Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGADAIAN SYARIAH

DI SUSUN OLEH :
Kelompok IV
MOH. RENDI M. SAMAH (204022016)
TIARA PRICILIA (204022035)
FADILATUL KHAIRA MALAKA (204022049)

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
TAHUN AJARAN 2021-2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Reksa Dana Syariah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak Dr. Luqmanul Hakiem Ajuna, SE,I.,M.M pada mata kuliah Lembaga
Keuangan Non Bank Syariah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Reksa dana Syariah bagi pembaca dan juga para
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Luqmanul Hakiem


Ajuna, SE,I.,M.M selaku dosen pengajar mata kuliah Lembaga Keuangan Non
Bank Syariah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 28 Febuari 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1
1. LATAR BELAKANG ..........................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................2


A. Pegadaian Syariah (Islamic Pawnshop)........................................................................2
B Sejarah dan Landasan Hukum Pegadaian Islam...........................................................4
C. MEKANISME OPERASIONAL PEGADAIAN ISLAM....................................................7
D. Berakhirnya Akad Rahn................................................................................................8
E. ANALISIS SWOT PEGADAIAN ISLAM........................................................................14
F. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Gadai Syariah........................................................15
G. Kesesuaian Akad Rahn Tasjily pada Benda Bergerak dalam Produk Amanah
......................................................................................................................................... 16
di PT Pegadaian (Persero) Syariah Berdasarkan dengan Fatwa DSN MUI
H. PERAN PEMBIAYAAN OLEH PEGADAIAN SYARIAH BAGI......................................17
PENGEMBANGAN UMKM
I. Peran Pegadaian Syariah dalam Literasi Keuangan Syariah........................................19
J. Implementasi Gadai Syari’ah........................................................................................19

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 21


KESIMPULAN ................................................................................................................ 21
SARAN............................................................................................................................ 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Jasa gadai masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Masyarakat menggadaikan suatu barang karena terdesak kebutuhan
dana, sementara barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk
dijual. Pengertian gadai sendiri menurut Pasal 1150 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh
debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan
yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan
pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditur-kreditur
lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya
yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana
harus didahulukan. Secara umum pengertian gadai adalah kegiatan
menjaminkan barangbarang berharga kepada pihak tertentu, guna
memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan
ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan
lembaga gadai.1 Ketika seorang membutuhkan dana sebenarnya dapat
diajukan ke berbagai sumber dana, seperti meminjam uang ke bank atau
lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi karena prosedurnya yang rumit
dan memakan waktu yang relatif lebih lama. Kemudian persyaratan yang
lebih sulit untuk dipenuhi seperti dokumen yang harus lengkap. Begitu
pula dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu,
karena tidak semua barang dapat dijadikan jaminan di bank, maka jasa
gadai menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan dana.

2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa perbedaan pegadaian Syariah & Pegadaian Konvensional ?
b. Bagaimana sejarah dan landasan hokum pegadaian islam?
c. Bagaimana mekanisme pasar pegadaian syariah?
d. Bagaimana berakhirnya akad rahn?
e. Bagaimana peran gadai dalam literasi keuagan syariah?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pegadaian Syariah (Islamic Pawnshop)
1. Pengertian Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah dalam istilah fikih disebut dengan rahn. Rahn yaitu
penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai
jaminan.Pegadaian (pawnshop) adalah salah satu bentuk lembaga keuangan
bukan bank yang diperuntukkan bagi manusia luas berpenghasilan me nengah
ke bawah yang membutuhkan dana dalam waktu segera. Dana tersebut
digunakan untuk membiayai kebutuhan tertentu terutama yang sangat
mendesak, misalnya biaya pendidikan anak pada awal tahun ajaran, biaya
pulang mengunjungi keluarga yang kena musibah, biaya pengobatan anggota
keluarga yang sakit, biaya menghadapi lebaran idul fitri, dan lain-lain.
Dengan demikian, lembaga pegadaian mempunyai peran penting.
terutama untuk memenuhi kebutuhan dana segar (fresh money) akibat adanya
kebutuhan yang mendesak.
2. Akad Perjanjian Gadai
Ulama Syafi’iyah berdapat bahwa penggadaian bisa sah bila memmenuhi
tiga syarat:
1) Harus berupa barang, karena utang tidak bisa digadaikan
2) Penetapan kepemilikan penggadaian atas barang yang digadaikan tidak
terhalang, seperti murhaf.
3) Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah masa pelurusan
utang gadai
Berdasarkan tigas syarat di atas, maka dapat diambil alternative
dalam mekanisme perjanjian gadai, yaitu dengan menggunakan tiga akad
perjanjian,. Ketiga akad perjanjian tersebut adalah:
1) Akad al-Qardul Hasan
2
Akad ini dilakukan pada kasus nasabah yang menggadaikan barangnya
untuk keperluan konsumti. Dengan demikian, nasabah (nabin) akan
memberikan biaya upah atau fee kepada pegadaian (murtahin) yang telah
menjaga atau merawat barang gadaian (marhun).
2) Akad al-Mudharabah
Akad dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk
menambah modal usaha (pembiyaan investasi dan modal kerja). Dengan
demikian, rahin akan memberikan bagi hasil (berdasrkan keuntungan)
kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang
dipinjam terlunasi.
3) Akad Bai’al-Muqayadah
Untuk sementara akad ini dapat dilakukan jika rahn yang menginginkan
menggadaika barangnya untuk keperluan produktif, artinya dalam
menggadaikan, rahn tersebut menginginkan modal kerja berupa
pembelian barang. Sedangkan barang jaminan yang dapat dijaminkan
untuk akad ini adalah barang-barang yang dapat dimanfaatkan atau tidak
dapat dimanfaatkan oleh rahin atau murtahin. Dengan demikian, murtahin
akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan rahin atau rahn
akan memberikan mark-up kepada (rahin) mempunyai hak
memanfaatkan, berbeda dengan pendapat Imam Asy Syafi’I yang
mengatakan, hak manfaat, hak memanfaatkan berlaku selama tidak
merugikan/bmembahayakan pemegang gadaian.
3.. Perbedaan Pegadaian Syariah & Konvensional
No Pegadaian Syariah Pegadaian Konvensional
1 Kegiatan usahanya tidak Kegiatan usahananya menerapkan
menerapkan system bunga dan system bunga.
objeknya halal.
2 Kelebihan Lelang barang jaminan Kelebihan Lelang bang jaminan tidak
dikembalikan. dikembalikan.
3 Akomodatif atas keanekaragaman Tidak akomodatif atas
jenis barang jaminan. keanekaragaman jenis barang
jaminan
4 Penyelesaian perselisihan Penyelesaian perselisihan oleh badan
(Persengkataan) oleh basarnas arbitrase nasional Indonesia (BANI)
3
dan peradilan agama. dan peradilan umum.
5. Pengawasaan oleh DPS dan DSN Tidak dibawah pengawasan DPS &
MUI DSN MUI

B Sejarah dan Landasan Hukum Pegadaian Islam


Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga.
Hampir semua perjanjian di bidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak
negara yang telah dapat mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di
atas kemiskinan negara lain sehingga te rus-menerus terjadi kesenjangan.
Pengalaman di bawah dominasi per ekonomian dengan sistem bunga selama
ratusan tahun membuktikan ketidakmampuannya untuk menjembatani
kesenjangan ini. Di dunia, di antara negara maju dan negara berkembang
kesenjangan itu sema kin lebar sedang di dalam negara berkembang,
kesenjangan itu pun semakin dalam.
Cikal bakal lembaga gadai berasal dari Italia yang kemudian berkembang
ke seluruh Dataran Eropa. Di Indonesia terbitnya PP/10 Tanggal 1 April 1990
dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pe gadaian, satu hal yang
perlu dicermati bahwa PP/10 menegaskan misi yang harus diemban oleh
pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya
PP/103/2000 yang dijadikan seba gai landasan kegiatan usaha Perum
Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi
Pegadaian pra-Fatwa MUI Tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank,
telah sesuai dengan konsep Islam meskipun harus diakui belakangan bahwa
terdapat be berapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah
SWT. dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep
pendirian unit Layanan Gadai Islam sebagai langkah awal pembentukan divisi
khusus yang menangani kegiatan usaha Islam.
Perkembangan produk-produk berbasis Islam kian marak di In donesia,
tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis
Islam yang disebut dengan pegadaian Islam. Pada dasarnya, produk-produk
berbasis Islam memiliki karakteristik s tidak memungut bunga dalam berbagai
bentuk karena riba, menetap. seperti, kan uang sebagai alat tukar bukan sebagai
komoditas yang diperda gangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh
imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian Islam atau dikenal dengan
4
istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income
(FBI) atau mudarabah (bagi hasil). Karena nasabah dalam menggu nakan
marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misal nya untuk
konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan
metode mudarabah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian
menggunakan metode Fee Based Income (FBI).
Konsep operasi Pegadaian Islam mengacu pada sistem adminis trasi
modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas yang diselaraskan
dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Islam itu sendiri dijalankan oleh
kantor-kantor Cabang Pegadaian Islam/Unit Layanan Gadai Islam (ULGS)
sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum
Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural
terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Islam
pertama kali berdiri di Ja karta dengan nama Unit Layanan Gadai Islam (ULGS)
Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian
ULGS di Surabaya, Makassar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun
yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, empat
Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi men jadi Pegadaian Islam.
1 Surah al-baqarah ayat 283 yakni:
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang di pegang [180] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwah
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia
adalah oramg yamg berdosa hhatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
2. Hadis
a.Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: "Rasulullah membeli makanan dari
seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. "HR.BukharidanMuslim”
b.Dari Abu Hurairah r.a. Nab iSAW, bersabda: "Tidak terlepas kepemilikan
baranggadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan
menanggungi risikonya. "HR. Asy'Syafii, al Daraquthni, dan Ibnu Maja”.
5
c. Nabi bersabda: "Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki
dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan." HR. Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai
d. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: "Apabila ada ter nak digadaikan,
maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah
mengeluarkan biaya (men jaga)-nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air
susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadaly karena ia
telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Kepada orang yang naik dan minum,
maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)-nya. HR. Jamaah kecuali Muslim
dan Na sai-Bukhari
Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn (al. Zuhaili,
al-Figh al-Islami wa Adilatuhu, 1985, V:181). Landasan ini kemudian diperkuat
dengan Fatwa Dewan Islam Nasional No. 25/ DSN-MUI/III/2002 Tanggal 26 Juni
2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai
jaminan utang dalam bentuk rahm diperbolehkan dengan ketentuan sebagai
berikut: a. Ketentuan Umum:
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya
marhum tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin,
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekadar
pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan
biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
5. Penjualan marhun:
a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk
segera melunasi utangnya.
b. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual
paksa/dieksekusi.
C. MEKANISME OPERASIONAL PEGADAIAN ISLAM

6
Dari landasan Islam tersebut, maka mekanisme operasional pega daian
Islam dapat digambarkan sebagai berikut: Melalui akad rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian me nyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pega daian. Akibat yang timbul
dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai
investasi tempat penyimpanan, biaya pe rawatan, dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenar kan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Islam akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa
tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses
pinjam meminjam uang hanya sebagai "lipstick" yang akan menarik minat
konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebu


meliputi:
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin
mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan
kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut.
Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang
dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak
terkait dengan hak orang lain, dan bi sa diserahkan baik materi maupun
manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang di rahn-kan serta
jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,
penyimpanan, keamanan, dan pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari pegadaian Islam, masyara kat hanya
cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendara un, dan lain-lain)
untuk dititipkan disertai dengan copy tanda penge al. Kemudian staf penaksir
akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan
sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan
7
plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan
berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum
Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90%
dari nilai taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini, pegadaian Islam dan nasabah melakukan
akad dengan kesepakatan:
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama
maksimum empat bulan.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- (sembilan puluh
rupiah) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan
pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pega daian pada
saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:
a. Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun se
belum jangka waktu empat bulan.
b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dulu jasa
simpan yang sudah berjalan ditambah ben administrasi.
c. Atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dulu jika pada saat
jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi utang atau hanya membayar
jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan
dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan de ngan pokok pinjaman, jasa
simpan, dan pajak merupakan uang kele bihan yang menjadi hak nasabah.
Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang
kelebihan, dan jika dalam satu ta hun ternyata nasabah tidak mengambil uang
tersebut, pegadaian Islam akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan
Amil Zakat sebagai ZIS
Aspek Islam tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja,
pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber
yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan
pegadaian Islam termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah,
murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan
8
Bank Muamalat sebagai funder-nya, ke depan pegadaian juga akan melakukan
kerja sama dengan lembaga keuangan Islam lain untuk mem-back up modal
kerja.
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari
teknik transaksi pegadaian Islam dibandingkan dengan pegadaian konvensional,
yaitu:
1 Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang
disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian: utang piutang
dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum
konvensional, keberadaan barang jaminan da lam gadai bersifat acessoir,
sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang
jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan
pegadaian Islam yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan
untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
D. Berakhirnya Akad Rahn
Akad rahn dapat berakhir dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila masa yang telah diperjanjikan untuk pembayaran utang
telah terlewati maka siberutang berkewajiban untuk membayar
utangnya.
b. Jika terdapat klausula, murtahin berhak menjual barang-barang
gadai pada waktu jatuh tempo perjanjian gadai, maka ini
dibolehkan. Namun menurut pendapat imam As Syafi’I yang
memandag bahwa dicantumkannya klausula dalam perjanjian
adalah batal hukumnya.
c. Juka rahin mensyarakan marhun tidak dijual ketika hutangnya
jatuh tempo, maka rahn menjadi batal. Begitu pula jika murtahin
mensyaratkan kepada rahin bahwa marhun berhak menjadi milik
murtahin ketika rahin tidak membayar utangnya maka ini juga
tidak sah.
d. Ketika marhun dijual dengan perintah hakin atas perintah rahin.
e. Ketika barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya.

