Anda di halaman 1dari 20

Makalah

HAK MILIK DAN AKAD


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Oleh :
Abi Thaharuddin Harahap (2240100051)
Mentari Rafi Vitalloka Harahap (2240100034)
Febri Elliana (2240100037)

Dosen Pembimbing :
Rosnani SiregarSiregar, M. Ag.

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANG SIDIMPUAN
2023
HAK DAN MILIK
1. Pengertian Hak
Hak berasal dari bahasa Arab yaitu al-Haqq", secara etimologi mempunyai
beberapa pengertian yang secara umum maknanya adalah tsubut yaitu tetap, kokoh
dan wajib. Dan hak juga dapat diartikan dengan benda, milik, wujud, ketetapan,
kewajiban atau kepastian. Pengertian ini dapat dipahami dari beberapa firman Allah
yang ada pada beberapa surah dalam al-Quran, di antaranya sebagai berikut:
a. Dalam surat Yasiin (QS. 36:7) berbunyi:

َ ‫َلَقَدْ َح َّق ْالقَ ْو ُل‬


‫علَى أ َ ْكث َ ِر ِه ْم فَ ُه ْم ََل يُؤْ مِ نُون‬

Artinya: "Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap


kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman."

b. Dalam surat al-Anfal (QS. 8: 8) berbunyi:

ِ ‫ق َويُبْطِ لَ ْال َبطِ لَ َولَ ْو ك َِر َه ْال ُم‬


‫جْر ُمون‬ ِ ‫ق ْال َح‬
ِ ِ‫ َ ِليُح‬.

Artinya: "Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil
(syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya."

Dengan pengertian tersebut di atas hak tidak meliputi benda kongkrit yang
dimiliki karena tidak adanya kekuasaan dan bebanan. Jumhur fuqaha' menyatakan
bahwa hak adalah persamaan dari benda apabila hak tersebut berhubungan dengan
benda. Dengan demikian hak-ha manusia bukanlah hak "tabi" (pribadi) manusia,
melainkan anugerah Allah sebagai rahmat dan karunia-Nya kepada manusia yang
harus dipergunakan menurut tata aturan yang telah ditetapkan Allah.
Namun demikian adakalanya syara' menetapkan hak-hak itu secara langsung
tanpa adanya sebab, seperti perintah untuk melaksanakan berbagai ibadah, perintah
untuk memberi nafkah kepada kerabat, larangan untuk melakukan berbagai bentuk
tindak pidana, larangan untuk mengkonsumsi yang diharamnkan syara' serta
kebolehan untuk melakukan segala yang baik. dan bermanfaat. Hak-hak seperti ini
ditetapkan syara' secara langsung tanpa ada latar belakang yang menyebabkan
timbul- nya hak itu. Di samping itu syara' juga menetapkan hak melaluisuatu sebab,
artinya ada sebab yang melatar belakangi syara' untuk menetapkan suatu hak.
Misalnya dalam hal perkawinan, akibat dari perkawinan muncul hak dan kewajiban
membayar nafkah, isteri mempunyai hak untuk dinafkahi suaminya, muncul pula
hak waris mewarisi antara suami dan isteri, dan lain sebagainya.
Para ulama fiqh menetapkan bahwa yang dimaksud sebab atau penyebab di sini
adalah sebab-sebab langsung yang datangnya dari syara' atau sebab-sebab yang
diakui oleh syara'. Atas dasar itu sumber hak menurut para ulama fiqh ada lima,
yaitu syara', akad, kehendak pribadi, perbuatan yang bermanfaat dan. perbuatan
1
yang menimbulkan kemudharatan bagi orang lain.

2.Pembagian Hak
Berbicara masalah pembagian hak, maka jumlah dan macamnya banyak sekali,
antara lain dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak
mal dan hak ghairmal. Adapun pengertian hak mal: Sesuatu yang berpautan dengan
harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang. Sedangkan Hak ghair mal
terbagi dua bagian, yaitu hak syakhshi dan hak 'aini.
a. Pengertian Hak syakhshi: "Sesuatu tuntunan yang ditetapkan syara' dari
seseorang terhadap orang lain"
b. Hak 'aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang
kedua. Hak 'aini ada dua macam; ashli dan thab'i. Hak 'aini ashli adalah adanya
wujud benda tertentu dan adanya shahib al-haq, seperti hak milkiyah dan hak irtifaq.
Hak 'aini adalah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan
uangnya atas yang berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar,
maka pemegang barang jaminan berhak menahan barang itu. 2

1
Sri Sudiarti, Fiqih Ekonomi (Medan : Wal Ashri Publishing), Hal 37
2
Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Teori dari Klasik Hinggan Kontemporer Cetakan I
(Malang : UIN-Maliki Malang Press : 2018), Hal 37
Macam-macam hak 'aini ialah sebagai berikut :
1). Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh
dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat. menghabiskannya,
merusakkannya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan
kesulitan bagi orang lain.
2). Haq al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
Haq al-Isti'mal (menggunakan) terpisah dari haq al istiqlal (mencari hasil), misalnya
rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf 'alaih hanya boleh mendiami, ia
tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
3). Haq al-irtifaq ialah hak manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun
yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara
Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari selokan
dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuh kan air.
Air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah dan air tersebut bukan milik
saudara Ibrahim.
4). Haq al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn
menimbulkan hak aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang yang
digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan
belaka.
5). Haq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang (benda)
seperti hakmultaqith (yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
6). Haq qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetapkan atas
tanah wakaf ialah: Haq al-hakr ialah menetap di atas tanah wakaf yang disewa,
untuk yang lama dengan seizin hakim; Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh
karena akad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atau tanah wakaf
yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam keadaan semula misalnya karena
kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya dibayar
setiap tahun. Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh
penyewa; Haq al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol.
7). Haq al-murur ialah "hak jalan manusia pada miliknya dari jalan umum atau jalan
khususpada milik orang lain".
8). Haq ta'alli ialah "Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas
bangunan oranglain".
9). Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-
batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqur dari
menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
10). Haq Syufah atau haq syurb ialah Kebutuhan manusia terhadap air untuk
diminum sendiridan untuk diminum bintangnya serta untuk kebutuhan rumah
tangganya. 3

3.PengertianMilik
Milik berasal dari bahasa arab "al-Milk" yang secara etimologi berarti penguasaan
terhadap sesuatu, sebagaimana yang dikemukakan Muhammad Mustafa Syalabi
yaitu:

‫حيﺎزة اَلﻧﺴﺎن للمﺎل مﻊ اَلاﺳﺘبداد ﺑﮫ اي اَلﻧﻔراد ﺑﺎلﺘﺼرف‬

"Simpanan manusia atas benda dengan kebebasan untuk berbuat apa saja
terhadapnya" Alial-Khafif menjelaskan bahwa:

.‫الملﻚ ﺑﺄﻧﮫ حيﺎزه الﺸﺊ حيﺎزه ﺗمﻜﻦ مﻦ اَلﺳﺘبداد ﺑﮫ والﺘﺼرف فيﮫ إَل لﻌﺎرض ﺷرعى يمنﻊ مﻦ ذلﻚ‬

"Milik adalah sesuatu yang disimpan dan memungkinkan untuk bertindak/berbuat


apa sajapadanya selama tidak ada larangan syara' terhadapnya."
Secara terminologi, para ulama fiqh memberikan pengertian yang berbeda-beda
namun secara esensial seluruh definisi
itu sama, di antara pengertian itu adalah:

3
Hariman Surya Siregar, Fiqih Muamalah Teori dan Implementasi Cetakan I (PT Remaja
Rosdakarta : 2019), Hal 36.
‫اﺧﺘﺼﺎﺻى يمﻜﻦ ﺻﺎحبﮫ ﺷرعﺎ ان يﺴﺘبد ﺑﺎلﺘﺼرف واَل ﻧﺘﻔﺎع عند عدم المﺎﻧﻊ الﺸرعﻲ‬
"Wewenang khusus seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya
berbuat apa saja sesuai dengan keinginannya selama tidak ada halangan syara.
Dari pengertian di atas dipahami bahwa benda yang dikhususkan kepada
seseorang itu sepenuhnya berada dalam penguasaannya, sehingga orang lain tidak
boleh bertindak dan memanfaatkannya. Pemilik harta bebas untuk bertindak hukum
terhadap hartanya, seperti jual-beli, hibah, wakaf dan meminjamkannya kepada
orang lain, selama tidak ada halangan dari syard. Contoh halangan' gyaru antara
lain adalah orang itu belum cakap bertindak hukum, misalnya anak kecil, orang
gila, atau kecakapan hukumnya hilang, seperti orang jatuh pailit, sehingga dalam
hal-hal tertentu mereka tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.
Apabila seseorang menyimpan, atau menyendirikan sesuatu benda secara sah,
maka benda itu menjadi hak dia (monopoli) atau dikhususkan baginya dan dia dapat
mengambil manfaat dan berbuat apa saja terhadapnya, kecuali apabila ada halangan
seperti gila, dungu dan sebagainya. Pihak lain tidak boleh mengambil manfaat dan
bertindak terhadap harta mereka kecuali apabila ada alasan yang sah untuk
memperbolehkannya bertindak, seperti seorangwakil, pelaksana wasiat atau
seorang wali yang melaksanakan hak perwaliannya. 4

4.Pembagian Milik
Pemilikan atau kewenangan khusus terhadap sesuatu adakalanya hanya terhadap
materi benda saja, adakalanya hanya pada manfaat benda, dan adakalanya terhadap
materi dan manfaat secara bersamaan. Adapun kepemilikan berdasarkan materi dan
manfaat harta, maka harta dapat dibagi dua, dalam hal ini Mustafa A. Zarga
menyebutkan pembagian tersebut yaitu; milik sempurna dan milik tidak sempurna."
Berikut penjelasannya;
Al-milk at-tamm (milik sempurna), yaitu apabila materi dan manfaat harta itu
dimiliki sepenuhnya oleh seseorang, sehingga seluruh hak yang terkait dengan harta
itu di bawah penguasaannya. Milik seperti ini bersifat mutlak, tidak dibatasi oleh

4
Sri Sudiarti, Fiqih Ekonomi (Medan : Wal Ashri Publishing), Hal 27.
waktu dan tidak boleh digugurkan oleh orang lain. Misalnya seorang yang memiliki
rumah, maka dia bebas menguasai rumah tersebut dan memanfaat kannya secara
bebas selama tidak bertentangan dengan syard.
Al-milk an-nagish (milik tidak sempurna), yaitu apabila seseorang hanya
menguasai materi harta itu, tetapi manfaatnya dikuasai oleh orang lain, seperti
seorang yang mempunyai sebidang sawah yang disewakan kepada orang lain, atau
seseorang yang mempunyai rumah yang pemanfaatannya diserahkan kepada
oranglain, apakah dengan cara sewa ataupun peminjaman.
5.Sebab-Sebab Kepemilikan (Al-Milkiyah)
Menurut Ahmad Azhar Basyir, cara yang sah memperoleh milik sempurna ada
empat macam, yaitu:
a. menguasai benda mubah;
b. menghidupkan tanah mati;
c. berburu;
d. akad (perikatan) pemindahan milik.
Dalam perspektif yang lain, milkiyah (hak milik) dapat diperoleh melalui satu di
antara beberapa sebab berikut ini :

1.Ihraz al-mubahat (Penguasaan Harta Bebas)


Ihraz al-mubahat, yakni cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta
yang belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Al-mubahat (harta bebas, atau
harta tak bertuan) adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang
dilindungi (dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan hukum (mani' al-
syar'iy) untuk memilikinya. Misalnya, ikan di laut,rumput di jalan, hewan dan
pohon kayu di hutan, dan lain-lain. Pada prinsipnya harta benda sejenis ini
termasuk almubahat. Setiap orang berhak menguasai harta benda ini untuk
tujuan dimiliki sebatas kemampuan masing-masing Perbuatan menguasai harta
bebas ini untuk tujuan pemilikan, inilah yang dinamakan al-ihraz.
Dengan demikian, upaya pemilikan suatu harta melalui ihraz almubahat harus
memenuhi dua syarat:
a. Tidak ada pihak lain yang mendahului melakukan ihraz almubahat. Dalam
hal ini berlakulah kaidah "barang siapa lebih dahulu menguasai harta bebas
maka sungguh ia telah memilikinya. Jika seseorang mengambil ikan dari laut
dan mengumpulkannya di tempat penyimpanan, misalnya di atas perahu, lalu ia
meninggalkannya, maka ikan tersebut tidaklagi dalam status al mubahat dan
orang lain terhalang untuk memilikinya melalui cara yang sama.

b.Penguasaan harta tersebut dilakukan untuk tujuan dimiliki. Menangkap ikan


dari laut lalu dilepaskan di sungai, menunjukkan tidak adanya tujuan untuk
memiliki. Dengan demikian,status ikan tersebut tetap sebagai al-mubahat

2.Al-Tawallud(AnakPinakatauBerkembangBiak)
Lengkapnya adalah Al-tawallud minal mamluk. Adapun yang dimaksud Al-
Tawallud adalah sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yang lainnya dinamakan
tawallud. Dalam hal ini berlaku kaidah "setiap peranakan atau segala suatu yang
tumbuh (muncul) dari harta milik adalah milik pemiliknya."
Dalam hal ini tijarah seharusnya tidak dipahami dalam pengertian sempit,
terbatas pada usaha kerja yang dilakukan dengan mengerahkan SDM, baik melalui
kerja otot maupun kerja pikir.Tijarah sesungguhnya juga mencakup usaha-kerja
memanfaatkan aset barang (modal) untuk memberikan pelayanan kepada pihak
lain. Tijarah seperti ini lazimnya dinamakan usaha-kerja di sektor jasa. Seperti
menyewakan rumah atau perabotan rumah tangga. Meminjamkan atau
mengutangkan uang (modal) seharusnya dihargai sebagai tijarah (usaha-kerja)
sehinggapemilik modal berhak memungut keuntungan. Prinsip tavallud ini hanya
berlaku pada harta benda yang bersifat produktif (dapat menghasilkan sesuatu
yang lain atau baru), seperti binatang yang dapat bertelur, beranak, meng-hasilkan
air susu, dan kebun yang menghasilkan buah dan bunga- bunga. Benda mati yang
tidak bersifat produktif, seperti rumah, perabotan rumah dan uang, tidak berlaku
prinsip tawallud. Keuntungan (laba, sewa,bunga) yang dipungut dari benda-benda
mati tersebut sesungguhnya tidak berdasarkan tawallud karena bagaimanapun
rumah atau uang sama sekali tidak bisa berbunga, berbuah, bertelur, apalagi
beranak. Keuntungan tersebut haruslah dipahami sebagai hasil dari usaha kerja
(tijarah).

3. Al-Khalafiyah (Penggantian)
Al-Khalafiyah adalah "penggantian seseorang atau sesuatu yang baru menempati
posisipemilikan yang lama. Dengan demikian, khalafiyah dibedakan menjadi dua.
Penggantian atas seseorang oleh orang lain, misalnya pewarisan. Dalam pewarisan
seorang ahli waris menggantikan posisi pemilikan orang yang wafat terhadap harta
yangditinggalkannya (tirkah). Jika seseorang wafat sama sekali tidak mempunyai
harta, atau hartayang ditinggalkannya tidak cukup untuk melunasi utangnya. Dalam
hal ini menurut Musthafaal-Zarqa, seorang fukaha Hanafiyah, ahli warisnya tidak
dapat dituntut melunasi utangtersebut dengan harta kekayaan sendiri sebab al-irs
(pewarisan) ditetapkan oleh syara' sebagaisebab penggantian pemilikan, bukan
sebagai sebab penggantian piutang.
Penggantian benda atas benda yang lainnya, seperti terjadi pada tadhmin
(pertanggungan) ketika seseorang merusakkan atau menghilangkan harta benda
orang lain, atau pada ta'widh(pengganti kerugian) ketika seseorang mengenakan
atau menyebabkan penganiayaanterhadap pihak lain. Melalui tadhmin dan ta'widh
ini terjadilah penggantian atau peralihanmilik dari pemilik pertama kepada pemilik
baru.

4. Akad (al-'Aqd)
Al-Aqd adalah pertalian antara ijab dan kabul sesuai dengan ketentuan syara'
yang menimbulkan pengaruh terhadap objek akad. Akad merupakan sebab
pemilikan yang paling kuat dan paling luas berlaku dalam kehidupan manusia yang
membutuhkan distribusi harta kekayaan, dibandingkan dengan tiga pemilikan
terdahulu. Dari segi sebab pemilikan dibedakan antara uqud jabariyah dan tamlik
jabariy's
Uqud jabariyah (akad secara paksa) yang dilaksanakan oleh otoritas pengadilan
secara langsung atau melalui kuasa hukumnya. Seperti paksaan menjual harta untuk
melunasi utang, kekuasaan hakim untuk memaksa menjual harta timbunan dalam
kasus ihtikar demi kepentingan umum.
Tamlikjabari(pemilikansecarapaksa)dibedakanmenjadidua.
A. Pemilikan secara paksa atas mal'uqar (harta tidak bergerak) yang hendak
dijual. Hak pemilikan paksa seperti ini dalam fikih muamalah dinamakan
syufah, Hak ini dimilikioleh sekutu dan tetangga.
B. Pemilikan secara paksa untuk kepentingan umum. Ketika ada kebutuhan
memperluas bangunan masjid, misalnya, maka Syariat Islam membolehkan
pemilikan secara paksa terhadap tanah yang berdekatan dengan masjid,
sekalipun pemiliknya tidak berkenan menjualnya. Demikian juga ketika
terjadi kebutuhan perluasan jalan umum dan sebagainya.Ten-tunya
pemilikan tersebut dilakukan sepadan, dan yang berlaku.5

5. Klasifikasi Pemilikan
Dalam Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :
a. Milk tam,
Yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya
baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh salah
satunya melalui jual beli.
b. Milk naqishah,
Yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, yaitu
memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang disebut raqabah atau memiliki
manfaatnya saja tanpa memiliki bendanya yang disebut milik manfaat atau hak
guna pakai dengan cara i'arah,wakaf, dan washiyah

Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3:


1. Milk al 'ain / milk al raqabah: memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair
manqul) danbenda-benda yang dapat dipindahkan (manqul) Contoh: pemilikan
rumah, kebun, mobil dan motor.

5
Hariman Surya, Fiqih Muamalah Teori dan Implementasi Cetakan I (PT Remaja Rosdakarta :
2019), Hal 54.
2. Milk al manfaah: seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu
benda.Contoh: benda pinjaman, wakaf, dll.
3. Milk al dayn: pemilikan karena adanya utang. Contoh: sejumlah uang
dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Dari segi
cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2:
a. Milk al mutamayyiz: sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memilki
batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari yang lain. Contoh antara sebuah
mobil danseekor kerbau sudah jelas batas- batasnya.

b. Milk al syai" atau milk al musya: milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi
darikumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu. Contoh:
memiliki sebagian rumah, seekor sapi yang dibeli oleh 5 orang untuk disembelih
dan dibagikandagingnya. Hak milik dalam dapat di lihat sebagai berikut:

1. Hak Milik Berdasarkan Bentuk (ya'tibari mahali)

a.Kepemilikan yang didasari dari bentuk barangnya,

Kepemilikan barang (Milkiyatun al-'ain)Barang yang dapat dipindah (al-


mangkulah), barang yang dapatberpindahpindahcontohnya adalah tas
Perhiasan (al-ma'ta), perhiasan yang memiliki nilai jual bagi pemiliknya, seperti
emas,berlian yang suatu hari dapat dijual kembali.
Hewan(al-haiwan),barangyangberbentukhewan,sepertisapi.kambing.d)Tetap(al-
'uqar) barang tetap tidak dapat berpindah-pindah seperti tanah, gedung.

b. Kepemilikan manfaat (Milkiyatun manfaat) kepemilikan berdasarkan


manfaatnya, sepertibuku, karena buku dimiliki bukan berdasarkan kertasnya, cover
melainkan karenamanfaatnya.
e. Kepemilikan hutang (Milkiyatun al-adi yan), kepemilikan yang berkaitan dengan
hutangdan kredit-kredit lainnya. 6

6. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam islam, antara lain :
a) Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b) Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c) Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d) Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

AKAD
1.Pengertian Akad
Akad merupakan satu hal yang sangat penting dan terlahir dari kebutuhan untuk
berinteraksi, dan interaksi adalah suatu kemestian sosial yang selalu berkembang
seiring pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu akad tidak
bisa lepas dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang se- lalu hidup
berdampingan dengan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya.1 Akad
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, memilik arti: "Janji: perjanjian: kontrak,
Misal akad jual beli, akad nikah. Dan Akad juga bisa disebut dengan Kontrak yang
mempunyai makna: perjanjian, menyelenggarakan perjanjian (dagang, bekerja, dan
lain sebagainya). Misal, kontrak antara penulis dan penerbit".2 Dalam pengertian
syara akad tersebut adalah: Perikatan antara ijab (suatu pernyataan melakukan
ikatan) dan qabul (suatu pernyataan menerima ika- tan) dalam bentuk yang
disyariatkan dan berpengaruh pada ob- jek perikatan. 7

6
Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Teori dari Klasik Hinggan Kontemporer Cetakan I
(Malang : UIN-Maliki Malang Press : 2018), Hal 40
7
Sri Sudiarti, Fiqih Ekonomi (Medan : Wal Ashri Publishing), Hal 49
Para ulama fiqih telah melakukan peninjauan terhadap akad dari segi umum dan
segi khusus. Dari segi umum, pengertian akad sama dengan pengertian akad dari
segi bahasa menurut ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah yaitu segala
sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginanannya. sendiri seperti
waqaf, talak, pembebasan, dan segala sesuatu yang pembentukannya membutuhkan
keinginan dua orang sep- erti jual beli, perwakilan, dan gadai. Sedangkan dari segi
khusus yang dikemukakan oleh ulama fiqih antara lain:
a. Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara'
yang berdampak pada objeknya.
b. Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad secara syara' pada segi yang
tampak dan berdampak pada objeknya.
c. Terlaksananya serah terima kalau akadnya jual beli, atau se- suatu yang
menunjukan adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.
Dari keterangan diatas bisa dipahami bahwa: difinisi akad ialah sebuah perikatan,
kesepakatan atau perjanjian, antara pihak-pihak yang menciptakan perjanjian atas
suatu obyek tertentu dan di shighoh (lafadz) kan dalam ijab-qobul.

2.Rukun dan Syarat Akad


A.Rukun akad
Rukun-rukun akad diantaranya, ialah:
1. Aqid: Aqid ialah orang yang berakad (subjek akad). Terkadang dari setiap
pihak terdiri dari salah satu orang, dan terkadang pula terdiri dari beberapa
orang.
2. Ma'qud Alaih Maqud ialah ialah: benda-benda yang bakal di akadkan (objek
akad), seperti benda-benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam akad
hibah atau pemberian, gadai, dan utang
3. Maudhu' Al-Aqid; Maudhu' al-Aqid ialah tujuan atau maksud
menyelenggarakan akad. Berbeda akad maka berbedalah destinas pokok
akad. Dalam akad jual beli misalnya, destinsasi pokoknya yaitu
mengalihkan barang dari penjual untuk pembeli dengan diberi ganti.
4. highat Al-Aqid Sighat Al-Aqid yakni ijab qabul. Ijab ialah "ungkapan yang
pertama kali di lontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan mengerjakan
akad, sementara qabul ialah: pernyataan pihak kedua guna menerimanya.
ijab qabul merupakan bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga
penjual dan pembeli dalam mekerjakan pembelian terkadang tidak
berhadapan atau ungkapan yang mengindikasikan kesepakatan dua pihak
yang mengerjakan akad, contohnya yang berlangganan majalah, pembeli
mengirim uang lewat pos wesel dan pembeli menerima majalah itu dari
kantor pos.8

B. Syarat Akad
Ada beberapa syarat yang harus terdapat dalam aqad, namun dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu:
1. Syarat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam
segala macam aqad.
2. Syarat khusus, yaitu syarat-syarat yang disyaratkan wujudnya dalam
sebagian aqad, tidak dalam sebagian yang lain. Syarat-syarat ini biasa juga
disebut syarat tambahan (syarat idhafiyah) yang harus ada disamping syarat-
syarat umum,seperti adanya saksi,untuk terjadinya nikah,tidak boleh adanya
ta'liq dalam aqad muwadha dan aqad tamlik, seperti jual beli dan hibah.
Sedangkan syarat-syarat yang harus terdapat dalam segala macam aqad adalah:
1. Ahliyatul "aqidaini (kedua pihak yang melakukan aqad cakap bertidakatau
ahli).
2. Qabiliyatul mahallil aqdi li hukmihi (yang dijadikan objek aqad
dapatmenerima hukuman).
3. Al-wilyatus syar'iyah fi maudhu'il aqdi (aqad itu diizinkan oleh
syaradilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya).

8
Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Teori dari Klasik Hinggan Kontemporer Cetakan I
(Malang : UIN-Maliki Malang Press : 2018), Hal 24
4. Alla yakunal'aqdu au madhu'uhu mamnu'an binashshinsyar'iyin(janganlah
aqad itu yang dilarang syara).
5. Kaunul aqdi mufidan (akad it memberi faidah
6. Ittihatul majlisil aqdi (bertemu dimajlis akad)9

3.Macam - macam akad


A. Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya
akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan akad adalah pernyataan yang
disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan adanya
akad.10
B. Akad mu'alaq ialah akad yang didalam pelaksaannya terdapat syarat- syarat
mengenai penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang
pelaksaannyapelaksaannya :
Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan, yaitu:
1.Dalam keadaan muwadla'ah (taljiah) kesepakan dua orang secara rahasia untuk
tuk akmengumumkan apa yang tidak sebenarnya, hal ini ada tiga bentuk, yaitu:
a. Bersepakat secara rahasia sebelum melakukan akad.
b. Mu'awadlah terhadap benda yang digunakan untuk akad.
c. Mu wadlah pada pelaku (isim musta'ar).
2.Hazl ialah ucapan-ucapan yang dikatakan secara main-main, mengolok-
olok(istihza) yang tidak dikehendaki adanya akibat hukum dari akad tersebut. Hazl
barwujud dalam beberapa bentuk antara lain dengan muwadla'ah yang terlebih
dahulu dijanjikan, seperti kesepakatan dua orang yang melakukan akad bahwa akad
itu hanya main-main atau disebut dalam akad seperti seseorang berkata: " buku ini
pura-pura saya jual kepada anda" atau dengan cara-cara lain yang menunjukkan
karinah hazl.
Kecederaan-kecederaan kehendak ialah karena:
a. Ikrah, cacat yang terjadi pada keridlaan

9
Huda, Qomarul. Fiqih Muamalah (Yogyakarta : Teras : 2011) Hal 35.
10
Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqih Al Islami wa Adilatuhu, Juz IV, Damsyik dar Al Fikr
b. Khilabah, ialah bujukan yang mambuat seseorang penjual suatu benda,
terjadi pada akad.
c. Ghalath, ialah persangkaan yang salah. Selain akad munjiz, mu'allaq dan
mudhaf macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut pandang
tujuannya, mengingat ada perbedaan-
perbedaan tinjauan, maka akad akan ditinjau dari segi:
1.Ada dan tidaknya qismah pada akad, maka akad terbagi manjadi dua bagian:
a. Akad musammah,
b. Akad ghair musammah.
2.Disyariatkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi dua
bagian :
a. Akad musyara'ah."
b. Akad mammu'ah.

3.Sah dan batalnya akad, di tinjau dari segi ini terbagi dua:
a. Akad shahibah,
b. Akad fasihah,
4.Sifat bendanya, ditinjaau dari sifat ini benda akad terbagi dua :
a. Akad 'ainiyah.
b. Akad ghair 'ainiyah
5.Cara melakukanya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a. Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu,
b. Akad ridla'iyah
6.Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini dibagi minjadi dua bagian:
a. Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas penghalang-penghalang
akad.
b. Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-
persetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku setelah disetujui pemilik
harta).
7.Luzum dan dapat dibatalkanya, dari segi ini akad dapat dibagi empat:
a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat
dipindahkan.
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan
dirusakkan
c. Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak
d. Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu
persetujuan salah satu pihak.
8.Tukar menukar hak, dari segi ini dibagi menjadi tiga bagian:
a. Akad mu'awadlah yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti
jual beli.
b. Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertololongan, seperti hibah
c. Akad yang tabarruat pada awalnya dan pada akhirnya seperti qiradh dan
kafalah.
9.Harus dibayar ganti tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
a. Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua
sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
b. Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan
yang k oleh yang memegang barang, seperti titipan
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi merupakan
dlaman, menurut segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn(gadai).
10. Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
a. Bertujuan tamlik seperti jual beli.
b. Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama. 11

4.Berakhirnya Akad dan Hikmah Akad


A.Berakhirnya Akad
Akad selesai di sebabkan oleh sejumlah hal, di antaranya sebagai berikut:

11
Huda, Qomarul. Fiqih Muamalah (Yogyakarta : Teras : 2011) Hal 36.
1.Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad tersebut tidak mempunyai
tenggang waktu.
2.Di batalkan oleh pihak-pihak yang berakad, bilamana akad tersbeut sifatnya tidak
mengikat.
3.Dalam akad sifatnya mengikat, suatu akad bisa dianggap selesai jika:
a. Jual beli yang di lakukan fasad, seperti terbisa unsur-unsur tipuan salah satu
rukun atau syaratnya tidak terpenuhi
b. Berlakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat.
c. Akad itu tidak di lakukan oleh salah satu pihak 12
d. Salah satu pihak yang mekerjakan akad meninggal dunia".

B.Hikmah Akad
Akad dalam muamalah antar sesama Insan tentu memiliki hikmah, diantara
hikmah di adakannya akad ialah sebagai berikut:
a. Adanya ikatan yang Powerful antara dua orang atau lebih di dalam bertransaksi
atau mempunyai sesuatu.
b. Tidak dapat sembarangan dalam membatalkan suatu ikatan perjanjian, sebab
telah di atur oleh syar'i.
c. Akad merupakan "payung hukum" di dalam kepemilikian sesuatu, sampai-
13
sampai pihak lain tidak bisa menggugat atau memilikinnya"

12
Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada : 2019),
Hal 141
13
Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Teori dari Klasik Hinggan Kontemporer Cetakan I
(Malang : UIN-Maliki Malang Press : 2018), Hal 40
DAFTAR PUSTAKA

Az Zuhaili, Wahbah. Al Fiqih Al Islami wa Adilatuhu, Juz IV, Damsyik dar Al Fikr

Farroh Hasan, Akhmad. Fiqih Muamalah Teori dari Klasik Hinggan Kontemporer,
Malang : UIN-Maliki Malang Press : 2018

Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT Raja Grafindo


Persada : 2019
Huda, Qomarul. Fiqih Muamalah , Yogyakarta : Teras : 2011

Sudiarti, Sri. Fiqih Ekonomi, Medan : Wal Ashri Publishing

Surya Siregar, Hariman. Fiqih Muamalah Teori dan Implementasi,


PT Remaja Rosdakarta : 2019

Anda mungkin juga menyukai