Anda di halaman 1dari 21

AKUNTANSI TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Dosen Pembimbing :
WIDHIAN HARDIYANTI, SMB, M.M

Disusun oleh :
1. Hapsari Candra Murti (18.05.52.0053)
2. Helin Fatukaloba (18.05.52.0056)
3. Fatima Azzahra (18.05.52.0059)
4. Rafikul Izza Febrian (18.05.52.0087)
5. Dandy Rizky Nurtanto (18.05.52.0128)

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS STIKUBANK (UNISBANK)
SEMARANG
2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Transaksi Pembiayaan Musyarakah
dengan baik. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dosen Akuntansi Perbankan yang telah membimbing kami dalam proses
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada,
sehingga terbuka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis  sangat memerlukan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca,
terutama dosen untuk penyempurnaan makalah ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, penulis berharap semoga


makalah ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Semarang, 23 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………….………………………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………………….….……….. 3


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penulisan ………………….............................................. ...... ..... .4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Musyarakah……………………………………………..……..5


2.2 Jenis Musyarakah …..……………………………………………….…….6
2.3 Rukun & Syarat Musyarakah .………………………………..……...……8
2.4 Alur Transaksi Musyarakah .. . .…………………………………………10
2.5 Mekanisme Musyarakah…………………………………………..….. ...11
2.6 Manfaat Musyarakah …………………………………………..…. . . . ..12
2.7 Pengawasan Musyarakah …………………………….…………….……13
2.8 Perhitungan Musyarakah ……..………………………………………....14

BAB III PENUTUP

3.0 Simpulan………………………………………………………………. 19

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk


melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu
yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya
seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya,
namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor
yang sudah menjadi sunnatullah.

Total pembiayaan di perbankan syariah masih didominasi oleh jual-beli


(murabahah) sedangkan skim bagi hasil masih rendah. Rendahnya pembiayaan
bagi hasil (musyarakah) jelas bukanlah kondisi ideal yang diinginkan, karena
sektor riil dapat digerakkan melalui pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Prinsip
bagi hasil ini merupakan salah satu prinsip utama dalam kegiatan ekonomi
berbasis syariah.

Sebenarnya peluang bank syariah untuk meningkatkan kinerja dan


usahanya ada pada pengembangan produk pembiayaan bagi hasil, sekaligus
sebagai tantangan bagi bank syariah dalam meningkatkan efektivitas kinerjanya.
Bank-bank syariah seharusnya selain membuat strategi khusus agar porsi
pembiayaan bagi hasil meningkat juga harus disertai upaya-upaya
peminimalisasian kendala-kendala yang dihadapi.

Dalam  tulisan  ini, penulis menjabarkan tentang betapa pentingnya


tantangan dalam pengembangan perbankan syariah antara lain melalui
pengembangan produk pembiayaan khususnya musyarakah, jadi akan dilihat
Bagaimana transaksi skim musyarakah pada perbankan Syari’ah? Dan  apakah

4
pelaksanaan transaksi skim musyarakah  pada Bank Syari’ah tersebut telah sesuai
dengan langkah-langkah yang ditetapkan secara teoritis sehingga dapat diperoleh
hasil seperti yang diharapkan?

Salah satu paradigma keberadaan bank syariah adalah dapat memberikan


sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan ini
bank syariah memposisikan diri sebagai mitra bagi nasabah, sehingga hubugan
bank syariah ini tidak lagi antara kreditur dan debitur melainkan hubungan
kemitraan.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam makalah ini yaitu menjelaskan tentang


Pengertian tentang Transaksi Pembiayaan Musyarakah beserta cara hitung nya.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada


makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan transaksi pembiayaan musyarakah?
2. Siapa saja pelaku yang terlibat dalam transaksi musyarakah?
3. Kapan fatwa pembiayaan musyarakah diberlakukan?
4. Mengapa dibutuhkan pengawasan syariah transaksi musyarakah?
5. Bagaimana cara menghitung jurnal transaksi musyarakah?

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui maksud dari Transaksi Musyarakah.