9
E. ANALISIS SWOT PEGADAIAN ISLAM
Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu analisis
yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan (Strength), kelemahannya
(Weakness), peluangnya (Opportunity), dan ancaman nya (Threar), sebagai
berikut:
1 Kekuatan (strength) dari sistem gadai Islam.
a Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.
Perusahaan gadai Islam telah lama menjadi dambaan umat Islam i
Indonesia, bahkan sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal
ini menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat Islam terhadap
adanya pegadaian Islam.
b. Dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia. Adanya
pegadaian Islam yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam adalah sangat
penting untuk menghindarkan umat Is lam dari kemungkinan terjerumus
kepada yang haram. Oleh karena itu, pada konferensi ke-2 Menteri-
menteri Luar Ne geri negara muslim di seluruh dunia bulan Desember
1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama
mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang diope rasikan sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam. IDB kemudian secara resmi didirikan pada
bulan Agustus 1974 di mana In donesia menjadi salah satu negara
anggota pendiri. IDB pada Articles of Agreement-nya Pasal 2 Ayat XI
akan membantu berdirinya bank dan lembaga keuangan yang akan
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam di negara-negara anggo
tanya Beberapa bank Islam yang berskala internasional telah datang ke
Indonesia untuk menjajaki kemungkinan membuka lembaga keuangan
Islam secara patungan. Hal ini menunjuk kan besarnya harapan dan
dukungan lembaga keuangan in ternasional terhadap adanya lembaga
keuangan Islam di In donesia.
c. Pemberian pinjaman lunak al-qardhul hassan dan pinjaman
mudarabah dengan sistem bagi hasil pada pegadaian Islam sangat
sesuai dengan kebutuhan pembangunan:

10
i. Penyediaan pinjaman murah bebas bunga disebut al-qarz dhul hassan
adalah jenis pinjaman lunak yang diperlukan masyarakat saat ini
mengingat semakin tingginya tingkat bunga
ii. Penyediaan pinjaman mudarabah mendorong terjalinnya kebersamaan
antara pegadaian dan nasabahnya dalam menghadapi risiko usaha dan
membagi keuntungan/ke rugian secara adil.
iii. Pada pinjaman mudarabah, pegadaian Islam dengan sen dirinya tidak
akan membebani nasabahnya dengan biaya biaya tetap yang berada di
luar jangkauannya. Nasabah hanya diwajibkan membagi hasil usahanya
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan sebelumnya. Bagi hasil
kecil kalau keuntungan usahanya kecil dan bagi hasil be sar kalau hasil
usahanya besar.
iv. Investasi yang dilakukan nasabah pinjaman mudarabah tidak
tergantung kepada tinggi rendahnya tingkat bunga karena tidak ada biaya
uang (biaya bunga pinjaman) yang harus diperhitungkan.
v. Pegadaian Islam bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara
langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun internasional
karena kegiatan operasional bank ini tidak menggunakan perangkat
bunga. Dengan mengenali kekuatan dari pegadaian Islam, maka
kewajiban kita semua untuk terus mengembangkan kekuatan yang
dimiliki per usahaan gadai dengan sistem int

2. Kelemahan (weakness) dari sistem mudarabah.


a Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa
semua orang yang terlibat dalam perjanjian bagi ha sil adalah jujur dapat
menjadi boomerang karena pegadaian Islam akan menjadi sasaran
empuk bagi mereka yang berik tikad tidak baik. Contoh: Pinjaman
mudarabah ang diberikan dengan sistem bagi hasil akan sangat
bergantung kepada ke jujuran dan iktikad baik nasabahnya. Bisa saja
terjadi nasabah melaporkan keadaan usaha yang tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Misalnya, suatu usaha yang untung dilapor.
kan rugi sehingga pegadaian tidak memperoleh bagian laba.
b. Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam
menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba na. sabah yang kecil-
11
kecil. Dengan demikian, kemungkinan salah hitung setiap saat bisa terjadi
sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar.
c. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka pegadaian Islam
lebih banyak memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal.
Kekeliruan dalam menilai kelayakan proyek yang akan dibiayai dengan
sistem bagi hasil mungkin akan mem bawa akibat yang lebih berat
daripada yang dihadapi dengan cara konvensional yang hasil
pendapatannya sudah tetap dari bunga.
d. Karena pegadaian Islam belum dioperasikan di Indonesia, maka
kemungkinan di sana sini masih diperlukan perangkat peratur an
pelaksanaan untuk pembinaan dan pengawasannya. Masa lah adaptasi
sistem pembukuan dan akuntansi pegadaian Islam terhadap sistem
pembukuan dan akuntansi yang telah baku, termasuk hal yang perlu
dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama. Dengan mengenali
kelemahan-kelemahan ini, maka adalah kewajiban kita semua untuk
memikirkan bagaimana mengatasinya dan menemukan penangkalnya.
3. Peluang (opportunity) dari pegadaian Islam. Bagaimana peluang dapat
didirikannya pegadaian Islam dan kemungkinannya untuk tumbuh dan
berkembang di Indonesia dapat dilihat dari pelbagai pertimbangan yang
membentuk peluang-peluang di bawah ini:
a.Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama
i. Merupakan hal yang nyata di dalam masyarakat Indonesia khususnya
yang beragama Islam, masih banyak yang menganggap bahwa
menerima dan/atau membayar bunga adalah termasuk menghidup
suburkan riba. Karena riba dalam agama Islam jelas-jelas dilarang, maka
masih banyak masyarakat Islam yang tidak mau memanfaatkan jasa
pegadaian yang telah ada sekarang.
ii. Meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan ha sil
pembangunan di sektor agama memperbanyak jumlah perorangan,
yayasan-yayasan, pondok-pondok pesantren, sekolah-sekolah agama,
masjid-masjid, baitul mal, dan se bagainya yang belum memanfaatkan
jasa pegadaian yang sudah ada.

