Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AKAD

Fiqh Muamalah

Oleh :
META RUSADI
Nim :
2210401026

Dosen Pengampu :
Hj. SYAMSARINA,LC.MA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja serta syukur atas segala nikmat yang


tercurahkan kepada kita sebagai hamba Tuhan yang memberi kita kesempatan
untuk menghirup kembali udara yang bebas. Yang memberi kita kemampuan
untuk membaca, yang mengajarkan kita lewat perantara-perantara-Nya seperti al-
qolam.
Tak lupa dan luput pula, shalawat bertangkaikan salam, kita haturkan dan
bingkiskan khusus kepada baginda kita, kanjeng nabi Muhammad saw., sang
pembawa rahmat untuk seluruh alam. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “As-Sunnah
Sebagai Sumber Hukum ” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca. 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................................................
A. LATAR BELAKANG...................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................
C. TUJUAN PENULIS.......................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................................

A. PENGERTIAN AKAD......................................................................................
B. PEMBAGIAN AKAD.......................................................................................
C. SYARAT AKAD...............................................................................................

BAB III
KESIMPULAN..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan


dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan
manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk
memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan
yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses
untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya,
lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan
ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah.karena itu ia merupakan
kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai
agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas
dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa.

Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan


bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi
kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pembagian atau
macam-macam akad secara spesifik, akan dijelaskan teori akad secara umum yang
nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akad-akad lainnya secara
khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan mencoba untuk menguraikan
mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad dalam pelaksanaan muamalah di
dalam kehidupan kita sehari-hari.

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Pengertian Akad
2. Pembagian akad
3. Syarat akad

TUJUAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan


untuk menginformasikan dan menjelaskan tentang teori akad dalam prespektif
fiqh muamalah. Secara khusus makalah ini akan menginformasikan dan
menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan pengertian akad;


2. Untuk menjelaskan pembagian akad
3. Untuk menjelaskan syarat akad
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad

Secara literal, akad berasal dari bahasa arabyang berarti perjanjian atau
persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya
ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan
dengan hubungan ( ُُ‫ ) ال ّر ْبط‬dan kesepakatan ( ‫االتِفَا ْق‬
ِ ).

Secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari segi umum dan
segi khusus. Dari segi umum, pengertian akad sama dengan pengertian akad dari
segi bahasa menurut ulama Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah yaitu segala
sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasakan keinginananya sendiri seperti
waqaf, talak, pembebasan, dan segala sesuatu yang pembentukannya
membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai.
Sedangkan dari segi khusus yang dikemukakan oleh ulama fiqih antara lain:

 Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan syara’


yang berdampak pada objeknya.
 Keterkaitan ucapan antara orang yang berakad secara syara’ pada segi
yang tampak dan berdampak pada objeknya.
 Terkumpulnya adanya serah terima atau sesuatu yang menunjukan adanya
serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.
 Perikatan ijab qabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan keridhaan
kedua belah pihak.
 Berkumpulnya serah terima diantara kedua belah pihak atau perkataan
seseorang yang berpengaruh pada kedua belah pihak.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa Kedudukan dan fungsi akad
adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau tidaknya muamalah dan menjadi
tujuan akhir dari muamalah. Akad yang menyalahi syariat seperti agar kafir atau
akan berzina, tidak harus ditepati. Akad-akad yang dipengaruhi aib adalah akad-
akad pertukaran seperti jual beli dan akad sewa.

B. Syarat Akad

1. Syarat terjadinya akad


Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya
akad secara syara’.Syarat ini terbagi menjadi dua bagian yakni umum dan
khusus.Syarat akad yang bersifat umum adalah syarat–syarat akad yang wajib
sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-syarat umum yang harus
dipenuhi dalam setiap akad adalah:

a. Pelaku ahli akad.


b. Yang dujadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diperbolehkan syara’dilakukan oleh orang yang berhak
melakukannya walaupun bukan aqid yang memiliki barang.
d. Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah bila rahn
dianggap imbangan amanah.
e. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Oleh
karenanya akad menjadi batal bila ijab dicabut kembali sebelum
adanya kabul.
f. Ijab dan kabul harus bersambung, sehingga bila orang yang berijab
berpisah sebelum adanya qabul, maka akad menjadi batal.

Sedangkan syarat yang bersifat khusus adalah syarat-syarat yang wujudnya


wajib ada dalam sebagian akad. Syarat ini juga sering disebut syarat
idhafi(tambahan yang harus ada disamping syarat-syarat yang umum, seperti
syarat adanya saksi dalam pernikahan.
2. Syarat Pelaksanaan akad

Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat yaitu kepemilikan dan


kekuasaan.Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia
bebas beraktivitas dengan apa-apa yang dimilikinya sesuai dengan aturan
syara’.Adapun kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam ber-tasharuf sesuai
dengan ketentuan syara’.

3. Syarat Kepastian Akad (luzum)

Dasar dalam akad adalah kepastian.Seperti contoh dalam jual beli, seperti
khiyar syarat, khiyar aib, dan lain-lain.Jika luzum Nampak maka akad batal atau
dikembalikan.

C. Pembagian Akad

Pembagian akad dibedakan menjadi beberapa bagian berdasarkan sudut


pandang yang berbeda, yaitu:

1. Berdasarkan ketentuan syara’

a. Akad shahih
akad shahih adalah akad yang memenuhi unsur dan syarat yang
ditetapkan oleh syara’. Dalam istilah ulama Hanafiyah, akad shahih
adalah akad yang memenuhi ketentuan syara’ pada asalnya dan
sifatnya.

b. Akad tidak shahih


adalah akad yang tidak memenuhi unsur dan syarat yang
ditetapkan oleh syara’. Dengan demikian, akad ini tidak berdampak
hukum atau tidak sah.Jumhur ulama selain Hanafiyah menetapkan
akad bathil dan fasid termasuk kedalam jenis akad tidak shahih,
sedangkan ulama Hanafiyah membedakan antara fasid dengan
batal.

Menurut ulama Hanafiyah, akad batal adalah akad yang tidak memenuhi
memenuhi rukun atau tidak ada barang yang diakadkan seperti akad yang
dilakukan oleh salah seorang yang bukan golongan ahli akad.Misalnya orang gila,
dan lain-lain.Adapun akad fasid adalah akad yang yang memenuhi persyaratan
dan rukun, tetapi dilarang syara’ seperti menjual barang yang tidak diketahui
sehingga dapat menimbulkan percekcokan.

2. Berdasarkan ada dan tidak adanya qismah

a. akad musamah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada
hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
b. Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara’ dan
belum ditetapkan hukumnya.

3. Berdasarkan zat benda yang diakadkan

a. benda yang berwujud


b. benda tidak berwujud.

4. Berdasarkan adanya unsur lain didalamnya

a. Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu


selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan akad
adalah pernyataan yang disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula
ditentukan waktu pelaksanaan adanya akad.
b. Akad mu’alaq adalah akad yand didalam pelaksaannya terdapat syarat-
syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan
penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya
pembayaran.
c. Akad mu’alaq ialah akad yang didalam pelaksaannya terdapat syarat-
syarat mengenai penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang
pelaksaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan
ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat
hukum sebelum tidanya waktu yang ditentukan.

5. Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad

a. Akad musyara’ah ialah akad-akad yang debenarkan syara’ seperti


gadai dan jual beli.
b. Akad mamnu’ah ialah akad-akad yang dilarang syara’ seperti menjual
anak kambing dalam perut ibunya.

6. Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad

a. akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang


seperti jual beli.
b. Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan
barang-barangg karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah.

7. Berdasarkan cara melakukannya

a. akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad


pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
b. Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan
terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada
umumnya.
8. Berdasarkan berlaku atau tidaknya akad

a. akad nafidzah, yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-
penghalang akad
b. akad mauqufah, yaitu akad –akad yang bertalian dengan persetujuan-
persetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku setelah disetujui
pemilik harta)

9. Berdasarkan luzum dan dapat dibatalkan

a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat
dipindahkan seperti akad nikah. Manfaat perkawinan, seperti
bersetubuh, tidak bisa dipindahkan kepada orang lain. Akan tetapi,
akad nikah bisa diakhiri dengan dengan cara yang dibenarkan syara’
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak, dapat dipindahkan
dan dapat dirusakkan seperti akad jual beli dan lain-lain.
c. Akad lazimah yang menjadii hak kedua belah pihak tanpa menunggu
persetujuan salah satu pihak. Seperti titipan boleh diambil orang yang
menitip dari orang yang dititipi tanpa menungguu persetujuan
darinya.Begitupun sebalikanya, orang yang dititipi boleh
mengembalikan barang titipan pada orang yang menitipi tanpa harus
menunggu persetujuan darinya.

10. Berdasarkan tukar menukar hak

a. Akad mu’awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik
seperti akad jual beli
b. Akad tabarru’at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian
dan pertolongan seperti akad hibah.
c. Akad yang tabaru’at pada awalnya namun menjadi akad mu’awadhah
pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah.
11. Berdasarkan harus diganti dan tidaknya

a. akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua
setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
b. Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda
bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya adalah
dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn.

12. Berdasarkan tujuan akad

a. Tamlik, seperti jual beli


b. Mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
c. tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
d. menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
e. mengadakan pemeliharaan seperti ida’ atau titipan

13. Berdasarkan faur dan istimrar

a. akad fauriyah, yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang


lama, pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
b. Akad istimrar atau zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan, seperti
I’arah.

14. Berdasarkan asliyah dan tabi’iyah

a. akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya
sesuatu yang lain seperti jual beli dan I’arah.
b. Akad tahi’iyah, yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain,
seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.
BAB III

KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan yang telah teruai diatas dapat ditarik beberapa
kesimpulan bahwasanya kesepakatan antar kedua pihak berkenaan dengan suatu
hal atau kontrak antara beberapa pihak atas diskursus yang dibenarkan oleh syara’
dan memiliki implikasi hukum tertentu.terkait dalam implementasinya tentu akad
tidak pernah lepas dari yang namanya rukun maupun syarat yang mesti terpenuhi
agar menjadi sah dan sempurnanya sebuah akad.

Adapun mengenai jenis-jenis akad, ternyata banyak sekali macam-macam


akad yang dilihat dari berbagai perspektif, baik dari segi ketentuan syari’ahnya,
cara pelaksanaan, zat benda-benda, dan lain-lain. Semua mengandung unsure
yang sama yakni adanya kerelaan dan keridhaan antar kedua belah pihak terkait
dengan pindahnya hak-hak dari satu pihak ke pihak lain yang melakukan kontrak.
Sehingga dengan terbentuknya akad, akan muncul hak dan kewajiban diantara
pihak yang bertransaksi. Sehingga tercapailah tujuan kegiatan muamalah dalam
kehidupan kita sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Dimyauddin Djuwaini.Pengantar Fiqh Muamalah.(Yogyakarta:Pustaka


pelajar,2008)
Rahmat Syafei. Fiqih Muamalah.(Bandung:Pustaka Setia,2006)
Sa’adi Abu Habieb, Ensiklopedi Ijmak, Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. IV, 2009
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir,Surabaya: pustaka Progresif,cet 25
tahun 2002,
Al-Munjid, Beirut: Daar Al-Masyriq
Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah, Beirut: Daar al-Fiqr,
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai