Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Perbankan Syariah
KELOMPOK 5
Perbankan Syariah 5E
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Besar harapan kami agar pembaca berkenan memberikan umpan balik
berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Aamiin.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Medan, 18 November 2023
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................4
1. Latar Belakang........................................................................................................4
2. Rumusan Masalah..................................................................................................4
3. Tujuan Penelitian....................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
1. Definisi Akuntansi Murabahah...............................................................................6
2. Dasar Hukum Murabahah.......................................................................................7
3. Rukun Akad Murabahah.........................................................................................8
4. Syarat Akad Murabahah.........................................................................................9
5. Jenis Akad Murabahah...........................................................................................9
6. Ketentuan Syar’i Transaksi Murabahah.................................................................9
7. Pengawasan Syari’ah Transaksi Murabahah........................................................10
8. Alur Transaksi Murabahah...................................................................................10
9. Teknik Perhitungan Transaksi Murabahah...........................................................11
10. Penyajian Transaksi Murabahah di Laporan Keuangan...................................12
11. Pengungkapan Transaksi Murabahah...............................................................12
12. Akutansi Transaksi Murabahah........................................................................12
BAB III...........................................................................................................................17
PENUTUP......................................................................................................................17
Kesimpulan..................................................................................................................17
Saran............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terkenal memilki penduduk yang memeluk Islam terbanyak
di dunia. Hal ini memberikan deskripsi bahwa banyaknya Muslim di Indonesia harus
menjalankan syariah Islam di segala aspek kehidupan untuk mendapatkan keridloan Allah SWT
sebagai Tuhan yang dipercayai adalah penguasa Alam Semesta. Saat ini, perbankan syariah
semakin berkembang dan sangat diminati oleh masyarakat umum. Ada penggabungan
bank syariah seperti Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah. Pemerintah
berharap penggabungan ini akan membantu(Lestari et al., 2022). Bentuk dari ketaatan atas
segala apa yang telah di syariahkan Islam haruslah dipatuhi muslim baik dalam ibadah mahdhah
(hablum minallah) maupun ghairumahdhoh (hablum minannas). Bentuk ibadah yang terkait
dengan Allah itu hanya akan dinilai langsung oleh Allah, akan tetapi ibadah yang berhubungan
dengan manusia akan dinilai terlebih dahulu oleh manusia sebelum Allah menilai. Salah satu
ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia adalah dengan bermuamalah (berbisnis/
berjual beli).
Nasional tetapi juga pasar digital dengan berbabagai aspek pemasaran dengan
beranekaragam produk yang bisa diperjualbelikan. Dan sistem pembayaranyapun memiliki
beberapa ketentuan ada yang dengan pembayaran tunai da nada yang kredit (pembiayaan).
Alternatif masyarakat dalam melakukan pembelian dengan jalan kredit (pembiayaan) sering
sekali memilih lembaga keuangan sebagai lembaga intermediet untuk pengadaan dana atau
barang yang dibutuhkan masyarakat.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia sudah mulai dikembangkan sejak Tahun
1992 dengan dirintinsnya Bank Muamalah sebagai pelopor Lembaga Keuangan Syariah dan
kini terdapat begitu banyak Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Islamic Microfinance
Institutions) yang selalu ada untuk mendampingi para pengusaha dalam lingkup UKM. Karena
banyak UKM-UKM yang ada di Indonesia memproduksi produk halal baik untuk kebutuhan
domestik maupun internasional. perwujudan Islamic Microfinance Islamic di Indonesia masih
menganut Badan Hukum Koperasi dengan ruang lingkup yang beraneka macam, ada yang
berbentuk koperasi syariah, Baitul Maal at Tamil (BMT)(Febrian & Mardian, 2017), Unit Usaha
Simpan Pinjam Syariah (UUSPS), Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan
lain-lain. Lembaga Keuangan Mikro Syariah tersebut memiliki fungsi yang sama dengan
Perbankan Syariah, hanya saya dengan level lebih rendah bilamana dibandingkan dengan
Perbankan, karena mereka ada untuk para pengusaha dan entrepreneur dalam lingkup
menengah.
