Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Konsep Rahn

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh


Muammallah II

Disusun oleh : KELOMPOK 11

Aprilina putri (0506212193)

Suci Fitria Lubis (0506212082)

M.Naufal Zahid (0506212083)

Dosen Pengampu ;

NUR SANTRIYANTI M.Ei

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya kedapa kita semua, sehingga kami masih diberi kesempatan untuk
bekerja sama dalam menyelesaikan makalah tentang “Konsep Rahn” yang dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muammalah II

Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen dan teman – teman
sekalian yang telah memberikan dukungan kepada kelompok kami dalam menyelesaikan
makalah ini. Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi penulisan susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun dari teman – teman sekalian agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi teman – teman sekalian.

Medan, maret 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 4

A. Latar Belakang .................................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 6

A. Pengertian Rahn ............................................................................................... 6


B. Dasar Dasar Hukum Rahn .............................................................................. 7
C. Rukun dan Syarat Rahn.................................................................................... 8
D. Pemanfaatan Barang Gadai ................................................................................ 11
E. Implementasi Rahn pada Lembaga Keuangan Syariah ................................... 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 15
B. Saran ...................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada Bank Konvensional pembiayaan gadai emas merupakan hal yang lumrah untuk
memberikan pinjaman kredit bagi para nasabahnya. Bahkan beberapa Bank Konvensional dapat
meningkatkan pendapatannya dengan mengeluarkan gadai emas tersebut karena pembiayaan
gadai emas merupakan suatu produk yang dapat memberikan nilai jual yang cukup tinggi bagi
bank tersebut. Akan tetapi dalam bank yang berbasis syariah hal tersebut berbeda dari bank
konvensional yang melakukan proses transaksi dengan sistem riba’(pengambilan keuntungan
dengan mengenakan bunga).

Pada Bank Konvensional pembiayaan gadai emas merupakan hal yang lumrah untuk
memberikan pinjaman kredit bagi para nasabahnya. Bahkan beberapa Bank Konvensional dapat
meningkatkan pendapatannya dengan mengeluarkan gadai emas tersebut karena pembiayaan
gadai emas merupakan suatu produk yang dapat memberikan nilai jual yang cukup tinggi bagi
bank tersebut. Akan tetapi dalam bank yang berbasis syariah hal tersebut berbeda dari bank
konvensional yang melakukan proses transaksi dengan sistem riba’(pengambilan keuntungan
dengan mengenakan bunga). Bank syari’ah dalam usahanya memberikan pembiayaan dan jasa
lainnya selalu berlandaskan pada prinsip syariah, antara lain dengan tidak menggunakan sistem
bunga untuk aktivitas perbankannya karena bunga merupakan jenis riba’ yang diharamkan dalam
Islam. Pembiayaan gadai syariah atau Rahn dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee
Based Income (FBI), tetapi adapula yang menggunakan mudharabah (bagi hasil). Pembiayaan
gadai syariah membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang dapat menghasilkan
pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi
akuntansi secara tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi adanya
perbedaan perlakuan akuntansi antara bank syariah yang satu dengan yang lainnya.

Bank syari’ah dalam usahanya memberikan pembiayaan dan jasa lainnya selalu berlandaskan
pada prinsip syariah, antara lain dengan tidak menggunakan sistem bunga untuk aktivitas
perbankannya karena bunga merupakan jenis riba’ yang diharamkan dalam Islam. Pembiayaan
gadai syariah atau Rahn dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI),
tetapi adapula yang menggunakan mudharabah (bagi hasil). Pembiayaan gadai syariah
membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang dapat menghasilkan pengukuran
4
akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi akuntansi secara
tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan
akuntansi antara bank syariah yang satu dengan yang lainnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian rahn?

2. Apa yang menjadi dasar hukum Rahn?

3. Bagaimana syarat dan rukun dalam konsepRahn?

4. Bagaimana pemanfaatan barang gadaian?

5. Bagaimana implementasi Rahn dalam lembaga keuangan?

C . Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan agar para pembaca dapat mengetahui hal – hal terkait konsep dasar
manajemen operasi yaitu tentang :

1. Pengertian Dari Rahn


2. Dasar Hukum Rahn
3. Syarat Dan Hukum Rahn
4. Pemanfaatan Barang Gadaian
5. Implementasi Rahn Dalam Lembaga Keuangan

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rahn

Menurut bahasa (etimologi), gadai (al-rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan
penahanan. Adapula yang menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat.1Sedangkan
menurut istilah (terminologi), gadai adalah penahanan terhadap suatu barang dengan hak
sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.2

Beberapa ulama mendefinisikan rahn sebagai harta yang oleh pemiliknya digunakan sebagai
jaminan utang yang bersifat mengikat. Rahn juga diartikan sebagai jaminan terhadap utang yang
mungkin dijadikan sebagai pembayaran kepada pemberi utang baik seluruhnya atau sebagian
apabila pihak yang berutang tidak mampu melunasinya 3.Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa gadai syariah merupakan aktivitas pinjam meminjan dengan menyerahkan
barang jaminan yang memiliki nilai ekonomis dimana barang jaminan tersebut dapat digunakan
untuk melunasi pinjaman apabila peminjam tidak dapat membayarnya 4

Produk rahn dalam bank dapat dipakai sebagai produk pelengkap sebagai jaminan dalam
pembiayaan, ataupun sebagai produk tersendiri atau yang biasa dikenal dengan
gadai.Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah kewajiban pihak
yang menggadaikan ( rahun), namun dapat juga dilakukan oleh pihak yang menerima barang
gadai (murtahn) dan biayanya harus ditanggung rahin. Besarnya biaya ini tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman. Apabila barang gadaian dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil
maka pihak yang menerima barang gadai boleh memanfaatkannya atas seizin pihak yang
menggadaikan sebaliknya ia berkewajiban memelihara barang gadaian. Untuk barang gadaian
berupa emas tentu tidak ada biaya pemeliharaan, yang ada adalah biaya penyimpanan. Penentuan
besarnya biaya penyimpanan dilakukan dengan akad ijarah.

Dalam rahn, barang gadaian tidak otomatis menjadi milik pihak yang menerima gadai (pihak
yang memberi pinjaman) sebagai pengganti piutangnya. Dengan kata lain fungsi rahn ditangan

1
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2002), h. 105.
2
Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 159.
3
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 209
4
Galis Kurnia Afdhila, “Analisis Implementasi Pembiayaan Ar-Rahn (Gadai Syariah) Pada Kantor Pegadaian
Syariah Cabang Landungsari Malang”, (1-14), h. 4.
6
mutahin (pemberi utang) hanya berfungsi sebagai jaminan utang dari rahin (orang yang berutang).
Namun, barang gadaian tetap milik orang yang berutang 5.

Dari pemaparan diatas maka dapat dipahami bahwa rahn atau gadai adalah jaminan yang
diserahkan oleh pihak pengutang kepada yang memberi utang. Pemberi utang mempunyai kuasa
penuh untuk menjual barang jaminan tersebut apabila pihak pengutang tidak mampu membayar
utangnya saat jatuh temp. Apabila uang hasil penjualan barang jaminan tersebut melebihi jumlah
utang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pengutang, namun bila kurang dari jumlah
utang,pihak pengutang harus menambahinya agar utang tersebut terbayar lunas.

B. Dasar Hukum Rahn

1. Al- Qur’an
Legitimasi rahn dalam Al Qur’an adalah berdasarkan surat al-baqarah ayat 283: Yang artinya
: “ jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat diatas menjelaskan tentang diperbolehkan memberikan barang dagangan (marhun)


sebagai jaminan atas pinjaman (mengrahn) atau hutang. Jaminan yang dimaksud bukan berupa
tulisan atau saksi,melainkan amanah dan kepercayaan timbal balik. Hutang diterima oleh
pengutang,dan jaminan diterima oleh penerima hutang. Mengenai amanah tersebut dimaksudkan
sebagai bentuk kepercayaan dari si pemberi kepada si penerima, bahwa apa yang dititipkannya
tersebut akan dipelihara dengan baik, serta pada saat waktunya untuk dikembalikan secara utuh
tanpa ada keberatan dari pihak yang dititipi. Demikian pula si penitip tidak akan meminta
melebihi dengan apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 6

5
Sri Nurhayati, Akutansi Syariah di Indonesia Edisi 4, (Salemba Empat), h. 269.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan ,Kesan dan keserasian al- Qur’an vol. 2 (jakarta : Lentera Hati
2005) ,601-602.
7
2. Al-Hadist

Ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad ar-rahn itu dibolehkan, karena banyak
kemaslahatan yang terkandung di dalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.
Peristiwa Rasulullah SAW merahn-kan baju besinya merupakan kasus ar-rahn pertama dalam
Islam dan dilakukan sendiri oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh
HR.Bukhari,yaitu

Artinya: "Dari Aisyah, sesungguhnya Nabi SAW membeli makanan secara tidak tunai dari
seorang Yahudi dengan menggadaikan baju besinya" (HR. Bukhari).

3. Ijma Ulama

Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini
didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak
ada seorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-
meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.

Di samping itu, berdasarkan fatwa Dewan Syari'ah Nasional No. 25/DSNMUI/III/2002,


tanggal 26 Juni 2002 dinyatakan bahwa, pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan
hutang dalam bentuk rahn dibolehkan. Jumhur ulama berpendapat bahwa rahn disyariatkan pada
waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian.

C. Rukun dan syarat Rahn

Rukun rahn ada empat yaitu:

 Rahin (pemberi gadai)

8
 Murtahin (penerima gadai)

 Marhun (barang jaminan)

 Utang (marhun bihi)

Menurut Hanafiyah rukun rahn adalah ijab dan kabul dari rahin dan murtahin 7.Dalam setiap
akad, unsur dan rukunnya harus memenuhi syarat, berkaitan dengan rahn,syarat bagi para pihak
yang berakad sama dengan syarat dalam akad lainnya. Syarat tersebut adalah: Pelaku: Dari
keduanya orang yang menggadaikan dan orang yang menerima gadai yakni orang:

 baligh,
 sehat akal,
 bukan safih dan
 tidak terpaksa.
Terkait syarat sigat atau akad,kalangan Hanafiyah mensyaratkan agar akad tidak terikat
dengan syarat tertentu, tidak tergantung pada suatu kejadian di masa mendatang. 8Syarat yang
terkait dengan utang adalah

 utang merupakan hak yang harus dibayar

 jumlah utang dapat tertutupi dengan nilai barang yang digadaikan

 hak utang harus jelas9.

Kalangan syafi’iyah dan Hanbakiyah mensyaratkan (1) Utang merupakan utang yang tetap
dan wajib dibayar oleh Rahin, (2) utang harus mengikat kedua belah pihak, (3) jumlah,ukuran
dan sifat utang harus jelas di antara para pihak yang berakad.

Berdasarkan kesepakatan ulama,syarat yang terkait dengan barang yang digadaikan atau yang
menjadi jaminan utang adalah sama halnya dengan syarat barang yang menjadi objek jual beli.
Karena barang jaminan tersebut harus dapat dijual oleh penerima jaminan (murtahin) di saat

7
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuh, ( Beirut: Dar Al-Fikr,2005),VI/64.
8
Ibid., VI/70
9
Ibid., V/74-80
9
orang yang menggadaikan tidak mampu membayar utangnya. Syarat-syarat yang terkait dengan
barang yang menjadi objek jual beli adalah :

a. barang yang digadaikan harus benar benar ada dan nyata. Transaksi terhadap barang yang
belum atau tidak ada tidak sah, begitu juga barang yang belum pasti adanya,seperti
binatang yang masih di dalam kandungan induknya.

b. Objek transaksi berupa barang yang bernilai,halal,dapat dimiliki, dapat disimpan dan
dimanfaatkan sebagaimana mestinya serta tidak menimbulkan kerusakan.

c. Barang yang disajikan objek transaksi merupakan hak milik secara sah dan kepemilikan
sempurna. Berdasarkan syarat ini, maka tidak sah menggadaikan pasir di tengah padang
atau air laut yang masih di laut atau menggadaikan panas matahari, karena tidak adanya
kepemilikan yang sempurna.

d. Objek harus dapat diserahkan saat transaksi. Berdasarkan syarat ini maka tidak sah
menggadaikan binatang liar, kan di lautan atau burung yang berada di awang,karena tidak
dapat diserahkan kepada pembeli.

e. selain syarat diatas, ada satu syarat lagi yang mutlak harus terpenuhi,yaitu barang yang
digadaikan harus tahan lama,dan tidak rusak,seperti emas,perak,logam mulia,kendaraan
dan seterusnya. Berdasarkan syarat ini,maka tidak sah menjadikan makanan yang mudah
busuk, seperti kue basah sebagai jaminan utang,karena tidak bertahan lama. 10

Menurut ulama Hanafiah, syarat barang yang digadaikan harus barang yang berharga jelas,
dapat diserahterikakan, dapat disimpan tahan lama, terpisah dari barang lainnya baik benda
bergerak maupun tidak. Secara lebih rinci syarat-syarat ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Barang yang digadaikan harus dapat diperjualbelikan, harus pada waktu akad dan dapat
diserahterimakan

b. Barang yang digadaikan harus berupa harta (kekayaan) yang bernilai

c. Barang yang digadaikan harus halal dan digunakan atau dimanfaatkan, sekiranya barang
tersebut dapat untuk melunasi utang

10
Wahbah al-Zuhaili,al-Foqih al-Islami…, VI/82-87
1
0
d. Barang harus jelas, sfesifikasinya, ukuran, jenis jumlah, kualitas dan seterusnya

e. Barang harus milik pihak yang menggadaikan secara sempurna

f. Barang yang digadaikan harus menyatu, tidak terpisah-pisah

g. Barang harus tidak ditempeli sesuatu yang tidak ikut digadaikan

h. Barang yang digadaikan harus utuh, tidak sah menggadaikan mobil hanya seperepat atau
separuh.

Rahn dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat sebagaimana dijelaskan di atas.
Apabila salah satu rukun atau syarat tidak terpenuhi, maka rahn tidak sah. 11

D. Pemanfaatan Barang Gadai

Terkait pemanfaatan barang fadaian oleh orang yang menggadaikan,ada dua pendapat dari
kalangan ulama.mayoritas ulama,selain Syafi’yah berpendapat bahwa orang yang menggadaikan
tidak boleh mamanfaatkan barang gadaian.Sementara kalangan syafi’yah memperbolehkan pihak
yang menggadaikan memanfaatkan barang gadaian selama tidak menimbulkan perselisihan
dengan pihak penerima gadai 12

Kalangan hanafitah berpendapat bahwa pihak yang menggadaikan tidak boleh memanfaatkan
barang yang telah digadaikannya,apapun jenis dan bentuk barang tersebut,baik kendaraan,tempat
tinggal dan lainnya,kecuali penerima gadai mengizinkannya.Hal ini juga berlaku bagi penerima
gadai,dia tidak diperbolehkan memanfaatkan barang gadai atau jaminan kecuali diizinkan oleh
pihak yang menggadaikan, argumentaso kalangan Hanafiyah,karena hak menahan barang
tersebut berada di tangan penerima gadai13.

Kalangan Hanbaliyah berpendapat senada dengan kalangan Hanafiyah. Mereka tidak


memperbolehkan bagi pihak yang menggadaikan untuk memanfaatkan barang gadai,kecuali
seiizin pihak penerima gadai. Karena barang gadaian pada dasarnya sedang dalam penahanan di

11
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), h.197-198.
12
Wahbah al-Zuhaili,al-Fiqih al-Islami….,VI/131.
13
Ibid.,V/132
1
1
tangan penerima gadai,maka pemilik barang atau pihak yang menggadaikan tidak boleh
memanfaatkannya. 14

Kalangan Malikiyah lebih ekstrim,bagi pihak yang menggadaikan tidak boleh memanfaatkan
barang gadaian,meskipun pihak penerima gadai mengizinkannya. Izin yang diberikan pihak
penerima gadai itu membatalkan gadai. Bagi Malikiyah,memang manfaat barang gadaian
menjadi hak bagi pemilik barang,namun,ia harus menyerahkannya kepada penerima gadai.
Sementara kalangan syafi’iyah berpendapat bagi pihak pemilik barang berhak atas manfaat
barang miliknya. Apa yang dihasikan dari barang gadaian juga menjadi hak pemilik barang 15.

Kalangan hanafiyah berpendapat bahwa penerima gadai tidak diperbolehkan memanfaatkan


barang gadai apa pun bentuknya,kecuali mendapatkan izin dari pemilik barang. Apabila pihak
penerima gadai memanfaatkannya,maka hukumnya sama dengan gasab. 16

Pendapat kalangn syafi’iyah secara garis besar sama dengan pendapat klangan Malikiyah.
Penerima gadai tidak boleh memanfaatkan barang gadaian. Pendapat ini berdasarkan hadis Nabi
Saw yaitu:“Barang gadai tidak dapat hangus. Gadai adalah hak milik debitur(yang
berutang),miliknyalah keuntungan dan tanggung jawabnya pula kerugiannya.”

Kalangan Hanbaliyah berpendapat,apabila barang gadaian merupakan barang yang tidak


membutuhkan biaya perawatan,maka penerima gadai tidak boleh memanfaatkannya tanpa seizin
pihak yang menggadaikan,karena barang gadaian dan apa yang dihasilkannya adalah milik pihak
yang menggadaikan. Apabila barang gadaian membutuhkan perawatan dan pemeliharaan,seperti
binatang ternak,maka pihak penggadai boleh memanfaatkannya.

E. Implementasi Rahn dalam Lembaga Keuangan Syariah

Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian,terutama untuk membantu


nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang mendesak. Terkait dengan rahn dalam
praktik perbankan syariah,bank tidak menarik manfaat apa pun,kecuali biaya pemeliharaan dan
keamanan atas barang yang digadaikan. Akad rahn pun diaplikasikan utuk memenuhi permintaan
bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah. 17

14
Ibid.
15
Ibid, V/132-133.
16
Anonim,majma’al-Anhar fi Syarh Mulataqa al-Abhar,(Digital Library,al-Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-
Sani,2005),VIII/321.
17
Veithzal Rivai dan andria *ermata Veithzal,Islamic Financial Management:Teori,konsep dan Aolikasi Panduan
1
2
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap,artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral)
terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang
nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.

Di beberapa negara islam termasuk di antaranya Makaysia,akad rahn telah dipakai alternatif
dari penggadaian konvensional. Bedanya dipungut dari nasabah adalah biaya
penitipan,pemeliharaan,penjagaan,serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan
bunga pegadaian adalah sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda,sedangkan biaya
rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka. 18

Alur praktik rahn dalam Lembaga Keuangan Syariag umumnya adalah sebagai berikut:

a. nasabah menyerahkan jaminan(marhun) kepada bak syariah (murtahin).jaminan ini


berupa barang bergerak.

b. Akad pembiayaan dilaksanakan antara rahn (nasabah) dan murtahin (bank syariah).

c. Setelah kontrak pembiayaan ditandatangani,dan agunan diterima oleh bank syariah,maka


bank syariah mencairkan pembiayaan.

d. Rahin melakukan pembiayaan kembali dengan fee yang telah disepakati.fee ini berasal
dari sewa tempat dan biaya untuk pemeliharaan agunan. 19

Praktik rahn dalam Lembaga Kuangan syariah (LKS) dapat disimplifikasikan sebagai berikut:

a. Melalui bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak
mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan
rusak atau cacat,maka nasabah harus bertanggung jawab.

b. Apabila nasabah wanprestasi,bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan


atas perintah hakim.

c. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil
penjualan melebihi kewajibannya,maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah.

Praktis untuk lembaga keuangan,Nasabah,Praktisi dan Mahasiswa.(Jakarta:rajawali Pers,2008).


18
Muhamd Syafi’i Antonio,Bank Syariah Dari ke praktik,(Jakarta:Gema Insani,2001),h.130
19
Imail,Perbankan Syariah, (Jakarta:Prenada Media Group ,2011)h.212
1
3
d. Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya,nasabah menutupi
kekurangannya. 20

20
Heri Sudarsono,Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,(Yogyakarta:Ekonosia.2012),h.82.
1
4
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

a. Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan dijadikannya barang yang mempunyai
nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan hingga orang yang bersangkutan
boleh mengambil utang Rahn itu hukumnya Jaiz atau boleh berdasarkan Alquran surah
al-baqarah ayat 283 as-sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ijma' para ulama
dan fatwa dewan Syariah nasional Majelis Ulama Indonesia aspek hukum keperdataan
Islam atau fiqih muamalah selalu mempersyaratkan rukun dan syarat sah dalam setiap
transaksi salah satunya dalam transaksi gadai Syariah serta hak dan kewajibannya

Rahn memiliki rukun yakni

1. rahim

2. murtahin

3. marhun

4. sigat

Rahn memiliki unsur yakni

barang itu sah milik rahim dan berkuasa atas barang tersebut marhun tersebut harus jelas
ukuran sifat jumlah dan nilainya nilai marhun ditentukan berdasarkan nilai real pasar
marun bisa dipegang atau dikuasai langsung secara hukum positif pemilik boleh
menggunakan atau memanfaatkan marhun namun penggunaannya tidak mengurangi
nilai atau harta dan apabila markun mengalami kerusakan atau cacat ketika digunakan
maka rahim wajib memperbaikinya atau menggantinya

b. Di pegadaian Syariah Rahn di aplikasikan berdampingan dengan akad Ijarah sedangkan


Ruhn layak untuk dijadikan akad jaminan bagi akad pembiayaan di bank syariah Rahn
dapat diterapkan sebagai salah satu lembaga jaminan dengan berpegangan pada prinsip
syariah.

15
B. SARAN

a. Selama ini Pegadaian syariah dalam menerima barang gadai masih terbatas pada barang
yang bergerak saja padahal menurut pandangan syara kategori barang jaminan yang
dapat digadaikan adalah barang bergerak dan barang yang tidak bergerak mengingat
perkembangan kebutuhan yang ada pada masyarakat menurut penulis sudah waktunya
bagi Pegadaian syariah dalam hal menerima barang yang dijadikan jaminan tidak hanya
terbatas pada barang bergerak saja tetapi juga barang yang tidak bergerak

b. Bank syariah mempunyai lembaga jaminan perorangan maupun kebendaan dikarenakan


bank syariah merupakan bagian dari sistem perbankan nasional agar di bank syariah
lebih menunjukkan sistem syariahnya maka gadai Syariah seharusnya diterapkan di
semua bank syariah mengingat lembaga gadis Syariah merupakan lembaga jaminan asli
berdasarkan Syariah

16
DAFTAR PUSTAKA

Afif muhammad. Fikih (edisi 3). PT Grafindo Media Pratama.2006.

Andi Ali Akbar,.Prinsip-Prinsip Dasar Transaksi Syariah, Blogagung, Karangdoro, Tegalsari,


Banyuwangi. Jawa Timur: Yayasan PP Darussalam. 2014.

Muhammad bin Ismail Abu Abdulah Al-Bukhari,Shohih al-Bukhari, Digital Library,al-Maktabah


al-Syamilah al-Isdar al-Sani,2005.

Muhammad Syafi’i Antonio,Bank Syariah dari teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,2001.

Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin,Islamic Financial Management: Teori,konsep,dan Aplikasi


PanduanPraktis untuk Lembaga Keuangan,Nasabah,Praktisi dan mahasiswa,Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2008.

Ismail,Perbankan Syariah,Jakarta:Prenada Media Group,2011.

Heri Sudarsono,Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deksripsi dan Ilustrasi,


(Yogyakarta:Ekonosia,2012)

Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al Bukhari,shohih al- Bukhari....,IX/222,hadis nomor


2512

Al-Quduri,al-jauharah al-Nayirah, (Digital Library maktabah al-syamilah Al-isdar al-sani,2005).

M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan ,Kesan dan keserasian al- Qur’an vol. 2 (jakarta
: Lentera Hati 2005).

17

Anda mungkin juga menyukai