Dosen Pembimbing :
WIDHIAN HARDIYANTI, SMB, M.M
Disusun oleh :
1. Hapsari Candra Murti (18.05.52.0053)
2. Helin Fatukaloba (18.05.52.0056)
3. Fatima Azzahra (18.05.52.0059)
4. Rafikul Izza Febrian (18.05.52.0087)
5. Dandy Rizky Nurtanto (18.05.52.0128)
1
Kata Pengantar
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………….………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.0 Simpulan………………………………………………………………. 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
pelaksanaan transaksi skim musyarakah pada Bank Syari’ah tersebut telah sesuai
dengan langkah-langkah yang ditetapkan secara teoritis sehingga dapat diperoleh
hasil seperti yang diharapkan?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif.
Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Jadi secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
7
B. Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah
merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
1. Syirkah al ‘Inan yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra usaha
ikut andil menyertakan modal dan kerja, yang tidak harus sama porsinya,
ke dalam perusahaan. Para ulama sepakat membolehkan bentuk syirkah
ini.
2. Syirkah mufawadhah yaitu usaha komersial bersama dengan syarat
adanya kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan,
pengelolaan, kerja, dan orang. Mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan
bentuk syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i dan Hambali
melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan pada semua
unsurnya, dan banyak mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan.
3. Syirkah al a’maal yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra
usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Jumhur
(mayoritas) ulama, yaitu dari mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali,
membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i
melarangnya karena mazhab ini hanya membolehkan syirkah modal dan
tidak boleh syirkah kerja.
4. Syirkah al wujuh yaitu usaha komersial bersama ketika mitra tidak
mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan
pembayaran tangguh dan menjualnya tunai. Mazhab Hanafi dan Hambali
membolehkan bentuk syirkah ini, sedangkan mazhab Maliki dan Syafi’i
melarangnya.
8
2.3 Rukun, Syarat dan ketentuan dalam Pembiayaan Musyarakah
A. Rukun Akad Musyarakah
Adapun rukun dari akad musyarakah itu sendiri ada 4, yaitu:
1) Pelaku terdiri dari para mitra
2) Objek musyarakah berupa modal dan kerja
3) Ijab qabul
4) Nisbah keuntungan (bagi hasil)
1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
2) Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal
berikut:
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses
bisnis normal.
9
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan
aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
a. Modal
Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu
dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para pihak tidak boleh
meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada
prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
dapat meminta jaminan.
b. Kerja
c. Keuntungan
10
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian
musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika
keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan
kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.
d. Kerugian
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
11
2.5 Mekanisme Pembiayaan Musyarakah dalam Perbankan Syari’ah
Dari sekian banyak jenis musyarakah tersebut diatas hanya syirkah ‘inan
yang paling tepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dimana, bank
dan nasabah keduanya memiliki modal. Modal bank dan modal nasabah
digunakan oleh pengelola sebagai modal untuk mengerjakan proyek. Pendapatan
atau keuntungan yang diperoleh dari proyek dibagikan berdasarkan nisbah yang
telah disepakati bersama.
Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha
dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang
yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan
hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang
dapat dipertanggungjawabkan;
Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati;
Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu
investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
12
Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk
barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net
realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan
bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi
modal masing-masing.
1. Manfaat al-Musyarakah
2. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
3. Bank tidak berkewajiaban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan
atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
4. Pengembalian pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow atau arus
kas usaha nasabah, sehingga tidk memberatkan nasabah.
13
5. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar
halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan
benar-benar terjadi itulah yang akan di bagikan.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabahatau musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu
jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
14
2.8 Penghitungan Pembiayaan Transaksi Musyarakah
Contoh Kasus:
Periode : 6 Bulan
Objek bagi hasil : Laba Bruto (selisih harga jual beras dikurangi
harga jual padi)
Skema pelaporan & pembiayaan porsi bank : Setiap tiga bulan (dua kali masa
panen) pada tanggal 2 Mei dan 2 Agustus 20XA
15
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Selanjutnya pada tgl 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua
sebesar Rp 25.000.000
Jurnal:
16
12/02/XA Db. Pembiayaan Musyarakah 35.000.000
Tgl 2 maret, Bank Syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp 25.000.000
Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama 2 kali masa
panen yang dilaporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA :
17
1 Masa panen I 14.000.000 3.500.000 2 Mei
18
Misalkan pada tgl 2 Agustus 20XA, saat jatuh tempo Bu Nasibah melunasi
investasi musyarakah sebesar Rp 60.000.000. Maka jurnal transaksi tersebut
adalah:
BAB III
PENUTUP
19
3.0 Simpulan
a. Jadi secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
b. Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat dikatakan
bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam, sebagai
dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
c. Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: syirkah ‘Uqud
dan Mutanaqisha.
d. Dari sekian banyak jenis musyarakah tersebut diatas hanya syirkah ‘inan yang
paling tepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dimana, bank
dan nasabah keduanya memiliki modal. Modal bank dan modal nasabah
digunakan oleh pengelola sebagai modal untuk mengerjakan proyek.
Pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari proyek dibagikan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati bersama.
DAFTAR PUSTAKA
20
Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syariah (BI, PAPS) Edisi 2, (Jakarta :
Erlangga, 2014)
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997)
21