2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Murabahah?
2. Apa dasar hukum Murabahah?
iv
3. Apa rukun dan syarat akad Murabahah?
4. Bagaimana ketentuan syar’i dan pengawasan syariah transaksi murabahah?
5. Bagaimana alur transaksi murabahah?
6. Bagaimana teknik perhitungan dalam transaksi Murabahah?
7. Apa saja penyajian transaksi murabahah di laporan keuangan?
8. Apa langkah cara untuk pengungkapan transaksi murabahah
3. Tujuan Penelitian
1. Sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi penulis dan pembaca
2. Sebagai penyelesaian tugas mata kuliah akuntansi perbankan syariah
v
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Akuntansi Murabahah
Murabahah berasal dari bahasa Arab “ar-ribhu” yang berarti kelebihan dan tambahan
(keuntungan). Sedangkan menurut istilah murabahah dapat diartikan yang dapat diartikan
sebagai transaksi penjualan barang dengan harga perolehan dan keutungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.
Menurut Antonio, pengertian Bai’al Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Imam Nawawi mengartikan jual beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain untuk
dimiliki. Ibnu Qudamah mendefinisikan jual beli sebagai pertukaran harta dengan harta yang
lain untuk dimilikan dan dimiliki.
Produk perbankan Syariah yang ditawarkan kepada konsumen salah satunya adalah
Murahbaha yang selama ini diminati akan konsumen (Nasution, 2021). Murabahah
berdasarkan PSAK 102 (paragraf 5) adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga
perolehan barang tersebut kepada pembeli. Dari definisi murabahah atau jual beli tersebut di
atas dapat dikemukakan bahwa inti jual beli tersebut adalah penjual mendapatkan manfaat
keuntungan dan pembeli mendapatkan manfaat dari benda yang dibeli.
vi
pembeli. Sehingga akan lebih baik jika prosedur operasional perusahaan menyatakan bahwa
diskon setiap akad murabahah adalah hak pembeli.
1. Alquran
a. Surah An-Nisa ayat 29
ِت ِط َّلِذ
آ َم ُنوا اَل َتْأ ُك ُلوا َأْم َو ا َلُك ْم َبْيَن ُك ْم ِباْل َب ا ِل ِإ اَّل َأْن َتُك وَن َج ا َرًة َع ْن َيا َأُّيَه ا ا ي َن
َو اَل َتْق ُتُلوا َأْنُف َس ُك ْم ۚ ِإ َّن ال َّل َه َك ا َن ِبُك ْم َرِح ي ًم ا ۚ َتَر ا ٍض ِم ْن ُك ْم
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
b. Surah Al-Maidah ayat 1
vii
2. Hadis
Dari Abu Said Al Khudri bahwa Rasullullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR Al Baihaqi, Ibnu Majah,
dan shahih menurut Ibnu Hibban).
Rasulullah bersabda, "Ada tiga hal yang mengandung keberkahan: jual beli secara
tangguh, mugadharah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewaout untuk
keperluan rionah tangga bukan untuk dijual." (HR Ibnu Majah dari Shuhaib)
Menurut mazhab Hanafi bahwa ijab adalah menetapkan perbuatan tertentu yang
menunjukkan keridaan yang keluar pertama kali dalam pembicaraan
Salah satu dari dua orang yang mengadakan salah satu dari kedua pihak. Jadi yang
dianggap adalah awal munculnya dan yang kedua saja. Baik yang berasal dari pihak penjual
maupun dari pihak pembeli.
Menurut ulama jumhur, ijab adalah apa yang muncul dari dua orang yang mempunyai
hak dan memberikan hak kepemilikannya meskipun munculnya belakangan. Sedangkan
kabul adalah apa yang muncul dari orang yang akan memiliki barang yang dibelinya
meskipun munculnya di awal.
1. Pelaku
Pelaku harus cakap hukum dan sudah baligh, sehingga jual beli dengan orang gila menjadi
tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya.
viii
3. Ijab Kabul
Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak – pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
1. Syarat orang yang berakal Orang yang melakukan jual beli harus memenuhi:
- Berakal. Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil dan orang gila
hukumnya tidak sah. Menurut jumhur ulaman bahwa orang yang melakukan akad
jual beli itu harus telah baligh dan berakal.
- Yang melakukan akad jual belin adalah orang yang berbeda.
2. Syarat yang berkaitan dengan ijab kabul
Menurut para ulama fiqih, syarat ijab dan kabul adala
- Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal,
- Kabul sesuai dengan ijab,
- Ijab dan kabul itu dilakukan dalam satu majelis.
3. Syarat barang yang dijualbelikan Syarat barang yang diperjualbelikan, yaitu :
- Barang itu ada atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut.
- Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
- Milik seseorang, baran yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak bpleh
dijualbelikan.
- Boleh diserahkan saat akad berlangsung dan pada waktu yang desepakati bersama
ketika transaksi berlangsung.
1. Murabahah dengan pesanan Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian
barang setelah ada pesanan dari pembeli. Dalam hal ini, pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang telah dipesannya.
Jika bersifat mengikat, maka pembeli harus membeli barang yang dipesannya tersebut
dan tidak dapat dibatalkan. Dalam murabahah pesanan mengikat, jika aset murabahah
yang telah dibeli oleh penjual dari produsen (supplier) mengalami penurunan nilai
sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut akan menjadi beban
penjual dan tentu saja akan mengurangi nilai akad.
2. Murabahah tanpa pesanan, yang tentu saja bersifat tidak mengikat
ix
6. Ketentuan Syar’i Transaksi Murabahah
Pembolehan penggunaan murabahah didasarkan pada Alquran surah Al-Baqarah ayat 275
yang menyatakan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Selain itu, ada pula hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi sebagai berikut.
Dari Shuaib Ar Rumi R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah.”
Ketentuan syar’i terkait dengan transaksi murabahah, digariskan oleh fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tersebut membahas tentang ketentuan umum
murabahah dalam bank syariah, ketentuan murabahah kepada nasabah, jaminan, utang dalam
murabahah, penundaan pembayaran, dan kondisi bangkrut pada nasabah murabahah. Secara
spesifik, ketentuan syar’i tersebut akan dibahas pada bagian rukun transaksi murabahah berikut.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS, menuntut bank syariah untuk hat
hati dalam melakukan transaksi jual beli murabahah dengan para nasabah. Di samping itu, hank
juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan
DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan
x
Kedua, Bank sebagai penjual selanjutnya mempelajari kemampuan nasabah dalam
membayar piutang murabahah. Apabila rencana pembelian barang tersebut disepakati
oleh kedua belah pihak, maka dibuatlah akad murabahah. Isi akad murabahah
setidaknya mencakup berbagai hal agar rukun murabahah dipenuhi dalam transaksi jual
beli yang dilakukan.
Ketiga, setelah akad disepakati pada murabahah dengan pesanan, bank selanjutnya
melakukan pembelian barang kepada pemasok. Akan tetapi, pada murabahah tanpa
pesanan, bank dapat langsung menyerahkan barang kepada nasabah karena telah
memilikinya terlebih dahulu. Pembelian barang kepada pemasok dalam murabahah
dengan pesanan dapat diwakilkan kepada nasabah atas nama bank. Dokumen pembelian
barang tersebut diserahkan oleh pemasok kepada bank
Keempat, barang yang diinginkan oleh pembeli selanjutnya diantar oleh pemasok
kepada nasabah pembeli.
Kelima, setelah menerima barang, nasabah pembeli selanjutnya membayar kepada
bank. Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah
uang tertentu selama jangka waktu yang disepakati.
Angsuran per bulan bersifat merata dan tetap sepanjang masa pelunasan. Perhitungan
angsuran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut;
= 108.000.000/24
xi
= 4.500.000
3. Perhitungan Pendapatan Margin yang Diakui saat Jatuh Tempo atau Pembayaran Angsuran
Setiap tanggal jatuh tempo, bank syariah akan mengakui adanya pendapatan margin.
