tahun 2010 tentang akan melarikan diri, melakukan pelanggaran
Prosedur Tetap Perlakuan Narapidana dan mengidap penyakit menular.
Risiko Tinggi (Protap Pelakuan Narapidana Untuk mempermudah melihat Pola
Risiko Tinggi). Narapidana risiko tinggi perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi
harus mendapatkan perlakuan khusus untuk digambarkan dalam Skema titik keputusan
mengurangi atau bahkan menghilangkan (decision point) risiko narapidana di bawah
risiko yang ditimbulkan. ini :
Perlakuan khusus atau perlakuan yang Gambar 2. Decision perlakuan narapidana
berbeda terhadap narapidana risiko tinggi
dikarenakan adanya kebutuhan dan risiko
yang melekat pada dirinya. Adapun yang
menjadi landasan moral dari perlakuan
tersebut adalah perlakuan yang berbeda tidak
selamanya dapat diartikan telah melanggar
asas persamaan perlakuan dan pelayanan
(asas non diskriminasi). Di samping itu,
perlakuan yang berbeda ini sudah sesuai
dengan prinsip individualisasi pembinaan
Setelah menerima narapidana,
seperti yang telah direkomendasikan dalam
lembaga pemasyarakatan melakukan
poin 52 Implentation of The Standard
penilaian komprehensif terkait risiko dan
Minimum Rules for The Treatment of
kebutuhan dasarnya. Penilaian ini harus
Prisoners dan sesuai pula dengan pasal 12
dilakukan oleh pegawai yang terlatih secara
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
khusus untuk melakukan asesmen. Hal ini
tentang Pemasyarakatan.
dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko
Secara umum perlakuan terhadap
dan kebutuhan setiap narapidana dan klien
narapidana risiko tinggi tetap berpedoman
pemasyarakatan, diperlukan adanya suatu
pada Keputusan Menteri Kehakiman Republik
mekanisme asesmen risiko dan asesmen
Indonesia Nomor M.02-PK.04.10 tahun
kebutuhan secara tepat dan berkelanjutan.
1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/
Pelaksanaan pembinaan narapidana dan
Tahanan.
pembimbingan klien pemasyarakatan harus
Meskipun demikian narapidana didasarkan pada tingkat risiko dan kebutuhan
risiko tinggi harus tetap diperlakukan untuk mengetahui tingkat pengulangan tindak
dengan hormat sesuai dengan harkat dan pidana yang dilakukan.
martabatnya sebagai manusia. Oleh karena Sebuah prinsip dasar yang diatur
itu sebelumnya perlu dilakukan assesmen
dalam hukum internasional dan standar
untuk menentukan tingkat risiko serta
internasional yang relevan serta norma-norma
pembinaan yang akan diberikan kepada
yang berkaitan dengan perlakuan terhadap
narapidana.
narapidana adalah bahwa perlakuan terhadap
Penilaian risiko ini akan menentukan mereka harus manusiawi dan menghormati
klasifikasi/penggolongan narapidana yang

236
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

martabat yang melekat sebagai manusia,12 risiko tinggi dilakukan oleh Direktorat Jenderal
termasuk juga terhadap narapidana risiko Pemasyarakatan berdasarkan penilaian
tinggi. Untuk menentukan tingkat keamanan, dari petugas wali, para ahli, Bapas dan Tim
penilaian risiko dan kebutuhan narapidana Pengamat Pemasyarakatan.
harus dilakukan pada saat pertama masuk ke Penilaian semua tahanan harus
Lapas. dilakukan pada saat masuk untuk menentukan
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 risiko yang muncul baik untuk diri sendiri dan/
(tiga) hari kerja untuk kepentingan pembinaan, atau orang lain serta kebutuhan mereka.
Kepala Lapas mengajukan permohonan Penilaian individu tersebut penting untuk
kepada Kepala Balai Pemasyarakatan untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan
melakukan Penelitian Kemasyarakatan untuk meminimalkan risiko dan mengetahui
(Litmas) terhadap Narapidana yang diduga kebutuhan narapidana yang memungkinkan
Narapidana Risiko.13 Hasil penilaian masing- dalam proses reintegrasi sosial. Atas dasar
masing narapidana memiliki kualifikasi risiko penilaian risiko dan kebutuhan-kebutuhannya,
yang berbeda, yang mencakup narapidana setiap tahanan harus diklasifikasikan menurut
risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah. catatan kriminal, karakter dan kebutuhan
Semua narapidana termasuk narapidana pengobatan, termasuk kategori keamanan
risiko tingggi harus tunduk pada aturan dan penempatan yang sesuai dengan temuan
pembatasan yang dilakukan untuk melindungi dari assesmen risiko.
masyarakat, narapidana lain dan pegawai. Asesmen risiko merupakan metode
Jumlah narapidana yang ditempatkan dalam sistimatis untuk menentukan apakah suatu
kondisi keamanan maksimum harus serendah kegiatan memiliki risiko yang dapat diterima
mungkin. atau tidak. Ada penilaian risiko, proses
Penilaian ini termasuk risiko melarikan analisis, dan menafsirkan risiko dengan
diri, mengulangi perbuatan, membahayakan kegiatan dasar tertentu.14 Secara garis besar,
diri dan lingkungan, mengganggu ketertiban, unsur analisis risiko yang dimaksud meliputi:
dan bisa memberi pengaruh negatif. (1) Risk Identification, mengidentifikasi
Penilaian ini harus diulang secara berkala dan risiko yang mungkin terjadi (kategorisasi)
penyesuaian tingkat keamanan tergantung serta memetakan penyebab, dampak
dari hasil penilaian. dan konsekuensi dari risiko tersebut.
Hasil dari tahapan ini meliputi dua hal,
Narapidana risiko tinggi berbeda-beda
yakni: identifikasi risiko (jenis, deskripsi,
karakteristiknya sehingga perlu juga standar penyebab, dampak, dan kontrol terhadap
perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan risiko) dan area risiko (area dan sub-area
jenis risiko yang ditimbulkan. Prinsip utama risiko),
dari pendekatan risiko dan kebutuhan ini (2) Risk Analysis, menganalisis risiko
adalah intervensi yang dirancang khusus yang mungkin terjadi (efek samping/
berdasarkan risiko dan kebutuhan bagi kerugian, upaya penanggulangan, dsb),
narapidana dan klien pemasyarakatan yang melakukan penilaian atau penaksiran
memiliki tingkatan risiko rendah, menengah risiko dengan tujuan untuk mengetahui
dan tinggi. Penetapan kualifikasi narapidana tingkat risiko yang ada dan tingkat risiko

