Anda di halaman 1dari 10

KONSEP AKAD DALAM MU’AMALAH

Dosen Pengampu: Dr. Moch Taufiq Ridho, M.Pd

Disusun oleh:

Kuni Junaidatul Millah (22102192)


Sarwani Juliansyah (2210)

FAKULTAS TARBIYYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN AN-NUR YOGYAKARTA
2023/2024
Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat
serta karunia Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Psikologi Pendidikan ini dengan
tepat waktu. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw
semoga kita mendapatkan syafaatnya besok di yaumul qiyamah, amin.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Moch Taufiq Ridho, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah dan Mu’amalah . Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat menyempurnakan makalah ini, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah sesuai dengan waktu yang ditentukan. Adapun makalah ini berisi
mengenai “konsep akad dalam mu’amalah”

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan dari para pembaca demi perbaikan dan
pengembangan makalah ini. Semoga hasil kerja saya ini juga diberi nilai amal ibadah yang
diterima di sisi Allah Swt, amin.

Bantul, 22 November 2023

Penyusun
Daftar isi

Kata pengantar..........................................................................................................................................2
Daftar isi.....................................................................................................................................................3
Bab 1...........................................................................................................................................................4
Pendahuluan..............................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan masalah..........................................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
ISI...............................................................................................................................................................5
A. Muamalah berakad dan muamalah tanpa akad.........................................................................5
B. Pengertian Akad............................................................................................................................6
C. Rukun dan syarat syarat akad......................................................................................................7
D. Akad sah dan akad tidak sah........................................................................................................8
BAB III.......................................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................................9
Kesimpulan............................................................................................................................................9
Daftar pustaka.........................................................................................................................................10
Bab 1

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hubungan antar insan yang satu menggunakan yang lain tidak dapat terlepas dari suatu
transaksi yang dalam bahasa arab diklaim menjadi mu’amalah. Transaksi tadi bisa menimbulkan
hak dan kewajiban apabila kedua belah pihak melakukan suatu akad baik akad yang bersifat
māliyah maupun ghair māliyah.1 Akad tersebut kemudian akan mengatur bagaimana korelasi
selanjutnya yang akan dilakukan dan didalam akad itu juga terdapat konvensi-kesepakatan kedua
belah pihak. persamaan antar pemeluk atau grup yang tidak sama pemahaman Setiap akad
(transaksi) wajib benar-benar memperhatikan rasa keadilan dan sedapat.

Pentingnya kedudukan akad mengharuskan para pihak mengetahui dan tahu hal-hal yang
berkaitan dengan akad mirip kondisi dan rukun akad. Menggunakan demikian, apabila para
pihak sudah mengetahui segala hal yang berkaitan dengan akad dibutuhkan dapat melakukan
akad dengan sahih dan dapat melakukan kewajiban serta menerima hak sebagaimana yang sudah
disepakati.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana mu’amalah dengan akad dan tanpa akad?
2. Apa yang dimaksud dengan akad?
3. Apa rukun dan syarat syarat akad dalam mu’amalah?
4. Bagaimana akad sah dan tidak sah-nya akad dalam mu’amalah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana muamalah dengan akad dan tanpa akad.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akad.
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat akad dalam mu’amalah.
4. Untuk mengetahui akad sah dan tidak sah akad dalam mu’amalah.

1
Sholihah, Nurlailiyah Aidatus, and Fikry Ramadhan Suhendar. "Konsep Akad Dalam Lingkup Ekonomi
Syariah." Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia 4.12 (2019): 137
BAB II

ISI

A. Muamalah berakad dan muamalah tanpa akad


Akad merupakan salah satu perbuatan atau Tindakan hukum. Akad tersebut
menimbulkan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak yang bekaitan
dengan akad tersebut. Perbuatan atau Tindakan hukum atas harta benda dalam fiqih
muamalah dinamakan tasharruf. Tasharruf yaitu segala sesuatu perbuatan yang
bersumber dari kehendak seseorang dan syara’ menetapkan atas sejumlah akibat
hukum( hak dan kewajiban).
Menurut Hendi Suhendi, tasharruf terbagi menjadi dua, yaitu tasharruf fi’li dan
tasharruf qauli. Tasharruf fi’li ialah usaha atau perbuatan yang dilakukan manusia
dengan tenaga dan badannya, selain lidah, misalnya memanfaatkan tanah yang tandus,
menerima barang dalam jual beli dan lain lain. Sedangkan tasharruf qauli ialah
tasharrruf yang keluar dari lidah manusia dengan kata lain adalah perkataan, contohnya:
jual beli, sewa menyewa dan perkongsian.2
Tasharruf qauli (ucapan) terbagi menjadi dua bagian yaitu:3
a. Tasharruf yang berbentuk akad, yaitu setiap ucapan yang timbul dari
kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih, seperti kesepakatan dalam akad
akad waqaf, washiat, jual beli, ijarah, dan syirqah.
b. Tasharruf tanpa akad, yaitu keinginan pihak akad untuk melangsungkan atau
membatalkan akad (ucapan sepihak) seperti da’wa (tuntutan), iqrar
(pengakuan), thalaq, ibra’ (membebaskan hak), dan tanazul (merelakan hak).

Kedua macam muamalah tersebut merupakan bentuk interaksi antar dua belah
pihak, bukan perbuatan hukum hanya dari satu pihak saja. Namun pada mamalah dengan
akad, diperlukan kesepakatan dari dua pihak. Sedangkan pada muamalah tanpa, tidak
diperlukan kesepakatan dari dua belah pihak yang bersangkutan.

2
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 43.
3
Oni Sahroni, Fiqih Muamalah: Dinamika Teori Akad dan Implimentasinya Dalam Ekonomi Syariah,
Depok: PT Rajagrafindo Persada,2013,hlm.2
B. Pengertian Akad
Secara etimologi, akad berasal dari bahasa Arab al-aqd yang berarti perikatan dan
perjanjian. Menurut termonologi, akad adalah perkataan ijab dan Kabul yang dibenarkan
syara’ dan menetapkan keridhaan kedua belah pihak. Ijab adalah pernyataan pihak
pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan Kabul adalah pernyataan
pihak kedua untuk menerimanya. Apabila ijab dan Kabul telah dilakukan sesuai dengan
syarat syaratnya dan sesuai dengan kehendak syara’, maka muncullah akibat hukum dari
perjanjian tersebut.
Dalam buku Ensiklopedia Hukum Islam, Abdul Aziz Dahlan juga mendefinisikan,
Akad adalah a’qada-‘aqd = perikatan, perjanjian dan permufakatan, pertalian ijab dan
Kabul sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada objek perikatan.4
Akad merupakan salah satu perbuatan atau tindakan hukum. Maksudnya akad
tersebut menimbulkan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak pihak terkait
langsung maupun tidak langsung dengan akad.
Dasar hukum akad dalam Al-Qur'an:
QS. Al-Maidah: 1

‫ٰٓيَاُّيَه ا اَّل ِذْيَن ٰاَمُنْٓو ا َاْو ُفْوا‬

‫ِباْلُعُق ِۗد‬
‫ْو‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad (perjanjian dan perikatan)
diantara kamu.” (QS. Al Maidah: 1)

Akad merupakan unsur terpenting yang harus diperhatikan dalam


bertransaksi. Akad menentukan suatu transaksi dinyatakan sah menurut syara' atau
batal. Akad harus diperhatikan dari berbagai aspeknya baik dari rukun dan syaratnya,
obyek akad, maupun yang mengakhiri akad. Akad dalam muamalah adalah salah satu
rukun dari berbagai jenis muamalah, seperti jual beli, sewa menyewa, dan
sebagainya. Akad atau ijab qabul merupakan demonstrasi untuk mewujudkan apa yang
diinginkan oleh kedua pelaku yang diakhiri dengan ijab dan qabul.

4
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, hlm. 63
C. Rukun dan syarat syarat akad5
terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha berkenaan
menggunakan rukun akad. menurut jumhur fuqaha rukun akad terdiri
dari:
1) ‘Aqid, ialah orang yang berakad (bersepakat)
2) Ma’qud Alaih, artinya benda-benda yang di akadkan, seperti benda yang ada
dalam transaksi jual beli.
3) Maudhu’ al-‘Aqd, adalah tujuan atau maksud mengadakan akad.
4) Shidat Al-‘Aqid yang terdiri dari ijab serta qabul.

