Abstrak
Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum di penjara.
Oleh karena itu diperlukan satu sistem yang jelas mengenai perlakuan terhadap narapidana.
Meningkatnya kategori dan jumlah narapidana risiko tinggi disikapi oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dengan menetapkan kebijakan perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi di
lembaga pemasyarakatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan
khusus terhadap narapidana risiko tinggi serta implementasi kebijakan perlakuan khusus terhadap
narapidana risiko tinggi di lembaga pemasyarakatan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data penelitian ini dengan pengamatan dan
focus group discussion. Model perlakuan khusus kepada narapidana tertentu merupakan salah satu
syarat untuk mencapai efektifitas pelaksanaan pembinaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
diperoleh hasil bahwa Perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi di Lapas Klas III Gn. Sindur
belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-58.
OT.03.01 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Perlakuan Narapidana Risiko Tinggi. Hal ini disebabkan
karena masih ada kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan pedoman perlakuan terhadap
narapidana risiko tinggi dari sisi sosialisasi peraturan, sumber daya manusia serta sarana dan
prasarana.
Kata Kunci: Kebijakan Pemasyarakatan, Perlakuan Khusus, Narapidana Risiko Tinggi
Abstract
The state obliges to rehabilitate one`s life better than in jail and can live a normal life in the community.
Therefore, it is necessary to build a treatment system to convicts. Category and number of high-risk
prisoners become higher are responded by Directorate General of Correctional by determining the
policy of treatment to them. This research aims to find out the VIP treatment to high-risk inmates
and its implementation at correctional institutions. This research is descriptive with a qualitative
approach. Collecting data by observation and focus group discussion. Model of VIP treatment to
certain convicts is one condition to get the effectiveness of education in correctional. The result of
this research shows that the treatment of high-risk inmates at the correctional institution Clas III of
Gunung Sindur has not been implemented, yet, in accordance with the Regulation of the Director
General of Corrections Number PAS-58.OT.03.01 the Year 2010 on Procedures for the Treatment of
High-Risk inmates. This fact caused by obstacles such as the lack of regulation socialization, human
resources and infrastructure and facilities.
Keywords: Policy of Correctional, VIP Treatment, High-risk Convicts
231
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
232
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
233
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
8. Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta....lihat juga Miles, Matthew
B. dan A. Michel Huberman. 2004. Analisis Data Kualitatif. Cetakan I. Jakarta: UI-Press.
234
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
9. https://lpkedungpane.wordpress.com/informasi/tahap-pembinaan-narapidana/
10. Serikat Putra Jaya, 2005. Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Universitas Dipenogoro, Semarang,
hal.38.
11. Suwarto, 2009. Pengembangan Ide Indiividualisasi Pemidanaan dalam Pembinaan Narapidana Wanita, Pidato
pengukuhan guru besar tetap FH USU, Medan. Lihat juga Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal. 38.
235
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
236
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
martabat yang melekat sebagai manusia,12 risiko tinggi dilakukan oleh Direktorat Jenderal
termasuk juga terhadap narapidana risiko Pemasyarakatan berdasarkan penilaian
tinggi. Untuk menentukan tingkat keamanan, dari petugas wali, para ahli, Bapas dan Tim
penilaian risiko dan kebutuhan narapidana Pengamat Pemasyarakatan.
harus dilakukan pada saat pertama masuk ke Penilaian semua tahanan harus
Lapas. dilakukan pada saat masuk untuk menentukan
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 risiko yang muncul baik untuk diri sendiri dan/
(tiga) hari kerja untuk kepentingan pembinaan, atau orang lain serta kebutuhan mereka.
