Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah HAKI yang berjudul ‘ Hak Milik
“ dan juga sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.
Kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
serta kekurangan maka dari itu kami mohon kritik dan saran dari semua yang membaca makalah
ini sebagai bahan koreksi untuk kami.

Kupang, Februari 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 2

Bab II Pembahasan

2.1 Asal Usul Hak Milik 3

2.2 Pengertian Hak Milik 3

2.3 Pembagian Hak 4

2.4 Sebab-sebab Pemilikan 7

2.5 Klasifikasi Hak Milik 8

2.6 Prinsip-prinsip Pemilikan 9

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan 20

3.2 Saran 20

Daftar Pustaka 21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup bermasyarakat, saling

membutuhkan dan saling mempengaruhi. Dalam jual beli seseorang tidak bisa bermuamalah

sendirian. Apabila menjadi penjual maka memerlukan pembeli dan seterusnya. Setiap manusia

memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan

manusia agar tidak melanggar hak-hak orang lain, maka timbulah hak-hak diantara sesama

manusia, lebih tepatnya hak kepemilikan.

Dalam hak Milik harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan moral, serta dijabarkan didalam

aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian. Benar pernyataan bahwa hukum tanpa

moral dapat jatuh kepada kedzaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan

ketidakpastian. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai ‘Hak

Milik’.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya Hak?

2. Apa Pengertian dari Hak Milik?

3. Bagaimanakah Pembagian Hak?

4. Apa yang menjadi sebab-sebab Pemilikan?

5. Bagaimana Klasifikasi Milik?

6. Apa saja Prinsip dari Pemilikan

3
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk Memahami Apa yang Melatarbelakangi Terjadinya Hak

2. Untuk Memahami Pengertian Hak Milik

3. Untuk Memahami Pembagian dari Hak

4. Untuk Memahami Apa yang Menjadi Sebab-sebab Pemilikan

5. Untuk Memahami Klasifikasi dari Miliik

6. Untuk Memahami Prinsip dari Pemilikan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asal-usul Hak Milik

Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan

kehendak. Untuk menjaga keperluan masing-masing perlu ada aturan-aturan yang mengatur

kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan merampas hak-hak orang lain. Maka,

timbullah hak dan kewajiban antara sesama manusia. Hak milik diberi gambaran nyata oleh

hakikat dan sifat syariat islam sebagai berikut:

a. Tabiat dan syariat islam adalah merdeka (bebas). Dengan tabiat dan sifat ini umat islam

dapat membentuk dirinya, suatu kepribadian yang bebas dari pengaruh negara-negara barat dan

timur serta mempertahnkan diri dari pengaruh-pengaruh komunis-kapitalis.

b. Syariat islam dalam menghadapi berbagai kemusykilan senantiasa bersandar kepada

maslahat sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber pembentukan hukum islam.

c. Corak ekonomi islam berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah, yaitu suatu corak yang

mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Bentuk ini dapat memelihara kehormatan diri

milik yang menunjukkan jati diri. Ekonomi yang di anut dalam islam ialah sesuatu yang menjadi

kepetingan umum dijadikan milikbersama, seperti rumput, api, dan air, sedangkan yang tidak

menjadi kepentingan umum dijadikan kepentingan milik pribadi.[1]

2.2 Pengertian Hak Milik

Hak menurut pengertian umum, hak ialah:

kekuasaan mengenai sesuatu yang wajib dari sseorang kepada yang lainnya. Sedangkan definisi

Milik adalah Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara orang

tersebut bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual ataupun digadaikan, baik perorangan

5
atau melalui perantara orang lain.

Berdasarkan definisi di atas dapat dibedakan antara hak dan milik, sebagai contohnya adalah

seorang pengampu berhak menggunakan harta yang berada di ampuannya, pengampu punya hak

untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di bawah ampuannya.

Dengan kata laindapat di sebut dengan “tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan

tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.

Hak yang dijelaskan di muka, adakalanya merupakan sulthah dan taklif .

a. Sulthah terbagi dua yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala syai’in mu’ ayanin

· Sulthah ‘ala al nafsi ialaah hak seseorang terhadap jiwa seperti hak hadlanah

(pemeliharaan anak).