12
iii. Sistem pengenaan biaya uang/sewa modal dalam sistem pegadaian
yang berlaku sekarang dikhawatirkan mengan dung unsur-unsur yang
tidak sejalan dengan Islam, an tara lain:
1. Biaya ditetapkan di muka secara pasti (fixed), diang gap mendahului
takdir karena seolah-olah peminjam uang dipastikan akan memperoleh
keuntungan se hingga mampu membayar pokok pinjaman dan bu nganya
pada waktu yang telah ditetapkan. (Periksa surat Luqman ayat 34)
2. Biaya ditetapkan dalam bentuk prosentase (%) sehing ga apabila
dipadukan dengan unsur ketidakpastian yang dihadapi manusia, secara
matematis dengan ber jalannya waktu akan bisa menjadikan hutang
berlipat ganda. (Periksa surat Al- Imran ayat 130)
3. Memperdagangkan/menyewakan barang yang sama dan sejenis
(misalnya, rupiah dengan rupiah yang masih berlaku, dan lain-lain)
dengan memperoleh keuntungan/kelebihan kualitas dan kuantitas, hu
kumnya adalah riba. (Periksa terjemah Hadis Shahih Muslim oleh Ma'mur
Daud, Bab Riba No. 1551 s/d 1567).
4. Membayar utang dengan lebih baik (yaitu, diberikan tambahan) seperti
yang dicontohkan dalam Al-Hadis, harus ada dasar sukarela dan
inisiatifnya harus da tang dari yang punya utang pada waktu jatuh tempo,
bukan karena ditetapkan di muka dan dalam jumlah yang pasti (fixed)
(periksa terjemah Hadis Shahih Muslim oleh Ma'mur Daud, Bab Riba No.
1569 s/d 1572). Unsur-unsur yang dikhawatirkan tidak seja lan dengan
syariat Islam di ataslah yang ingin dihin dari dalam mengelola pegadaian
Islam.
b. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian Islam.
i. Selama Repelita VI diperlukan pembiayaan pembangun an yang
seluruhnya diperkirakan akan mencapai jumlah yang sangat besar. Dari
jumlah tersebut diharapkan se bagian besar dapat disediakan dari
tabungan dalam ne geri dan dari dana luar negeri sebagai pelengkap
saja. Dari tabungan dalam negeri diharapkan dapat dibentuk melalui
tabungan pemerintah yang kemampuannya se makin kecil dibandingkan
melalui tabungan masyarakat yang melalui sektor perbankan dan
lembaga keuangan lainnya.

13
ii. Mengingat demikian besarnya peranan yang diharap kan dari tabungan
masyarakat melalui sektor perbankan, maka perlu dicarikan berbagai
jalan dan peluang untuk mengerahkan dana dari masyarakat. Pegadaian
berfung si mencairkan (dishoarding) simpanan-simpanan berupa
perhiasan dan barang tidak produktif yang kemudian di investasikan
melalui mekanisme pinjaman mudarabah.
iii. Adanya pegadaian Islam yang telah disesuaikan agar tidak
menyimpang dari ketentuan yang berlaku akan memperka ya khazanah
lembaga keuangan di Indonesia. Iklim baru ini akan menarik penanaman
modal di sektor lembaga ke uangan khususnya IDB dan pemodal dari
negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.
iv. Konsep pegadaian Islam yang lebih mengutamakan kegi atan produksi
dan perdagangan serta kebersamaan dalam hal investasi, menghadapi
risiko usaha dan membagi hasil.
4 Ancaman (threat) dari pegadaian Islam. Ancaman yang paling berbahaya ialah
apabila keinginan akan adanya pegadaian Islam itu dianggap berkaitan dengan
fanatisme agama. Akan ada pihak pihak yang akan menghalangi
berkembangnya pegadaian Islam ini semata-mata hanya karena tidak suka
apabila umat Islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Mereka tidak mau
tahu bahwa pegadaian Islam itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa
pandang suku, agama, ras, dan adat istiadat. Isu primordial, eksklusivisme atau
sara mungkin akan dilontarkan untuk mence gah berdirinya pegadaian Islam.
Ancaman berikutnya adalah dari mereka yang merasa terusik kenikmatannya
mengeruk kekayaan rakyat Indonesia yang sebagian terbesar beragama Islam
melalui sistem bunga yang sudah ada. Munculnya pegadaian Islam yang
menuntut pemerataan pendapatan yang lebih adil akan dirasakan oleh mereka
sebagai ancaman terhadap status quo yang telah di nikmatinya selama puluhan
tahun. Isu tentang ketidak cocokan dengan sistem internasional berlaku di
seluruh dunia mungkin akan dilontarkan untuk mencegah berkembangnya di
tengah-tengah me reka pegadaian Islam. Dengan mengenali ancaman-ancaman
ter hadap dikembangkannya pegadaian Islam ini, maka diharapkan para
cendekiawan muslim dapat berjaga-jaga dan mengupayakan penangkalnya.
Dari analisis SWOT sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pega daian
Islam mempunyai prospek yang cukup cerah, baik itu adalah Perum Pegadaian
14
yang telah mengoperasikan sistem Islam maupun pegadaian Islam yang baru.
Prospek ini akan lebih cerah lagi apabila kelemahan (weakness) sistem
mudarabah dapat dikurangi dan ancam an (threat) dapat diatasi.

F. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Gadai Syariah


Afzalurrahman dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, memberikan pedoman
bahwa yang dikatakan riba’ (bunga), di dalamnya terdapat 3 unsur berikut:
1. Kelebihan dari pokok pinjaman;
2. Kelebihan pembayaran itu sebagai imbalan tempo pembayaran;
dan
3. Sejumlah tambahan itu disyaratkan dalam transaksi.
Berdasarkan hasil penelitian Muhammad Yusuf, tentang Pegadaian
Konvensional dalam Perspektif Hukum Islam dan Viyolina, dengan tentang
Sistem Bunga dalam Gadai Ditinjau dari Hukum Islam sebagai berikut:
1. Islam membenarkan praktik gadai yang dilakukan dengan cara-
cara dan tujuan yang tidak merugikan orang lain dengan syarat rukun
bebas dari unsur yang dilarang dan merusak perjanjian gadai. Praktik
gadai konvensional, masih terdapat beberapa hal yang dipandang
merusak dan menyalahi norma dan etika bisnis Islam, di antaranya
terdapatnya unsur riba’, yaitu sewa modal yang disamakan dengan
bunga.
2. Gadai yang berlaku saat ini masih terdapat unsur yang dilarang
syara’, salah satunya yaitu dalam upaya meraih keuntungan, gadai
tersebut memungut sewa modal atau bunga.
3. Unsur riba’ yang terdapat dalam aktivitas gadai saat ini sudah pada
tingkat yang nyata, yaitu transaksi penetapan dan penarikan bunga
dalam gadai yang sudah jelas tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-
Hadis.
4. Penetapan bunga gadai awalnya sebagai fasilitas untuk
memudahkan menentukan besar kecilnya pinjaman menjadi kegiatan
spekulatif dari kaum kapitalis dalam mengekploitasikan keuntungan
yang besar, yang memberikan kemadharatan, sehingga penetapan
bunga gadai adalah tidak sah dan haram.
15
Untuk menghindari unsur riba’ (bunga) dalam gadai syariah dalam
usaha pembentukan laba, maka menggunakan mekanisme yang
sesuai dengan prinsipprinsip syariah seperti melalui akad qardhul
hasan dan akad ijarah, akad rahn, akadmudharabah, akad ba’i
muqayadah, dan akad musyarakah
G. Kesesuaian Akad Rahn Tasjily pada Benda Bergerak dalam Produk
Amanah di PT Pegadaian (Persero) Syariah Berdasarkan dengan Fatwa
DSN MUI
No.68/DSNMUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily. Pelaksanaan Akad Rahn
Tasjily pada Produk Amanah di PT Pegadaian (Persero) Syariah pada
dasarnnya memang perlu ditinjau kembali terkait kesesuaiannya dengan
Fatwa DSN MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily agar
pelaksanaannya tidak bertentanganndengan ketentuan yang ada dan dapat
berjalan sesuai dengan prinsippsyariah yang telah tercantum dalam
FatwaaDSN-MUI tersebut. Menurut Fatwa DSN-MUI No.
68/DSN/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily boleh dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut: Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atas
sertifikat barang yang dijadikan jaminan (marhun) kepada murtahin.
Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau
sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke murtahin.Rahin
memberikan wewenang (kuasa) kepada murtahin untuk melakukan penjualan
marhun, baik melalui lelang atau dijual kepihak lain sesuai prinsip syariah,
apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi
hutangnnya.Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas
kewajaran sesuai kesepakatan. Murtahin dapat mengenakan biaya
pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun (berupa bukti sah
kepemilikan atau sertifikat) yang ditanggung oleh rahin, berdasarkan akad
ijarah.Besaran biaya bagaiaman dimaksud huruf e tersebut tidak boleh
dikaitkan dengan jumlah hutang rahin kepada murtahin. Selain biaya
pemeliharaan, murtahin dapat pula mengenakan biaya lain yang diperlukan
pada pengeluaran yang riil.Biaya asuransi Rahn Tasjily ditanggung oleh rahin.
Jika terjadi perselisihan (persengketaan) di antara para pihak, dan tidak
tercapai kesepakatan diantara mereka maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui Pengadilan Agama.
16
Fatwa ini berlaku sejak di tetapkan dengan ketentuan jika kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai mana
mestinnya.
H. PERAN PEMBIAYAAN OLEH PEGADAIAN SYARIAH BAGI
PENGEMBANGAN UMKM
Pegadaian hadir sebagai alternatif solusi bagi persoalan keterbatasan
modal yang merupakan permasalahan utama Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) dalam upaya pengembangan skala usahanya. Secara umum, UMKM
mengharapkan adanya peluang pembiayaan yang memiliki kemudahan akses,
persyaratan yang ringan dan mudah, prosedur sederhana, waktu perolehan yang
cepat, dan ketetapan bunga angsuran yang ringan (Dendawijaya, 2015).
Pegadaian berusaha memposisikan dirinya untuk memenuhi keinginan bagi para
pengusaha skala UMKM yang umumnya kesulitan memperoleh pembiayaan
akibat keterbatasan jaminan yang bisa mereka sediakan (Susanta &
Syamsuddin, 2009).
Definisi dan kriteria UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) seperti
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Bab I
Pasal 1 serta Bab IV Pasal 6
adalah sebagai berikut:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, yaitu:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung

17
maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil, yaitu:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00
(tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, yaitu:
Muhammad Fuad, Meilyda Trianna: Analisis Peran Pembiayaan oleh Pegadaian
Sayariah
221
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)

I. Peran Pegadaian Syariah dalam Literasi Keuangan Syariah


Literasi keuangan merupakan salah satu substansi yang penting untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan literasi keuangan
masyarakat akan lebih mampu untuk memahami konsep dan mekanisme
18
menggunakan produk layanan keuangan sehingga mendorong mereka untuk
mengambil keputusan terbaik dan bijak dalam rangka memenuhi kebutuhan
ekonomi dirinya sendiri maupun keluarganya (KEMENDIKBUD, 2019).
Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD
memaparkan bahwa pengetahuan tentang konsep dan risiko keuangan, disertai
adanya pemahaman yang cukup akan menjadikan masyarakat tersebut terampil
mengoperasikan keuangan dan timbul motivasi untuk terus meningkatkan
pengetahuan tentang keuangan sehingga dapat tercapai kesejahteraan
keuangan (financial well being) dalam masyarakat (OECD, 2016). Tingkat literasi
keuangan di Indonesia dibagi menjadi 4 klaster oleh Otoritas Jasa Keuangan
yaitu: a. Klaster well literate yaitu masyarakat yang mengetahui konsep, manfaat,
resiko, dan fitur serta memiliki tingkat kepercayaan yang baik terhadap lembaga
jasa keuangan sehingga masyarakat terampil dan berperan aktif dalam siklus
pengelolaan keuangan tersebut. Di Indonesia kategori masyarakat well literate
masih rendah dengan persentase 21,84%. b. Klaster yang kedua adalah
masyarakat sufficient literate yang mencapai angka 75,69%. Klaster ini meliputi
masyarakat yang telah mengetahui dan memahami serta memiliki keyakinan
terhadap lembaga keuangan, hanya saja tidak berperan aktif dalam mengelola
lembaga keuangan tersebut. c. Klaster less literate yaitu masyarakat yang paham
sekilas mengenai lembaga keuangan. Persentase masyarakat kategori less
literate sebesar 2,06%. d. Kategori terakhir adalah not literate yaitu masyarakat
yang benar-benar tidak mengetahui lembaga keuangan dan aktivitas yang
berlangsung di dalamnya. Masyarakat kategori ini cukup kecil persentasenya
yaitu 0,41% (OJK, Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia, 2017).