Besarnya pendapatan margin yang diakui bergantung pada alternatif pendekatan yang
digunakan.
1. Rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta, kualitas
piutang, jenis penggunaan, sektor ekonomi dan cadangan kerugian penurunan nilai;
2. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang berelasi;
3. Kebijakan dan metode akuntansi untuk pengakuan pendapatan, cadangan kerugian
Penurunan nilai, penghapusan dan penanganan piutang murabahah yang bermasalah;
4. Besarnya piutang murabahah baik yang dibebani sendiri oleh bank maupun secara
bersama- sama dengan pihak lain sebesar bagian pembiayaan bank.
xii
12. Akutansi Transaksi Murabahah
1. Pada saat Negosiasi
Pada waktu negosiasi, bank syariah tidak melakukan jurnal apa pun mengingat
negosiasi tersebut belum memiliki implikasi terhadap posisi keuangan bank syariah.
2. Pengakuan Uang Muka
Uang muka murabahah adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli (nasabah) kepada
penjual (bank syariah) sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual.
Pengakuan dan pengukuran uang muka murabahah adalah sebagai berikut:
1. Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima
2. Jika barang jadi dibeli oleh nasabah, maka uang muka diakui sebagai
pembayaran bagian dari pokok piutang murabahah
3. Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka uang muka dikembalikan kepada
nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya riil yang dikeluarkan oleh
bank
Contoh Kasus:
Tanggal 3 Agustus 2015 Bank Berkah Syariah (BBS) menerima pembayaran uang muka
sebesar Rp20.000.000 dari tuan Ahmad sebagai tanda keseriusannya untuk memesan
barang kepada BBS berupa mobil Avanza. Atas transaksi tersebut BBS melakukan
pencatatan sebagai berikut:
Tanggal 10 Agustus 2015 BBS menyerahkan barang pesanan kepada tuan Ahmad. Atas
kesepakatan transaksi murabahah tersebut maka jurnal uang muka sebagai berikut:
xiii
Pembelian barang pesanan dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu (1) bank
membeli sendiri barang yang dipesan; dan (2) bank mewakilkan kepada nasabah
pembeli membeli barang yang dipesan atas nama bank syariah. Dalam hal ini alternatif
mewakilkan kepada nasabah merupakan hal yang umum diterapkan oleh perbankan
syariah.
4. Saat Akad Murabahah Tidak Jadi Disepakati
Berdasarkan PSAK 102 disebutkan bahwa murabahah berdasarkan pesanan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat untuk pembelian barang yang dipesannya. Hal ini
menunjukkan jika kontrak murabahah tersebut tidak mengikat pembeli untuk membeli
barang yang dipesan, maka pembeli dapat membatalkan pembeliannya. Selanjutnya,
berdasarkan PSAK 102 paragraf 30 disebutkan bahwa jika barang batal dibeli oleh
pembeli, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
Contoh kasus perhitungan akuntansi murabahah paa PT. Trimanisa
PT. Trimanisa adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bangunan yang
memasang plafon rumah, dan menggunakan perhitungan konsep konvensional, pada
kesempatan kali ini saya akan membuat perhitungan pada PT. Trimanisa ke dalam
konteks akad Murabahah, Maka Transaksinya menjadi:
7 November 2020:
PT. Trimanisa menerima pesanan dari konsumen berupa plafon. Atas pesanan tersebut
PT. Trimanisa membeli plafon tersebut pada toko Sumba Jadi dengan harga barang Rp.
21.060.000 Dengan ongkos kirim sebesar Rp. 200.000
12 November 2020
PT. Trimanisa menyetujui permohonan konsumen dengan kesepakatan harga pokok
yang disepekati sesuai perhitungan PT. Trimanisa. Margin yang disepakati 10%. Uang
muka disepekati Rp. 5.000.000 dengan angsuran selama 3 kali.