· Sulthah ‘ala syai’in ‘mu’ayanin ialah hak manusia untuk memilki sesuatu, seperti

seseorang berhak memiliki sebuah mobil.

b. Taklif adalah orang yang brtaggung jawab, taklif adalakanya tanggunagn pribadi (‘ahdah

syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah

maliyah ) seperti membayar hutang.

Para fuqaha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda (a’yan) sedang ulama

hanafiyah berpendapat bahwa hak adalah bukan harta (‘ina al-haqqa laisa hi al-mal).[2]

2.3 Pembagian Hak

Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mal dan ghair mal.

a. Hak Mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti kepemilikan benda-benda atau

utang-utang.

b. Hak Ghair mal ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dara sesseorang terhadap orang

lain. Hak ghair mal terbagi menjadi dua yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini.

6
· Hak ‘aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak

‘aini juga terbagi menjadi dua yaitu ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli adalah adanya wujud benda

tertentu dan adanya shahub al-haq seperti hak milkiyah dan hak irtifaq. Hak ‘aini thab’i adalah

jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berhutang.

Apabila yang berhutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.

Ø Macam-macam hak ‘aini terbagi menjadi sepuluh ialah sebgai berikut:

a. Hak milkiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia memiliki,

menggunakan, mengambil manfaat menghabiskannya, membnasakannya dan merusaknya

dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.

b. Hak ‘al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya. Haq al-

isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istighal (mencari hasil), missalnya rumah yang

diwakafkan untuk didiami, si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami ia tidak boleh mencari

keuntungan dari rumah itu.

c. Haq al-irtifaq ialah hak untuk memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas

suatu kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya, ssaudara

ibrahim memiliki sawah yang sebelahnya sawah saudara ahmad. Air dari selokan dialirkan

kesawah ibrahim, sawah tuan ahmad pun membutuhkan air. Air dari kan milik sawah ssaudara

ibrahim dialirkan ke saudara tuan ahmad dan air tersebut bukan milik saudara tuan ibrahim.

d. Haq al istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan

hak ‘aini bagi murtahim, hak itu berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaitan

dengan zakat benda karena rahn, hanya jaminan semata.

e. Haq al- ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak

multaqih (hak yang menemukan barang) menahan benda luqathah.

7
f. Haq qarar (menetap) atas tanah wakaf yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf ialah:

· Haq al-hakr ialah hak untuk menetap diatas tanah wakaf yang disewa, untuk waktu yang

lama atas seizin hakim.

· Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah, dalam waktu yang lama,

dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam keadaan

semula missalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan

sewanya dibayar setiap tahun.

· Haq al-qadar ialah hak untuk menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa.

· Haq al-marshad ialah hak untuk mengawasi atau mengontrol.

g. Hak al-murur ialah hak mausia untuk mendirikan bangunannya di ats bangunan orang lain.

h. Haq ta ‘alli ialah hak manusia untuk menepatkan bangunannya di atas bangunan orang lain.

i. Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya atau rapatnya

batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar dan menimbulkan

kesulitan bagi tetangganya.

j. Haq syafah atau hak hak syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum

sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya. Ditinjau dari

hak syurb air dibagi terbagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Air minum yang tidak dimiliki seseorang, misalnya air sungai, rawa-rawa telaga dan yang

lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa pun dengan syarat tidak

memudharatkan orang lain.

2. Air di tempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang di buat oleh pemiliknya

untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut maka tidak berhak untuk

menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari

8
sumur tersebut atas seizin pemilik kebun.

3. Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara dan disimpan di

suatu tempat yang telah di sediakan, missalnya air di kolam, kendi, dan bejana-bejan tertentu.[3]

2.4 Sebab-sebab Pemilikan

Harta berdasarkan sifatnya tersedia dan dapat dimiliki oleh manusia, sehingga manusia dapat

memiliki suatu benda. Faktor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain:

a. Ikraj al mubahat untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh seseorang) atau harta yang

tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tak ada penghalaang syara’

untuk dimiliki. Untuk memiliki benda-benda mubaht maka diperlukan dua syarat yaitu:

· Benda mubahat belum diikhrajkan oleh orang lain. Seseorang mengumpulkan air dalam

satu wadah, kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak berhak mengambil air

tersebut, sebab telah diikhrazkan orang lain.