12. Suwarto, Ibid


13. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor: PAS.58.OT.03.01 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap perlakuan narapidana
risiko tinggi
14. Paparan Drs. Arif Nurcahyo dalam kuliah tamu bagian dari program Global Learning System (GLS) kelas pskiologi
forensik Jurusan Psikologi BINUS pada tanggal 17 Oktober 2014 lihat http://juneman.blog.binusian.org/tag asesmen-
risiko/

237
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

yang harus dikurangi; sehingga akan harus dilakukan ketika seorang narapidana
menghasilkan risiko yang tersisa, dan pertama masuk ke dalam penjara dan diulang
(3) Risk Evaluation, melakukan peninjauan secara berkala. Penilaian ini dimulai pada
secara periodik terhadap pelbagai saat masa persidangan untuk memberikan
potensi risiko yang ada.. informasi kategorisasi yang paling cocok dan
Asesmen Risiko adalah penilaian yang penempatan tahanan sebelum vonis.
dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko Selain itu profesional kesehatan
pengulangan tindak pidana narapidana berkualifikasi diperlukan dalam penilaian
atau klien pemasyarakatan. Asesmen kesehatan berbarengan ketika narapidana
Kebutuhan adalah penilaian yang dilakukan masuk, mengidentifkasi apapun kebutuhan
untuk mengetahui kebutuhan pembinaan perawatan kesehatan, termasuk kesehatan
atau pembimbingan yang paling tepat bagi mental dan mengambil semua tindakan yang
narapidana atau klien pemasyarakatan diperlukan dalam perawatan.
berdasarkan faktor-faktor yang berkontribusi Penilaian risiko dan kebutuhan harus
terhadap tindak pidana yang dilakukannya.15 dilakukan oleh pegawai yang terlatih dan
Asesmen risiko dan kebutuhan harus diulang telah mendapatkan bimbingan teknis/
secara berkala dan bisa dilakukan setiap pelatihan dan memenuhi persyaratan
satu tahun dengan meninjau hasil penilaian yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
sebelumnya dan apabila terdapat informasi Pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam
baru yang dapat berpengaruh terhadap Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor
perubahan tingkat risiko pengulangan pidana 12 tahun 2013 tentang assessment risiko dan
bisa dilakukan kembali. Penyesuaian tingkat assessment kebutuhan bagi Narapidana dan
pengamanan dan tingkat risiko yang sesuai klien pemasyarakatan.
tergantung dari temuan dari asesmen.
Temuaan penilaian risiko dan kebutuhan
Narapidana berisiko tinggi harus harus digunakan dalam mengembangkan
ditangani dengan menerapkan kisaran rencana pembinaan secara komprehensif
tindakan yang bertujuan untuk mengurangi setiap narapidana yang mencakup langkah-
risiko yang bersangkutan melakukan langkah untuk meminimalkan risiko serta
tindakan kekerasan ketika di dalam, maupun intervensi dalam reintegrasi sosial napi
residivis setelah bebas. Strategi manajemen dengan menangani kriminal, kebutuhan dasar
risiko tersebut harus disertakan baik tindakan seperti pendidikan dan keterampilan kerja.
rehabilitatif maupun restriktif dan dilakukan
Hasil penilaian risiko ini akan
evaluasi secara berkala. Tujuan pembinaan
menentukan penempatan dan tingkat
ini adalah napi risiko tinggi kembali menjadi
pengamanan narapidana di lembaga
baik ketika di masyarakat.
pemasyarakatan. Tahanan atau narapidana
Pengelolaan tahanan berisiko tinggi, yang mempunyai risiko tinggi berdasarkan
terutama rencana pembinaan, tidak dapat hasil penilaian ditempatkan dalam Lapas
berhasil tanpa diawali dengan dilakukannya dengan pengamanan maksimun yang salah
penilaian risiko. Penilaian harus dilakukan satunya berupa penempatan pada ruang
oleh Lapas untuk menentukan apakah khusus, penempatan pada ruang isolasi
narapidana itu menimbulkan risiko untuk diri maupun pada Lapas Super Maksimum
mereka sendiri maupun orang lain. Penilaian Security (SMS). Penempatan narapidana

15. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Tentang Assesment Risiko dan Assesment Kebutuhan Bagi Narapidana dan Klien
Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat (1)(2)

238
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

risiko tinggi di Lapas Maximum Security bekal bagi narapidana untuk kembali ke
juga berdasarkan rekomendasi, misalnya masyarakat. Namun kenyataannya lembaga
narapidana narkoba dari Badan Narkotika pemasyarakatan bukan lagi sebagai wadah
Nasional (BNN), teroris dari Badan Nasional pembinaan, karena buruknya kondisi penjara
Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan seiring dengan kelebihan kapasitas penghuni
koruptor dari Komisi Pemberantasan Korupsi lembaga pemasyarakatan. Kelebihan
(KPK). kapasitas ini hampir di seluruh lembaga
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan pemasyarakatan di Indonesia.17
sebagai lembaga pendidikan dan sekaligus Latessa mengidentifikasi faktor-faktor
sebagai lembaga pembangunan yang yang dapat memprediksi kemungkinan
mampu meningkatkan nilai tambah bagi terpidana akan mengulangi atau melakukan
narapidana, dengan mempertajam program kembali tindak kejahatan. Lima prediktor
pembinaan narapidana (warga binaan utama tersebut adalah (1) Antisosial
pemasyarakatan). Dengan kata lain lembaga terhadap nilai-nilai yang berlaku (antisocial
pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan values); (2) Antisosial terhadap kelompok
narapidana harus mampu berfungsi sebagai sebaya (antisocial peers); (3) Lemahnya
lembaga pendidikan dan pembangunan.16 pengendalian diri, manajemen diri, dan
Pembinaan dan penempatan warga binaan keterampilan memecahkan masalah (Poor
pemasyarakatan harus sesuai dengan self control, self management, and problem
karakteristik agar tercapai tujuan dari solving skills), (4) Disfungsi keluarga (family
pemasyarakatan. dysfunction), dan; (5) Kriminalitas masa lalu
Narapidana harus dikategorikan sesuai (past criminality).18
tingkat keamanan sesuai dengan hasil Perilaku narapidana di dalam lembaga
penilaian. Narapidana risiko tinggi seperti pemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh
napi lainnya seharusnya pengaturan penem- perilaku mereka ketika belum masuk ke dalam
patannya untuk melindungi dan memberi rasa penjara. Andrews dan Bonta mengungkapkan
aman baik bagi diriya mauppun orang lain. tentang criminogenic needs atau faktor risiko
Mereka harus ditempatkan terpisah (area yang ada pada diri perilaku kriminal dan
isolated) dari komunitas narapidananya dan berkorelasi dengan perilaku kriminal. Farlex
diikuti oleh penjagaan yang ketat . menyebutkan bahwa Criminogenic needs
adalah dinamika faktor risiko yang secara
Narapidana Risiko Tinggi
langsung berhubungan dengan perilaku
Lembaga pemasyarakatan sebagai kriminal yang menyebabkan atau membentuk
salah satu wadah pembinaan narapidana perilaku kriminal. Menurut Kamus kesehatan,
juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan Perilaku berisiko adalah setiap perilaku atau
yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi tindakan yang meningkatkan kemungkinan
narapidana dengan memberikan program seseorang tertular atau menularkan
pembinaan kerohanian dan kemandirian, penyakit. 19

berupa pelatihan berbagai keterampilan


Perilaku berisiko adalah perilaku yang
dan bimbingan kerohanian sebagai
membahayakan atau dengan kata lain

16. Adi Sujatno, 1993. Upaya-Upaya Menuju Pelaksanaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin Bandung, Seminar Nasional Pemasyarakatan Terpidana II, Jakarta: U.I.hal. 13.
17. Adi Sujatno, Ibid,
18. Mochamad Rifai, Program Intervensi Kemanusiaan Bagi Pembinaan Narapidana. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2:
150-155.
19. http://kamuskesehatan.com/arti/perilaku-berisiko/

239
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

perilaku yang memberi dampak negatif diri perlu disediakan satu sistem yang jelas
sendiri, orang lain maupun lingkungannya.20 mengenai penanganan perlakuan terhadap
Narapidana yang terus-menerus terlibat narapidana. Berkembangnya modus dan
dalam berbagai perilaku seperti kekerasan operandi kejahatan telah berpengaruh
terhadap orang lain, bunuh diri, usaha terhadap metode dan tata cara perlakuan
bunuh diri, sengaja menyakiti diri sendiri, terhadap narapidana yang menjalani pidana
penggunaan narkoba, aktivitas seksual tanpa di lembaga pemasyarkatan.
kondom, perbudakan dan perusakan properti Berdasarkan penilaian yang dilakukan
publik yang meningkatkan probabilitas petugas pemasyarakatan, masing-masing
mereka menjadi narapidana risiko tinggi. narapidana memiliki kualifikasi risiko yang
Dalam sistem pemasyarakatan, berbeda yang mencakup narapidana risiko
pembinaan terhadap narapidana harus tinggi, risiko sedang dan risiko rendah.
dipisahkan sesuai dengan karakteristiknya. Kualifikasi risiko ini memerlukan perlakuan
The United Nations Standard Minimum Rules yang berbeda.
for the Treatment of Prisoners mengharuskan Narapidana risiko tinggi adalah
tahanan selalu harus dipisahkan sesuai Narapidana yang berdasarkan penilaian
dengan status hukum mereka (tahanan ditetapkan sebagai narapidana risiko tinggi
peradilan), jenis kelamin (laki-laki dari berdasarkan surat keputusan Menteri Hukum
perempuan) dan usia (anak-anak dari dan Hak Asasi Manusia,21 hasil pemeriksaan
orang dewasa). Undang- Undang Nomor 12 terhadap narapidana yang dinyatakan
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal mempunyai risiko tinggi ditetapkan oleh
12 juga mengatur bahwa dalam rangka Ditjen Pemasyarakatan atas usul tim melalui
pembinaan terhadap narapidana di Lembaga kantor wilayah. Ada dua kualifikasi penilaian
Pemasyarakatan dilakukan penggolongan narapidana risiko tinggi yaitu kualifikasi
atas dasar: umur; jenis kelamin; lama pidana A dan kualifikasi B. Kualifikasi A adalah
yang dijatuhkan; jenis kejahatan; dan kriteria penilaian terhadap narapidana tertentu
lainnya sesuai dengan kebutuhan atau yang memuat penilaian memenuhi salah
perkembangan pembinaan. satu hal yang berhubungan dengan jaringan
Berkembangnya pola dan jenis yang masih aktif, kemampuan mengakses
kejahatan seperti terorisme, narkotika, senjata dan bahan peledak, memiliki catatan
korupsi dan kejahatan lainnya secara melarikan diri, memiliki akses dan pengaruh
langsung mempengaruhi pelaksanaan sistem di dalam Lembaga Pemasyarakatan, terbukti
pemasyarakatan. Penggolongan narapidana melakukan percobaan melarikan diri, memiliki
juga memerlukan penyesuaian karena kemampuan melarikan diri dengan atau
pelaku tindak pidana ini berpotensi menjadi tanpa bantuan orang lain, residivis, terpidana
narapidana risiko tinggi. hukuman mati dan seumur hidup. Kualifikasi
Salah satu prinsip pemasyarakatan B adalah penilaian risiko penularan penyakit
adalah negara tidak berhak membuat dari narapidana yang mengidap HIV/AIDS,
seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari Tuberculosis (TB), Hepatitis dan penyakit
pada sebelum di penjara, oleh karena itu menular berbahaya lainnya.22

20 FGD Penempatan Narapidana High Risk tanggal 9 Maret 2017 di Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Bandung.
21. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor: PAS.58.OT.03.01 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap perlakuan
narapidana risiko tinggi
22. Ibid, Ketentuan Umum

240
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

Narapidana risiko tinggi didefinisikan berinteraksi dengan narapidana lainnya


sebagai tahanan yang dinilai mempunyai sehingga dapat mempengaruhi napi lainnya
risiko signifikan terkait23 : atau memberikan dampak buruk bagi
1. safety; membahayakan diri, narapidana lingkungannya.
lain atau pegawai atau pengunjung
Implementasi Kebijakan Perlakuan
Lapas; Khusus Narapidana Risiko Tinggi
2. stability; ancaman terhadap ketertiban
Narapidanaperludipisahkanberdasarkan
di penjara/provokator, tidak kooperatif
jenis kelamin, status hukum, jenis kejahatan,
3. security; kemungkinan melarikan diri dan usia sehingga mereka dapat ditempatkan
4. reoffending; melakukan pelanggaran dalam lembaga pemasyarakatan yang sesuai
berat/serius lain kembali setelah bebas dengan mempertimbangkan keamanan dan
dan
kebutuhannya. Sebagaimana disebutkan
5. society; tahanan yang masih mempunyai dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 12
hubungan terkait dengan organized tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
crime, ideologi terorisme, jaringan
berbunyi:25
perdagangan narkoba, atau yang
(1) Dalam rangka pembinaan terhadap
mempunyai uang dan kekuasaan untuk
narapidana di LAPAS dilakukan
mempengaruhi.
penggolongan atas dasar: a. Umur; b.
Selain yang mempunyai risiko tersebut Jenis kelamin; c. Lama pidana yang
di atas ada beberapa kelompok narapidana dijatuhkan; d. Jenis kejahatan, dan e.
lainnya yang perlu mendapatkan perhatian Kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan
khusus dalam rangka klasifikasi narapidana atau perkembangan pembinaan.
berdasarkan risiko, yakni: a) Violent extremist (2) Pembinaan Narapidana Wanita di
prisoners; b) Anggota geng atau kelompok LAPAS dilaksanakan di LAPAS Wanita.
organisasi massa tertentu; c) Anggota dari Penggolongan narapidana ini perlu, baik
kelompok pelaku kejahatan terorganisir; dilihat dari segi keamanan dan pembinaan
d) Tahanan; e) Mantan kombatan; dan f) serta menjaga pengaruh negatif yang dapat
Narapidana dengan masa pidana panjang berpengaruh terhadap narapidana lainnya.
serta hukuman mati/seumur hidup.24
Namun dalam pelaksanaannya saat ini
Perilaku narapidana risiko tinggi dapat tidak sesuai dengan aturan sebagaimana
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun tercantum dalam Undang-Undang No.
lingkungannya sehingga dapat mengganggu 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
sistem pembinaan pemasyarakatan, oleh tersebut, karena jumlah narapidana melebihi
karena itu harus dipisahkan dari penghuni kapasitas lembaga pemasyarakatan.
Lapas lainnya. Namun saat ini banyak Pengelompokan dan penempatan pidana
narapidana ini masih mendapatkan perlakuan yang berdasarkan jenis kelamin yang baru
yang sama dengan narapidana lainnya. berjalan efektif.
Mereka masih banyak yang ditempatkan
Penempatan tahanan dan narapidana
dalam blok/kamar yang memungkinkan
merupakan salah satu bentuk pembinaan