J. Implementasi Gadai Konvesional dan Gadai Syari’ah


Dari penjelasan seputar fakta gadai konvensional dan gadai syari’ah,
kemudian ketentuan fikih rahn, maka penerapan ketentuan fikih untuk menilai
gadai konvensional dan gadai syari’ah apakah sudah sesuai syara’ atau tidak.
Pada gadai konvensional, dari penjelasan sebelumnya sangat jelas bahwa gadai
konvesional adalah akad utang yang disertai riba. Bunga atau sewa modal yang
ditetapkan sejak awal merupakan riba yang dipersyaratkan sejak awal pada saat
19
akad utang. Sehingga riba seperti itu statusnya haram tanpa ada perbedaan
sama sekali. Agunan (gadai) untuk utang yang seperti itu maka hukumnya
haram. Praktek gadai syari’ah yang dimunculkan sebagai koreksi atas gadai
konvensional itu, dari pemaparan di atas, secara dhahir tidak ada yang disebut
dengan bunga atau riba. Oleh karena, perlu dicermati maka akan terlihat adanya
hal yang bermasalah. Dalam akad gadai syari’ah nampat jelas terdapat dua akad
dalam satu transaksi, yaitu akad rahn (akad utang yang disertai agunan) dan
akad ijarah dan satu dengan yang lain dikaitkan. Terdapatnya akad utang yang
disertai agunan itu tidak bisa dilangsungkan kecuali disertai dengan akad ijarah
merupakan penyimpanan barang agunan. Sebaliknya akad ijarah penyimpanan
barang agunan akan terjadi karena adanya akad agunan yaitu mengagunkan
barang untuk menjadi jaminan atas utang yang didapat.

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan berfungsi memberikan
kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai dengan jaminan benda
bergerak dengan prosedur pelayanan yang sangat mudah, aman dan cepat,
serta tanpa syarat apapun mengenai penggunaan dananya. Kondisi ini semakin
meningkatkan peran Pegadaian sebagai lembaga keuangan alternatif untuk
menunjang pembangunan ekonomi kerakyatan. Dalam era yang sedang
berkembang saat ini, masyarakat sangat mengharapkan agar perizinan
Pergadaian diperlakukan/diterapkan sama (equal treatment) sebagaimana
perizinan di bidang-bidang jasa keuangan lainnya. Oleh karena itu, undang-
undang warisan kolonial yang memberikan hak monopoli kepada Pemerintah
untuk mendirikan Pegadaian, yakni Staatsblad1928 No.81 (Pandhuis
Reglement), sudah saatnya disesuaikan dan diselaraskan dengan
perkembangan dan keterbukaan ekonomi berdasarkan demokrasi ekonomi
karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi, hukum dan
ketatanegaraan Republik Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, peran
Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator perlu ditingkatkan dan mengurangi
keterlibatannya sebagai pelaku usaha.
B. SARAN
Mungkin inilah diwacanakan penulis pada penulisan kelompok ini.
Menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna, ke depannya kami
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak lagi dantentunya dapat di pertanggung
jawabkan.Kami mengharapkan makalah ini bisa menarik dan bermanfaat bagi
para pembaca serta dapat meningkatkan kreativitas dan berfikir kritis. Tak lupa
ucapan terimakasih atas terselesaikanya makalah ini kepada semua pihak yang
terlibat yakni dosen Dr.Luqmanul Hakiem Ajjuna, SE.I.,M.M selaku pengampu
mata kuliah Mata Kuliah Lembaga Keuangan (Bank dan non Bank) danteman
teman yang berpartisipasi dalam pembuataan makalah.

21
DAFTAR PUSTAKA
ANGGADINI, S D. PENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN
SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA. Vol. 15.
(No.1). Hlm 3-12
Handono, M & Tektona R I & Zahro Q F. (2020). AKADRAHN TASJILY PADA
BENDA BERGERAK DALAM PRODUK AMANAH DI PT PEGADAIAN
(PERSERO) SYARIAH. Vol,10. (No.1). Hlm 23-35
Huda. Nurul & Haykal, Mohamad. 2010. Lembaga Keuangan Islma. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Mardani. 2014. Hukum Bisnis Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group
Muhammad, F. & Meilyda, T. (2018). ANALISIS PERAN PEMBIAYAAN OLEH
PEGADAIAN SYARIAH BAGI PENGEMBANGAN UMKM (STUDI KASUS
PRODUK AR-RUM DI KOTA LANGSA). Vol. 3. (No. 2). Hlm 217-240
Mulazid. Ade Sofyan. 2016. Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Rodoni, Ahmad. 2015. Asuransi dan Pegadaian Syariah.Jakarta: Mitra wacana
Grup.
Subagiyo, R. (2014). TINJAUAN SYARIAH TENTANG PEGADAIAN SYARIAH
(RAHN). Vol, 01. (No.01). Hlm 162-184
Sudarsono, Heri. 2015. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Ekonisia
Tulasmi & Mukti T. (2020). Peran Pegadaian Syariah dalam Literasi Keuangan
Syariah. Vol, 6. (No.02). Hlm 239-245

22

Anda mungkin juga menyukai