Anda di halaman 1dari 14

Nama : Farhan Syardhi

Kelas : Hukum Ekonomi Syariah 22 B

Dosen Pengampu : Khairul Fitroh, SHI, MH, CTL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Misi utama kerasulan Muhammad SAW adalah untuk membimbing


manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad SAW juga
memerintahkan kepada seluruh umatnya agar memelihara hak antar sesama.
Manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup bermasyarakat, saling
membutuhkan dan saling mempengaruhi dalam menghadapi berbagai macam
persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain.
ketergantungan seseorang kepada yang lain dirasakan ada ketika manusia itu
lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada yang serba bisa. Seseorang hanya ahli
dalam bidang ilmu saja, seperti seorang petani mampu ( dapat) menanam ketela
pohon dan padi dengan baik, tetapi dia tidak mampu membuat cangkul. Jadi,
petani mempunyai ketergantungan kepada seorang ahli pandai besi yang pandai
membuat cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak
sempat menanam padi, padahal makanan pokoknya adalah beras. Jadi seorang
yang ahli dalam pandai besi memiliki ketergantungan kepada petani.. Contoh lain
yaitu dalam jual beli seseorang tidak bisa bermuamalah sendirian. Apabila
menjadi penjual maka memerlukan pembeli dan seterusnya. Setiap manusia
memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak.
untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada aturan-aturan yang mengatur
kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan memperkosa hak-hak
orang lain. Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesama manusia, lebih
tepatnya hak kepemilikan.

1
Kepemilikan dalam islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau
absolut. pengertian nisbi disini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang
dimiliki manusia pada hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya( real)
sebab dalam konsep islam yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah
Allah SWT dialah pemilik tunggal jagat raya dengan segala isinya yang
sebenarnya . Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik
Allah yang untuk sementara waktu " diberikan" atau " dititipkan" kepada mereka,
sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep islam, harta dan
kekayaan yang dimiliki mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini
hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan
dimensi kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan dan
mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya. Namun pemanfaatan dan
pengunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh pemilik riil Allah
SWT . Kesan ini dapat kita tangkap umpamannya dalam kewajiban mengeluarkan
zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah dan menyantuni
orang-orang yang membutuhkan
Dalam hak milik juga harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan dan
moral, serta dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan
kepastian. Benar pernyataan bahwa hukum tanpa moral dapat jatuh kepada
kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Islam telah menetapkan adanya hak milik perseorangan maupun kelompok
terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum
syara’. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik ini, baik
melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai dengan
sanksinya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
“Hak Milik.”

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hak milik ?
2. Apa saja pembagian dari hak milik ?
3. Apa sumber dari hak milik ?

C. Tujuan
1. Pembaca dapat mengerti dan memahami pengertian hak milik.
2. Pembaca dapat mengerti dan memahami terkait pembagian dari hak milik.
3. Pembaca dapat mengerti dan memahami terkait sumber hak milik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Milik


Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang berarti
penguasaan terhadap sesuatu ). Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta).
Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh
syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu,
sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, kecuali adanya
halangan syara’. Contoh halangan syara’ misalnya orang itu belum cakap
bertindak hukum, seperti anak kecil, orang gila, atau kecakapan hukumnya hilang,
seperti orang yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka tidak dapat
bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.
Menurut DR. Mardani dalam buku fiqh ekonomi syari’ah. Pengertian hak
secara etimologis yaitu ketetapan dan kepastian. Adapun secara terminologi fiqh,
hak yaitu suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’. Sedangkan pengertian
milik secara etimologis yaitu penguasaan terhadap sesuatu, dan secara
terminologis yaitu kekhususan terhadap pemilik suatu barang menurut syara’
untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaat selama tidak
menghalang syar’i. Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah
menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan
dijual atau akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantaan orang lain.
Menurut Abdul salam al-Abadi (1987), kepemilikan adalah hak khusus
manusia terhadap kepemilikan barang yang diizinkan bagi seorang untuk
memanfaatkan dan mengakolasikan tanpa batas hingga terdapat alasan yang

4
melarangnya. Dengan demikian, Kepemilikan dalam islam adalah “kepemilikan
harta yang didasarkan atas agama. Kepemilikan ini tidak memberi hak mutlak
kepada pemiliknya untuk menggunakannya sesuai keinginan sendiri, melainkan
harus sesuai dengan beberapa aturan. Hal ini dikarenakan kepemilikan harta pada
esensinya hanya sementara, tidak abadi, tidak lebih dari pinjaman terbatas dari
Allah SWT.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dibedakan antara hak dan milik. Untuk
lebih jelasnya dicontohkan sebagai berikut : seorang pengampu berhak
menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya. Pengampu berhak
untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada dibawah
ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki benda berhak
menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.

B. Pembagian Hak Milik

Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal
dan ghair mal. Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti
pemilikan benda-benda atau utang-utang. Sedangkan hak ghair mal terbagi kepada
dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan hak ‘aini

1. Hak syakhshi

Hak syakhsi ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang
terhadap orang lain. Yang termasuk hak ini misalnya: pembeli berhak menerima
barang dan penjual berhak menerima uang.

2. Hak ‘Aini

Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang
kedua. Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya
wujud benda tertentu dan adanya shahub al-haq seperti hak milikiyah dan hak
irtifaq. Sedangkan Hak ‘aini thab’I ialah jaminan yang ditetapkan untuk

5
seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berutang. Apabila yang
berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.

Macam –macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:

a. Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh
dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, dan
membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.

b. Haq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan
hasilnya.

c. Haq al-isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istighal ( mencari hasil),


misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf ‘alaih boleh
mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.

d. Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun
atas kebun yang lain. Yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya
saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari
selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah tuan Ahmad pun
membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah tuan Ahmad
dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.

e. Haq al-isti’han ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn
menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang
yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena Rahn hamyalah
jaminan belaka.

f. Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak menahan barang (benda)
seperti hak multaqith ( yang menemukan barang) menahan benda luqathah.

g. Hak qarar ( menetap ) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas tanah
wakaf ialah :

 Haq al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk
yang lama dengan seizin hakim.

6
 Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah dalam
waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang tidak
sanggup di kembalikan ke dalam keadaan semula misalnya karena
kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan
sewanya di bayar setiap tahun.
 Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh
penyewa.
 Haq al-marsyad ialah hak mengawasi atau mengontrol.

h. Haq al-murur ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas


bangunan orang lain.

i. Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas
batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik agar tidak
menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.

j. Haq syafah atau haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum
sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.

Sedangkan milik yang dibahas dalam fiqh muamalah dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:

1. Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya
sekaligus, artinya bentuk benda dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh
dengan banyak cara, misalnya jual beli
2. Milk naqishah yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda
tersebut, memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaat saja
tanpa memiliki zatnya.

Dilihat dari segi mahal ( tempat), milik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Milk al-‘ain atau disebut pula milk al raqabah, yaitu memiliki semua benda,
baik benda tetap ( ghair manqul ) maupun benda-benda yang dapat dipindahkan

7
( manqul ) seperti pemilikan rumah, kebun, dan motor. Pemilikan terhadap
benda-benda disebut milk ‘ain.
2. Milk al-manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari
suatu benda, seperti benda hasil meminjam, wakaf, dan lainnya.
3. Milk al-dayn, yaitu pemilikan karena adanya hutang, misalnya sejumlah uang
dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Utang
wajib dibayar oleh orang yang berutang.

Dari segi shurah ( cara berpautan milik dengan yang dimiliki ), milik dibagi
menjadi dua bagian yaitu :

1. Milk al-mutamayyiz, yaitu sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang
memiliki batasan-batasan yang dapat memisahkannya dari yang lain.

2. Mulk al-syai’ atau milk al-musya yaitu milik yang berpautan dengan sesuatu
yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu.
Misalnya memiliki sebagian rumah, seperti daging domba dan harta yang
dikongsikan, seperti seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang untuk disembelih dan
dibagikan dagingnya.

A. Sumber Hak Milik


Sumber –sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik
dalam hukum islam antara lain :
1. Ihrazul mubahat yaitu memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu
menempatkan sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk dimiliki.
2. Al- uqud (aqad)
3. Al- khalafiyah (pewarisan)
4. Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

Empat inilah yang menyebabkan timbulnya hak pemilikan di dalam syara’ kita
ini.

8
Beberapa sebab pemilikan yang terdapat di kalangan bangsa jahiliyah, telah
dihapuskan oleh islam. Seperti dengan jalan peperangan sesama sendiri, dengan
jalan membudakkan orang yang tidak sanggup membayar hutang dan
kadaluwarsaan atau dengan istilah fiqh dikatakan taqadum yang menimbulkan hak
karena kadaluwarsa.

