Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AKAD TRANSAKSI DALAM ISLAM

Dosen Pengampu :

Muhammad Yusuf Bahtiarr,M.E

Di Susun Oleh:

Kelompok 6

Muthiara Adrina Syafia 2051030107


Mutiara Febyanti 2051030405
Nurhayati 2051030115
Nurisa Rahmadhani 2051030273

Kelas E

PRODI AKUNTANSI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN

2020/202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah dan karunia-Nya
sehingga makalah kami yang berjudul “Akad Transaksi Dalam Islam'' Dapat dibuat dan
diselesaikan dengan baik dan lancar, guna memenuhi tugas mata kuliah ekonomi islam . Semoga
kita senantiasa mendapatkan limpahan rahmat dan ridha-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw., beserta keluarga dan para sahabatnya yang
telah membimbing manusia untuk meniti jalan lurus menuju kejayaan dan kemuliaan.

Tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada teman-teman yang sudah ikut
berkontribusi dan berpatisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan
makalah ini.

Kami menyadari dengan sepenuh hati bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan.
Untuk ini kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan
makalah ini.

Harapan kami semoga hasil dari makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca pada umumnya dan bagi kami (penulis) pada khususnya.

Bandar Lampung, 2 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................... 1
C. TUJUAN PENELITIAN......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 3

A. PENGERTIAN AKAD............................................................................................ 3
B. SYARAT DAN RUKUN AKAD............................................................................. 4
C. MACAM-MACAM AKAD TRANSAKSI............................................................. 7

BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 16

A. KESIMPULAN........................................................................................................ 16
B. SARAN...................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Akad merupakan perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan) antara satu pihak dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-
masing sesusi dengan prinsip syariah. 1 Salah satu akad yang digunakan BMT dalam
transaksi pembiayaan berbasis jual beli adalah murabahah. Murabahah adalah kontrak jual-
beli dimana bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Undang-
undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah telah merumuskan maksud dari akad,
bahwa “ Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syari’ah atau Unit Usaha Syari’ah dan
pihak lain yang membuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai
dengan Prinsip Syari’ah’’.
Akad menjadi penting dalam masyarakat. Karena akad merupakan penghubung
setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentinggannya yang tidak dapat dipenuhinya
sendiri tanpa bantuan dan jasa orang lain. Sehingga dikatakan bahwa akad merupakan sarana
sosial yang mendukung manusia sebagai makhluk sosial.
Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, menyambung atau
menghubungkan (al-rabt}). Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang
berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu
pihak, dan kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan
terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan kehendak
masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak
kedua pihak yang tercermin dalam ijab dan kabul.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Akad?
2. Apa saja rukun dan syarat Akad?
3. Apa yang dimaksud dengan mudharabah dan musyarakah?

1
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Akad.
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat Akad.
3. Untuk mengetahui pengertian dari mudharabah dan musyarakah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKAD
Kata aqad berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau kewajiban, biasa juga
diartikan dengan kontak atau perjanjian. Yang dimaksudkan kata ini adalah mengadakan
ikatan untuk persetujuan.Pada saat dua kelompok mengadakan perjanjian, disebut aqad,
yakni ikatan memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu. Kewajiban yang
timbul akibat aqad disebut uqud.

Pengertian akad menurut bahasa sebagaimana yang kemukakan oleh Sayyid Sabiq adalah
‫العقد معناه الرابط والتفاق‬
Artinya: “akad berarti ikatan dan persetujuan”

Akad menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, bahwa pengertian akad atau perikatan adalah
mengumpulkan dua tepi/ujung tali yang mengikat salah satunya dengan yang lain hingga
bersambung, lalu keduanya menjadi sepotong benda. Akad juga suatu sebab dari sebab-sebab
yang ditetapkan syara’ yang karenanya timbullah beberapa hukum.

Sedangkan definisi akad menurut istilah fukaha, dapat dirumuskan sebagai berikut:
‫ارتباط االجياب بقبول على وجه مشروع يثبت الت اضى‬
“Perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara’, yang menetapkan
keridahan kedua belah pihak.”

Definisi lain akad menurut istilah adalah: pertalian ijab dan qabul sesuai dengan
kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Yang dimaksud “sesuai dengan
kehendak syariat” adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua belah pihak atau
lebih, apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’, misalnya kesepakatan untuk melakukan
transaksi riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Sementara yang

3
dilakukan “berpengaruh pada objek perikatan” adalah terjadinya perpindahan pemilikan
suatu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak yang lain (yang menyatakan qabul).

Dari beberapa definisi tentang akad tersebut, maka yang menjadi perbedaan yang
mendasar antara akad menurut syara’ dan akad konvensional adalah kalau akad menurut
syara’ adalah adanya ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariat. Sedangkan akad
konvensional tidak tercantum kata-kata sesuai dengan kehendak syariat, akan tetapi hanya
terjadi hubungan hukum antara kedua belah pihak.

B. SYARAT DAN RUKUN AKAD


a. Rukun-Rukun Akad
1. Aqid
Aqid adalah orang yang berakad (subjek akad).Terkadang masing-masing pihak
terdiri dari salah satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang. Misalnya, penjual
dan pembeli beras di pasar biasanya masingmasing pihak satu orang berbeda dengan
ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain yang terdiri dari
beberapa orang.
2. Ma’qud ‘Alaih
Ma’qud ‘alaih adalah benda-benda yang akan di akadkan (objek akad), seperti benda-
benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam akad hibah atau pemberian, gadai, dan
utang.
3. Maudhu al-‘Aqid
Maudhu al-‘Aqid adalah tujuan atau maksud mengadakan akad. Berbeda akad maka
berbedalah tujuan pokok akad. Dalam akad jual beli misalnya, tujuan pokoknya yaitu
memindahkan barang dari penjual kepada pembeli dengan di beri ganti.
4. Shighat al-‘Aqid
Sighat al-‘Aqid yaitu ijab qabul. Ijab adalah ungkapan yang pertama kali di lontarkan
oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, sedangkan qabul adalah
pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Pengertian ijab qabul dalam pengalaman
dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga penjual dan pembeli

4
dalam membeli sesuatu terkadang tidak berhadapan atau ungkapan yang
menunjukkan kesepakatan dua pihak yang melakukan akad, misalnya yang
berlangganan majalah, pembeli mengirim uang melalui pos wesel dan pembeli
menerima majalah tersebut dari kantor pos.

Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus di penuhi, ulama fiqh
menuliskannya sebagai sebagai berikut :

1. Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak,misalnya : aku serahkan benda ini
kepadamu sebagai hadiah atau pemberian”.
2. Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul.
3. Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak
menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduanya.
4. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak
terpaksa, dan tidak karena di ancam atau di takut-takuti oleh orang lain karena dalam
tijarah (jual beli) harus saling merelakan.

Beberapa cara yang di ungkapkan dari para ulama fiqh dalam berakad, yaitu :

1. Dengan cara tulisan atu kitabah, misalnya dua aqid berjauhan tempatnya maka ijab
qabul boleh dengan kitabah atau tulisan.
2. Isyarat, bagi orang tertentu akad atau ijab qabul tidak dapat di laksanakan dengan
tulisan maupun lisan, misalnya pada orang bisu yang tidak bisa baca maupun tulis,
maka orang tersebut akad dengan isyarat.
3. Perbuatan, cara lain untuk membentuk akad selain dengan cara perbuatan. Misalnya
seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang tertentu, kemudian penjual
menyerahkan barang yang di belinya.
4. Lisan al-Hal. Menurut sebagian ulama,apabila seseorang meniggalkan barang-barang
di hadapan orang lain, kemudian dia pergi dan orang yang di tinggali barang-barang
itu berdiam diri saja, hal itu di pandang telah ada akad ida‟ (titipan).

5
Ijab qabul akan di nyatakan batal apabila :

1. Penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat qabul dari si pembeli,


2. Adanya penolak ijab qabul dari si pembeli,
3. Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan, namun keduanya
telah pisah dari majlis akad. Ijab dan qabul di anggap batal,
4. Kedua pihak atau salah satu, hilang kesepakatannya sebelum terjadi kesepakatan,
5. Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya qabul atau kesepakatan.

Mengucapkan dengan lidah merupakan salah satu cara yang di tempuh dalam
mengadakan akad, tetapi ada juga cara lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk
berakad. Para ulama fiqh menerangkan beberapa cara yang di tempuh dalam akad,5
yaitu :

1. Dengan cara tulisan (kitabah), misalnya dua „aqid berjauhan tempatnya, maka ijab
qabul boleh dengan kitabah. Atas dasar inilah para ulama membuat kaidah : “Tulisan
itu sama dengan ucapan”.
2. Isyarat. Bagi orang-orang tertentu akad tidak dapat di laksanakan dengan ucapan atau
tulisan, misalnya seseorang yang bisu tidak dapat mengadakan ijab qabul dengan
tulisan. Maka orang yang bisu dan tidak pandai baca tulis tidak dapat melakukan ijab
qabul dengan ucapan dan tulisan. Dengan demikian, qabul atau akad di lakukan
dengan isyarat. Berdasarkan kaidah sebagai berikut : “Isyarat bagi orang bisu sama
dengan ucapan lidah”.

b. Syarat-Syarat Akad
1. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang yang
tidak cakap bertindak, seperti pengampuan, dan karena boros.
2. Yang di jadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3. Akad itu di izinkan oleh syara’, di lakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya, walaupun dia bukan „aqid yang memiliki barang.

6
4. Janganlah akad itu akad yang di larang oleh syara’, seperti jual beli mulasamah. Akad
dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) di anggap sebagai
imbalan amanah (kepercayaan).
5. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila orang
berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka batallah ijabnya.
6. Ijab dan qabul harus bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah berpisah
sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

C. MACAM-MACAM AKAD TRANSAKSI


1. Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi.
Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan
suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam
surat Al-Muzzammil, ayat ke-20. Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kata al–
qardhu yang berartial-qath’u (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari
hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya.
Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama
usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada
yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya
sesuai dengan ketentuan yang disepakati.

Mudharabah hukumnya boleh berdasarkan dalil-dalil berikut:


1. Al-Qur‟an
Firman Allah: “Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang
sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah;
dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah..”.(QS. alMuzzammil:
20)

Dan firman-Nya: “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” (QS.
alMa‟idah: 1)

7
Firman Allah: “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya…”. (QS. Al-Baqarah: 283).

2. Al-Hadits
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa Abbas bin Abdul Muthallib
(paman Nabi) jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada
mudharib (pengelola)nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah,
serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib/pengelola) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. AlBaihaqi
di dalam As-Sunan Al-Kubra(6/111)).

Shuhaib radhiyallahu anhu berkata: Rasulullahbersabda: “Ada tiga hal yang


mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah),
danmencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk
dijual.” (HR. Ibnu Majah)

3. Ijma
Para ulama telah berkonsensus atas bolehnya mudharabah. (Bidayatul Mujtahid,
karya Ibnu Rusyd (2/136))Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada
orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun
mengingkari mereka.karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’.

4. Qiyas
Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada transaksi musaqah.

5. Kaidah fiqih
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

8
Islam mensyariatkan akad kerja sama Mudharabah untuk memudahkan orang, karena
sebagian mereka memiliki harta namun tidak mampu mengelolanya dan disana ada
juga orang yang tidak memiliki harta namun memiliki kemampuan untuk mengelola
dan mengembangkannya. Maka Syariat membolehkan kerja sama ini agar mereka
bisa saling mengambil manfaat diantara mereka. Pemilik modal memanfaatkan
keahlian Mudhorib (pengelola) dan Mudhoribmemanfaatkan harta dan dengan
demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah tidak mensyariatkan satu akad
kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan.

Sebagai sebuah akad, mudharabah memiliki syarat dan rukun. Imam AnNawawi
menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki lima rukun:

1. Modal.
2. Jenis usaha.
3. Keuntungan.
4. Shighot (pelafalan transaksi).
5. Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola. (Ar-Raudhahkarya imam
Nawawi (5/117))

Sedangkan syarat-syarat dalam Mudharabah ialah sebagaimana berikut:

1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
pengelola (mudharib) untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.

9
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib
(pengelola modal), baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan
dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan modal yang
disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif pengelola (mudharib), tanpa campur tangan
penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari‟ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah,dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku
dalam aktifitas itu.

Mudharabah hukumnya boleh, baik secara mutlak maupun muqayyad


(terikat/bersyarat), dan pihak pengelola modal tidak mesti menanggung kerugian kecuali
karena sikapnya yang melampaui batas dan menyimpang.Ibnul Mundzir menegaskan,
“Para ulama sepakat bahwa jika pemilik modal melarang pengelola modal melakukan
jual beli secara kredit, lalu ia melakukan jual beli secara kredit, maka ia harus

10
menanggung resikonya.” Dari Hakim bin Hizam, sahabat Rasulullah, bahwa Beliau
pernah mempersyaratkan atas orang yang Beliau beri modal untuk dikembangkan dengan
bagi hasil (dengan berkata), “Janganlah engkau menempatkan hartaku ini pada binatang
yang bernyawa, jangan engkau bawa ia ke tengah lautan, dan jangan (pula) engkau
letakkan ia di lembah yang rawan banjir; jika engkau melanggar salah satu dari larangan
tersebut, maka engkau harus mengganti hartaku.” (Shahih Isnad: Irwa-ul Ghalil V: 293,
Ad-Daruquthni II: 63 no: 242, Al-Baihaqi VI: 111)

Kerugian dalam mudharabah ini mutlak menjadi tanggung jawab pemilik modal.
Dengan catatan, pihak pengelola tidak melakukan kelalaian dan kesalahan prosedur
dalam menjalankan usaha yang telah disepakati syarat-syaratnya.Kerugian pihak
pengelola adalah dari sisi tenaga dan waktu yang telah dikeluarkannya tanpa mendapat
keuntungan.Ini adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama, seperti yang telah
ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa (XXX/82).

Usaha Mudharabah dapat dibatasi waktunya dan dibatalkan oleh salah satu pihak
dari pemilik modal maupun pengelola modal.Karena tidak ada syarat keberlangsungan
terus menerus dalam transaksi usaha semacam ini.Masing-masing pihak bisa
membatalkan transaksi kapan saja dia mau.Al-Kasani berkata: “Sekiranya seseorang
menerima modal untuk usaha mudharabah selama satu tahun, maka menurut pandangan
kami hal itu hukumnya boleh.” (Bada-i‟u Ash-Shanai‟ VIII/3633).Ibnu Qudamah
berkata: “Boleh membatasi waktu mudharabah seperti mengatakan, “Aku memberimu
modal sekian dirham agar kamu mengelolanya selama satu tahun. Bila sudah berakhir
waktunya maka kamu tidak boleh membeli atau menjual.” (Al-Mughni V/69).

2. Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian
keuntungan secara bagi hasil.Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106
mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi
dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu

11
dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Investasi
musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau asset non kas.
Jenis akad musyarakah berdasarkan eksistensi terdiri dari :
a. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak Mengandung kepemilikan bersama yang
keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan
bersama atas suatu kekayaan.Syirkah ini bersifat memaksa dalam hukum
positif.Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau hibah atau wasiat
sebidang tanah.
b. Syirkah Al Uqud Yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua orang atau
lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra berkontribusi
dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis
ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya karena pihak yang bersangkutan
secara sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi
keuntungn dan resiko.Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri).
Syirkah Al Uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Syirkah abdan, yaitu bentuk syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan
pekerja atau professional dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan
suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. Syirkah ini dibolehkan
oleh ulama malikiyah, hanabilah dan zaidiyah dengan alasan tujuan dari
kerjasama ini adalah mendapat keuntungan selain itu kerjasama ini tidak hanya
pada harta tetapi dapat juga pada pekerjaan. Sedangkan ulama syafiiyah,
imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah menyatakan bahwa sirkah jenis ini
batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta (modal) dan bukan pada
pekerjaan.
2. Syirkah wujuh, yaitu kerjasama antara dua pihak dimana masing – masing pihak
sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan
kepercayaan pihak ketiga. Penamaan wujuh ini dikarenaknan jual beli tidak
terjadi secara kontan. Kerjasama ini hanya berbentuk kerjasama tanggungjawab
bukan modal atau pekerjaan. Ulama hanafiyah, hanabilah dan zaidiyah
membolehkan syirkah ini sebab mengandung unsure perwakilan dari seorang
partner dalam penjualan dan pembelian. Ulama malikiyah, sayifiiyah berpendapat

12
bahwa syirkah ini tidak sah karena syirkah ini gada unsur kerjasama modal atau
pekerjaan.
3. Syirkah inan, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak –
pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun
pekerjaan. Ulama fiqih membolehkan syirkah ini.
4. Syirkah muwafadah, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak
– pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan,
agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Jika komposisi modal tidak sama
maka syirkahnya batal. Menurut pendapat ulama hanafiyah dan maliki syirkah ini
boleh. Namun menurut syafii dan hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain
menolaknya karena syirkah ini tidak dibenarkan syara, selain itu syarat untuk
menyamakan modal sangatlah sulit dilakukan dan mengundang unsur keghararan.

Musyarakah berdasarkan PSAK terdiri dari:

a. Musyarakah permanen Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan


ketentuan bagian dana setiap mitra dotentukan saat akad dan jumlahnya tetap
hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par 04). Contohnya : Antara mitra A dan
mitra p yang telah melakukan akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah
awal masing – masing Rp 20 juta, maka sampai akhir masa akad syirkah modal
mereka masing – masing tetap Rp 20 juta.
b. Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah. Musyarakah menurun
adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan
secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan
pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
musyarakah tersebut. Contohnya: Mitra A dan mitra P melakukan akad
usyarakah, mitra P menanmkan Rp 100 juta dan mitra A menanamkan Rp 200
juta. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal mitra P
sebesar Rp 100 juta akan beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara
bertahap yang dilakukan oleh mitra A.

Perlakuan Akuntansi PSAK 106 Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah


akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud

13
dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola
sendiri maupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra
pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya lembaga keuangan).
Mitra aktif adalah pihak yang bertanggungjawab melakukan pengelolaan sehingga ia
yang wajib melakukan pencatatan akuntansi .

Rukun dan ketentuan syariah dalam akad musyarakah


a. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :
1) Pelaku terdiri dari para mitra
2) Objek musyarakah berupa modal dan kerja
3) Ijab qabul
4) Nisbah keuntungan (bagi hasil)
b. Ketentuan Syariah
1) Pelaku : mitra harus cakap hukum dan baligh
2) Objek musyarakah:
c. Modal
1) Modal yang diberikan harus tunai.
2) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau
asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
3) Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan
nilai tunainyaterlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
4) Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.
d. Kerja
1) Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
2) Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi .
3) Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra.
4) Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra
yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.
e. Ijab qabul
Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha antara para
pelaku akad.
f. Nisbah

14
1) Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
2) Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
g. Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi
harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
h. Berakhirnya akad musyarakah
1) Jika salah satu pihak menghentikan akad.
2) Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal. Dalam hal ini bisa digantikan
oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.
3) Modal musyarakah habis

Landasan Hukum Musyarakah

1. Al-Qur‟an
Firman Allah,” …maka mereka berserikat pada sepertiga…(an-nisa : 12)

Firman Allah,“Dan, sesungguhnya kabanyakan dari orang-orang yang berserikat itu


sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh.”(Shaad:24)

Kedua ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya
perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-nisa: 12 perkosian
terjadi secara otomatis (jabr) karena waris; Sedangkan dalam surah Shaad: 24 terjadi
atas dasar akad (ikhtiyari)

2. Al-hadis
Hadis yang diriwayatkan oleh abu hurairah yang artinya: Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfiman, „Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satuhnya tidak mengkhianati lainnya.” (HR Abu Dawud no
2936, dalam kitab al;buyu, dan hakim)
Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang
melakukan perkongsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan
menjauhi pengkhianatan.

15
3. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mugni11 telah berkata, “kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata aqad berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau kewajiban, biasa juga
diartikan dengan kontak atau perjanjian. Yang dimaksudkan kata ini adalah mengadakan
ikatan untuk persetujuan.Pada saat dua kelompok mengadakan perjanjian, disebut aqad,
yakni ikatan memberi dan menerima bersama-sama dalam satu waktu. Kewajiban yang
timbul akibat aqad disebut uqud. Definisi lain akad menurut istilah adalah: pertalian ijab dan
qabul sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Yang
dimaksud “sesuai dengan kehendak syariat” adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan
oleh dua belah pihak atau lebih, apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’. Dari beberapa
definisi tentang akad tersebut, maka yang menjadi perbedaan yang mendasar antara akad
menurut syara’ dan akad konvensional adalah kalau akad menurut syara’ adalah adanya ijab
dan qabul sesuai dengan kehendak syariat. Sedangkan akad konvensional tidak tercantum
kata-kata sesuai dengan kehendak syariat, akan tetapi hanya terjadi hubungan hukum antara
kedua belah pihak.

Rukun-Rukun Akad
1. Aqid adalah orang yang berakad (subjek akad).Terkadang masing-masing pihak terdiri
dari salah satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang.

16
2. Ma’qud ‘Alaih adalah benda-benda yang akan di akadkan (objek akad), seperti benda-
benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam akad hibah atau pemberian, gadai, dan
utang.
3. Maudhu al-‘Aqid adalah tujuan atau maksud mengadakan akad.
4. Shighat al-‘Aqid yaitu ijab qabul. Ijab adalah ungkapan yang pertama kali di lontarkan
oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, sedangkan qabul adalah pernyataan
pihak kedua untuk menerimanya. Pengertian ijab qabul dalam pengalaman dewasa ini
ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain sehingga penjual dan pembeli dalam membeli
sesuatu terkadang tidak berhadapan atau ungkapan yang menunjukkan kesepakatan dua
pihak yang melakukan akad.

Syarat-Syarat Akad

1. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang yang
tidak cakap bertindak, seperti pengampuan, dan karena boros.
2. Yang di jadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3. Akad itu di izinkan oleh syara’, di lakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya, walaupun dia bukan „aqid yang memiliki barang.
4. Janganlah akad itu akad yang di larang oleh syara’, seperti jual beli mulasamah. Akad
dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) di anggap sebagai
imbalan amanah (kepercayaan).
5. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila orang berijab
menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka batallah ijabnya.
6. Ijab dan qabul harus bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah berpisah
sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

Macam-macam akad transaksi

1. Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan
berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha,
berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-
Muzzammil, ayat ke-20. Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kata al–qardhu yang

17
berartial-qath’u (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk
diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Sedangkan
menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua
belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya
dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan
yang disepakati.

2. Musyarakah

Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian keuntungan
secara bagi hasil.Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np. 106 mendefinisikan
musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana. Para mitra
bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam masyarakat,
baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk
kas, setara kas atau asset non kas.

B. SARAN
Demikian isi dari makalah yang kami yang berjudul “AKAD TRANSAKSI DALAM
ISLAM”. Jika terdapat kesalahan dalam penulisan ini kami mohon maaf, semoga makalah ini
bisa menjadi motivator dan inspirator bagi kita semua.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/314771-akad-mudharabah-musyarakah-dan-
murabahah-452e5de8.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/1599/3/BAB_II.pdf

https://muhammadiyah.or.id/akad-transaksi-dalam-islam/

https://core.ac.uk/download/pdf/234751637.pdf

http://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/download/63/pdf

19

Anda mungkin juga menyukai