kondisi terbentuknya akad masing-masing rukun yg membentuk akad diatas


memerlukan syarat yang dapat berfungsi membuat akad. Tanpa adanya syarat-kondisi
dimaksud, rukun akad tidak dapat menghasilkan akad. Rukun pertama, yaitu para pihak
harus memenuhi dua kondisi yaitu tamyis, serta berbilang (at-ta’addud). Rukun kedua
yaitu pernyataan kehendak, harus memenuhi dua syarat juga, yaitu adanya persesuaian
ijab serta qabul, menggunakan istilah lain adanya istilah sepakat, dan kesatuan majelis
akad . Rukun ketiga, yaitu obyek akad, wajib memenuhi 3 syarat, yaitu obyek itu bisa
diserahkan, eksklusif, atau bisa dipengaruhi, serta obyek itu bisa ditransaksikan. Rukun
keempat, memerlukan satu syarat, tak bertentangan menggunakan syara’.6
Rukun-rukun dan syarat-syarat terbentuknya akad yang disebutkan diatas
memerlukan kualitas tambahan menjadi unsur penyempurnaan. Perlu ditegaskan bahwa
menggunakan memenuhi rukun dan syarat-syarat terbentuknya, suatu akad memang
sudah terbentuk serta memiliki wujud yuridis syar’i, namun belum dan merta sah. buat
sahnya suatu akad, maka rukun serta kondisi terbentuknya akad tadi memerlukan unsur-
unsur penyempurnaan yang mengakibatkan suatu akad legal. Unsur-unsur
penyempurnaan ini disebut syarat keabsahan akad. kondisi keabsahan ini dibedakan

5
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah,( Yogyakarta: Teras, 2011), hal 28.

6
Syamsul Anwar, 2007, Hukum Perjanjian Syariah , Studi Tentang Akad dalam Fiqih Muamalat ,Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, hal 97
menjadi dua macam, yaitu syarat keabsahan awam yang berlaku terhadap seluruh akad
dan kondisi syarat khusus yang berlaku bagi masing-masing aneka akad spesifik.7

D. Akad sah dan akad tidak sah


Salah satu kondisi akad adalah terjadinya penyataan kehendak/ kesepakatan (ijab
qabul) yang dilakukan oleh ke dua belah pihak. Ijab dan Qabul artinya bentuk penawaran
serta penerimaan/ persetujuan sebagai pernyataan kehendak buat tercapainya kesepakatan
kesepakatan terjadi pada saat ada pertemuan dari dua pihak yakni penawaran serta
penerimaan. jika sudah diterima atau disetujui oleh pihak lainnya, maka terjadi
penerimaan serta terjadi persesuaian kehendak kedua belah pihak. 8 menggunakan
tercapainya kesepakatan maka terjadilah akad/ kontrak/perjanjian. kesepakatan bisa
dilakukan menggunakan aneka macam cara tertulis, menggunakan cara ekspresi maupun
dengan simbul-simbul eksklusif. menggunakan cara tertulis bisa dilakukan menggunakan
membentuk akta yang mempunyai kekuatan terbentuknya hukum pada pembuktian.9
Akad yang telah memenuhi rukunnya, kondisi terbentuknya dan syarat
keabsahannya dinyatakan menjadi akad yang sah. apabila syarat-kondisi keabsahan yang
empat ini tak terpenuhi, meskipun, rukun serta syarat terbentuknya akad telah dipenuhi,
akad tidak legal. Akad ini diklaim akad fasid. berdasarkan ahli-ahli aturan Hanafi, akad
fasid merupakan ‘akad yang dari syara’ pokoknya, tetapi tidak sah sifatnya. 10 Maksudnya
ialah akad yang sudah memenuhi rukun dan kondisi terbentuknya, namun belum
memenuhi syarat keabsahannya. Akad fasid dibedakan dengan akad yang batil kalau akad
batil tidak sah baik pokoknya juga sifatnya dengan kata lain tidak terdapat wujudnya
sama sekali.

7
Ibid, hal 100
8
Ahmad Miru, 2012, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal 27
9
Ibid, hal 28
10
Syamsul Anwar, 2007, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Akad dalam Fiqih Muamalat, Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, Hlm.101
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Akad merupakan salah satu perbuatan atau Tindakan hukum. Akad tersebut menimbulkan
konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak yang bekaitan dengan akad tersebut.
Perbuatan atau Tindakan hukum atas harta benda dalam fiqih muamalah dinamakan tasharruf.
Tasharruf yaitu segala sesuatu perbuatan yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’
menetapkan atas sejumlah akibat hukum( hak dan kewajiban).
Daftar Pustaka
Aziz Dahlan,Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve

Ahmad Miru, 2012, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta

Sholihah, Nurlailiyah Aidatus, and Fikry Ramadhan Suhendar. 2019 "Konsep Akad Dalam
Lingkup Ekonomi Syariah." Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia 4.12

Syamsul Anwar, 2007, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Akad dalam Fiqih Muamalat,
Raja Grafindo Perkasa, Jakarta,

Qomarul Huda, 2011, Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Teras.

Hendi Suhendi, 2010, Fiqih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers.


Oni Sahroni, Fiqih Muamalah: Dinamika Teori Akad dan Implimentasinya Dalam Ekonomi
Syariah, Depok: PT Rajagrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai