Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Bank Koperasi Asuransi Syariah

Oleh:
Fhajry faizrafha
XI IPA 2

Pembimbing:
Miftahul hidayati s.ag

SMKN 2 PADANG PANJANG


TP. 2023-2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ Bank, Koperasi, Asuransi syariah” tepat waktu. Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata pelajaran PAI.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibuk Miftahul hiyati sebagai guru mata
pelajaran PAI, yang selalu menambah pengetahuan dan wawasan penulis, serta
memberikan motivasi yang bermanfaat bagi penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan


maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan
rendah hati menerima kritik dan saran dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini.

Penulis berharap, semoga makalah yang disusun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Penulis
FHAJRY
FAIZRAFHA

2
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................................3

BAB 11 PEMBAHASAN.......................................................................................................6

1.1 Bank syariah

A.Devinisi bank syariah.........................................................................................................6

B.Dasar hukum Bank syariah...............................................................................................6

C.Jenis usaha Bank syariah...................................................................................................7

D.Fungsi Bank syariah...........................................................................................................6

1.2 Koperasi syariah

A.Devinisi Koperasi................................................................................................................6

B.Dasar hukum Koperasi......................................................................................................6

C.Unsur Koperasi..................................................................................................................7

D.perbedaan koperasi syariah dengan Koperasi konvensional ........................................6

1.3 Asuransi syariah

A.Devinisi Asuransi................................................................................................................6

B.Dasar hukum syariah.........................................................................................................6

C. Prinsip Koperasi...............................................................................................................7

BAB III PENUTUP................................................................................................................19

1.1 Penutup...........................................................................................................................19

3
1.2 Saran...............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................2

BAB I
PEMBAHASAN

2. 1 Bank Syariah
A.Devinidi Bank syariah

Secara bahasa dan istilah, pengertian bank syariah adalah lembaga keuangan yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Secara lebih spesifik, kata-kata
dalam pengertian tersebut memiliki makna sebagai berikut:
1. Bank: Bank adalah institusi keuangan yang menyediakan berbagai layanan
keuangan, termasuk penyimpanan, peminjaman, dan investasi.
2. Syariah:Istilah “syariah” merujuk pada hukum Islam, yang mencakup pedoman
dan prinsip yang mengatur aspek-aspek kehidupan, termasuk ekonomi.
Jadi, secara bahasa dan istilah, “bank syariah” merujuk pada lembaga keuangan yang
berfungsi dalam kerangka hukum dan prinsip ekonomi Islam, dengan menghindari riba
(bunga) dan beroperasi sesuai dengan nilai-nilai etika Islam.

B.Hukum Bank syariah


Mengingat bahwa setiap umat manusia dalam mengisi dan
menjalanikehidupannya, perlu melakukan pengendalian dan mengetahui batasan
berupa jalurhukum atau syariat islam yang harus dipedomaninya sesuai dengan Al-
Quran,Sunnah dan Ijma’ (Rivai 2013: 1)
A. Al-Quran
Sistem syariah islam adalah sistem terbaik ciptaan Allah SWT yangharus diikuti
sesuai dalam Al-Quran surah (An-Nisaa:29).Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu salingmemakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalanperniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Danjanganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
MahaPenyayang kepadamu. (An-Nisaa:29).
B. Hadis

4
Dari hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no.2936, dalam kitabAl-Buyu, dan
hakim yang bermaksud : dari Abu Hurairah, Rasulullah saw.Bersabda,
“Sesungguhnya Allah Azza wa jalla berfirman,’Aku pihak ke tiga16dari dua orang
yang berserikat selama salah satunya tidak menghianatilainya.”(HR Abu Dawud
no.2936, dalam kitab Al-buyu, dan hakim).Hadis qudsi tersebut menunjukan
kecintaan Allah kepada hamba- hambanya yang melakukan perkongsian selama
saling menjunjung tinggiamanat kebersamaan dan menjauhi penghianatan.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al-Mughni, telah berkata, “Kaummuslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara gelobalwalaupun terhadap
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.
D.negara
Adapun dasar hukum tentang bank syariah di Indonesia diatur dalam UU Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian diubah dengan UU Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Sesuai dengan perkembangannya, kemudian pada tahun 1998 UU Nomor 7 Tahun


1992 tentang Perbankan ini diamandemen dengan UU Nomor 10 Tahun 1998.

Berbeda dengan UU sebelumnya, pada UU Nomor 10 Tahun 1998 ini mengatur


secara jelas bahwa baik bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dapat
beroperasi dan melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Nah, UU Nomor 10 Tahun 1998 ini yang kemudian menjadi landasan hukum
operasional perbankan syariah.

Selanjutnya pada tahun 2008 terbitlah UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terdiri dari 13 bab dengan 70 pasal yang mengatur tambahan
beberapa prinsip baru antara lain tentang tata kelola (corporate governance),
prinsip kehati-hatian (prudential principles), manajemen risiko (risk management),
penyelesaian sengketa, otoritas fatwa, komite perbankan syariah, pembinaan dan
pengawasan bank syariah.

C.Jenis jenis usaha bank syariah

5
1. Penghimpunan dana
a. Penghimpunan Dana dengan Prinsip Wadiah
Wadiah adalah titipan dari satu pihak ke pihak yang lain baik sebagai individu
maupun atas nama badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh
penerima titipan kapan pun pihak yang menitipkan hendak mengambilnya.

Adapun prinsip wadiah yang lazim dipergunakan oleh bank syariah adalah wadiah
yad dhamanah yaitu kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
giro dan tabungan.

2. Penyaluran dana

Berbeda dengan bank konvensional yang menyalurkan dana kepada masyarakat dalam
bentuk pinjaman (utang yang disertai bunga) maka bank syariah menyalurkan dana
kepada masyarakat dalam bentuk jual beli, investasi, dan sewa-menyewa.

3. Jasa pelayanan

Jasa pelayanan yang ditawarkan oleh bank syariah berdasarkan pada 4 akad,
yaitu:

a. Wakalah
Wakalah yaitu serah terima dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan
sesuatu yang tidak dapat ia lakukan. Dalam hal melaksanakan perwakilan ini, seseorang
tidak bisa mewakilkan lagi amanah tersebut kepada orang lain.

b. Hawalah
Hawalah yaitu transaksi yang timbul karena salah satu pihak memindahkan
tagihan utang seseorang kepada orang lain yang menanggungnya.

c. Kafalah
Kafalah yaitu pemberian jaminan yang dilakukan oleh pihak pertama, kepada
pihak kedua, di mana pihak pertama bertanggungjawab kembali atas pembayaran suatu
barang yang menjadi hak pihak kedua.

d.Rahn

6
Rahn yaitu menahan aset (harta) nasabah sebagai agunan atau jaminan tambahan
pada pinjaman yang diberikan. Dalam perekonomian konvensional rahn sama dengan
gadai.
Demikian penjelasan lengkap mengenai pengertian bank syariah, lengkap dengan
dasar hukum dan jenis usahanya.

D. Fungsi Bank syariah


Fungsi Penghimpunan Dana (Manajer Investasi)
Dalam hal penghimpunan dana, terutama dana mudharabah, bank syariah
bertindak sebagai shahibul maal atau manajer investasi dari kumpulan dana
nasabah.
Sebagai manajer investasi, bank harus mengelola dana tersebut dengan tepat,
memakai prinsip kehati-hatian, dan profesional. Sebab, pengelolaan tersebut
dapat menentukan tinggi atau rendahnya bagi hasil yang akan diterima oleh
nasabah sebagai pemilik dana.
Fungsi Pemilik Dana (Investor)
Selain penghimpun kumpulan dana nasabah, perbankan syariah juga berfungsi
sebagai pemilik dana atau investor. Kegiatan investasi yang dilakukan oleh bank
syariah harus dilakukan pada sektor yang produktif dan minim risiko.
Kemudian, instrumen investasi juga haruslah yang diperbolehkan dalam syariat
Islam saja. Jenis akad yang memerlukan fungsi ini antara
lain mudharabah, musyarakah, murabahah, hingga ijarah.
Fungsi Penyedia Jasa Keuangan
Fungsi bank syariah ini tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional, yaitu
sebagai penyedia berbagai layanan transaksi keuangan. Jasa keuangan yang
disediakan seperti layanan transfer, kliring, inkaso, payroll, dan bank garansi.
Layanan yang disediakan oleh perbankan syariah dapat disesuaikan dengan
kebutuhan nasabah.
Fungsi Sosial
Fungsi terakhir dari bank syariah adalah menjalankan aktivitas sosial. Salah
satunya sebagai lembaga baitul mal di mana perbankan syariah dapat menerima
dana yang berasal donasi zakat amal (zakat, infak, sedekah, wakaf, dan hibah)
nasabahnya.
Dana yang diperoleh dari nasabah kemudian disalurkan kepada pengelola wakaf
(nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Nah, fungsi ini menjadi kelebihan
bank syariah yang tidak dimiliki perbankan konvensional.
Tak hanya itu, fungsi sosial yang dijalankan oleh perbankan syariah juga dapat
dilakukan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). Bank

7
melaksanakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab sosial
perusahaan.

2. 2 Asuransi Syariah
1. Definisi asuransi syariah
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie. Dalam hukum
Belanda,disebut verzekering yang artinya pertanggungan. Dari istilah assurantie
ini,kemudian timbul istilah assuradeur yang berarti penanggung dan
geassureerdeyang berarti tertanggung.5Secara umum, definisi asuransi adalah
perjanjian antara penanggung (perusahaanasuransi) dengan tertanggung (peserta
asuransi) yang dengan menerima premi daritertanggung, penanggung berjanji akan
membayar sejumlah pertanggunganmanakala tertanggung :a) Mengalami kerugian,
kerusakan atau kehilangan atas barang/kepentinganyang diasuransikan karena
peristiwa tidak pasti dan tanpa kesengajaan; danb) Didasarkan hidup atau matinya
seseorang. Secara baku, definisi asuransi ataupertanggungan menurut UU Asuransi
adalah penjanjian antara dua pihak ataulebih, dengan mana pihak penganggung
mengikatkan diri kepadatertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikanpenggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangankeuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatuperistiwa
yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yangdidasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.6Istilah asuransi dalam
konteks asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lainat-ta’min, takaful dan
islamic insurance. Istilah-istilah tersebut secara substansialtidak jauh berbeda dan
mengandung makna yang sama, yakni pertanggungan(saling menanggung).7Asuransi
dalam bahasa Arab disebut at-ta’min. Penanggung disebut mu’amminsedangkan
tertanggung disebut mu’ammin Lahu atau musta’min. At-Ta’mindiambil dari kata
amana yang memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan,rasa aman dan bebas
dari rasa takut, sebagaiman firman Allah SWT:“Dan (Allah) mengamankan mereka
dari ketakutan” (QS. Al Quraisy ayat 4)Men-ta’min-kan sesuatu artinya adalah
seseorang membayar/menyerahkan uangcicilan agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana telahdisepakati, atau mendapatkan ganti
terhadap hartanya yang hilang.8Istilah lain yang sering digunakan untuk asuransi
syariah adalah takaful. Katatakaful berasal dari takafala-yatakafulu, yang secara
etimologi berarti menjaminatau saling menanggung. Takaful dalam pengertian
muamalah ialah salingmemikul risiko di antara sesama sehingga antara satu dengan
yang lainnyamenjadi penanggung atas risiko yang lainnya. Saling pikul risiko ini
dilakukanatas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
2. Dasar hukum asuransi syariah
Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki dasar hukum yang
didasarkan pada hukum Islam, mulai dari Al-Qur’an, hadis, ijma, qiyas, serta fatwa
dari para ulama. Berikut ini adalah beberapa dasar hukum asuransi syariah yang
berlaku di Indonesia.

8
Dasar hukum di dalam Al Quran dan Islam
Dasar hukum yang pertama bagi asuransi syariah tentu saja adalah Alquran, sebagai
sumber hukum tertinggi bagi umat Islam. Di dalam Alquran terkandung ayat-ayat
yang sejalan dengan prinsip asuransi syariah seperti kerja sama, saling tolong-
menolong, serta semangat dalam mempersiapkan masa yang akan datang.

Adapun dalil tentang tolong menolong tertera dalam QS. Al-Maidah ayat 2 yang
artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Dasar hukum menurut fatwa MUI


Selain Al Quran, hukum asuransi syariah di Indonesia juga berpegang pada fatwa
MUI (Majelis Ulama Indonesia). Asuransi syariah muncul di Indonesia untuk
menjawab kebutuhan masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Asuransi syariah
juga hadir sebagai alternatif solusi dari asuransi konvensional yang dianggap
bertentangan dengan hukum Islam. MUI mengeluarkan fatwa mengenai asuransi
syariah pertama kali pada tahun 2001.

Secara khusus, aturan mengenai asuransi syariah di Indonesia berupa Fatwa DSN
(Dewan Syariah Nasional) MUI. Beberapa fatwa DSN tentang asuransi syariah yang
berlaku di Indonesia antara lain:

Fatwa N 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada


Asuransi Syariah.

Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi
Syariah dan Reasuransi Syariah.

Fatwa No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

Dasar hukum menurut Peraturan Menteri Keuangan

9
Selanjutnya, asuransi syariah juga diatur oleh aturan dari Menteri Keuangan
Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa asuransi syariah sudah diakui dan
resmi beroperasi di Indonesia. Asuransi syariah diatur secara khusus melalui
Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 18/PMK.010
3. Unsur asuransi syariah

1. Insured (Pihak Tertanggung)


Definsi dari unsur yang pertama ini adalah, seseorang atau badan atau organisasi
yang berjanji untuk membayar sejumlah uang (premi) kepada pihak penanggung.
Pembayaran ini bisa dilakukan secara berturut-turut (diangsur) atau sekaligus
tunai. Dengan membayar premi ini maka pihak insured akan mendapatkan hak
mendapatkan klaim asuransi. Bersama dengan hak tersebut melekat juga
kewajiban untuk tetap membayar premi sesuai dengan kesepakatan.

2. Insure (Pihak Penanggung)


Sesuai dengan definisinya, maka unsur yang kedua ini adalah badan atau lembaga,
atau organisasi tertentu yang dalam skema perjanjian akan membayarkan
sejumlah uang (bisa disebut sebagai uang santunan atau penggantian) baik secara
berangsur-angsur ataupun secara tunai (sekaligus), kepada pihak pertama apabila
terjadi sesuatu hal yang terjadi sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Hak insure adalah mendapatkan pembayaran premi. Sedangkan kewajibannya
adalah membayar sejumlah uang sesuai klaim yang ada dalam skema perjanjian.

3. Objek Asuransi
Unsur yang ketiga ini meliputi antara lain : benda, beserta hak dan atau
kepentingan yang melekat pada benda tersebut, hal yang terkait dengan nyawa,
bagian tubuh (termasuk kesehatan) serta lainnya yang termasuk dalam objek
asuransi sesuai dengan yang dijanjikan pihak insure (uang pensiun, pendapatan
bulanan serta lainnya). Dimana pihak insured membayar uang premi dengan
tujuan bebas dari risiko kerusakan, kehilangan, serta kerugian lainnya.

4. Peristiwa Asuransi
Secara definitif unsur keempat ini bisa dijabarkan sebagai satu peristiwa tidak pasti
(evenement) yang mengancam objek asuransi, dan didalamnya terjadi persetujuan
antara pihak insure dan insured sehingga menjadi satu perbuatan hukum berupa
kesepakatan antara kedua belah pihak.

5. Masa Tunggu
Banyak orang yang berpikir asuransi bisa langsung dipakai, misalnya bila
mendaftar hari ini maka besok bila ada kecelakaan akan terganti oleh asuransi. Hal
tersebut keliru karena dalam asuransi, ada yang dikenal dengan masa tunggu.

10
Secara sederhana, ada periode waktu sebelum asuransi tersebut bisa benar-benar
menjamin pihak insured. Biasanya masa waktu pada asuransi selama 30 hari.

4. Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional


1. Prinsip
Asuransi syariah dan konvensional memiliki prinsip yang berbeda. Asuransi syariah
menganut prinsip tabarru (gotong royong), mudharabah (bagi hasil), dan wakalah
(perwakilan). Berikut arti dari masing-masing prinsip tersebut:

Prinsip tabarru berarti setiap peserta memberikan sumbangan untuk membantu peserta
lain dalam kelompoknya yang mengalami kerugian.

Prinsip mudharabah mengacu pada kesepakatan antara perusahaan asuransi syariah


dan peserta untuk berbagi hasil investasi yang dilakukan oleh perusahaan.

Prinsip wakalah merujuk pada peran perusahaan asuransi syariah sebagai perwakilan
peserta untuk mengelola dana yang telah dikumpulkan.

Sementara itu, asuransi konvensional menggunakan prinsip indemnity (ganti rugi),


subrogation (subrogasi), dan utmost good faith (kesetiaan yang paling tinggi). Berikut
arti dari masing-masing prinsipnya:

Prinsip indemnity berarti perusahaan asuransi akan membayar sejumlah uang setara
dengan kerugian yang diderita oleh peserta.

Prinsip subrogation mengacu pada hak perusahaan asuransi untuk mengambil alih hak-
hak peserta dalam proses klaim.

Prinsip utmost good faith merujuk pada kepercayaan paling tinggi antara perusahaan
asuransi dan peserta dalam memberikan informasi yang benar dan lengkap.
2. Pengawasan Dana

11
Pengawasan dana asuransi syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan ini bertanggung jawab pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan
transaksi sesuai prinsip syariah. Sedangkan pada asuransi konvensional, pengawasan
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan dikelola oleh perusahaan asuransi
konvensional masing-masing.

3. Akad Perjanjian

Perjanjian yang berlaku dalam asuransi konvensional dan syariah juga berbeda.
Asuransi syariah menggunakan akad tabarru yang bertujuan untuk saling menolong,
sedangkan asuransi konvensional berbasis pada sistem jual-beli.

4. Bagi Hasil

Keuntungan dari pengelolaan dana asuransi syariah akan dibagi secara merata
kepada semua peserta dan perusahaan. Sementara itu, keuntungan pada asuransi
konvensional akan diberikan sepenuhnya kepada perusahaan.

5. Zakat

Oleh karena menganut prinsip Islam, asuransi syariah mewajibkan peserta untuk
membayar zakat dari keuntungan. Berbeda dengan asuransi konvensional, peserta tidak
wajib membayar zakat pada perusahaan.

6. Sistem Kepemilikan Dana

Pada asuransi syariah, dana premi atau kontribusi dimiliki oleh seluruh peserta
asuransi. Perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola dana asuransi yang disimpan.
Berbeda dengan asuransi konvensional, dana premi menjadi milik perusahaan dan bebas
digunakan sesuai perjanjian awal.

7. Dana Hangus

12
Asuransi syariah tidak memberlakukan dana hangus sehingga nasabah dapat
mengambil kembali dana yang sudah dibayarkan. Sedangkan pada asuransi konvensional,
dana akan hangus jika polis berakhir atau nasabah tidak membayar premi.

8. Klaim

Metode pembayaran klaim asuransi syariah dan konvensional juga berbeda.


Pembayaran klaim asuransi syariah dilakukan melalui pencairan dana tabungan bersama.
Tentu metode ini tidak lepas dari prinsip dasar asuransi syariah yaitu saling tolong-
menolong antar nasabah. Pada asuransi konvensional, dana bisa langsung dicairkan dari
rekening perusahaan asuransi.

9. Surplus Underwriting

Surplus underwriting asuransi syariah akan dibagi secara prorata kepada para
nasabahnya. Prinsip ini tidak ada pada asuransi konvensional sehingga jenisasuransi ini
tidak memberlakukan pengembalian dana keuntungan.

10. Pengelolaan Risiko

Risiko pada asuransi syariah dibebankan pada perusahaan dan peserta secara
bersama-sama karena berbasis prinsip tolong-menolong. Pada asuransi konvensional,
risiko ditransfer kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung dalam perjanjian polis.

11. Pemegang Polis

Asuransi syariah didaftarkan untuk satu keluarga agar dapat memiliki manfaat
bersama, sedangkan pada asuransi konvensional hanya ditujukan kepada pemegang polis.

2. 3 Koperasi syariah

1. Definisi koperasi syariah

13
Pengertian Koperasi Syariah
Apa yang dimaksud dengan koperasi syariah? Pengertian koperasi syariah adalah bentuk koperasi
yang memiliki prinsip, tujuan, dan kegiatan usahanya berdasarkan syariah Islam, yaitu Al-quran dan
Assunah.

Secara umum, koperasi ini merupakan badan usaha koperasi yang menjalankan aktivitas usahanya
berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Semua unit usaha, produk, dan operasional koperasi ini
dilakukan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia.

Dengan begitu, di dalam operasional koperasi ini tidak akan ditemukan unsur-unsur riba, masyir, dan
ghara. Selain itu, badan usaha ini juga tidak diperkenankan untuk melakukan berbagai transaksi
derivatif seperti halnya lembaga keuangan syariah lainnya.