23. Shane Bryans and Tomris Atabay, Hand Book on the Management of high-risk prisoners (criminal justice
handbookseries), UNODC :New York, 2016
24. Shane Bryans and Tomris Atabay, Ibid
25. Suwarto, op.cit

241
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

dan merupakan kelanjutan dari proses tidak didasarkan pada pertimbangan ketiga
penerimaan tahanan/narapidana baru, dan hal tersebut menyebabkan kebijakan yang
dalam proses penempatan ini tidak bisa diterbitkan semata-mata menyasar pada
dilakukan secara acak atau terkesan asal gejala (simptom).
ditempatkan saja.26 Proses penempatan Setelah ditempatkan dalam blok khusus,
dilakukan melalui penilaian terhadap tingkat dilakukan pendataan dan pengumpulan
risiko dan kebutuhan, karakteristik narapidana informasi awal28 untuk menentukan
berdasarkan rekomendasi dari Tim Pengamat Narapidana tersebut masuk kategori
Pemasyarakatan (TPP). Narapidana Risiko Tinggi atau tidak.
Hasil penelitian Pembimbing Ke- Pendataan ini bersifat individual dan ditempat
masyarakatan dan studi kasus yang yang khusus.
dilakukan oleh wali digunakan untuk Narapidana yang masuk kategori risiko
menentukan kualifikasi, jenis pengamanan tinggiperlumendapatkankeputusankualifikasi
dan penempatannya. Baik itu pengamanan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
minimal, pengamanan menengah, maksimal namun hal ini belum dilakukan di Lapas
dan super maksimal. Gn Sindur. Berdasarkan hasil penilaian
Ada tiga sistem distribusi untuk dari wali, para ahli, Bapas dan TPP, Kepala
narapidana berisiko tinggi yaitu:27 1) Lapas dapat mengajukan permohonan untuk
ditempatkan dalam satu tempat konsentrasi), mendapatkan kualifikasi bagi narapidana.
2) diblok/kamar khusus di Lapas (pemisahan) Bagi narapidana yang diduga
dan 3) diisolasi dari satu sama lain (isolasi). narapidana risiko tinggi yang telah
Tidak ada aturan khusus mengenai apakah ditempatkan di blok hunian khusus, kalapas
tahanan berisiko tinggi harus terkonsentrasi melalui bagian pembinaan memerintahkan
dalam satu atau lebih lembaga atau tersebar segera menentukan dan menunjuk wali.
dalam sistem penjara, namun yang perlu Penunjukan wali berdasarkan pendidikan dan
diperhatikan adalah bahwa penempatan pengalaman dalam menangani narapidana
narapidana harus tetap memperhatikan yang diduga narapidana risiko tinggi. Wali
ketentuan dalam standar minimum. sekurang-kurangnya telah mendapatkan
Saat ini kebijakan yang diambil oleh pelatihan khusus untuk menangani penelitian
Ditjen Pemasyarakatan dalam penempatan narapidana risiko tinggi.
narapidana risiko tinggi yakni dikirim ke salah Pemisahan seorang narapidana
satu blok di Lapas Gn Sindur. Lapas ini berisiko tinggi dilakukan karena keberadaan
merupakan salah satu UPT Pemasyarakatan narapidana tersebut di lapas konvensional
yang berada dibawah Kantor Wilayah Jawa dikhawatirkan dapat mengganggu sistem
Barat yang saat ini dijadikan sebagai tempat pembinaan pemasyarakatan serta
penempatan narapidana risiko tinggi. meresahkan sesama narapidana maupun
Keputusan untuk memindahkan nara- petugas.
pidana risiko tinggi ke UPT tertentu yang

26. Yuliawan dwi Nugroho, 2008. Upaya Penanggulangan Jakarta: Universitas Indonesia. Hal.132 lihat http://lib.ui.ac.
id/file?file=digital/120014-T%2025413- Upaya%20Penanggulangan-Analisis.pdf
27. Shane Bryans and Tomris Atabay, op.cit
28. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor: PAS.58.OT.03.01 tahun 2010 tentang Protap perlakuan narapidana risiko
tinggi menjelaskan Informasi awal meliputi penelitian latar belakang kehidupan, latar belakang kasus, hubungan
dengan keluarga, jaringan yang dimiliki, latar belakang sosial, riwayat pekerjaan, pendapat dari aparatur, riwayat
kesehatannya dan informasi lain yang dianggap penting.

242
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

Perbedaan yang mendasar pada tahanan tersebut, maka semakin longgar


perlakuan terhadap narapidana berdasarkan kesempatan yang diberikan pada suatu
tingkat risiko adalah pengamanan yang tahapan pengamanan biasanya tahanan
diberikan. Sistem keamanan yang ada di tersebut semakin berpengaruh di lingkungan
Lapas/Rutan yaitu:29 tempat penahanannya. Dengan semakin
a) Sistem keamanan statis adalah sarana lama orang ditahan pada suatu penjara
dan prasarana serta peralatan lain tertentu maka akan semakin berpengaruh
yang digunakan untuk memastikan di penjara tersebut karena semakin lama
narapidana dapat dikontrol secara fisik, seseorang tahanan menjadi tahanan, maka
terdiri dari penghalangan, pemantauan, biasanya pengawasan terhadap dirinya
penundaan, penghentian dan semakin berkurang dan oleh banyak tahanan
memperkecil upaya gangguan; kelonggaran pengawasan tersebut dianggap
b) Sistem keamanan dinamis adalah bahwa yang bersangkutan cukup mempunyai
menciptakan hubungan interaksi yang pengaruh.Olehsebabitupenempatantahanan
baik dan benar antara petugas dan berdasarkan penggolongan sebagaimana
narapidana/ tahanan dalam blok hunian disebutkan di atas penting dilakukan untuk
yang didasarkan pada penghormatan
menghindari gangguan keamanan dan
hak asasi manusia;
ketertiban dalam lingkungan Rumah Tahanan
c) Sistem keamanan adalah implementasi
dan Lembaga Pemasyarakatan.30
pelaksanaan aturan dan prosedur
yang benar oleh petugas dalam blok Keseimbangan harus dipelihara antara
hunian untuk mendeteksi kemungkinan pengggunaan tindakan pengamanan yang
timbulnya gangguan keamanan. sah dengan kebebasan dasar dan HAM
Pelaksanaan sistem keamanan ini narapidana. Hak-hak narapidana harus tetap
antara lain: identifikasi dan penempatan diberikan selama menjadi haknya.
narapidana/tahanan, pengendalian Narapidana yang diduga narapidana
gerakan narapidana/ tahanan, kontrol risiko tinggi mendapatkan pengamanan
rutin petugas, sistem penguncian kamar dan pengawasan khusus oleh petugas
dan pengendalian akses komunikasi
pengamanan. Setiap narapidana harus
narapidana/ tahanan.
ditempatkan dalam kondisi keamanan
Ketiga sistem keamanan ini harus dengan tingkat risiko yang ditimbulkan
berjalan bersama-sama untuk menciptakan dan penghormatan terhadap harkat dan
kondisi humanis. Keamanan fisik yang martabatnya.
memadai diperlukan untuk mencegah
Pembinaan narapidana risiko tinggi
narapidana melarikan diri, dengan didukung
dimulai ditangani sesuai dengan rencana
oleh sistem pengamanan yang baik dan
pembinaan yang ada. Program pembinaan
diterapkan secara konsisten dan hubungan
ditujukan untuk mengurangi risiko narapidana
profesional harmonis antara narapidana
melakukan tindak kekerasan dan pelanggaran
dengan pegawai.
di dalam penjara serta pengulangan kejahatan
Penempatan seorang narapidana pada pada saat bebas. Upaya mengurangi risiko
prinsipnya jika dilihat dari aspek pengamanan itu mencakup rehabilitasi dan pembatasan
sangatlah berpengaruh terhadap privasi yang rutin dievaluasi.

29. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS-449.PK.02.03.01 Tahun 2015 tentang Standar Evaluasi
Hunian Lapas/Rutan
30. Rahmat Hi. Abdullah. Urgensi Penggolongan Narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan. Fiat Justisia Jurnal Ilmu
Hukum Volume 9 No.1 Januari-Maret 2015. Hal.49-60

243
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

Kegiatan-kegiatan maupun benda-benda No Inventarisasi No Inventarisasi


yang berbahaya harus dijauhkan terhadap 13 Senjata api dan 32 Peluit.
mereka. Barang yang dilarang masuk amunisi.
antara lain: (1) barang elektronik, (2) alat 14 Lemari 33 Teropong malam
penyimpanan (night view
telekomunikasi, (3) senjata tajam, (4) senjata senjata. Binocular )
api dan bahan peledak, (5) korek api, (6)
15 Borgol dan rantai 34 Teropong
barang dari kaca dan besi, (7) narkoba, (8) kaki. (binocullar).
minuman keras, (9) makanan dan minuman 16 Sirene atau 35 Tongkat kejut
kemasan, (10) barang-barang yang dapat lonceng/genta.

membahayakan, (11) video compact disc 17 Control lock. 36 Senjata dan paint
ball.
(VCD)/audio visual, dan (12) buku-buku yang
18 Lampu sorot 37 Water cannon.
dianggap membahayakan.31 (spotlite) dan
Untuk narapidana risiko tinggi Lampu cadangan.
memerlukan tingkat pengamanan yang 19 Alat pemadam 38 Tenda.
maksimum. Pelaksanaan prosedur tetap kebakaran

Perlakuan Narapidana Risiko Tinggi Sumber : Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,


perlu didukung oleh sarana dan prasarana 2017
yang memadai.32 Pengamanan maksimum Berdasarkan hasil observasi di lapangan,
dilakukan dengan membangun infrastruktur belum semua alat bantu pengamanan ini
berupa bangunan serta sarana dan tersedia di lapas Gn. Sindur. Selain itu
prasarana berupa alat bantu pengamanan pengamanan berlapis perlu diterapkan dalam
sebagaimana disebutkan dalam tabel 1 Lapas yang berisi narapidana risiko tinggi/
dibawah ini: Lapas SMS. Selain pengamanan personil
Tabel 1. Alat Bantu Pengamanan lembaga pemasyarakatan juga dari instansi
No Inventarisasi No Inventarisasi
terkait seperti polisi, BNN, BNPT dan TNI.
1. Ruang kendali. 20 Alat komunikasi. Hal penting lainnya berdasarkan studi
2 CCTV dan monitor 21 Jam dinding yang ada ialah supervisi atau pengawasan
3 Gas air mata dan 22 Daftar nomor oleh personel yang memiliki kompetensi
masker. telepon penting. merupakan langkah kustodial yang lebih
4 Alat pemukul 23 Kunci, gembok efektif daripada mengandalkan pada
(knoot). dan almari
penyimpanan halangan-halangan (barriers) yang bersifat
5 Dakura. 24 Ambulance. fisik (misalnya pembangunan fasilitas
6 Microphone. 25 Kendaraan infrastuktur maximum security).
Operasional
Diskriminasi terhadap narapidana
7 Pengeras suara. 26 Anjing pelacak.
baik berdasarkan jenis kelamin, ras, etnis,
8 Metal detector 27 Selullar jummer.
badan.
kewarganegaraan tidak dibenarkan, lembaga
9 Metal detector 28 Genset. pemasyarakatan harus menjamin dalam
tanah. mengurangi dan menghilangkan diskriminasi
10 Cermin deteksi 29 Baju anti senjata dalam pengelolaan narapidiana risiko tinggi.
bom (reflektor) tajam
Pegawai yang ditugaskan menangani
11 Body scanner. 30 Senter.
12 X ray. 31 Jas hujan.
narapidana risiko tinggi harus dipilih
berdasarkan integritas, kompetensi, dan skill

31. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor : 58.OT.03.01 Tahun 2010 Tentang Prosedur Tetap Perlakuan
Narapidana Risiko Tinggi
32. Ibid, Pasal 2

244
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

yang lebih daripada pegawai di lapas biasa. c. Penilaian khusus dilakukan atas
Pelatihan khusus harus diberikan kepada permintaan kantor wilayah maupun
pegawai sebelum ditempatkan di dalam direktorat untuk perubahan status
Lapas dan pelatihan lanjutan sesuai dengan narapidana risiko tinggi berdasarkan
bidang pekerjaannya. Terutama pegawai adanya bukti yang meyakinkan
yang menjaga narapidana risiko tinggi harus mengenai penurunan atau peningkatan
risiko pengamanan.
mempunyai keahlian dan keterampilan yang
memadai. Selain itu jumlah pegawai harus Penempatan narapidana pada penjara
sesuai dengan tingkat yang diperlukan dalam berdasarkan pengamanan maksimum
memastikan keamanan, keselamatan dan (maximum security) hanya diterapkan
stabilitas lembaga. (imposed) kepada hanya sebagaian kecil
dari narapidana, sehingga evaluasi dan
Jumlah pegawai disetiap lapas harus
penilaian ulang tingkat risiko narapidana
ditetapkan sesuai dengan beban kerja dalam
harus dilakukan.
memastikan keamanan, tata letak penjara,
kondisi fisik penjara, dan ketersedian sarana Negara tidak berhak membuat seseorang
dan prasarana. lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum
dipenjara, oleh karena itu untuk menghindari
Tidak selamanya narapidana risiko tinggi
pengaruh narapidana risiko tinggi pada napi
ditempatkan pada pengamanan maksimum.
lain sebaiknya ditempatkan ke dalam lapas
Evaluasi dan Penilaian ulang adalah bagian
khusus (satu orang satu sel).
penting dari setiap sistem klasifikasi dan
penggolongan narapidana dalam usaha untuk Untuk memastikan prinsip itu terlaksana
menyeimbangkan keamanan dan rehabilitasi. maka perlu disediakan satu sistem yang
Kegiatan tersebut harus dijadwalkan dan jelas mengenai penanganan perlakuan
dilakukan dengan frekuensi yang wajar dan bagi narapidana yang terdiri dari aspek
dengan melihat perkembangan individu pembinaan petugas, pembentukan ketentuan
narapidana. peraturan yang jelas dan pemenuhan sarana
dan prasarana, pemenuhan anggaran dan
Ada tiga metode penilaian yang
kejelasan pengelolaannya.
digunakan dalam perlakuan terhadap
narapidana risiko tinggi, yaitu:
PENUTUP
a. Penilaian awal dilakukan berdasarkan
rekomendasi wali, bapas dan informasi
Kesimpulan
lainnya, jangka waktu penilaian dilakukan
1 (satu) bulan setelah narapidana Perlakuan terhadap narapidana risiko
menjalani admisi dan orientasi, tinggi di Lapas Klas III Gn. Sindur belum
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan diimplementasikan secara efektif sesuai
(penangunggung jawab hasil penilaian dengan Peraturan Direktur Jenderal
adalah Kalapas); Pemasyarakatan Nomor PAS-58.OT.03.01
b. Penilaian tahunan dilakukan oleh tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Perlakuan
Direktorat berdasarkan rekomendasi Narapidana Risiko Tinggi. Hal ini disebabkan
yang berasal dari TPP Lapas, untuk karena masih ada kendala-kendala yang
melakukan analisa dan peninjauan menghambat pelak- sanaan protap perlakuan
terhadap status dan jenis perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi tersebut
narapidana risiko tinggi; dan diantaranya kurangnya sosialisasi, kurangnya
SDM terlatih, sarana dan prasarana yang
belum lengkap.

245
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247

Saran
1. Melakukan Sosialisasi Peraturan
Direktur Jenderal Pemasyarakatan
nomor PAS-58.OT.03.01 tahun 2010
tentang Prosedur Tetap Perlakuan
Narapidana Risiko Tinggi kepada semua
pegawai di lingkungan pemasyarakatan.
2. Perlu menyediakan sumber daya
manusia/petugas yang terlatih dalam
penanganan narapidana risiko tinggi.
3. Perlu merehabilitasi gedung, penyediaan
sarana dan prasarana Lembaga
Pemasyarakatan sesuai standard.
4. Membentuk tim dengan melibatkan
assessor yang berkompeten dalam
rangka melakukan assesmen dan
analisis risiko terhadap narapidana serta
melakukan evaluasi penilaian terhadap
perkembangan tingkat risiko untuk
pembinaan lebih lanjut.
5. Melakukan asesmen untuk mendapatkan
pegawai yang memiliki integritas
dan kompetensi dalam menangani
Narapidana risiko tinggi.

246
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)

DAFTAR PUSTAKA Rifai, Mochamad, Program Intervensi


Kemanusiaan Bagi Pembinaan
Narapidana. Jurnal Sosiologi, Vol. 15,
Buku: No. 2: 150-155.
Austin, James and Kenneth Mc Ginnis,. Suwarto, Pengembangan Ide Indiividualisasi
Classification of high-risk and special Pemidanaan dalam Pembinaan
management prisoners a national Narapidana Wanita, Pidato pengukuhan
assessment of current practices. US. guru besar tetap. Medan: FH USU. 2009
Departement of justice, National Institute
of correction. 2004. Peraturan Perundang-Undangan:
Bryans, Shane and Tomris Atabay, Hand Republik Indonesia, Undang-Undang
Book on the Management of high-risk Dasar Tahun 1945.
prisoners (criminal justice handbook Republik Indonesia Undang-undang Nomor
series), UNODC : New York, 2016. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah
Bagian I, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Nomor 31 tahun 1999 tentang
Teori-teori Pemidanaan dan Batas Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta : Binaan Pemasyarakatan
Raja Grafindo Persada, 2002. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor:
Miles, Matthew B. dan A. Michel Huberman. PAS.58.OT.03.01 tahun 2010 tentang
Analisis Data Kualitatif. Cetakan I. Prosedur Tetap perlakuan narapidana
Jakarta: UI-Press. 2004. risiko tinggi
Nugroho, Yuliawan dwi. Upaya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
Penanggulangan. Jakarata : Universitas 13 Tahun 2013 Tentang Assesment
Indonesia, 2008. Risiko dan Assesment Kebutuhan Bagi
Nyoman Serikat Putra Jaya, Kapita Narapidana dan Klien Pemasyarakatan.
Selekta Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Keputusan Dirjen Pemasyarakatan Nomor
Semarang: Universitas Dipenogoro, PAS-449.PK.02.03.01 Tahun 2015
2005. tentang Standar Evaluasi Hunian
Poernomo, Bambang. Pelaksanaan Pidana Lapas/Rutan
Penjaradengan Sistem Pemasyarakatan.
Sumber Lain
Yogyakarta: Liberty, 1986.
http://kamuskesehatan.com/arti/perilaku-
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif
berisiko/
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2012 http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/
current/m onthly
Sujatno, Adi. Sistem Pemasyarakatan
Indonesia (Membangun Manusia https://www.merdeka.com/peristiwa/lapas-
Mandiri), Jakarta : Direktorat Jenderal super-maximum-security-dibangun-di-
Pemasyarakatan Departemen tengah-hutan-nusakambangan.html
Kehakiman dan HAM RI, 2004. http://edward-akip33.blogspot.co.id/2017/03/
http://juneman.blog.binusian.org/tag/
Jurnal/Makalah/Artikel/Prosiding: asesmen-risiko/
Abdullah, Rahmat Hi. Urgensi Penggolongan
Narapidana dalam Lembaga
Pemasyarakatan. Fiat Justisia Jurnal
Ilmu Hukum Volume 9 No.1 Januari-
Maret 2015. Hal.49-60

247

Anda mungkin juga menyukai