· Adanya niat atau maksud memiliki. Maka seseorang memperoleh harta mubahat tanpa

adanya niat, tidak termasuk ikhraz.

b. Khalafiyah ialah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama, yang

telah lama hilang berbagai macam haknya. Khalafiyah ada dua macam yaitu:

· Khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy, yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam

memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muwaris. Harta yang ditinggalkan muwaris disebut

Tirkah.

· Khalafiyah sya’an sya’in yaitu apabila seseorang merugikan orang lain atau merampas

barang orang lain kemudian rusak ditangannya atau hilang, maka wajiblah a yang dibayar

harganya dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta. Maka khalafiyah sya’an sya’in disebut

juga dengan tadlmin atau ta’widl (menjamin kerugian).

9
c. Tawalud min Mamluk yaitu segala yang dari benda yang telah dimiliki, menjadi hak bagi

yang memiliki benda tersebut. Sebab pemilikan Tawalud min Mamluk dibagi menjadi dua

pandangan yaitu:

· Mengingat ada atau tidak adanya ikhtiar terhadap hasil-hasil yang dimiliki (i’tibar wujud

al ikhtiyar wa’ adamihi fiha)

· Pandangan terhadap bekasanya (i’tibar atsariha)

d. Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun,

Umar r.a ketika menjabat khalifah ia berkata; sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang

memnafaatkannya dari seseorang yang tidak memnafaatkannya selama tiga tahun”. Hanafiyah

berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang

maka tanh itu berhak menjadi miliknya.

2.5 Klasifikasi Hak Milik

Milik yang dibahas dalam fiqih muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian

yaitu:

1. Milik tam yaitu suatu kepemilikan yang meliputi Benda dan manfaatnya sekaligus, artinya

bentuk benda (zat benda) dan kegunaanya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh ddengan

banyak cara jual beli misalnya.

2. Milik naqishah, yaitu bila seseornag hanya memiliki hanya salah satu dari benda tersebut,

memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki kegunaannya saja tanpa memiliki

zatnya.

Milik naqish yang berupa penguasaan terhadap zat barang disebut milik raqabah. Sedangkan

miliki naqish yang berupa penguasaan terhadap kegunaanya saja disebut dengan milik manfaat

atau hak guna pakai, dengan cara i’arah, wakat, dan washiyah.

10
Dilihat dari segi mahal (tempat) milik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Milk al’ain atau disebut juga dengan milik al raqabah yaitu memilki semua benda baik

benda tetap atau benda-benda yang dapat dipindahkan seperti pemilikan terhadap rumah, kebun,

motor, mobil dan lainya disebut dengan milik al’ain.

2. Milk al-manfaah yaitu seseorang yang hany memiliki manfaatnya saja dari suatu benda,

seperti benda hasil meminjam, wakaf, dan lainnya.

3. Milk al aayn yaitu kepemilikan karena adanya utang, misalnya sejumlah uang dipinjamkan

kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Uatang wajib dibayar oleh orang yang

berhutang.

2.6 Prinsip-prinsip Pemilikan

Hak-hak untuk mendapatkan warisan dan hak-hak untuk mewaris juga membuktikan adanya

hak milik. Hanya islam memberikan batas-batas tentang hak milik peseorangan ini agar manusia

mendapat kemaslahatan dalam pengembangan harta tadi dalam menafkahkan dan dalam

perputarannya.

1. Prinsip pertama

Menetapkan bahwa dalam hakikatnya harta itu adalah milik allah swt dan dalam firman allah

dalam Al-Quran:

“ Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang

Allah Telah menjadikan kamu menguasainya[1456]. Maka orang-orang yang beriman di antara

kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Q.s al-Hadid:

7)

yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik

11
pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut

hukum-hukum yang Telah disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.

2. Prinsip kedua

Harta kekayaan janagn sampai hanya ada atau hanya dimiliki segolongan kecil masyarakat.

“….Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu”(QS.

Al-Hasyr :7)

3. Prinsip ketiga

Ada barang-barang yang karena delaluri-nya adalah untuk kepentingan masyarakat seluruhnya,

seperti jalan-jalan, irigasi, tempat-tempat peribadatan. Adapun hadist nabi saw yang berbunyi

“manusia berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api.

Adalah air yang belum jadi milik perseorangan, dan api diddalam mengambil penerangan dan

manfaat nyalanya.