Tujuan koperasi syariah adalah untuk membantu meningkatkan para anggotanya dan juga
kesejahteraan masyarakat secara umum, serta membangun perekonomian Indonesia sesuai prinsip-
prinsip Islam.

Koperasi Syariah Menurut Para Ahli


Agar lebih memahami apa itu koperasi syariah, maka kita dapat merujuk pada pendapat beberapa ahli
berikut ini:

1. Ahmad Ifham
Ahmad Ifham (2010), pengertian koperasi syariah adalah usaha koperasi yang meliputi semua kegiatan
usaha yang halal, baik, bermanfaat, serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil, dan tidak
mengandung riba.

2. Soemitra
Menurut Soemitra (2009), arti koperasi syariah adalah suatu lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan sistem bagi hasil, guna menumbuh-kembangkan usaha mikro dan kecil
anggotanya sehingga mampu mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir
miskin.

3. Nur S. Buchori
Menurut Nur S. Buchori (2008), pengertian koperasi syariahh adalah jenis koperasi yang
mensejahterakan ekonomi para anggotanya sesuai norma dan moral Islam dan berguna untuk
menciptakan persaudaraan dan keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

14
4. Kementrian Koperasi UKM
Menurut Kementrian Koperasi UKM RI tahun 2009 pasal 1, koperasi syariah adalah suatu bentuk
koperasi yang segala kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, simpanan, sesuai dengan pola
bagi hasil (Syariah), dan investasi.

2. Definisi landasan koperasi syariah

Lebih lanjut, landasan Koperasi Syariah, antara lain: 1) Koperasi syariah


berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 2) Koperasi syariah
berazaskan kekeluargaan dan; 3) Koperasi syariah berlandaskan syariah islam yaitu
al-quran dan as-sunnah dengan saling tolong menolong (WD·DZXQ) dan saling
menguatkan (takaful). Usaha Koperasi Syariah. Meliputi, semua kegiatan usaha yang
halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil
dan tanpa riba, judi atau pun ketidakjelasan (ghoro). Untuk menjalankan fungsi
perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam
sertifikasi usaha koperasi. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus
sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
dan juga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Prinsi koperasi syariah

Prinsip koperasi syariah mengacu pada nilai-nilai dan prinsip yang sesuai dengan
hukum Islam dalam operasi dan manajemen koperasi. Beberapa prinsip koperasi
syariah meliputi:

Musharakah (Kerja Sama): Koperasi syariah berbasis pada prinsip kerja sama
antara anggota untuk mencapai tujuan bersama.

Mudharabah (Bagi Hasil): Koperasi syariah menggunakan model investasi berbasis


bagi hasil, di mana keuntungan dan kerugian dibagi antara pihak yang berinvestasi
(anggota) dan pengelola (koperasi).

Transparansi dan Keadilan: Prinsip ini menekankan pentingnya transparansi dalam


pengelolaan dana dan keadilan dalam pembagian hasil.

15
Larangan Riba (Bunga): Koperasi syariah tidak boleh menggunakan sistem bunga
dalam transaksi atau peminjaman dana.

Larangan Maysir dan Gharar: Koperasi syariah menghindari praktik spekulatif atau
transaksi yang tidak jelas (gharar) serta perjudian atau aktivitas berisiko tinggi
(maysir).

Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan: Koperasi syariah juga bertujuan untuk


mencapai kesejahteraan sosial dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

Partisipasi Demokratis: Keputusan dalam koperasi syariah diambil secara


demokratis, di mana setiap anggota memiliki hak yang sama.

Pendidikan dan Pelatihan: Koperasi syariah memberikan pentingnya pendidikan dan


pelatihan kepada anggotanya untuk meningkatkan pemahaman tentang prinsip-
prinsip syariah.

Larangan Investasi dalam Aktivitas Haram: Koperasi syariah tidak diizinkan untuk
berinvestasi dalam bisnis atau aktivitas yang dianggap haram dalam Islam, seperti
alkohol, perjudian, atau industri yang menghasilkan riba.

Kepatuhan Hukum Syariah: Koperasi syariah harus memastikan bahwa semua


operasi dan keputusan yang diambil sesuai dengan hukum Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Penulis: Fhajry faizrafha

16
17

Anda mungkin juga menyukai