Anda di halaman 1dari 13

KONSEP SALAM DAN ISTISHNA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Fiqh Muamalah”

Dosen Pembimbing : dr. Tuti Anggraini, MA

Disusun Oleh :
Kelompok 6

1) Aisyah Syakilah (09.20.2750)


2) Arnida Syahputri (09.20.2765)
3) Dira Olvyandari Sitepu (09.20.2800)

Semester : IV - A / Eksekutif

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH H. A. HALIM HASAN
AL-ISHALIYAH
BINJAI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat
dan rizkinya kepada kita semua dan tak lupa selawat berangkaikan salam kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw yang telah banyak mengajarkan kita
kepada akhlakul karimah serta ilmu pengetahuan.
Kami sangat bersyukur kehadirat Allah karena atas izinnyalah kami dapat
menyelesaikan Tugas Makalah Fiqh Muamalah yang berjudul “Konsep Salam
dan Istishna”, tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu dr. Tuti
Anggraini, MA selaku Dosen Pembimbing yang sudah memberikan arahan dan
bimbingan demi terselesaikannya tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami buat, kami mohon maaf sebesar-besarnya bila
terdapat kekurangan dan kesalahan disana sini.

Binjai, 23 April 2022


Penyusun

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3


A. Konsep Akad Salam ....................................................................... 2
B. Konsep Akad Istishna .................................................................... 4
C. Perbedaan Istishna Dengan Salam ................................................. 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9


A. Kesimpulan .................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih
muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan
bahkan sampai puluhan. Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tiga
jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu murabahah,
Akad istishna dan salam
Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan
dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta
kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan
melalui perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di
depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual
beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran-nya dan waktu penyerahan
barang.
Pada makalah ini akan dibahas jenis pembiayaan istishna dan salam. Jual beli
dengan salam dan istishna ini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas, dan
keamanannya juga jelas. Maka jual beli salam dan istishna wajar jika masih
banyak diminati.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep akad salam?
2. Bagaimana konsep akad istishna?
3. Apa perbedaan akad salam dengan akad istishna?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep akad salam.
2. Untuk mengetahui konsep akad istishna.
3. Apa perbedaan akad salam dengan akad istishna.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Akad Salam


1. Pengertian Salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan, karena
pemesan barang menyerahkan uangnya dimuka. Akad salam transaksi jual beli
barang dengan cara pemesan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran
tunai terlebih dahulu secara penuh.
Secara etimologi artinya pendahuluan, dan secara muamalah adalah
penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual
beli dan barang yang dibeli masih dalam tanggungan penjual, dimana
syaratnya ialah mendahulukan pembayaran pada waktu akad. Salam adalah
akad jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan
pembayaran dilakukan dimuka pada saat akad dan pengiriman barang
dilakukan saat akhir kontrak.1

2. Jenis Akad Salam


Jenis Akad Salam terbagi atas dua yaitu :
1) Salam, adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan
belum ada ketika transaksi dilakukan. Pembeli melakukan pembayaran
dimuka sedangkan barng harus dilakukan dikemudian hari.
2) Salam paralel, adalah melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara
pembeli dan penjual, serta antara penjual dengan pemasok. Hal ini terjadi
ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak
lain untuk menyediakan barng pesanan tersebut. Salam paralel
diperbolehkan asalkan akad salam kedua titik tergantung pada akad salam
yang pertama, yaitu akad antara keduapenjual dan pemasok tidak
tergantung pada akad pembeli dan penjual. Jika saling tergantung aatu
menjadi sayarat ( terjadi ta’alluq ) maka tidak diperbolehkan. Jadi akad
antara penjual dan pemasok harus terpisah dari akad antara pembeli dan
penual.

1
Novi Puspitasari, Keuangan Islam,(Yogyakarta : UII ( Anggota IKAPI ) 2018 ), h.134.

2
3. Dasar Hukum Akad Salam
a. Al – Qur’an

          
Artinya: “ hai orang-orang yang beriman , apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan ,
hendaknya kamu menuliskan dengan benar......”( QS. Al-Baqarah : 282 )
b. Al – Hadis

“Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya


dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka
waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim).2

4. Rukun dan Syarat Akad Salam


a. Rukun As-Salam
Pelaksanaan As-Salam harus memenuhi rukun sebagai berikut:
1) Pembeli (musalam)
Adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang. Harus
memenuhi kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal sehat)
serta mukhtar (tidak dalam tekanan/paksaan).
2) Penjual (musala ilaih)
Adalah pihak yang memasok barang pesanan. Harus memenuhi
kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal sehat) serta mukhtar
(tidak dalam tekanan/paksaan.
3) Ucapan (sighah)
Harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah oleh
hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.
4) Barang yang dipesan (muslam fiqh)
Dalam hal ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Dinyatakan jelas jenisnya
b) Jelas sifat-sifatnya.
2
Sofyan Safri Harahap dan Muhammad Yusuf Wiroso. Akuntnsi Keuangan Syariah. Cet
IV (Jakarta LPFE Usakti : 2010), h.57.

3
c) Jelas ukurannya.
d) Jelas batas waktunya.
e) tempat penyerahan dinyatakan secara jelas.
b. Syarat As-Salam
1) Uangnya hendaklah dibayar di tempat akad (pembayaran dilakukan
lebih dulu)
2) Barang menjadi utang si penjual
3) Barang diserahkan dikemudian hari (diberikan sesuai waktu yang
dijanjikan)
4) Barang harus jelas, baik ukuran, timbangan ataupun bilangannya
5) Harus diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6) Tempat penyerahan dinyatakan secara jelas3

5. Berakhirnya Akad Salam


Berakhirnya Akad Salam Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dpat
membatalkan kontrak adalah:
a. Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
b. Barang yang dikirim cacat atau tudaks esuai dengan yang disepakati dalam
akad.
c. Barangyangdikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk
menolak atau membatalkan akad.
d. Barang yang dikirim kualitsnya tidak sesuai akd tetapi pembeli
menerimanya.
e. Barang diterima.4

B. Konsep Akad Istishna


1. Pengertian Akad Istishna
Akad istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu, dengan kriteria dan pernyataan tertentu pula yang disepakati
antara pemesan () dan penjual (pembuat). Istishna adalah akad bersama
produsen untuk satu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual beli satu
3
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Halia Indonesia,
2012), h.127
4
Hery, Akuntansi Syariah (Jakarta: Grasindo 2018), h.59

4
barang yang akan dibuat oleh produsen yang juga menyediakan barang
bakunya, sedangkan jika barang bakunya dari pemesan maka transaksi itu
menjadi akad ijarah (sewa), pemesan hanya menerima jasa produsen untuk
membuat barang.
Sedangkan dalam kodifikasi produk perbankan Syariah dijelaskan
bahwa istishna adalah sebagai Jual beli barang dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang berdasarkan persyaratan tertentu, kriteria, dan pola
pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Transaksi Al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan
pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membeli atau
membuat barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan
menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak telah setuju atas harga
serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui
cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.5

2. Jenis Akad Istishna


Jenis akad istishna terdiri dari 2 yaitu :
a. Istishna, adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat, shani').
b. Istishna, Paralel adalah suatu bentuk akad Istishna’ antara penjual dan
pemesan, di mana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan,
penjual melakukan akad Istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang
dapat memenuhi aset yang dipesan pemesan. Syaratnya akad Istishna’
pertama (antara penjual dan pemesan) tidak bergantung pada Istishna’
kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan
dengan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan
penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.

5
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari teori ke praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h. 113.

5
3. Dasar Hukum Akad Istishna
a. Al - Qur’an

     


“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Qs.
Al Baqarah: 275)
b. Al – Hadis

َ ُ‫هللاِ ص َكانَ أَ َرا َد أَن يَكت‬


‫ب إِنَى ان َع َج ِم فَقِي َم‬ َّ ‫ى‬َّ ِ‫س رضي هللا عىً أَ َّن وَب‬
ٍ َ‫عَه أَو‬
‫ فَاصطَىَ َع َخاتَ ًما ِمه‬.‫نًَُ إِ َّن ان َع َج َم لَ يَقبَهُونَ إِلَّ ِكتَابًا َعهَي ًِ َخاتِ ٌم‬
ِ ‫ َكأَوِّى أَوظُ ُر إِنَى بَيَا‬:‫قَا َل‬.‫ض ٍة‬
‫ رواي مسهم‬.‫ض ًِ فِى يَ ِد ِي‬ َّ ِ‫ف‬
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW hendak menuliskan surat kepada
raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau bahwa raja-raja non-Arab
tidak sudi menerima surat yang tidak distempel. Maka beliau pun
memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas
menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau
putih di tangan beliau." (HR. Muslim).6

4. Rukun dan Syarat Akad Istishna’


a. Rukun Akad Istishna
Rukun istishna terdiri dari :
1) Penjual / penerima pesanan ( shani’)
2) Pembeli / pemesan (mustashni’)
3) Barang (Mashnu’)
4) Harga (tsanan)
5) Ijab qabul (sighat)
b. Syarat Akad Istishna
Pada prinsipnya al-istishna’ adalah sama dengan as-salam. Maka
rukun dan syarat istishna’ mengikuti rukun dan syarat as-salam. Hanya
saja pada al-istishna’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak
adanya penentuan waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung

6
Hery, op.cit, h.67

6
selesainya barang pada umumnya. Misal : Memesan rumah, maka tidak
bisa dipastikan kapan bangunannya selesai.
Agar istishna menjadi sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
yaitu sebagai berikut.
1) Barang (mashnu’)
Perincian barang yang sah untuk dijadikan objek istishnâ’ adalah
sebagai berikut:
a) Jenis, misal berupa mobil, rumah, pesawat atau yang lain.
b) Tipe, misal berupa mobil kijang, rumah tipe RSS.
c) Kualitas, bagaimana spesifikasi teknisnya dan hal lainnya.
d) Kuantitasnya, berupa jumlah unit.
2) Harga.
Harga harus ditentukan berdasarkan aturan sebagai berikut:
a) Harus diketahui semua pihak.
b) Bisa dibayarkan sewaktu akad secara cicilan, atau ditangguhkan
pada waktu tertentu pada masa yang akan datang.

5. Berakhirnya Akad Istishna


Kontrak istishna biasa berakhir berdasarkan kondisi kondisi berikut:
a. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah piahk,
b. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kotrak
c. Pembatalan hokum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk
mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing
masing pihak bisa menuntut pembatalannya.7

C. Perbedaan Istishna Dengan Salam


Jual beli istisna’ merupakan pengembangan dari jual beli salam, walaupun
demikian antara keduanya memiliki berbagai perbedaan diantar keduanya yaitu
sebagai berikut:
1. Objek transaksi dalam salam merupakan tanggungan dengan spesifikasi
kualitas ataupun kualitas, sedang istishna berupa zat/barangnya.

7
Ibid, h.69

7
2. Dalam kontrak salam adanya jangka waktu tertentu untuk menyerahkan
barang pesanan, hal ini tidak berlaku dalam akad ishtisna.
3. Kontrak salam bersifat mengikat (lazim), sedangkan istishna, tidak bersifat
mengikat (ghairu lazim).
4. Dalam kontrak salam persyaratan untuk menyerahkna modal atau
pembayaran saat kontrak dilakukan dalam majelis kontrak, sedangkan
dalam istishna dapat dibayar di muka, cicilan atau waktu mendatang sesuai
dengan kesepakatan.

Istishna Salam
Subjek istishna selalu berupa Subjek salam dapat berupa produk
barang yang harus dimanufaktur. alamiyah atau barang manufaktur.
Harga dalam istishna tidak harus Harga harus dibayarkan secara penuh di
dibayarkan secara penuh di muka. muka.
Istishna terutama dapat dilakukan Subjek salam adalah kewajiban pada
untuk barang Qimi, di mana setiap pihak penjual dan karenannya harus
unit barangnya berbeda antara berupa barang fungibel, yang semua
yang satu dan yang lain dalam hal unitnya serupa, sehingga jika penjual
harga / spesifikasi. Akan tetapi, ia tidak dapat memproduksi sendiri
dapat pula digunakan untuk barangnya, ia bisa mendapatkan dari
barang yang memiliki merek pasar.
dagang, di mana semua unit
barang serupa dalam harga dan
spesifikasi.
Sanksi dalam bentuk pengurangan Sanksi untuk keterlambatan dalam
harga karena keterlambatan dalam penyerahan akan disumbangkan untuk
penyerahan akan tercermin dalam sosial dan akun keuntungan dan kerugian
pendapatan pembeli. pembeli ( bank ) tidak akan terpengaruh.
Selama pekerjaannya belum Salam adalah kontrak ( akad ) yang
dimulai, istishna tidak bersifat mengikat, ketika dilaksanakan, tidak
mengikat, pihak manapun dapat dapat dibatalkan tanpa kesepakatan pihak
membatalkan kontrak ( akad ). lain.8

8
Sofyan Safri Harahap dan Muhammad Yusuf Wiroso, op.cit, h.197.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan, karena pemesan
barang menyerahkan uangnya dimuka. Akad salam transaksi jual beli barang
dengan cara pemesan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih
dahulu secara penuh. Secara etimologi artinya pendahuluan, dn secara muamalah
adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan
jual beli dan barang yang dibeli masih dalam tanggungan penjual, dimana
syaratnya ialah mendahulukan pembayaran pada waktu akad. Salam adalah akad
jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran
dilakukan dimuka pada saat akad dan pengiriman barang dilakukan saat akhir
kontrak.
Istishna adalah akad bersama produsen untuk satu pekerjaan tertentu dalam
tanggungan atau jual beli satu barang yang akan dibuat oleh produsen yang juga
menyediakan barang bakunya, sedangkan jika barang bakunya dari pemesan maka
transaksi itu menjadi akad jarah (sewa), pemesan hanya menerima jasa produsen
untuk membuat barang.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan
serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah
berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’I, 2001. Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktik,


Jakarta: Gema Insani.

Harahap, Sofyan Safri dan Muhammad Yusuf Wiroso, 2010. Akuntnsi Keuangan
Syariah. Cet IV. Jakarta LPFE Usakti.

Hery, 2018. Akuntansi Syariah. Jakarta: Grasindo.

Nawawi, Ismail, 2012. Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor: Halia
Indonesia.

Puspitasari, Novi, 2018. Keuangan Islam, Yogyakarta : UII (Anggota IKAPI).

10

Anda mungkin juga menyukai