Anda di halaman 1dari 2

KASUS AUDIT KINERJA

Unibank
Untuk melihat bahwa laporan keuangan seringkali misleading untuk menilai
keadaan suatu perusahaan, dapat dilihat dari fakta penutupan Bank Unibank.
Bank yang berdiri sejak tahun 1967 tersebut pada Maret 1999 oleh Bank
Indonesia dimasukkan ke dalam bank kategori A. Bank ini telah memenuhi Ratio
Kecukupan Modal (CAR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada tahun
1997 bank ini mencatat laba Rp13 milyar. Pada tahun 1998 sebagai
puncak dari krisis perbankan dan moneter yang melanda Indonesia,
bank ini mengalami kerugian yang cukup besar yakni Rp436 milyar.
Pada tahun 1999 bank ini membukukan laba sebesar Rp55 milyar. Pada
tahun 2000 prestasi labanya masih lumayan. Namun tanpa ada
informasi yang lengkap, maka (bagi masyarakat awam) tiba-tiba saja
bank ini ditutup oleh pemerintah. Sepintas bank ini mencatat kinerja
yang lumayan baik. Hal ini juga dapat dilihat dari kategori bank yang
diperoleh oleh Unibank. Masyarakat tidak tahu atau tidak diberitahu
dengan informasi yang cukup tentang kinerja bank. Jika kinerja bank ini
dilihat dari laporan keuangan saja kelihatan cukup baik, tapi kita tidak
tahu seberapa ekonomis, efisien dan efektifnya bank ini bekerja.
Akibatnya cukup jelas, masyarakat kembali dirugikan dengan
ditutupnya bank tersebut.
BUMN
Beberapa waktu yang lalu banyak media massa yang memberitakan bahwa
kinerja kebanyakan BUMN payah. Dari lima BUMN yang diteliti oleh beberapa
akuntan publik lokal dan asing ditemukan rugi efisiensi sebesar Rp24,5 triliun
dan potensi rugi yang jumlahnya mencapai Rp7, 3 triliun dan USD 698 juta.
Temuan ini tentu sangat menyesakkan dada karena gambaran perusahaanperusahaan publik yang beroperasi sekehendak hatinya tanpa memperhatikan
kelayakan ekonomis, efisiensi dan efektivitas sangat jelas tergambar. Lima BUMN
tersebut adalah PT. PELINDO II, PT. JASA MARGA, PT. PTPN IV, PT. GARUDA
INDONESIA dan PT. TELKOM. Masyarakat benar-benar dirugikan. Ada dua jenis
kerugian yang dirasakan masyarakat, pertama, yakni masyarakat yang
menggunakan jasa perusahaan tersebut karena masyarakat harus
membayar inefisiensi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Kedua, masyarakat luas karena bagaimanapun BUMN tersebut dibiayai
dari uang negara yang notabene itu adalah uang rakyat yang dipungut
dari pajak. Masyarakat juga harus membayar inefisiensi yang dinikmati oleh
sekelompok orang dari perusahaan publik tersebut. Kebiasaan untuk
mengungkapkan kepada publik kinerja perusahaan seperti ini merupakan awal
yang baik karena masyarakat memperoleh informasi lain selain informasi laporan
keuangan. Diharapkan manajemen perusahaan tidak sekenanya mengelola
perusahaan. Namun karena informasi yang diungkapkan oleh kementerian BUMN
tersebut merupakan proyek Letter of Intent dengan IMF, maka kesinambungan
penyampaian informasi kinerja operasional perusahaan ini masih dipertanyakan

karena bisa jadi hanya sekedar memenuhi LoI tersebut. Sebenarnya dari sisi
teoritis, kegiatan ini dinamakan audit kinerja. Jenis audit yang telah dilakukan
oleh Kantor Akuntan Publik yang bekerjasama dengan Kantor Akuntan Publik
Asing tersebut selama ini tidak sepopuler audit laporan keuangan yakni audit
kinerja (performance audit). Audit kinerja ini sepengetahuan penulis telah
dilakukan di Australia dengan adanya Australian Standard Auditing AUP 33 yang
berlaku sejak 1993.
https://bhpbowo.wordpress.com/2011/04/07/kasus-audit-kinerja/
http://keepcopying.blogspot.co.id/2014/07/laporan-hasil-audit-manajemenindojewel.html

Anda mungkin juga menyukai