1. Ihrazul mubahat ( menimbulkan kebolehan )

Sudah diterangkan, bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau malakiyah
atau tamalluk, ialah : ihrazul mubahat. Maka yang dikatakan mubah itu, ialah
harta yang tidak masuk ke dalam milik yang dihormati (milik seseorang yang
tidak sah) dan tak ada pula suatu penghalang yang dibenarkan syara’ untuk
memilikinya.
Inilah yang dikatakan mubah. Seperti air yang tidak dimiliki seseorang,
rumput dan pepohonan di hutan belantara yang tidak dimiliki orang, binatang
buruan dan ikan-ikan di laut. Ini semuanya barang mubah. Semua orang dapat
memiliki apa yang disebutkan menjadilah miliknya. Kemudian memiliki benda-
benda yang mubah dengan jalan ihraz. Kemudian memiliki benda-benda yang
mubah dengan jalan ihraz, memerlukan dua syarat :
a. Benda itu tidak dikuasai orang lain lebih dahulu.
Umpamanya seseorang mengumpul air hujan dalam satu wadah dan
dibiarkan, tidak diangkat ke tempat yang lain, maka orang lain tidak berhak lagi
mengambil air dalam wadah itu; karena air ini tidak lagi merupakan benda mubah
lantaran telah dikuasai oleh seseorang. Maka karena itulah kaidah berkata “
Barangsiapa mendahului orang lain sesuatu yang mubah bagi semua orang, maka
sesungguhnya ia telah memilikinya”.
b. Maksud tamalluk ( untuk memiliki )
Jikalau seseorang memperoleh sesuatu benda mubah, dengan tidak
bermaksud memilikinya, tidaklah benda itu menjadi miliknya. Umpamanya
seorang pemburu meletakkan jarring ( perangkap) lalu terjeratlah seekor binatang
buruan, maka jika ia meletakkan jaringnya sekedar mengeringkan jarring itu,
tidaklah dia berhak memiliki binatang buruan yang terjerat oleh jaringnya, orang

9
lain masih boleh mengambil binatang itu dan memilikinya. Dan yang mengambil
itulah dipandang muhriz, bukan pemilik barang.

2. Akad

Menurut istilah fuqaha akad ialah perikatan ijab kabul secara yang
disyari’atkan agama Nampak, bekasannya pada yang diakadkan itu.
Masuk kedalam uqud, dari segi menjadi sebab milikiyah atau malakiyah :

a. Uqud jabariyah, yaitu : akad-akad yang diharuskan dilakukan berdasarkan


kepada keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berutang secara paksa.
Maka penjualan itu sah walaupun dia menjual karena dipaksa oleh hakim, dan
hakim memaksa menjual barang itu untuk membayar hutang kepada orang lain.
Dan masuk ke dalam uqud ini, tamalluk jabry, yaitu seperti syuf’ah.

b. Istimlak untuk maslahat umum. Umpamanya tanah-tanah yang disamping


mesjid, kalau diperlukan untuk mesjid, harus dapat dimiliki oleh mesjid dan
pemilik harus menjualnya. Ini dikatakan tamalluk bil jabri (pemilikan dengan
paksa).

c. Khalafiyah

Khalafiyah yaitu bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat


yang lama yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak.

Khalafiyah ini ada dua macam :

a. Khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy dan itulah yang dikatakan irts dalam istilah
kita.

b. Khalafiyah Syai’ ‘an syaiin dan itulah dikatakan tadlmin, atau ta’widl
(menjamin kerugian).

 Irts adalah khalafiyah dimana si waris menempati tempat si muwarits dalam


memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh si muwarits, yang dinamakan tarikah
dan tentang segala mas-uliyah maliya terhadap tarikah itu.

10
Maka apabila yang meniggal tidak meniggalkan harta atau harta itu kurang
dari jumlah hutangnya, maka si waris tidak bertanggung jawab terhadap itu.
Karena irts sebab bagi memiliki harta, bukan sebab membayar hutang. Karena
inilah tidak diharuskan membayar hutang-hutang si muwaris.

 Tadlmin dan ta’widl


Apabila seseorang merugikan milik orang lain, karena rusak di tangannya, atau
hilang, maka dalam keadaan ini wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-
kerugian si pemilik harta. Karena demikian, orang yang dirugikan berhak
menerima iwadl. Dalam hal ini masuklah diat dan arsyul jinayat. Semuanya ini
dimiliki dengan jalan khalafiyah.

3. Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki)

Diantara sebab-sebab dan dasar-dasar yang telah tetap, tidak dapat diganggu
gugat oleh siapapun, ialah : segala yang terjadi dari benda yag dimiliki, menjadi
hak bagi yang memiliki benda itu.

Contoh :
 Anak binatang menjadi milik pemilik binatang.
 Bulu domba menjadi milik pemilik domba dan sebagainya.

Jika kita mengkaji dan mempelajari hukum-hukum syara’ yang berkaitan


dengan cara-cara seseorang mendapatkan harta yang sah, maka menurut Yuliadi
akan tampak bahwa sumber sahnya hak milik pribadi sebagai berikut, yaitu :

a. Bekerja
Islam telah mengkaji bahwa motivasi dan alasan bekerja adalah dalam rangka
mencari karunia Allah SWT. Tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan harta agar
seseorang dapat memenuhi kebutuhannya, menikmati kesejahteraan hidup dan
perhiasan dunia.
Bekerja bukan sebab memperoleh harta melainkan perwujudan dari
pelaksanaan perintah syara’.

11
Seperti dalam surah Al-jumu’ah ayat 10 yang artinya bahwa :
”maka bertebarlah di muka bumi ini dan carilah anugerah dari Allah SWT.”
Kita sering mendapatkan orang yang bekerja namun tidak mendapatkan harta.
Usaha bekerja hanyalah faktor-faktor yang harus diusahakan agar rizki di tangan
Allah tersebut dating. Karena itulah, ada perbedaan antara kewajiban bekerja atau
berusaha dengan pemahaman “ rizki yang menentukan Allah”. Tiap orang wajib
mengusahakan perolehan harta secara halal sehingga menghasilkan hak milik
pribadi yang benar.
b. Warisan
Waris merupakan salah satu mekanisme pembagian harta milik orang lain
yang meniggal kepada ahli warisnya. Hukum waris menyebabkan seorang ahli
waris dapat memiliki harta sebagai hak atas bagian harta waris yang ada.islam
telah menempatkan hukum waris sebagai hukum tauqifi ( yakni ketentuan hukum
yang bersifat tetap dari allah SWT.
c. Untuk menyambung hidup
Setiap manusia wajib memperoleh hak untuk hidup. Dan bekerja merupakan
salah satu penyebab yang dapat menjamin seseorang terpenuhi kebutuhannya dan
terjaga kelangsungan hidupnya . warga negara berhak memperoleh jaminan atas
tersedianya lapangan pekerjaan bagi mereka. Apabila orang tersebut tidak mampu
bekerja karena sakit atau terlampau tua atau ketidakmampuan lainnya, maka
wajibnya wajib di tanggung oleh orang yang diwajibkan oleh syara’
d. Harta pemberian Negara yang Diberikan kepada rakyat
Melalui lembaga baitul maal, negara dapat memberikan sebagian harta
kepada rakyat. Pemberian ini dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung dengan jalan memberikan berbagai sarana dan fasilitas sehingga
individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya atau agar dapat
memanfaatkan kepemilikan mereka.
Pemberian negara berupa harta kepada individu menjadikan adanya hak milik
bagi orang yang bersangkutan.dalam hal ini negara berperan. Dalam hal ini negara
berperan dalam memberikan akses kemudahan bagi individu agar bisa
memanfaatkan kepemilikan yang diberikan.

12
e. Saling menolong/hubungan yang halal antar manusia
Cara kepemilikan harta semacam ini dapat terjadi karena berbagai kondisi
yaitu :

1. Hubungan pribadi antar individu menyebabkan adanya saling member dan


menolong antarsesama. Seseorang dapat memperoleh harta karena hadiah, hibah,
Sedekah, dan lain-lain dari orang lain.

2. Pemilikan harta sebagai ganti rugi ( kompensasi) dari kemudharatan yang


menimpa seseorang, Misalnya diyat.

3. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad nikah.

4. Luqathah ( barang temuan) yang diperoleh tanpa bersusah payah seperti


menemukan barang di tengah jalan tempat tersembunyi . dalam hal ini seseorang
yang menemukan suatu barang di jalan atau di tempat umum, maka harus diteliti
terlebih dahulu.apabila barang tersebut memungkinkan untuk disimpan dan
diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya.

5. Santunan yang diberikan negara kepada para pejabat pemerintahan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

13
Sebagai penutup dari tulisan inidapat dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut:

 Konsep dasar hak milik dalam hukum islam memiliki keunikan tersendiri di
bandingkan dengan hukum yang lain.karakteristik tersebut dapat dilihat baik
segi pengertian , pembagian, dan sumber-sumber memperoleh hak
milik.Sumber-sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik
dalam hukum islam antara lain :
 Ihrazul mubahat yaitu (memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu
menempatkan sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk
dimiliki).
 Al- uqud (aqad)
 Al- khalafiyah (pewarisan)
 Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

B. Saran
Dalam memahami tentang hak milik tentunya akan menemui perbedaan
antara ulama satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa
tidak sepantasnya saling salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya.
Karena setiap pendapat yang dikeluarkan oleh para ulama dan ilmuan tentunya
semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih bijak dalam mengatasi perbedaan.
Sebagai mahasiswa yang di pandang sebagai generasi intelektual yang
tinggi, hendak nya kita mampu merangkum setiap ilmu yang didapat dengan
pemahaman konsep dan penerapan ilmu secara seimbang. Semoga dengan adanya
makalah ini, sedikit banyak mampu menyumbang kan ilmu pengetahuan tentang
hak milik dan dapat di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

14

Anda mungkin juga menyukai