Banyak cara yang dibenarkan untuk mendapatkan pemilikan, diantaranya

1. Perburuan

2. Membuka tanah baru yang tidak ada pemilik nya, menghidupkan tanah yang sudah mati

yang tidak ada pemiliknya, barang siapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi

miliknya.

3. Mengeluarkan apa yang ada di dalam bumi, baik ma’dan maupun kanz yang keduanya

biasa disebut Rikaz. Dengan pembagian 4/5 untuk yang mengeluarkannya dan seperlima

zakatnya. Hal ini karena ornag yang bersangkutan menggunakan kuasanya sendiri untuk

medapatkan harta tadi.

4. Salab dan ghahanimah, empat perlima dari barang ini untuk yang berperang. Firman allah:

” ketahuilah sesungguhnya apa yang kamu peroleh sebagai rampasan perang maka seseunguhnya

12
seperlima untuk allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu

sabil”(QS.Al-Anfal:41)

5. Bekerja dengan mengambil upah dari yang lain firman allah:

“ dialah yang menjadikan bumi itu denagn mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala

penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya, dan kepada-Nya lah kamu (kembali setelah)

dibangkitkan”(QS. AL-Mulk : 15)

a. Tidaklah seorang itu memakan makanan kecuali yang baik dari hasil (pekerjaan )

tangannya, karena Nabi Daud a.s juga memakan makanan dari hasil( pekerjaan ) tangannya

(Hadist al-buchori)

b. Berikan karayawan itu hak (upah)-nya sebelum kering keringatnya. HR al-baihaqi

6. Dari zakat untuk para mustahiq zakat

7. Disamping itu pula pemilikan karena perpindahan yang bukan krena kehendak yang bebas

dari perorangan semacam warisan, hibah, wasiat, dan lain sebagainya, ini jelas dalam batas-batas

tertentu yang dapat dimiliki misalnya di dalam wasiat dan orang tertentu misalnya dalam

warisan, hibah,dan sedekah dan tathowu”lainnya juga termasuk dalam bidang ini kepemilikan

karena akad dan attawaludu minal mamluk (hasil dari harta yang dimiliki)

Mazhab maliki dan hanafi mengemukakan teori ta’asuf yang didalam penerapan terhadap hak

milik sebagai berikut :

a. Tidak boleh menggunakn hak kecuali untuk mencapai maksud yang dituju dengan

mengadakan hak tersebut.

b. Menggunakn hak dianggap tidak menurut agama jika mengakibatkan timbunya bahaya

yang tidak lazim.

c. Tidak boleh mengunakan hak kecuali untuk mendapat manfaat bukan untuk merugikan

13
orang lain

Seperti telah dikemukakakn di atas disamping hak milik perseorangn kita kenal pula hak

masyarakat seperti halnya disamping kewajiban perseorangan adapula kewajiban

kemasyarakatan (fardu ain dan fardu kifayah).

Mustahafa As siba’i memberikan dua nbelas macam jaminan sosial ialah:

a. Zakat

b. Infaq

c. Wakaf

d. Wasiat

e. Harta pendapatan perang

f. Hasil dari penggalian bumi

g. Nazar

h. Kafarat

i. Kurban

j. Zakat fitrah

k. Undang-undang tentang pembendaharaan umum

l. Undang-undang tentang tanggung jawab umat

Sedangakan T.M Hasbi Ash-shiddiqy merincikan sumber-sumber pemasukan harta untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai berikut :

a. Pajak tanah (kharaz)

b. Pajak hasil bumi

c. Zakat emas, perak, ternak, pertambangan, dan fitrah.

d. Kekayaan yang diperoleh dari musuh tanpa perang

14
e. Seperlima dari hasil rampasan perang

f. Seperlima dari hasil barang-barang logam

g. Seperlima dari harta karun

h. Seperlima dari hasil penemuan emas dan perak

i. Seperlima dari hasil lautan

j. Pajak kepala (al jizyah)

k. Bea cukai barang ekspor dan impor

l. Barang tercecer yang tidak diketahui siapa pemilik nya

m. Harta peninggalan dari orang-orang yang itdak memilki ahli waris

n. Upeti atau uang damai dari musuh untuk jaminan perdamaian

o. Harta wakaf

p. Sumbangn wajib dari rakayat karena negara membutuhkannya

q. Penetapan-penetapaan ulil amriyang tidak bertentangn denga nash syara’

Apabila kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi maka dapat ditutup dengan

penghasilan lain atas dasar maslahah mursalah dan saddudz dzaro’i. Didalam pelaksanaan

pengumpulan hak-hak masyarakat ini harus diingat:

1. Jangan di minta kepda seseorang yang diluar kewajibannya

2. Jangan dikenakan beban harta kepada seseorang kecuali karena kemaslahatan umum yang

dikehendaki oleh situasi dan kondisi.

3. Jangan dipungut dari seseorang kecuali sesuai kemampuan atau keadaan orang tersebut.

15
Contoh Kasus

Penggugat mempunyai sebidang tanah pekarangan dengan status Hak Milik seluas 2.455 M2 atas

nama ASRI SUMARDJONO (Ibu Penggugat) yang terletak di Jl.Timoho No.30 RT.81 RW.19

Baciro Gondokusuman, Yogyakarta sebagaimana tersebut dalam daftar Sertifikat Tanah Hak

Milik No.01583/Baciro, Surat Ukur No.1 Tanggal 14-01-1998 yang diterbitkan oleh Kantor

Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 14 Januari 1998 No.Sertifikat 13.05.03.04.1.91583;

Tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut diatas, diatasnya berdiri 3 (tiga) Bangunan rumah

milik Penggugat yang terpisah, yakni Bangunan I seluas kurang lebih 150 M2, Bangunan II

seluas 20 M2 dan Bangunan III seluas 100 M2, yang ketiga bangunan milik Penggugat tersebut

terletak pada sisi bagian barat dari posisi tanah Pekarangan milik Penggugat tersebut, dan

bangunan-bangunan tersebut saat ini ditempati oleh Penggugat.

Pada tahun 2007, Tergugat I mendatangi Penggugat dengan maksud untuk bekerja sama

membuat usaha dan mendirikan Rumah Toko (Ruko) yang rencananya akan dibangun Ruko

diatas tanah milik Penggugat tersebut diatas (posita No.1 diatas) pada bagian depan/sisi timur

dari tanah milik Penggugat, dengan rencana kesepakatan pada waktu itu, Tergugat I akan

membangunkan ruko kemudian disewakan kepada pihak ketiga dengan pembagian keuntungan,

Penggugat mendapatkan 20% dari harga sewa selama 10 tahun, setelah jangka waktu 10 tahun

bangunan Ruko tersebut menjadi hak milik Penggugat dan pengurusan Izin Mendirikan

Bangunan (IMBB) adalah tanggung jawab Pihak Tergugat I.

Sebelum rencana kesepakatan itu dituangkan dalam Akta Kesepakatan, ternyata oleh Tergugat I

tanpa ijin Penggugat pada tahun 2007 tersebut serta-merta memulai pembangunan Bangunan

Ruko dimaksud dan hanya berselang sekitar 3 (tiga) bulan bangunan Ruko telah selesai dan

16
Tergugat I menyatakan kesanggupannya untuk segera menguruskan proses Izin Mendirikan

Bangunan (IMBB) pada Pemerintah kota Yogyakarta berdasarkan kesanggupan dan kesepakatan

bersama bahwa Tergugat I akan bertanggung jawab untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan

(IMBB).

Pada waktu itu masih dalam tahun 2007 dengan adanya kekhawatiran dari Penggugatt akan

timbul permasalahan dikemudian hari, maka Penggugat menawarkan kepada Tergugat I untuk

dibuatkan secara formal Akta Perjanjian Kerja Sama melalui Notaris, sehingga disepakati

membuat Akta Perjanjian Kerjasama melalui Notaris yang ditunjuk yakni Notaris Tri Agus

Heryono, SH, ternyata setelah konsep Perjanjian Kerjasama itu sudah selesai didraf, tinggal akan

dilakukan penandatanganan Perjanjian, dengan Itikad Tidak Baik dari Tergugat I sampai saat ini

Surat Perjanjian Kerjasama tersebut belum ditandatangani dan difinalkan oleh Tergugat I,

padahal pada waktu itu Bangunan Ruko sudah jadi, malahan oleh Tergugat I telah Menyewakan

kepada Tergugat III dan Tergugat IV; Bangunan Ruko tersebut menjadi 3 (tiga) bagian bangunan

yang masing-masing bagian dengan ukuran dan luas kurang lebih 27 M2 yang luas keseluruhan

Bangunan Ruko tersebut seluas 81 M2, setelah Penggugat mengetahui bahwa dari ketiga bagian

bangunan Ruko tersebut telah disewakan kepada pihak Tergugat III dan Tergugat IV, maka

Penggugat mendesak kepada Tergugat I untuk segera mengurus Izin Mendirikan Bangunan

(IMBB) dimaksud dan segera memformalkan kesepakatan Kerjasama tersebut melalui Notaris,

ternyata oleh Tergugat I mengatakan pada waktu itu bahwa yang membuka usaha itu adalah

anaknnya yang bernama Windarto (Tergugat II) sehingga meminta tanda tangan Penggugat

dalam rangka pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMBB) pada Pemerintah Kota

Yogyakarta.

Pada tahun 2008, Penggugat baru mengetahui bahwa Permohonan Izin Mendirikan Bangunan

17
(IMBB) yang dimohonkan oleh Tergugat II yakni anak dari Tergugat I Ditolak oleh Pemerintah

Kota Yogyakarta berdasarkan Surat Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor:

640/7949 tanggal 6 September 2007 dengan dasar alasan bahwa diatas bangunan berdiri didalam

Garis Sempadan Bangunan (GSB) atau melanggar 100%, sehingga Permohonan IMBB tidak

dapat diproses/ditolak. Setelah Penggugat mengetahui ditolaknya Permohonan IMBB tersebut,

Penggugat mendesak kepada Para Tergugat-I dan II untuk Segera Membongkar Bangunan Ruko

Tersebut, namun Tergugat-I dan II tidak mau membongkarnya, malahan terus menerus

menyewakan ruko tersebut yang dibangun diatas tanah milik Penggugat, maka Penggugat

berusaha membuat surat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta agar melalui Pemerintah Kota

Yogyakarta yang membongkar paksa bangunan ruko tersebut, berdasarkan Surat Penggugat

berturut-turut tertanggal 12 Maret 2008, tanggal 15 Desember 2008, tanggal 27 Mei 2010 dan

tanggal 3 September 2010, malahan telah berulangkali difasilitasi oleh Pemerintah Kelurahan

Baciro untuk menyelesaikan kasus ini, namun oleh para Tergugat-I dan II sampai saat ini Tidak

Mau Untuk Membongkar Bangunan Ruko tersebut.

Disamping Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk membongkar bangunan Ruko tersebut,

juga Tergugat I dan Tergugat II dihukum untuk menutup/menyegel bangunan ruko tersebut dan

atau tidak ada bentuk usaha apapun yang dilakukan oleh pihak manapun sebelum adanya

Putusan Akhir atas Gugatan ini, guna menghindari kerugian yang lebih banyak lagi yang diderita

oleh Penggugat, Hingga Penggugat memanggil Para Tergugat-I dan II melalui Kuasa Hukum

Penggugat, yakni pada tanggal 28 Februari 2011 untuk mencari solusi penyelesaian perkara ini,

namun Tergugat I dan Tergugat II Tidak Hadir dan Sampai Saat Ini Para Tergugat I dan

Tergugat II Belum Membongkar Bangunan Ruko Tersebut, malahan terus-terusan menyewakan

Bangunan Ruko tersebut kepada Pihak Tergugat III dan Tergugat IV, sehingga Penggugat Sangat

18
Dirugikan atas Perbuatan Tergugat I dan Tergugat II karena Tanpa Hak Dan Melawan Hukum

telah mengambil keuntungan dari Sewa Bangunan Ruko tersebut yang didirikan diatas Tanah

Milik Penggugat Tanpa Hak dan Melawan Hukum.

Disamping Para Tergugat-I dan II menguasai Tanah milik Penggugat secara melawan Hukum

dan Tanpa Hak, juga Para Tergugat-I dan II telah wanprestasi atas kesanggupannya guna

mengurus IMBB dan telah Beritikad Tidak Baik tidak berkehendak untuk membuat kesepakatan

Perjanjian Kerjasama, padahal dapat diketahui bahwa sejak tahun 2007 sampai gugatan ini

didaftarkan kepada Pengadilan, para Tergugat-I dan II telah mengambil keuntungan atas sewa

bangunan ruko tersebut dari Tergugat-III dan IV, sehingga Penggugat dirugikan secara meteriil

dan immaterial; sehubungan dengan Pembangunan Bangunan Ruko tersebut yang dilakukan oleh

Para Tergugat-I dan II diatas Tanah Milik Penggugat Melawan Hukum dan Tanpa Hak, maka

dihukum kepada Para Tergugat-I dan II untuk membongkar dan Mengosongkan Bangunan diatas

tanah milik Penggugat tersebut, jika perlu dengan bantuan Pihak Aparat Kepolisian; sehubungan

dengan Penguasaan Tanah milik Penggugat itu dilakukan oleh Tergugat-I dan II secara Melawan

Hukum dan Tanpa Hak, maka hubungan hukum dalam bentuk sewa-menyewa antara para

Tergugat-I dan II dengan pihak Tergugat III dan IV, dinyatakan TIDAK SAH, karena pihak yang

menyewakan yang dalam hal ini Para Tergugat-I dan II adalah pihak yang tidak berhak dan

pihak yang beretikad tidak baik. Sehingga Para Tergugat-III dan IV dihukum harus

mengosongkan dan pindah dari Tanah millik Penggugat tersebut; sehubungan Tergugat-I dan II

telah menguasai Tanah Milik Penggugat tersebut secara melawan hukum dan tanpa hak sejak

Tahun 2007.

Dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tergugat I melakukan pelanggaran

19
menggunakan tanah yang bukan hak miliknya, beritikad tidak baik dengan menolak

penandatanganan akta perjanjian di notaris dan melakukan wanprestasi.

Menggunakan tanah yang bukan hak miliknya dalah pelanggaran hukum, maka Tergugat

I dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum,

yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Berdasarkan pasal 579 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap pemegang kedudukan berkuasa

dengan itikad buruk, berkewajiban sebagai berikut :

1. Dalam mengembalikan kebendaan itu kepada si pemilik, ia harus mengembalikan

pula segala hasil kebendaan, bahkan hasil-hasil itulah diantaranya, yang mana kendati

sebenarnya tidak dinikmati olehnya, namun yang sedianya dapatlah si pemilik menikmatinya.

2. Ia harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga.

Wanprestasi, sebagaimana dikatakan Subekti, berarti kelalaian atau kealpaan seorang debitur,

kelalaian itu berupa :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimna yang dijanjikan.

3. Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjin tidak boleh dilakukannya.

Dalam kasus Tergugat I, wanprestasi yang dilakukannya sesuai dengan pernyataan pertama

diatas itu tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, dengan tidak memenuhi

kesanggupannya mengurus Izin mendirikan bangunan (IMBB).

Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi

sebagai berikut :

20
1. Debitur diwajibkan membayar kerugian yang diderita kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).

2. Apabila perikatan itu timbale balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan

perikatan melalui hakim (pasal 1266 KUHPerdata).

3. Dalam perikatan untuk meberikan sesuatu, resiko beralih pada debitur sejak terjadi

wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata).

4. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembayaran

disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUHPerdata).

5. Debitur wajib membayar biaya perkara jika perkara diperkarakan di muka pengadilan.

21
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur’an dan al-Hadits sangat memperhatikan masalah

perilaku ekonomi manusia dalam posisi manusia atas sumber material yang diciptakan Allah

untuk manusia.Islam mengakui hak manusia untuk mengambil atau memiliki sendiri keperluan-

keperluan hidup, namun tidak memberikan hak itu secara absolut.

Secara umum, Hak adalah suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu

kekuasaan atau suatu beban hokum.

“tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan

dapat memiliki.

Hak milik dalam pandangan hukum Islam dapat dibedakan:

a. Milik yang sempurna (milkut tam)

b. Milik yang kurang sempurna (milkut naqish)

3.2. Saran

Konsep hak milik ini telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan aturan yang ada di agama islam.

Sebaiknya konsep ini tidak hanya tertulis saja, namun dapat diaplikasikan pada kehidupan yang

nyata.

Didukung penduduknya yang sebagian besar muslim bahkan terbesar didunia dan pemenuhan

perangkat yang dibutuhkan, diharapkan perkembangan serta pengaplikasian konsep hak milik ini

bisa lebih maju dari negara – negara lain di dunia. Diharapkan pembaca dapat memanfaatkan

informasi tentang konsep hak milik ini untuk bekal karier di masa depan.

22
DAFTAR PUSTAKA

[1]Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah , PT Raja Grafisindo Persada, Jakarta, 2014, hlm 31

[2]Ibid; halaman 34

23

Anda mungkin juga menyukai