Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HAK MILIK DAN AKAD


Dosen Pengampu : Agus Setiana
Mata kuliah : fiqh muamalah

Disusun Oleh :
Nama: Sri Ainun
Prodi : Ahwal Asyakhshiyah
Semester: III (tiga)

(STAI-M ) MIFTAHUL ULUM


TASIKMALAYA
Jl. Derah-Karyabakti-parungponteng
KATA PENGANTAR

Puji Dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas Berkah dan Rahmat-Nya
saya bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak Dosen, Yang Berjudul :
“ HAK MILIK DAN AKAD “. Semoga dengan di buatnya tugas ini kita bisa
mengembangkan pengetahuan kita terhadap Agama.

04 Agustus 2022

Sri Ainun
DAFTAR ISI
 BAB I Pendahuluan
 Latar belakang
 Pengertian Hak Milik dan Akad
 Rukun Akad
 Syarat Akad
 Kesimpulan
 Penutup
 Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Agama Islam telah mengatur tatanan kehidupan bagi pemeluknya. Khususnya


dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang lain yang disebut
dengan muamalah.

Dalam fikih muamalah banyak menjelaskan hal-hal penting dalam kehidupan


manusia. Salah satunya dalam hal kepemilikan hak dan akad. Dalam makalah
ini kami akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan hak milik dan
akad. Setiap manusia, mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi
pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan masing-
masing, perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar
manusia itu tidak melanggar dan mengambil hak-hak orang lain. Maka
timbullah hak dan kewajiban di antara sesama manusia. Perjanjian atau
perikatan, dalam islam dikenal dengan istilah ‘Uqud. Pihak-pihak yang
terlibat didalamnya diwajibkan menjunjung tinggi hak dan kewajiban
perjanjian, sehingga dengan perjanjian itu masing-masing pihak dengan
sendirinya terikat oleh aturan yang melekat padanya sebagai konsekuensi dari
keinginannya melakukan perjanjian atau perikatan.

2. Pengertian Hak Milik dan Akad

Menurut pengertian umum, hak ialah :


‫ع س ُْلطَةً َأوْ تَ ْكلِ ْيفًا‬
ُ ْ‫صاصٌ يُقَ ِّر ُر بِ ِه ال َّشر‬
َ ِ‫ِإ ْخت‬
“Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu
kekuasaan atau suatu beban hukum”
Pengertian “hak” sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul, yaitu
sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk
mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun
mengenai harta.Sedangkan arti “milik” adalah kekhususan terdapat pemilik
suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan
mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i. Berdasarkan
definisi “milik” tersebut, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik, untuk
lebih jelas dicontohkan sebagai berikut; seorang pengampu berhak
menggunakan harta orang yang berada dibawah ampuannya, pengampu
punya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang
berada dibawah ampuannya. Dengan kata lain dapat dikatakan “tidak semua
yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak
penggunaan dapat memiliki”.
Kata “hak milik “dalam bahasa Indonesia adalah kata serapan dari bahasa
Arab al haqq dan al milik yang bermakna ketetapan dan kepastian, yaitu
suatu ketetapan yang tidak boleh diingkari keberadaannya. Sementara itu
pengertian al haqq secara terminologis ialah ketetapan yang bersesuaian
dengan realitas. Adapun kata al milk adalah kemampuan seseorang untuk
menggunakan haknya selama tidak ada penghalang yang menjadikan
seseorang tidak bisa menggunakan haknya.
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hak al milk
adalah hak yang memberikan kepada pemiliknya hak wilayah. Artinya dia
boleh memiliki, boleh memakai, boleh mengambil manfaat, boleh
menghabiskan, boleh membinasakan asal tidak menimbulkan bahaya bagi
orang lain.
Sedangkan “akad” diartikan sebagai perikatan yang ditetapkan dengan
ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya.
Semua perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, tidak
boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari’at. Tidak boleh
ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang
diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh seseorang.
Menurut Musthafa Azzarka, dalam pandangan syara’ suatu akad
merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak
yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau
keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam
hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan
dalam suatu pernyataan. Pernyataan itulah yang disebut dengan ijab dan
qabul. Pelaku (pihak) pertama disebut mujib dan pelaku (pihak) kedua
disebut qaabil.

Dari berbagai pengertian yang ada diatas maka dapat disimpulkan bahwa
akad adalah suatu kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan oleh dua orang
dengan kemauan sendiri yang ditandai adanya ijab dan qabul, sehingga
mengikat kepada keduanya.

A. Rukun Akad
Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:

 Aqad ialah orang yang berakad, terkadang terdiri dari satu orang atau
beberapa orang, misalnya penjual dan pembeli beras di pasar biasanya
masing-masing pihak satu orang. Seseorang yang berakad terkadang
orang yang memiliki hak (‘Aqid Ashli) dan terkadang merupakan
wakil dari yang memiliki hak.
 Ma’qud ‘Alaih ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-
benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah
(pemberian), dalam akad gadai.
 Maudhu’ al’ aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
Berbeda akad, maka berbedalah tujuan pokok akad. Dalam akad jual
beli tujuan pokoknya adalah memindahkan barang dari penjual
kepada pembeli dengan diberi ganti.
 Sighot al’aqd ialah ijab dan qabul, ijab ialah permulaan penjelasan
yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran
kehendaknya dalam mengatakan akad, sedangakan qabul ialah
perkataan yang keluar dari pihak berakad pula yang diucapkan setelah
adanya ijab.
Ada juga yang menyatakan bahwa rukun akad yaitu cukup dengan ‘aqid,
ma’qud alaih, dan shighat saja.

B. Syarat Akad
Setiap pembentuk akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’ yang wajib
disempurnakan, syarat-syarat terjadinya akad ada dua macam.

Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna


wujudnya dalam berbagai akad.
Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib
ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini juga disebut syarat idhafi
(tambahan) yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti
syarat adanya saksi dalam pernikahan.
Macam-macam Hak dan Akad
Macam-macam hak :

Dari segi pemilik hak


1) Hak Allah yaitu segala bentuk yang boleh mendekatkan diri kepada
Allah, mengagungkan-Nya, dan menyebarluaskan syari’at-syari’at-Nya.
Seperti berbagai macam ibadah, jihad dan amar-ma’ruf nahi mungkar.

2) Hak Manusia, hak manusia pada hakikatnya untuk memelihara


kemaslahatan para pribadi manusia. Dalam hak-hak manusia, seseorang
boleh memanfaatkan, menggugurkan, atau mengubahnya, serta dapat
diwariskan kepada ahli waris. Misalnya, pewarisan qisas kepada ahli
waris.

3) Hak berserikat (gabungan) antara hak Allah dengan hak manusia.


Dari segi objek hak
1) Hak mali, yaitu hak yang berkaitan dengan harta.

2) Hak ghoru mali,yaituhak yang tidak berkaitan dengan harta.


3) Hak syakhsi, yaitu yang ditetapkan syara’ bagi seorang pribadi, berupa
kewajiban terhadap orang lain, seperti hak penjual untuk menerima harga
barang yang dijual.

4) Hak ‘aini, yaitu hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan
orang kedua, seperti hak memiliki.

5) Hak mujarrod, yaitu hak murni yang tidak meninggalkan bekas apabila
digugurkan melalui perdamaian atau pemaafan. Misal dalam persoalan
hutang.

6) Hak ghoiru mujarrod, yaitu hak yang apabila digugurkan atau dimaafkan
meninggalakn bekas terhadap orang yang dimaafkan. Misal dalam hal
qishas.

Dari segi kewenangan pengadilan terhadap hak itu


1) Hak diyani, adalah hak yang tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan
pengadilan. Misal dalam persoalan hutang yang tidak boleh dibuktikan
pemberi hutang karena tidak cukupnya alat-alat bukti didepan pengadilan.

2). Hak qadha’i, yaitu seluruh hak yang tunduk dibawah kekuasaan
pengadilan, dan pemilik hak itu mampu untuk menuntut dan membuktikan
haknya itu didepan hakim. Misal hutang yang ada buktinya.

Setelah dijelaskan macam-macam hak, pada bagian ini akan dijelaskan


macam-macam akad. Betapa banyak akad-akad itu yang datang untuk
memenuhi semua jenis muamalat.

 Akad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu


selesainya akad.
 Akad Mu’allaq ialah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat
syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan
penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya
pembayaran.
 Akad Mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-
syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang
pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan.
Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum
mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah
ditentukan.

IV. KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:

Hak milk adalah hak yang memberikan kepada pemiliknya hak wilayah.
Artinya dia boleh memiliki, boleh memakai, boleh mengambil manfaat, boleh
menghabiskan, boleh membinasakan asal tidak menimbulkan bahaya bagi
orang lain.

Akad adalah suatu kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan oleh dua
orang dengan kemauan sendiri yang ditandai adanya ijab dan qabul, sehingga
mengikat kepada keduanya.

Rukun akad yaitu ‘aqid, ma’qud ‘alaih, maqsudul ‘aqd,dan sighot ‘aqd.

Macam-macam akad yaitu ‘aqad Munjiz, ‘aqad Muallaq, dan ‘aqad Mudhof.

V. PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia kami


menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Kritik dan saran yang selalu membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini dan makalah berikutnya. Besar harapan
kami, makalah ini akan memberikan manfaat bagi para pembaca dan bagi kita
semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA

Haroen, Nasrun. Fikih Muamalah. (Jakarta: Media Pratama. 2007)

Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. (Jakarta: Raja


Grafindo Persada. 2003). cet. 1

Muhamad, Ahmad. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam.


(Bandung:Pustaka Setia, 1999). Cet. I

Ridwan. Pemilikan Rakyat dan Negara Atas Tanah. (Jakarta: Sekretaris


Badan Litbang dan Diklat. 2010)

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008)

Syafe’i, Rachmat. Fiqh Muamalah. (Bandung: Pustaka Setia. 2001)

[1] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),
hlm. 34

[2] Ridwan, Pemilikan Rakyat dan Negara Atas Tanah, (Jakarta: Sekretaris
Badan Litbang dan Diklat, 2010), hlm. 109

[3] Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm.
44

[4] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), cet. 1, hlm. 103

[5] Hendi Suhendi, op. Cit., hlm. 47

[6] Rachmat Syafe’i, op. Cit., hlm. 45

[7] Hendi Suhendi, op. Cit., hlm. 50


[8] Nasrun Haroen, Fikih Muamalah, (Jakarta: Media Pratama, 2007), hlm. 3-
7

[9] Ahmad Muhamad, Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam,


(Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I, hlm. 213

[10] Hendi Suhendi, op. Cit., hlm. 50

Anda mungkin juga menyukai