Perhitungan Pembiayaan Murabahah
xiv
Angsuran selama 3 kali
Pembiayaan murabahah:
Harga pokok 21.260.000
Kentungan disepakati 1.626.000
Harga jual disepakati 22.886.000
Uang muka konsumen 5.000.000
Sisa kewajibab klien 17.886.000
Angsuran:
Harga pokok baranng : 16.260.000/3 = 5.420.000
Margin disepakati : 1.626.000/3 = 542.000
Total angsuran 1 Rp 5962.000
Kas 5.000.000
Utang uang muka 5.000.000
xv
a. Penyerahan barang (akad murabahah)
xvi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam teknis yang terdapat di perbankan syariah, murabahah merupakan akad jual
beli yang terjadi antara pihak bank syariah dengan nasabah. Dalam hal ini, bank syariah
merupakan pihak penyedia barang yang menjual kepada nasabah yang memesan dalam
rangka pembelian barang tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari pihak bank syariah
dalam transaksi ini merupakan keuntungan jual beli yang telah disepakati secara
bersama, dimana dalam hal ini bank selaku penjual harus memberitahu terlebih dahulu
kepada pembeli (nasabah) tentang harga pokok pembelian barang dan menyertakan
jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Pengembangan dari aplikasi pembiayaan murabahah dalam bank syariah, yaitu
dalam hal pengadaan barang. Dalam hal ini, bank syariah menggunakan media akad
wakalah untuk memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang atas nama
bank kepada supplier. Dengan kata lain, nasabah menjadi wakil bank untuk membeli
barang. Kepemilikan barang hanya sebatas sebagai agen dari pihak bank. Selanjutnya,
nasabah memberikan informasi kepada pihak bank bahwa ia telah membeli barang
tersebut, kemudian pihak bank menawarkan barang tersebut kepada nasabah dan
terbentuklah kontrak jual beli, sehingga barang pun beralih kepemilikan menjadi milik
nasabah dengan segala resikonya.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam praktik murabahah pada
perbankan syariah, antara lain: pelanggaran syarat milkiyah, pelanggaran syarat ra’sul
mal ma’lum, dan penempatan akad yang tidak tepat.
Saran
Sebagai makhluk Tuhan manusia diwajibkan untuk bekerja dan berusaha dalam
rangka memenuhi kebutuhan ekonomi kehidupannya. Untuk itu, hendaknya setiap
usahanya yang sesuai dengan apa yang diajarkan di dalam al-Qur’an maupun hadis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan teori yang dikuasai. Namun demikian, penulis
jadikan semua itu sebagai pemicu untuk meningkatkan pada taraf yang lebih baik.
xvii
DAFTAR PUSTAKA
Febrian, R., & Mardian, S. (2017). Penerapan PSAK NO. 102 Atas Transaksi
Murabahah: Studi Pada Baitul Maal Wa Tamwil Di Depok, Jawa Barat. Ikonomika,
2(1), 19–40. https://doi.org/10.24042/febi.v2i1.943
Hidayat, A. T., & Nurhayati, N. (2018). Tinjauan PSAK 102 Penerapan Akuntansi
Murabahah Dalam Pembiayaan Kredit Kepemilikan Rumah. … : Jurnal Riset
Akuntansi & …. http://ejournal.stiedewantara.ac.id/index.php/JAD/article/view/191
Latifah, E. (2021). Kesesuaian Perlakuan Akuntansi Murabahah Dengan Psak Syariah
N0. 102 Pada Islamic Microfinance Intitutions. Al-Musthofa: Journal of Sharia
Economics, 4, 105–119.
http://ejournal.iai-tabah.ac.id/index.php/musthofa/article/view/731
Lestari, D., Sahputra, F., & Adawiyah, R. (2022). Akuntansi Murabahah Dalam
Aplikasinya Pada Perbankan Syariah Sesuai PSAK 102 (Studi Reguler). Jurnal
Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(6), 12342–12346.
http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/10425
Nasution, S. F. (2021). Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syarian di Indonesia.
At- Tawassuth, 10(1), 6.
xviii