2. Untuk mengetahui pelaku yang terlibat dalam Transaksi Musyarakah.
3. Untuk mengetahui waktu diberlakukan nya pembiayaan musyarakah.
4. Untuk menjelaskan dasar pengawasan transaksi musyarakah.
5. Untuk mengetahui cara membuat jurnal transaksi musyarakah.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. 2.1 Pengertian Pembiayaan Musyarakah


Musyarakah berasal dari kata syarika yang berarti persekutuan. Secara
etimologi as-syarikah atau al-musyarakah mengndung makna al-ikhtilāt wa al-
imtijāz yaitu percampuran. Dalam lisan al-’Arab disebutkan as-syirkah dan as-
syarikah mengandung makna yang sama mukhalaṭatu as-syarikaini (bercampur
atau bergabungnya dua orang) untuk melalukan kerja sama.

Menurut ulama Malikiyah, Syirkah (musyarakah) adalah suatu izin untuk


bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka.
Dalam mazhab Syafi’i dan Hambali diuraikan bahwa syirkah adalah hak bertindak
hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Sedangkan
mazhab Hanafi mendefinisikan syirkah yang berupa akad yang dilakukan oleh
orang-orang yang bekerjasama dengan modal dan keuntungan. Dikemukakan pula
dengan adanya akad syirkah yang disepakati kedua belah pihak, maka semua
pihak yang mengikat diri berhak bertindak hukum terhadap harta syarikat itu dan
berhak mendapatkan keuntungan sesuai yang disepakati.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000, tanggal 13


April 2000, bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan
usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan
musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontrbusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.

Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.


32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, pasal 28 butir b.2.b. sebagaimana dijabarkan
dalam lampiran 6 bahwa penyaluran dana masyarakat dapat dilakukan dalam
bentuk musyarakah yaitu akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau

6
lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif.
Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Jadi secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Skim musyarakah berbeda dengan sistem bunga dari berbagai aspek.


Dalam bank konvensional, bank membiayai proyek dengan sistem bunga.
Hubungan bank dengan resiko yang mungkin akan menimpa proyek dapat
dipastikan tidak ada. Tanggung jawab hanya dibebankan kepada nasabah. Artinya
jika proyek tidak memperoleh keuntungan, para peminjam tetap berkewajiban
untuk mengembalikan pokok pinjaman berikut bunga kepada pihak bank.
Sedangkan dalam musyarakah, semua tanggung jawab, keuntungan dan kerugian
dibagi secara adil kepada bank, investor dan para penabung sejalan dengan kaidah
fiqh : keuntungan dan kerugian didistribusikan sesuai dengan jumlah modal yang
disertakan.

2.2 Jenis Musyarakah

Al-musyarakah ada dua jenis : musyarakah pemilikan dan musyarakah akad


(kontrak).

A. Musyarakah Pemilikan (Musyarakah Mutanaqisha) tercipta karena


warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset
oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kpemilikan dua orang atau
lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut.

7
B. Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah
merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

Musyarakah akad terbagi menjadi 4 yaitu: al-‘inan, al-mufawadhah, al-a’maal,


al-wujuh.

1. Syirkah al ‘Inan yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra usaha
ikut andil menyertakan modal dan kerja, yang tidak harus sama porsinya,
ke dalam perusahaan. Para ulama sepakat membolehkan bentuk syirkah
ini.
2. Syirkah mufawadhah yaitu usaha komersial bersama dengan syarat
adanya kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan,
pengelolaan, kerja, dan orang. Mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan
bentuk syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i dan Hambali
melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan pada semua
unsurnya, dan banyak mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan.
3. Syirkah al a’maal yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra
usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Jumhur
(mayoritas) ulama, yaitu dari mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali,
membolehkan bentuk syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i
melarangnya karena mazhab ini hanya membolehkan syirkah modal dan
tidak boleh syirkah kerja.
4. Syirkah al wujuh yaitu usaha komersial bersama ketika mitra tidak
mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan
pembayaran tangguh dan menjualnya tunai. Mazhab Hanafi dan Hambali
membolehkan bentuk syirkah ini, sedangkan mazhab Maliki dan Syafi’i
melarangnya.

8
2.3 Rukun,  Syarat dan ketentuan dalam Pembiayaan Musyarakah
A. Rukun Akad Musyarakah
Adapun rukun dari akad musyarakah itu sendiri ada 4, yaitu:
1)      Pelaku terdiri dari para mitra
2)      Objek musyarakah berupa modal dan kerja
3)      Ijab qabul
4)      Nisbah keuntungan (bagi hasil)

B. Syarat Akad Musyarakah

Sedangkan syarat dan ketentuan dalam pembiayaan musyarakah yang


dimuat dalam fatwa DSN no. 8 tentang musyarakah adalah sebagai berikut:

1)      Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan


kontrak (akad).

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan


menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2)      Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal
berikut:

a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.

b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.

c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses
bisnis normal.

9
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan
aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana


untuk kepentingannya sendiri.

3)      Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)

a. Modal

Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya
sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang,
properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu
dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para pihak tidak boleh
meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada
prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
dapat meminta jaminan.

b. Kerja

Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan


musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan
wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus
dijelaskan dalam kontrak.

c. Keuntungan

10
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian
musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika
keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan
kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.

d. Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut


saham masing-masing dalam modal.

4)      Biaya Operasional dan Persengketaan

a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.

b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.

2.4 Alur Transaksi Musyarakah

11
2.5 Mekanisme  Pembiayaan Musyarakah dalam Perbankan Syari’ah
Dari sekian banyak jenis musyarakah tersebut diatas hanya syirkah ‘inan
yang paling tepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dimana, bank
dan nasabah keduanya memiliki modal. Modal bank dan modal nasabah
digunakan oleh pengelola sebagai modal untuk mengerjakan proyek. Pendapatan
atau keuntungan yang diperoleh dari proyek dibagikan berdasarkan nisbah yang
telah disepakati bersama.

Adapun mekanismenya yaitu:

          Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan


bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu
kegiatan usaha tertentu;

           Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha
dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang
yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan
hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang
dapat dipertanggungjawabkan;

           Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati;

           Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu
investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;

           Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang


dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;

           Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk


uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;

12
           Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk
barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net
realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;

           Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana,


dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank
dan nasabah;

           Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam


dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode
Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar
Akad Musyarakah;

           Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan
bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan

           Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi
modal masing-masing.

2.6 Manfaat al-Musyarakah

Terdapat banyak manfaat dari pembiyaan secara musyarakah ini, diantaranya


sebagai berikut.

1. Manfaat al-Musyarakah
2. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
3. Bank tidak berkewajiaban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan
atau hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
4. Pengembalian pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow atau arus
kas usaha nasabah, sehingga tidk memberatkan nasabah.

13
5. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar
halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan
benar-benar terjadi itulah yang akan di bagikan.

Prinsip bagi hasil dalam mudharabahatau musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu
jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

2.7 Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah

Pengawasan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia:

1. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan


oleh bank kepada nasabah.

2. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip


syariah.

3. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian investasi


musyarakah.

4. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.

5. Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan pada modal


bersama musyarakah.

6. Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis


kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah.

14
2.8 Penghitungan Pembiayaan Transaksi Musyarakah

Contoh Kasus:

Pada tanggal 2 Februari 20XA Bu Nasibah menandatangani akad pembiayaan


usaha penggilingan padi (membeli padi, menggiling selanjutnya menjual beras)
dengan Bank Murni Syariah (BMS) dengan skema musyarakah sebagai berikut:

Nilai Proyek : Rp 80.000.000

Kontribusi Bank : Rp 60.000.000 (Pembayaran tahap pertama sebesar Rp


35.000.000 dilakukan tanggal 12 Februari, pembayaran tahap kedua sebesar Rp
25.000.000,- dilakukan tanggal 2 Maret

Kontribusi Bu Nasibah : Rp 20.000.000

Nisbah bagi hasil : Bu Nasibah 75% dan BMS 25%

Periode : 6 Bulan

Biaya Administrasi Bank : Rp. 600.000 (1% dari pembiayaan bank)

Objek bagi hasil : Laba Bruto (selisih harga jual beras dikurangi
harga jual padi)

Skema pelaporan & pembiayaan porsi bank : Setiap tiga bulan (dua kali masa
panen) pada tanggal 2 Mei dan 2 Agustus 20XA

Skema pelunasan pokok : Musyarakah permanen - dilunasi pada saat akad


berakhir tanggal 2 Agustus 20XA

Penjurnalan Transaksi Musyarakah

a) Saat akad disepakati

Bank membuka cadangan rekening pembiayaan musyarakah untuk nasabah dan


mendebit rekning untuk biaya administrasi

15
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/02/XA Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 60.000.000

Kr. Kewajiban 60.000.000

komitmen administratif pembiayaan

Db. Kas/Rek. Nasabah – Bu Nasibah 600.000

Kr. Pendapatan administrasi 600.000

b) Saat penyerahan investasi musyarakah oleh bank kepada nasabah

Dalam kasus Bu Nasibah, pada tanggal 12 Februari Bank menstransfer sebesar


Rp.35.000.000 ke Rekening Bu Nasibah sebagai pembayaran tahap pertama.

Selanjutnya pada tgl 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua
sebesar Rp 25.000.000

Jurnal:

Tgl 12 Februari Bank mentransfer sebesar Rp35.000.000 ke rekening Bu


Nasibah sebagai pembayaran tahap pertama

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

16
12/02/XA Db. Pembiayaan Musyarakah 35.000.000

Kr. Kas/Rek Nasabah 35.000.000

Db. Kewajiban komitmen adm. Pem. 35.000.000


Musyarakah

Kr. Pos lawan komitmen adm.Pem. 35.000.000


Musyarakah

Tgl 2 maret, Bank Syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp 25.000.000

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/03/XA Db. Investasi Musyarakah 25.000.000

Kr. Kas/Rek Nasabah 25.000.000

Db. Kewajiban komitmen adm. Pem. Musyarakah 25.000.000

Kr. Pos lawan komitmen adm.Pem. 25.000.000


Musyarakah

c) Saat penerimaan bagi hasil bagian bank

Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama 2 kali masa
panen yang dilaporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA :

No Periode Jumlah laba Porsi bank 25% Tanggal pembayaran


bruto (Rp) bagi hasil
(Rp)

17
1 Masa panen I 14.000.000 3.500.000 2 Mei

2 Masa panen II 16.000.000 4.000.000 12 Agustus

Transaksi di atas dapat diklasifikasikan dalam 2 bentuk :

1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan


pelaporan bagi hasil:

Misalkan untuk pembayaran bagi hasil musyarakah masa panen pertama, Bu


Nasibah langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei
sebesar Rp. 3.500.000. Jurnal penerimaan tersebut :

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/05/XA Db. Kas/rek. nasabah 3.500.000

Kr. Pendapatan bagi 3.500.000


hasil musyrakah

2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal


pelaporan bagi hasil

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/08/XA Db. Piutang pendapatan bagi hasil 4.000.000


musyarakah

Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000

12/08/XA Db. Kas/rek. nasabah 4.000.000

Kr. Piutang pendapatan bagi hasil 4.000.000


musyarakah

d) Saat akad berakhir

I. Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal musyarakah bank

18
Misalkan pada tgl 2 Agustus 20XA, saat jatuh tempo Bu Nasibah melunasi
investasi musyarakah sebesar Rp 60.000.000. Maka jurnal transaksi tersebut
adalah:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/08/XA Db. Kas/rek. nasabah 60.000.000

Kr. Investasi Musyarakah 60.000.000

II. Nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal Musyarakah Bank

Misalkan pada Bu Nasibah tidak mampu melunasi modal musyarakah bank,


maka jurnal pada saat jatuh tempo tersebut adalah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

02/08/XA Db. Piutang investasi musyarakah 60.000.000


jatuh tempo

Kr. Investasi Musyarakah 60.000.000

BAB III

PENUTUP

19
3.0 Simpulan

a.       Jadi secara istilah musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
b.      Berdasarkan hukum yang diuraikan di atas, maka secara tegas dapat dikatakan
bahwa kegiatan syirkah dalam usaha diperbolehkan dalam Islam, sebagai
dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
c.       Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: syirkah ‘Uqud
dan Mutanaqisha.
d.      Dari sekian banyak jenis musyarakah tersebut diatas hanya syirkah ‘inan yang
paling tepat dan dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dimana, bank
dan nasabah keduanya memiliki modal. Modal bank dan modal nasabah
digunakan oleh pengelola sebagai modal untuk mengerjakan proyek.
Pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari proyek dibagikan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati bersama.

DAFTAR PUSTAKA

20
Rizal Yahya, Akuntansi Perbankan Syariah (BI, PAPS) Edisi 2, (Jakarta :
Erlangga, 2014)

Jundiani, Pengaturan Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Malang : UIN-


Malang Press, 2009),

Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997)

Antonio, M.Syafi'i, Bank Syariah suatu Pengenalan Umum, Yogyakarta: BI dan


Tazkia Institute, 1999

Asmuni, Aplikasi Musyarakah Dalam Perbankan Islam; Studi Fiqh terhadap


Produk Perbankan Islam, Jurnal Hukum Islam Al-Mawarid, Edisi XI, 2004

21

Anda mungkin juga menyukai