Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AKAD JUAL BELI


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Muamalah

Dosen Pengampu : Siti Nur Kholifah, M.H

Di susun oleh:

SURYA ADI JAYA (200201011)

M. EKI SETIAHADI (200201005)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

JURUSAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA

KOTABUMI-LAMPUNG

Tahun 2021

i
KATA PEGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat taufiq, hidayah
serta pertolongannya saya dapat menyusun makalah ini dengan dan dapat selesai tepat pada
waktunya. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita, Nabi
Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya serta tabi’it-tabi’inya.
Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari jauh dari Kata sempurna baik dalam
penempatan kata, ejaan, maupun cara penyusunannya. Untuk itu, saya sangat mengharap
kritik dan saran agar saya lebih baik dari yang sekarang ini.
Semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberikan ilmu, informasi,
pengetahuan, dan wawasan baru yang bermanfaat bagi saya dan bagi yang membaca makalah
ini.
 Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin.

                                                                       
                                 Penyusun,

………………………………

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang........................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.     Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.     Isthisnha.................................................................................................... 2
B. Murobahah................................................................................................ 4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 7
B. Daftar Pustaka............................................................................................ 7

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu menerima benda-
benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah
memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli,
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan
kehendak syara’.1 Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling
untuk meninggalkan akad ini.2 Dari akad jual beli ini masyarakat dapat memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan
kebutuhan tersier

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya antara lain;

1. Rukun Jual Beli Istisnha?


2. Rukun Jual Beli Murobahah?

C. Tujuan
Tujuan dari di buatnya makalah ini adalah sebagai tugas yang harus kami selesaikan.
Dan juga dapat menambah wawasan bagi kami selaku penyusun dan menambah
wawasan kepada pembacanya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Istishna

Jual beli Istishna’ menurut para ulama merupakan suatu jenis khusus dari akad bay’
as-salam (jual beli salam). Jenis jual beli ini dipergunakan dalam bidang manufaktur.
Pengertian bay’ Istishna’ adalah akad jual barang pesanan di antara dua belah pihak dengan
spesifikasi dan pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak
tersedia di pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan tergantung
kesepakatan kedua belah pihak. Jual beli al-istishna’ dapat dilakukan dengan cara membuat
kontrak baru dengan pihak lain. Kontrak baru tersebut dengan konsep istishna’ paralel.
Pelaksanaannya ada dua bentuk. Pertama, produsen dipilih oleh pihak Bank Syariah. Kedua,
Produsen dipilih sendiri oleh nasabah.
Mengutip buku Akuntansi Syariah di Indonesia oleh Sri Nurhayati (2020: 194), akad
istishna merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni)
dan penjual (pembuat/shani).

Shani akan menyiapkan barang-barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang
telah disepakati. Ia bisa menyiapkannya sendiri atau melalui pihak lain. Akad istishna yang
dilakukan dengan cara ini disebut dengan istishna paralel.

Dalam istishna paralel, penjual membuat akad istishna kedua dengan subkontraktor
untuk membantu dalam memenuhi kewajiban akad istishna pertama (antara penjual dan
pemesan). Namun, penjual tidak bisa mengalihkan tanggung jawabnya terhadap pemesan
kepada pihak subkontraktor. Hal ini dikarenakan akad terjadi antara penjual dan pemesan.

Ketentuan-Ketentuan Akad Istihna


Melansir laman ojk.go.id, akad istishna diatur dalam SAK ETAP dan PSAK No. 104 tentang
Akuntansi Istishna.

2
Adapun ketentuan-ketentuan terjadinya akad istishna adalah sebagai berikut.

 Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual pada awal akad.
Harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad, kecuali telah disepakati oleh
kedua belah pihak.
 Spesifikasi arang pesanan harus jelas dan sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati
antara pembeli dan penjual, seperti jenis, macam ukuran, mutu, dan jumlahnya. Jika tidak,
maka penjual harus bertanggung jawab.
 Jika nasabah dalam akad istiahna tidak mewajibkan bank untuk membuat sendiri barang
pesanan, maka untuk memenuhi kewajiban pada akad pertama, bank dapat mengadakan akad
istishna paralel.
 Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya atau
akad batal demi hukum, di mana terjadi kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan
akad.
 Metode pengakuan pendapatan istishna dapat dilakukan dengan metode presentase
penyelesaian dan metode akad selesai.
 Jika estimasi penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan
secara rasional pada akhir periode Laporan Keuangan, maka digunakan metode akad selesai.
 Pada pembiayaan istishna, bank melakukan pesanan barang kepada supplier atas pesanan dari
nasabah.
 Nasabah dapat membayar uang muka barang pesanan kepada bank sebelum barang
diserahkan kepada nasabah dan bank juga dapat membayar uang muka barang pesanan
kepada supplier.
 Bank dapat menagih kepada nasabah atas barang pesanan yang telah diserahkan dan supplier
dapat menagih kepada bank atas barang pesanan yang telah diserahkan.
 Selama barang pesanan masih dibuat, bank akan menggunakan rekening Aset Istishna Dalam
Penyelesaian ketika melakukan pembayaran kepada supplier dan menggunakan rekening
Termin Istishna ketika melakukan penagihan kepada nasabah.
 Pengakuan pendapatan untuk transaksi istishna menggunakan metode sebagaimana
pengakuan pendapatan pada transaksi murabahah.
 Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran, bank wajib membentuk
Penyisihan Penghapusan Aset untuk piutang istishna sesuai dengan ketentuan yang berlaku
mengenai kualitas aset.

3
Mekanisme Pembayaran Akad Istishna
Mekanisme pembayaran istishna yang harus disepakati dalam akad dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut

 Pembayaran dimuka secara keseluruhan atau sebagian setelah akad namun sebelum
pembuatan barang.
 Pembayaran saat penyerahan barang atau selama dalam proses pembuatan barang. Cara
pembayaran ini dimungkinkan adanya pembayaran termin sesuai dengan progres pembuatan
aset istishna.
 Pembayaran ditangguhkan setelah penyerahan barang.
 Kombinasi dari cara pembayaran di atas.

B. Murabahah
Murabahah adalah kegiatan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang sudah disepakati antara penjual dan pembeli. Murabahah menjadi salah satu
kegiatan jual beli yang diperbolehkan dalam Islam.

Dalam akad murabahah, penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga
pembelian produk. Kemudian penjual menyatakan jumlah keuntungannya pada produk
tersebut. Jika harga disepakati bersama, akad murabahah pun akan terjadi.

Bagaimana kedudukan akad murabahah dalam Islam? Serta bagaimana rukun dan
syarat pelaksanaannya?

Rukun dan Syarat Akad Murabahah


Secara etimologis, murabahah berasal berasal dari kata Al-ribh atau Al-rabh yang memiliki
arti kelebihan atau pertambahan. Kata Al-ribh tersebut dapat juga diartikan sebagai
keuntungan, laba, atau faedah.

Akad murabahah diperbolehkan dalam Islam, sebab ini termasuk kegiatan jual beli
yang halal dan bukan merupakan praktik riba. Keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat
utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya.

4
Mengutip buku Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah karya Drs. Zainul Arifin, MBA., ada
rukun dan syarat yang harus diperhatikan dalam akad murabahah, yaitu:

Rukun Murabahah

Pada dasarnya, rukun dan syarat murabahah sama dengan rukun dan syarat jual beli secara
umum, yaitu penjual, pembeli, sighat, serta barang atau sesuatu yang diakadkan. Adapun
rukun dari akad murabahah adalah:

 Penjual (ba’i): Penjual dalam jual beli murabahah adalah pihak bank. Secara teknis, biasanya
pihak bank bertugas untuk membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank itu
sendiri.

Namun terkadang bank juga menggunakan media akad wakalah dalam pembelian barang.
Akad wakalah terjadi ketika nasabah membeli sendiri barang yang diinginkan atas nama
bank.

 Pembeli (musytari): Pembeli dalam akad murabahah adalah nasabah yang mengajukan
permohonan pembiayaan ke bank. Pembeli memiliki hak untuk memilih barang sesuai
dengan apa yang ia kehendaki.
 Objek jual beli (mabi’): Objek jual beli yang sering digunakan dalam transaksi atau akad
murabahah adalah barang yang bersifat konsumtif seperti rumah, tanah, mobil, motor dan
sebagainya.
 Harga (tsaman): Harga dalam akad murabahah diistilahkan dengan pricing atau plafond
pembiayaan.
 Ijab Qobul: Ijab qobul disebut juga dengan Akad. Biasanya memuat tentang spesifikasi
barang yang diinginkan nasabah dan kesediaan pihak bank syariah dalam pengadaan barang.
Pihak bank syariah juga harus memberitahukan harga pokok pembelian dan jumlah
keuntungan yang ditawarkan kepada nasabah. Kemudian penentuan lama angsuran dapat
dilakukan setelah kesepakatan murabahah.

Syarat Murabahah

Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad murabahah:

 Penjual memberi tahu harga pokok kepada calon pembeli

5
 Akad pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
 Akad harus bebas dari riba
 Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
 Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
pembelian dilakukan secara hutang

6
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Jual beli Istishna’ menurut para ulama merupakan suatu jenis khusus dari akad bay’
as-salam (jual beli salam). Jenis jual beli ini dipergunakan dalam bidang manufaktur.
Pengertian bay’ Istishna’ adalah akad jual barang pesanan di antara dua belah pihak dengan
spesifikasi dan pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak
tersedia di pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan tergantung
kesepakatan kedua belah pihak. Jual beli al-istishna’ dapat dilakukan dengan cara membuat
kontrak baru dengan pihak lain. Kontrak baru tersebut dengan konsep istishna’ paralel.
Pelaksanaannya ada dua bentuk. Pertama, produsen dipilih oleh pihak Bank Syariah. Kedua,
Produsen dipilih sendiri oleh nasabah.
Murabahah adalah kegiatan jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang sudah disepakati antara penjual dan pembeli. Murabahah menjadi salah satu
kegiatan jual beli yang diperbolehkan dalam Islam.

Daftar pustaka

http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/MIZAN/article/view/367

http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan/article/view/149/pdf_10

https://kumparan.com/berita-hari-ini/akad-istishna-pengertian-ketentuan-dan-mekanisme-
pembayarannya-1vHeGQlSTP7/full

https://kumparan.com/berita-hari-ini/akad-murabahah-pengertian-rukun-dan-syaratnya-
1vHd8qIHVYG/full

7
Pertanyaan

1. Apa mekanisme jual beli ? (feni)


2. Apakah akad isthisnha dapat di batalkan? (arum)
3. Isthisnha adalah ? (ali)
4. Apakah harga yang di sepakati dalam murobahah dapat di rubah? (hepi)
5. Konsep apa yang Terdapat dalam murobahah dan hikmahnya? (rohman)

Jawaban

1. Pembayaran dimuka secara keseluruhan atau sebagian setelah akad namun sebelum
pembuatan barang. Pembayaran saat penyerahan barang atau selama dalam proses
pembuatan barang. Cara pembayaran ini dimungkinkan adanya pembayaran termin
sesuai dengan progres pembuatan aset istishna. Pembayaran ditangguhkan setelah
penyerahan barang. Kombinasi dari cara pembayaran di atas.
2. Pada dasarnya tidak dapat di batalkan, kecuali a. kedua belah pihak setuju menghentikannya
b. akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad
3. akad jual barang pesanan di antara dua belah pihak dengan spesifikasi dan
pembayaran tertentu. Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia di
pasaran.
4. Tidak dapat di rubah
5. Konsep transparansi antara penjual dan pembeli, hikmahnya antara penjual dan pembeli
sama-sama tau harga barangnya.

Anda mungkin juga menyukai