Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MAQASHID SYARI’AH
“Maqashid Syari’ah dalam Akad Konseptual dan Transaksional”

Dosen :

Mohammad Ridwan M.E Sy

Disusun Oleh Kelompok 3:

Ani Kotul Atiyah


Fika Rizki Maulana
Nanda Minhatusania
Sri Yanti
Ryan Firmasnyah

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON


Web : www.iaibbc E-mail : staibbc.cirebon@gmail.com

Jl.Widarasari III Tuparev Cirebon Telp.(0231)246215

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Maqashid Syari’ah dalam Akad Konseptual
dan Transaksional. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Maqashid Syariah.
Makalah ini berisi tentang pengertian dan Dasar Hukum Akad Dalam Islam,rukun
dan syarat akad,prinsip-prinsip akad,macam-macam akad,asas akad,dan Maqashid
syari’ah dalam Akad konseptual dan transaksional makalah ini kami lengkapi dengan
pendahuluan sebagai pembuka yang menjelaskan latar belakang dan tujuan pembuatan
makalah. Pembahasan yang menjelaskan pengertian dan Dasar Hukum Akad Dalam
Islam,rukun dan syarat akad,prinsip-prinsip akad,macam-macam akad,asas akad,dan
Maqashid syari’ah dalam Akad konseptual dan transaksional, penutup yang berisi tentang
kesimpulan yang menjelaskan isi dari makalah saya. Makalah ini juga kami lengkapi
dengan daftar pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan kami terima. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak  baik yang menyusun maupun yang membaca.

Cirebon, Oktober 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI  


A. Pengertian Akad....................................................................................
B. Syarat dan Rukun Akad........................................................................
C. Prinsip-Prinsip Akad.............................................................................
D. Macam-macam Akad............................................................................
E. Asas ber Akad dalam hukum Islam......................................................

BAB III PENUTUP 


A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maqashid syariah bukanlah sebuah hal yang baru apalagi di kalangan yang
menekuni ekonomi syariah karena selalu ada kaitan tujuan ekonomi islam dengan
maqashid syariah. Dalam ekonomi islam selain Al-quran dan Hadits juga diperlukan
memahami tentang maqashid syariah untuk mengetahui maksud syariah dalam hal
harta benda sebagai pedoman perumusan undang-undang dan pesan moral yang
terkandung. Maqashid syariah tidak hanya populer di kalangan akademisi akan tetapi
juga populer di kalangan praktisi ekonomi islam. Sebagian ummat islam mempercayai
bahwa setiap hukum Allah yang ditujukan kepada hambanya tiada lain untuk
kemaslahatan karena didalamnya terkandung banyak hikmah baik didunia maupun di
akhirat, jika dalam suatu hukum tidak mengandung kemaslahatan maka dapat
dipastikan bahwa hukum tersebut bukan dari Allah.

Termasuk dalam hal ekonomi ketentuan Allah dan rasul mempunyai tujuan
maslahah bukan untuk mempersulit. Kajian maqashid syariah sangat urgen
dikarenakan menjadi salah satu elemen dalam penentuan hukum yang sebelumnya
tidak didapatkan dalam Alquran dan Hadits dengan banyaknya perubahan sosial,
tekonologi dan kemajuan ekonomi. Kajian maqashid syari’ah menjadi juga sangat
penting saat merumuskan, menetapkan dan mengambil kebijakan di setiap produk
perbankan syariah dan keuangan syariah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konseptual dan transaksional maqashid syariah?

2. Apa saja macam-macam akad?

3. Bagaimana syarat dan rukun akad?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pengertian Akad,syarat dan rukunnya.

2. Untuk menambah ilmu serta wawasan prihal maqashid syariah.

3. Untuk lebih memahami syarat dan rukun akad.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad

1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Dalam Islam

Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al- „aqdyang berarti perikatan, perjanjian,
persetujuan dan pemufakatan. Kata ini juga bisa di artikan tali yang mengikat karena
akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad di
ْ (dan .(‫ )االِتِفَ ْك‬kesepakatan
artikan dengan hubungan (ُ‫طبّالر‬

Secara istilah fiqih, akad di definisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan penerimaan
ikatan) daa kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh kepada objek perikatan.

Pencantuman kata-kata yang “sesuai dengan kehendak syariat” maksudnya bahwa


seluruh perikatan yang di lakukan oleh dua pihak atau lebih tidak di anggap sah apabila
tidak sejalan dengan kehendak syara‟. Misalnya, kesepakatan untuk melakukan transaksi
riba, menipu orang lain, atau merampok kekayaan orang lain. Adapun pencantuman kata-
kata “berpengaruh kepada objek perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan
pemilikan dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan
qabul).

Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip definisi yang di kemukakan oleh Al-Sanhury, akad


ialah “perikatan ijab qabul yang di benarkan syara‟ yang menetapkan kerelaan kedua
belah pihak”. Adapula yang mendefinisikan , akad ialah “ikatan, pengokohan dan
penegasan dari satu pihak atau kedua belah pihak”.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa akad adalah “pertalian ijab
(ungkapan tawaran di satu pihak yang mengadakan kontrak) dengan qabul (ungkapan
penerimaan oleh pihak pihak lain) yang memberikan pengaruh pada suatu kontrak.

B. Syarat dan Rukun Akad

A. Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut :

a. Aqid

Aqid adalah orang yang berakad (subjek akad).Terkadang masing-masing pihak


terdiri dari salah satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang. Misalnya,
penjual dan pembeli beras di pasar biasanya masingmasing pihak satu orang
berbeda dengan ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang
lain yang terdiri dari beberapa orang.
b. Ma‟qud Alaih

Ma‟qud alaih adalah benda-benda yang akan di akadkan (objek akad), seperti
benda-benda yang di jual dalam akad jual beli, dalam akad hibah atau pemberian,
gadai, dan utang.

a) Maudhu al-Aqid

Maudhu al-„Aqid adalah tujuan atau maksud mengadakan akad.Berbeda


akad maka berbedalah tujuan pokok akad.Dalam akad jual beli misalnya,
tujuan pokoknya yaitu memindahkan barang dari penjual kepada pembeli
dengan di beri ganti.

b) Shighat al-Aqid

Sighat al-Aqid yaitu ijab qabul. Ijab adalah ungkapan yang pertama kali di
lontarkan oleh salah satu dari pihak yang akan melakukan akad, sedangkan
qabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya. Pengertian ijab
qabul dalam pengalaman dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang
lain sehingga penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu

Dalam ijab qabul terdapat beberapa syarat yang harus di penuhi, ulama fiqh
menuliskannya sebagai sebagai berikut :

1. Adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak,misalnya : aku serahkan benda
ini kepadamu sebagai hadiah atau pemberian”.
2. Adanya kesesuaian antara ijab dan qabul.
3. Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, tidak
menunjukkan penolakan dan pembatalan dari keduanya.
4. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak
terpaksa, dan tidak karena di ancam atau di takut-takuti oleh orang lain karena
dalam tijarah (jual beli) harus saling merelakan.

Beberapa cara yang di ungkapkan dari para ulama fiqh dalam berakad, yaitu :

1. Dengan cara tulisan atu kitabah, misalnya dua aqid berjauhan tempatnya maka
ijab qabul boleh dengan kitabah atau tulisan.

2. Isyarat, bagi orang tertentu akad atau ijab qabul tidak dapat di laksanakan
dengan tulisan maupun lisan, misalnya pada orang bisu yang tidak bisa baca
maupun tulis, maka orang tersebut akad dengan isyarat.

3. Perbuatan, cara lain untuk membentuk akad selain dengan cara perbuatan.
Misalnya seorang pembeli menyerahkan sejumlah uang tertentu, kemudian
penjual menyerahkan barang yang di belinya.
2. Syarat-syarat Akad

Syarat-syarat dalam akad adalah sebagai berikut :

a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang
yang tidak cakap bertindak, seperti pengampuan, dan karena boros.

b. Yang di jadikan objek akad dapat menerima hukumnya,

c. Akad itu di izinkan oleh syara‟,di lakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya, walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang,

d. janganlah akad itu akad yang di larang oleh syara‟, seperti jual beli mulasamah.
Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah sah bila rahn (gadai) di
anggap sebagai imbalan amanah (kepercayaan),

e. Ijab itu berjalan terus, tidak di cabut sebelum terjadi qabul. Maka apabila orang
berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul maka batallah ijabnya,

f. Ijab dan qabul harus bersambung, sehingga bila seseorang yang berijab telah
berpisah

C. Prinsip-prinsip Akad

Hukum Islam telah menetapkan beberapa prinsip akad yang berpengaruh kepada
pelaksanaan akad yang di laksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Berikut ini
prinsip-psrinsip akad dalam Islam :

a. Prinsip kebebasan berkontrak.

b. Prinsip perjanjian itu mengikat.

c. Prinsip kesepakatan bersama.

d. Prinsip ibadah

e. Prinsip keadilan dan kesemimbangan prestasi.

f. Prinsip kejujuran (amanah)

D. Macam-macam Akad

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa akad itu dapat di bagi dan di lihat dari
beberapa segi. Jika di lihat dari ke absahannya menurut syara, akad di bagi menjadi dua ,
yaitu sebagai berikut :

a. Akad Shahih
Akad shahih adalah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-
syaratnya.Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum
yang di timbulkan akad itu dan mengikat pada pihak-pihak yang berakad.
Ulama Hanafiyah membagi akad shahih menjadi dua macam, yaitu:

1. Akad nafiz (sempurna untuk di laksanakan), adalah akad yang di


langsungkan dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada
penghalang untuk melaksanakannya.

2. Akad mawquf, adalah akad yang di lakukan seseorang yang cakap


bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk melangsungkan
dan melaksanakan akad ini, seperti akad yang di langsungkan oleh anak
kecil yang mumayyiz.

b. Akad tidak Shahih

Akad yang tidak shahih adalah akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau
syaratsyaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan
tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.

E. Asas ber akad dalam hukum islam

1. Asas Ibahah (Mabda’ alIbahah)

Asas ibahah adalah asas umum hukum Islam dalam bidang muammalat secara
umum. Asas ini dirumuskan dalam adagium “Pada asasnya segala sesuatu itu
boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya.” Asas ini merupakan
kebalikan dari asas yang berlaku bahwa bentukbentuk ibadah yang sah adalah
bentuk-bentuk yang disebutkan dalil-dalil syariah, orang tidak dapat membuat
bentuk baru ibadah yang tidak pernah ditentukan oleh Nabi Saw. Bentuk-
bentuk ibadah yang dibuat tanpa pernah diajarkan oleh Nabi Saw. Itu disebut
bid’ah dan tidak sah hukumnya.

2. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyah at- Ta’aqud)

Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu suatu prinsip hukum yang
menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa
terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang
Syariah dan memasukkan klausal apa saja ke dalam akad yang dibuatnya itu
sesuai dengan kepentinganya sejauh tidak berakibat makan harta sesama
dengan jalan batil.

3. Asas Konsesualisme (Mabda’ ar-Radha’iyyah)

Asas konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian


cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak tanpa perlu
dipenuhinya formalitasformalitas tertentu. Dalam hukum Islam pada
umumnya perjanjian-perjanjian itu bersifat konsensual

4. Asas Janji itu Mengikat


Dalam al-Quran dan Hadis terdapat banyak perintah agar memenuhi janji.
Dalam kaidah usul fikih, “ Perintah itu pada asasnya menunjukkan wajib”. Ini
berarti bahwa janji itu mengikat dan wajib dipenuhi.

5. Asas Keseimbangan (Mabda’ atTawazun fi al- Mu’ awdhah)

Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam
bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap menerapkan keseimbangan
dalam memikul risiko. Asas keseimbangan dalam transaksi (antara apa yang
diberikan dengan apa yang diterima) tercermin pada dibatalkannya suatu akad
yang mengalami ketidakseimbangan prestasi yang mencolok

6. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)

Asas kemaslahatan ini dimaksudkan bahwa akad yang dibuat oleh para pihak
bertujuan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak menimbulkan
kerugian (mudharat) atau memberatkan (masyaqqah).

7. Asas Amanah

Dengan asas amanah dimaksudkan masing-masing pihak haruslah beritikad


baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu
pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya.

8. Asas Keadilan

Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Dalam
hukum Islam, keadilan langsung merupakan perintah al-Quran yang
menegaskan, “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa’ (QS.
5: 8). Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Sering kali pada zaman modern ini, akad ditutup oleh suatu pihak lain tanpa
memiliki kesempatan untuk melakukan negosiasi mengenai klausal akad
tersebut, karena klausal akad telah di bakukan oleh pihak lain

C. Maqashid syari’ah dalam Akad konseptual dan transaksional

Akad merupakan suatu perbuatan yang disengaja oleh dua orang atau lebih ,
berdasarkan kesepakatan yang telah dilaksanakan . dapat dikatakan sebagai akad
karena substansi dari akad itu sudah ada, namun aad tersebut baru dapat dikatakan sah
apabila telah memenuhi syarat :

a. Tidak menyalah hukmi syari’ah

b. Harus sama-sama ridha da nada pilihan

c. Harus jelas
Akad konseptual merupakan salah satu akad yang tersirat disebutkan dalam al Qur’an
maupun al Hadits. Akad ini bersifat konsep dan gambaran akad-akad yang dijelaskan dalam
maqashid syariah. Gambaran akad ini dalam bentukkonsep yang menjelaskan tentang
pengertian, indikator, dasar hukum, maupun syarat dan rukun akad. Sedangkan akad
transaksional merupakan akad yang dilakukan seseorang dalam bermualamah yang
dipraktikan dalam kehidupan bermasyarakat. Akad transaksional lebih kompleks dan praktis
karena bersifat implementasi yang dilakukan seseorang dalam beraktivitas. Salah satu contoh
akad transaksional berupa akad jual beli, murabahah, salam, istishna.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akad menurut istilah fiqih, di definisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan


penerimaan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat
yang berpengaruh kepada objek perikatan. Dan akad konseptual diartikan sebagai akad yang
tersirat dari al qur’an dan hadits. akad transaksional merupakan akad yang dilakukan
seseorang dalam bermualamah yang dipraktikan dalam kehidupan bermasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Ardi, Muhammad. 2016. “Asas-Asas Perjanjian (Akad), Hukum Kontrak Syariah Dalam
Penerapan Salam Dan Istisna.” Jurnal Hukum Diktum 14(2):265–79.
Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. “Abdul Rahman Ghazaly, Bab II Landasan Teori, Fiqh
Muamalat , (Jakarta : Kencana, 2010), h. 51. 1.”
(Ardi 2016; Ghazaly 2010)

Anda mungkin juga menyukai