Kepala Lapas mengajukan permohonan Penilaian individu tersebut penting untuk
kepada Kepala Balai Pemasyarakatan untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan
melakukan Penelitian Kemasyarakatan untuk meminimalkan risiko dan mengetahui
(Litmas) terhadap Narapidana yang diduga kebutuhan narapidana yang memungkinkan
Narapidana Risiko.13 Hasil penilaian masing- dalam proses reintegrasi sosial. Atas dasar
masing narapidana memiliki kualifikasi risiko penilaian risiko dan kebutuhan-kebutuhannya,
yang berbeda, yang mencakup narapidana setiap tahanan harus diklasifikasikan menurut
risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah. catatan kriminal, karakter dan kebutuhan
Semua narapidana termasuk narapidana pengobatan, termasuk kategori keamanan
risiko tingggi harus tunduk pada aturan dan penempatan yang sesuai dengan temuan
pembatasan yang dilakukan untuk melindungi dari assesmen risiko.
masyarakat, narapidana lain dan pegawai. Asesmen risiko merupakan metode
Jumlah narapidana yang ditempatkan dalam sistimatis untuk menentukan apakah suatu
kondisi keamanan maksimum harus serendah kegiatan memiliki risiko yang dapat diterima
mungkin. atau tidak. Ada penilaian risiko, proses
Penilaian ini termasuk risiko melarikan analisis, dan menafsirkan risiko dengan
diri, mengulangi perbuatan, membahayakan kegiatan dasar tertentu.14 Secara garis besar,
diri dan lingkungan, mengganggu ketertiban, unsur analisis risiko yang dimaksud meliputi:
dan bisa memberi pengaruh negatif. (1) Risk Identification, mengidentifikasi
Penilaian ini harus diulang secara berkala dan risiko yang mungkin terjadi (kategorisasi)
penyesuaian tingkat keamanan tergantung serta memetakan penyebab, dampak
dari hasil penilaian. dan konsekuensi dari risiko tersebut.
Hasil dari tahapan ini meliputi dua hal,
Narapidana risiko tinggi berbeda-beda
yakni: identifikasi risiko (jenis, deskripsi,
karakteristiknya sehingga perlu juga standar penyebab, dampak, dan kontrol terhadap
perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan risiko) dan area risiko (area dan sub-area
jenis risiko yang ditimbulkan. Prinsip utama risiko),
dari pendekatan risiko dan kebutuhan ini (2) Risk Analysis, menganalisis risiko
adalah intervensi yang dirancang khusus yang mungkin terjadi (efek samping/
berdasarkan risiko dan kebutuhan bagi kerugian, upaya penanggulangan, dsb),
narapidana dan klien pemasyarakatan yang melakukan penilaian atau penaksiran
memiliki tingkatan risiko rendah, menengah risiko dengan tujuan untuk mengetahui
dan tinggi. Penetapan kualifikasi narapidana tingkat risiko yang ada dan tingkat risiko
237
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
yang harus dikurangi; sehingga akan harus dilakukan ketika seorang narapidana
menghasilkan risiko yang tersisa, dan pertama masuk ke dalam penjara dan diulang
(3) Risk Evaluation, melakukan peninjauan secara berkala. Penilaian ini dimulai pada
secara periodik terhadap pelbagai saat masa persidangan untuk memberikan
potensi risiko yang ada.. informasi kategorisasi yang paling cocok dan
Asesmen Risiko adalah penilaian yang penempatan tahanan sebelum vonis.
dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko Selain itu profesional kesehatan
pengulangan tindak pidana narapidana berkualifikasi diperlukan dalam penilaian
atau klien pemasyarakatan. Asesmen kesehatan berbarengan ketika narapidana
Kebutuhan adalah penilaian yang dilakukan masuk, mengidentifkasi apapun kebutuhan
untuk mengetahui kebutuhan pembinaan perawatan kesehatan, termasuk kesehatan
atau pembimbingan yang paling tepat bagi mental dan mengambil semua tindakan yang
narapidana atau klien pemasyarakatan diperlukan dalam perawatan.
berdasarkan faktor-faktor yang berkontribusi Penilaian risiko dan kebutuhan harus
terhadap tindak pidana yang dilakukannya.15 dilakukan oleh pegawai yang terlatih dan
Asesmen risiko dan kebutuhan harus diulang telah mendapatkan bimbingan teknis/
secara berkala dan bisa dilakukan setiap pelatihan dan memenuhi persyaratan
satu tahun dengan meninjau hasil penilaian yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
sebelumnya dan apabila terdapat informasi Pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam
baru yang dapat berpengaruh terhadap Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor
perubahan tingkat risiko pengulangan pidana 12 tahun 2013 tentang assessment risiko dan
bisa dilakukan kembali. Penyesuaian tingkat assessment kebutuhan bagi Narapidana dan
pengamanan dan tingkat risiko yang sesuai klien pemasyarakatan.
tergantung dari temuan dari asesmen.
Temuaan penilaian risiko dan kebutuhan
Narapidana berisiko tinggi harus harus digunakan dalam mengembangkan
ditangani dengan menerapkan kisaran rencana pembinaan secara komprehensif
tindakan yang bertujuan untuk mengurangi setiap narapidana yang mencakup langkah-
risiko yang bersangkutan melakukan langkah untuk meminimalkan risiko serta
tindakan kekerasan ketika di dalam, maupun intervensi dalam reintegrasi sosial napi
residivis setelah bebas. Strategi manajemen dengan menangani kriminal, kebutuhan dasar
risiko tersebut harus disertakan baik tindakan seperti pendidikan dan keterampilan kerja.
rehabilitatif maupun restriktif dan dilakukan
Hasil penilaian risiko ini akan
evaluasi secara berkala. Tujuan pembinaan
menentukan penempatan dan tingkat
ini adalah napi risiko tinggi kembali menjadi
pengamanan narapidana di lembaga
baik ketika di masyarakat.
pemasyarakatan. Tahanan atau narapidana
Pengelolaan tahanan berisiko tinggi, yang mempunyai risiko tinggi berdasarkan
terutama rencana pembinaan, tidak dapat hasil penilaian ditempatkan dalam Lapas
berhasil tanpa diawali dengan dilakukannya dengan pengamanan maksimun yang salah
penilaian risiko. Penilaian harus dilakukan satunya berupa penempatan pada ruang
oleh Lapas untuk menentukan apakah khusus, penempatan pada ruang isolasi
narapidana itu menimbulkan risiko untuk diri maupun pada Lapas Super Maksimum
mereka sendiri maupun orang lain. Penilaian Security (SMS). Penempatan narapidana
15. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Tentang Assesment Risiko dan Assesment Kebutuhan Bagi Narapidana dan Klien
Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat (1)(2)
238
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
risiko tinggi di Lapas Maximum Security bekal bagi narapidana untuk kembali ke
juga berdasarkan rekomendasi, misalnya masyarakat. Namun kenyataannya lembaga
narapidana narkoba dari Badan Narkotika pemasyarakatan bukan lagi sebagai wadah
Nasional (BNN), teroris dari Badan Nasional pembinaan, karena buruknya kondisi penjara
Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan seiring dengan kelebihan kapasitas penghuni
koruptor dari Komisi Pemberantasan Korupsi lembaga pemasyarakatan. Kelebihan
(KPK). kapasitas ini hampir di seluruh lembaga
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan pemasyarakatan di Indonesia.17
sebagai lembaga pendidikan dan sekaligus Latessa mengidentifikasi faktor-faktor
sebagai lembaga pembangunan yang yang dapat memprediksi kemungkinan
mampu meningkatkan nilai tambah bagi terpidana akan mengulangi atau melakukan
narapidana, dengan mempertajam program kembali tindak kejahatan. Lima prediktor
pembinaan narapidana (warga binaan utama tersebut adalah (1) Antisosial
pemasyarakatan). Dengan kata lain lembaga terhadap nilai-nilai yang berlaku (antisocial
pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan values); (2) Antisosial terhadap kelompok
narapidana harus mampu berfungsi sebagai sebaya (antisocial peers); (3) Lemahnya
lembaga pendidikan dan pembangunan.16 pengendalian diri, manajemen diri, dan
Pembinaan dan penempatan warga binaan keterampilan memecahkan masalah (Poor
pemasyarakatan harus sesuai dengan self control, self management, and problem
karakteristik agar tercapai tujuan dari solving skills), (4) Disfungsi keluarga (family
pemasyarakatan. dysfunction), dan; (5) Kriminalitas masa lalu
Narapidana harus dikategorikan sesuai (past criminality).18
tingkat keamanan sesuai dengan hasil Perilaku narapidana di dalam lembaga
penilaian. Narapidana risiko tinggi seperti pemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh
napi lainnya seharusnya pengaturan penem- perilaku mereka ketika belum masuk ke dalam
patannya untuk melindungi dan memberi rasa penjara. Andrews dan Bonta mengungkapkan
aman baik bagi diriya mauppun orang lain. tentang criminogenic needs atau faktor risiko
Mereka harus ditempatkan terpisah (area yang ada pada diri perilaku kriminal dan
isolated) dari komunitas narapidananya dan berkorelasi dengan perilaku kriminal. Farlex
diikuti oleh penjagaan yang ketat . menyebutkan bahwa Criminogenic needs
adalah dinamika faktor risiko yang secara
Narapidana Risiko Tinggi
langsung berhubungan dengan perilaku
Lembaga pemasyarakatan sebagai kriminal yang menyebabkan atau membentuk
salah satu wadah pembinaan narapidana perilaku kriminal. Menurut Kamus kesehatan,
juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan Perilaku berisiko adalah setiap perilaku atau
yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi tindakan yang meningkatkan kemungkinan
narapidana dengan memberikan program seseorang tertular atau menularkan
pembinaan kerohanian dan kemandirian, penyakit. 19
16. Adi Sujatno, 1993. Upaya-Upaya Menuju Pelaksanaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin Bandung, Seminar Nasional Pemasyarakatan Terpidana II, Jakarta: U.I.hal. 13.
17. Adi Sujatno, Ibid,
18. Mochamad Rifai, Program Intervensi Kemanusiaan Bagi Pembinaan Narapidana. Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 2:
150-155.
19. http://kamuskesehatan.com/arti/perilaku-berisiko/
239
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
perilaku yang memberi dampak negatif diri perlu disediakan satu sistem yang jelas
sendiri, orang lain maupun lingkungannya.20 mengenai penanganan perlakuan terhadap
Narapidana yang terus-menerus terlibat narapidana. Berkembangnya modus dan
dalam berbagai perilaku seperti kekerasan operandi kejahatan telah berpengaruh
terhadap orang lain, bunuh diri, usaha terhadap metode dan tata cara perlakuan
bunuh diri, sengaja menyakiti diri sendiri, terhadap narapidana yang menjalani pidana
penggunaan narkoba, aktivitas seksual tanpa di lembaga pemasyarkatan.
kondom, perbudakan dan perusakan properti Berdasarkan penilaian yang dilakukan
publik yang meningkatkan probabilitas petugas pemasyarakatan, masing-masing
mereka menjadi narapidana risiko tinggi. narapidana memiliki kualifikasi risiko yang
Dalam sistem pemasyarakatan, berbeda yang mencakup narapidana risiko
pembinaan terhadap narapidana harus tinggi, risiko sedang dan risiko rendah.
dipisahkan sesuai dengan karakteristiknya. Kualifikasi risiko ini memerlukan perlakuan
The United Nations Standard Minimum Rules yang berbeda.
for the Treatment of Prisoners mengharuskan Narapidana risiko tinggi adalah
tahanan selalu harus dipisahkan sesuai Narapidana yang berdasarkan penilaian
dengan status hukum mereka (tahanan ditetapkan sebagai narapidana risiko tinggi
peradilan), jenis kelamin (laki-laki dari berdasarkan surat keputusan Menteri Hukum
perempuan) dan usia (anak-anak dari dan Hak Asasi Manusia,21 hasil pemeriksaan
orang dewasa). Undang- Undang Nomor 12 terhadap narapidana yang dinyatakan
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal mempunyai risiko tinggi ditetapkan oleh
12 juga mengatur bahwa dalam rangka Ditjen Pemasyarakatan atas usul tim melalui
pembinaan terhadap narapidana di Lembaga kantor wilayah. Ada dua kualifikasi penilaian
Pemasyarakatan dilakukan penggolongan narapidana risiko tinggi yaitu kualifikasi
atas dasar: umur; jenis kelamin; lama pidana A dan kualifikasi B. Kualifikasi A adalah
yang dijatuhkan; jenis kejahatan; dan kriteria penilaian terhadap narapidana tertentu
lainnya sesuai dengan kebutuhan atau yang memuat penilaian memenuhi salah
perkembangan pembinaan. satu hal yang berhubungan dengan jaringan
Berkembangnya pola dan jenis yang masih aktif, kemampuan mengakses
kejahatan seperti terorisme, narkotika, senjata dan bahan peledak, memiliki catatan
korupsi dan kejahatan lainnya secara melarikan diri, memiliki akses dan pengaruh
langsung mempengaruhi pelaksanaan sistem di dalam Lembaga Pemasyarakatan, terbukti
pemasyarakatan. Penggolongan narapidana melakukan percobaan melarikan diri, memiliki
juga memerlukan penyesuaian karena kemampuan melarikan diri dengan atau
pelaku tindak pidana ini berpotensi menjadi tanpa bantuan orang lain, residivis, terpidana
narapidana risiko tinggi. hukuman mati dan seumur hidup. Kualifikasi
Salah satu prinsip pemasyarakatan B adalah penilaian risiko penularan penyakit
adalah negara tidak berhak membuat dari narapidana yang mengidap HIV/AIDS,
seseorang lebih buruk atau lebih jahat dari Tuberculosis (TB), Hepatitis dan penyakit
pada sebelum di penjara, oleh karena itu menular berbahaya lainnya.22
20 FGD Penempatan Narapidana High Risk tanggal 9 Maret 2017 di Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Bandung.
21. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor: PAS.58.OT.03.01 tahun 2010 tentang Prosedur Tetap perlakuan
narapidana risiko tinggi
22. Ibid, Ketentuan Umum
240
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
23. Shane Bryans and Tomris Atabay, Hand Book on the Management of high-risk prisoners (criminal justice
handbookseries), UNODC :New York, 2016
24. Shane Bryans and Tomris Atabay, Ibid
25. Suwarto, op.cit
241
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
dan merupakan kelanjutan dari proses tidak didasarkan pada pertimbangan ketiga
penerimaan tahanan/narapidana baru, dan hal tersebut menyebabkan kebijakan yang
dalam proses penempatan ini tidak bisa diterbitkan semata-mata menyasar pada
dilakukan secara acak atau terkesan asal gejala (simptom).
ditempatkan saja.26 Proses penempatan Setelah ditempatkan dalam blok khusus,
dilakukan melalui penilaian terhadap tingkat dilakukan pendataan dan pengumpulan
risiko dan kebutuhan, karakteristik narapidana informasi awal28 untuk menentukan
berdasarkan rekomendasi dari Tim Pengamat Narapidana tersebut masuk kategori
Pemasyarakatan (TPP). Narapidana Risiko Tinggi atau tidak.
Hasil penelitian Pembimbing Ke- Pendataan ini bersifat individual dan ditempat
masyarakatan dan studi kasus yang yang khusus.
dilakukan oleh wali digunakan untuk Narapidana yang masuk kategori risiko
menentukan kualifikasi, jenis pengamanan tinggiperlumendapatkankeputusankualifikasi
dan penempatannya. Baik itu pengamanan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
minimal, pengamanan menengah, maksimal namun hal ini belum dilakukan di Lapas
dan super maksimal. Gn Sindur. Berdasarkan hasil penilaian
Ada tiga sistem distribusi untuk dari wali, para ahli, Bapas dan TPP, Kepala
narapidana berisiko tinggi yaitu:27 1) Lapas dapat mengajukan permohonan untuk
ditempatkan dalam satu tempat konsentrasi), mendapatkan kualifikasi bagi narapidana.
2) diblok/kamar khusus di Lapas (pemisahan) Bagi narapidana yang diduga
dan 3) diisolasi dari satu sama lain (isolasi). narapidana risiko tinggi yang telah
Tidak ada aturan khusus mengenai apakah ditempatkan di blok hunian khusus, kalapas
tahanan berisiko tinggi harus terkonsentrasi melalui bagian pembinaan memerintahkan
dalam satu atau lebih lembaga atau tersebar segera menentukan dan menunjuk wali.
dalam sistem penjara, namun yang perlu Penunjukan wali berdasarkan pendidikan dan
diperhatikan adalah bahwa penempatan pengalaman dalam menangani narapidana
narapidana harus tetap memperhatikan yang diduga narapidana risiko tinggi. Wali
ketentuan dalam standar minimum. sekurang-kurangnya telah mendapatkan
Saat ini kebijakan yang diambil oleh pelatihan khusus untuk menangani penelitian
Ditjen Pemasyarakatan dalam penempatan narapidana risiko tinggi.
narapidana risiko tinggi yakni dikirim ke salah Pemisahan seorang narapidana
satu blok di Lapas Gn Sindur. Lapas ini berisiko tinggi dilakukan karena keberadaan
merupakan salah satu UPT Pemasyarakatan narapidana tersebut di lapas konvensional
yang berada dibawah Kantor Wilayah Jawa dikhawatirkan dapat mengganggu sistem
Barat yang saat ini dijadikan sebagai tempat pembinaan pemasyarakatan serta
penempatan narapidana risiko tinggi. meresahkan sesama narapidana maupun
Keputusan untuk memindahkan nara- petugas.
pidana risiko tinggi ke UPT tertentu yang
26. Yuliawan dwi Nugroho, 2008. Upaya Penanggulangan Jakarta: Universitas Indonesia. Hal.132 lihat http://lib.ui.ac.
id/file?file=digital/120014-T%2025413- Upaya%20Penanggulangan-Analisis.pdf
27. Shane Bryans and Tomris Atabay, op.cit
28. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor: PAS.58.OT.03.01 tahun 2010 tentang Protap perlakuan narapidana risiko
tinggi menjelaskan Informasi awal meliputi penelitian latar belakang kehidupan, latar belakang kasus, hubungan
dengan keluarga, jaringan yang dimiliki, latar belakang sosial, riwayat pekerjaan, pendapat dari aparatur, riwayat
kesehatannya dan informasi lain yang dianggap penting.
242
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
29. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : PAS-449.PK.02.03.01 Tahun 2015 tentang Standar Evaluasi
Hunian Lapas/Rutan
30. Rahmat Hi. Abdullah. Urgensi Penggolongan Narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan. Fiat Justisia Jurnal Ilmu
Hukum Volume 9 No.1 Januari-Maret 2015. Hal.49-60
243
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
membahayakan, (11) video compact disc 17 Control lock. 36 Senjata dan paint
ball.
(VCD)/audio visual, dan (12) buku-buku yang
18 Lampu sorot 37 Water cannon.
dianggap membahayakan.31 (spotlite) dan
Untuk narapidana risiko tinggi Lampu cadangan.
memerlukan tingkat pengamanan yang 19 Alat pemadam 38 Tenda.
maksimum. Pelaksanaan prosedur tetap kebakaran
31. Peraturan Dirjen Pemasyarakatan Nomor : 58.OT.03.01 Tahun 2010 Tentang Prosedur Tetap Perlakuan
Narapidana Risiko Tinggi
32. Ibid, Pasal 2
244
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
yang lebih daripada pegawai di lapas biasa. c. Penilaian khusus dilakukan atas
Pelatihan khusus harus diberikan kepada permintaan kantor wilayah maupun
pegawai sebelum ditempatkan di dalam direktorat untuk perubahan status
Lapas dan pelatihan lanjutan sesuai dengan narapidana risiko tinggi berdasarkan
bidang pekerjaannya. Terutama pegawai adanya bukti yang meyakinkan
yang menjaga narapidana risiko tinggi harus mengenai penurunan atau peningkatan
risiko pengamanan.
mempunyai keahlian dan keterampilan yang
memadai. Selain itu jumlah pegawai harus Penempatan narapidana pada penjara
sesuai dengan tingkat yang diperlukan dalam berdasarkan pengamanan maksimum
memastikan keamanan, keselamatan dan (maximum security) hanya diterapkan
stabilitas lembaga. (imposed) kepada hanya sebagaian kecil
dari narapidana, sehingga evaluasi dan
Jumlah pegawai disetiap lapas harus
penilaian ulang tingkat risiko narapidana
ditetapkan sesuai dengan beban kerja dalam
harus dilakukan.
memastikan keamanan, tata letak penjara,
kondisi fisik penjara, dan ketersedian sarana Negara tidak berhak membuat seseorang
dan prasarana. lebih buruk atau lebih jahat dari pada sebelum
dipenjara, oleh karena itu untuk menghindari
Tidak selamanya narapidana risiko tinggi
pengaruh narapidana risiko tinggi pada napi
ditempatkan pada pengamanan maksimum.
lain sebaiknya ditempatkan ke dalam lapas
Evaluasi dan Penilaian ulang adalah bagian
khusus (satu orang satu sel).
penting dari setiap sistem klasifikasi dan
penggolongan narapidana dalam usaha untuk Untuk memastikan prinsip itu terlaksana
menyeimbangkan keamanan dan rehabilitasi. maka perlu disediakan satu sistem yang
Kegiatan tersebut harus dijadwalkan dan jelas mengenai penanganan perlakuan
dilakukan dengan frekuensi yang wajar dan bagi narapidana yang terdiri dari aspek
dengan melihat perkembangan individu pembinaan petugas, pembentukan ketentuan
narapidana. peraturan yang jelas dan pemenuhan sarana
dan prasarana, pemenuhan anggaran dan
Ada tiga metode penilaian yang
kejelasan pengelolaannya.
digunakan dalam perlakuan terhadap
narapidana risiko tinggi, yaitu:
PENUTUP
a. Penilaian awal dilakukan berdasarkan
rekomendasi wali, bapas dan informasi
Kesimpulan
lainnya, jangka waktu penilaian dilakukan
1 (satu) bulan setelah narapidana Perlakuan terhadap narapidana risiko
menjalani admisi dan orientasi, tinggi di Lapas Klas III Gn. Sindur belum
dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan diimplementasikan secara efektif sesuai
(penangunggung jawab hasil penilaian dengan Peraturan Direktur Jenderal
adalah Kalapas); Pemasyarakatan Nomor PAS-58.OT.03.01
b. Penilaian tahunan dilakukan oleh tahun 2010 tentang Prosedur Tetap Perlakuan
Direktorat berdasarkan rekomendasi Narapidana Risiko Tinggi. Hal ini disebabkan
yang berasal dari TPP Lapas, untuk karena masih ada kendala-kendala yang
melakukan analisa dan peninjauan menghambat pelak- sanaan protap perlakuan
terhadap status dan jenis perlakuan terhadap narapidana risiko tinggi tersebut
narapidana risiko tinggi; dan diantaranya kurangnya sosialisasi, kurangnya
SDM terlatih, sarana dan prasarana yang
belum lengkap.
245
JIKH Vol. 11 No. 3 November 2017 : 231 - 247
Saran
1. Melakukan Sosialisasi Peraturan
Direktur Jenderal Pemasyarakatan
nomor PAS-58.OT.03.01 tahun 2010
tentang Prosedur Tetap Perlakuan
Narapidana Risiko Tinggi kepada semua
pegawai di lingkungan pemasyarakatan.
2. Perlu menyediakan sumber daya
manusia/petugas yang terlatih dalam
penanganan narapidana risiko tinggi.
3. Perlu merehabilitasi gedung, penyediaan
sarana dan prasarana Lembaga
Pemasyarakatan sesuai standard.
4. Membentuk tim dengan melibatkan
assessor yang berkompeten dalam
rangka melakukan assesmen dan
analisis risiko terhadap narapidana serta
melakukan evaluasi penilaian terhadap
perkembangan tingkat risiko untuk
pembinaan lebih lanjut.
5. Melakukan asesmen untuk mendapatkan
pegawai yang memiliki integritas
dan kompetensi dalam menangani
Narapidana risiko tinggi.
246
Kebijakan Perlakuan Khusus(Haryono)
247