Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH JUAL BELI KREDIT DAN KARTU KREDIT

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Fiqih Muamalah

Manajemen Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Sukron Ma’mun, M.Pd.I.

Disusun oleh :

1. Elysia Septi Amanda (1860406221002)


2. Keisya Alea Syafinka (1860406221032)
3. Yesi Ditaviani (1860406221039)
4. Muhammad Ilzam Hafidz Al-Hasyimi (1860406221042)

PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

MARET 2023
ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “JUAL BELI KREDIT DAN KARTU
KREDIT”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Fiqih
Muamalah di Jurusan Manajemen Keuangan Syariah, Universitas Islam Negeri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Tak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada bapak Sukron Ma’mun, M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih
Muamalah.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini
dengan baik dan benar.

Tulungagung, 4 Maret 2023

(Kelompok 7)
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2

C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3

A. Konsep Dasar Jual Beli Kredit ........................................................... 3

B. Hukum Jual Beli Kredit ..................................................................... 5

C. Syarat Dan Ketentuan Jual Beli Kredit ............................................... 9

D. Pengetian Kartu Kredit .................................................................... 10

F. Kartu Kredit Dalam Perspektif Syariah ............................................ 16

G. Kartu Kredit Syariah ........................................................................ 18

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 21

A. Kesimpulan ..................................................................................... 21

B. Saran ............................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23


1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian pada era saat ini menjanjikan peluang
yang besar pada umat manusia, perkembangan transaksi baik dari segi bentuk,
jenis, maupun metodenya pada era globalisasi ini berkembang sangat cepat.
Persoalan-persoalan hukum transaksi (muamalah) dalam berbagai aspeknya
yang dulunya tidak pernah terbayangkan muncul dan berkembang secara pesat.
Persoalan-persoalan tersebut, misalnya zakat profesi, asuransi, pasar modal,
reksadana, pembiayaan kredit dan sebagainya. Pembiayaan kredit, atau dalam
bahasa umumnya jual beli secara berangsur, secara naluriah orang sudah sejak
lama melakukan pertukaran barang atau kekayaan. Pertukaran berarti
penyerahan suatu komoditi ditukar dengan uang. Bila hal itu dilakukan, berarti
secara sederhana telah terjadi transaksi jual beli, dan bisa terjadi tawar
menawar dua barang di mana yang satu diberikan sebagai bahan penukar untuk
barang lain

Jual beli di samping merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan


hidup manusia, ia juga menjadi suatu bentuk interaksi antar manusia, karena
memang mereka saling membutuhkan, saling mengisi dan melengkapi
kelemahan masing-masing. Jual beli sudah dikenal dan dipraktekkan oleh
manusia, baik manusia primitif dengan sistem tradisional maupun oleh
masyarakat modern yang sesuai pula dengan perkembangan zaman dan ilmu
pengetahuan. Persoalan jual beli pada masyarakat modern telah berkembang
sedemikian rupa, khususnya jual beli kredit dengan tambahan harga. Persoalan
yang muncul kemudian adalah sah atau tidaknya jual beli seperti tersebut
secara hukum Islam. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam
menanggapinya, di antara ulama ada yang memandang sah atau boleh, ada
yang memandang haram dan ada pula yang memandang antara boleh atau
tidak.
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep Dasar Jual Beli Kredit?
2. Apa Hukum Jual Beli Kredit?
3. Apa Saja Syarat Dan Ketentuan Jual Beli Kredit?
4. Apa Pengertian Kartu Kredit?
5. Apa Saja Macam-Macam Banking Card?
6. Bagaimana Kartu Kredit Dalam Perspektif Syariah?
7. Apa yang Dimaksud dengan Kartu Kredit Syariah?

C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Dasar Jual Beli Kredit
2. Mengetahui Hukum Jual Beli Kredit
3. Mengetahui Syarat Dan Ketentuan Jual Beli Kredit
4. Mengetahui Pengertian Kartu Kredit
5. Mengetahui Macam-Macam Banking Card
6. Mengetahui Kartu Kredit Dalam Perspektif Syariah
7. Mengetahui Kartu Kredit Syariah
3

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Jual Beli Kredit


Perkataan “kredit” telah lazim digunakan pada praktik perbankan dalam
pemberian berbagai fasilitas yang berkaitan dengan pinjaman. Kata yang sama
dijumpai pula dalam penerbitan kartu yang dikeluarkan oleh lembaga
keuangan, baik Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), secara
mandiri ataupun bekerjasama. Pengertian “kredit” dalam penggunaan yang
semakin meluas perlu untuk ditelusuri, sejauhmana relevansi penggunaannya
dalam praktik bisnis umumnya dan perbankan khususnya. Kata “kredit” berasal
dari bahasa Romawi “credere” yang berarti percaya atau “credo” atau
“creditum” yang berarti saya percaya. Jual-beli secara kredit ada yang halal dan
ada yang haram, tergantung sejauh mana segala ketentuan dan persyaratan
yang dijalankan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bila si penjual itu menaikkan
harga karena temponya, sebagaimana yang kini biasa dilakukan oleh para
pedagang yang menjual dengan kredit, maka haram hukumnya dengan dasar
bahwa tambahan harga itu berhubung masalah waktu dan itu sama dengan riba.
Tetapi mayoritas ulama membolehkan jual-beli kretdit ini, karena pada asalnya
boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Jual-beli kredit tidak bisa
dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang
pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak sampai
kepada batas kezaliman. Kalau sampai terjadi demikian, maka jelas hukumnya
haram.Jual-beli secara kredit yang memenuhi segala ketentuan yang
disyaratkan, hukumnya dibolehkan dalam syariat Islam. Sedangkan jual-beli
secara kredit hukumnya menjadi haram dan terlarang apabila ada ketentuan
atau persyaratan yang dilanggar.
4

Secara bahasa, al-taqs ialah membagi-bagi sesuatu dan memisah-


misahkannya menjadi beberapa bagian yang terpisah. Sedangkan secara istilah
bai’ taqs adalah transaksi jual beli dengan sistem bayar cicilan (kredit) dalam
batas waktu tertentu dengan thaman yang relatif lebih tinggi disbanding
thaman dengan sistem bayar cash. Lonjakan thaman dalam sistem taqs
(kredit), tidak dikategorikan sebagai praktik riba. Sebab disamping tidak
melibatkan barang ribawi, lonjakan harga dalam hal ini lebih sebagai bentuk
toleransi untuk memberikan kelonggaran melangsungkan transakasi. Dalam
jual beli kredit memang ada kemiripan antara riba dan tambahan harga.
Namun, adanya penambahan harga dalam jual beli kredit adalah sebagai ganti
penundaan pembayaran barang.
Ada perbedaan yang mendasar antara jual beli kredit dengan riba. Allah
menghalalkan jual beli termasuk jual beli kredit. Karena adanya kebutuhan.
Sementara mengharamkan riba karena adanya penambahan pembayaran murni
karena penundaan. Selain itu, tambahan yang diberikan merupakan barang
yang sejenis dari yang diberikan salah satu pihak, misalnya emas dengan emas,
beras dengan beras dan sebagainya. Sementara jual beli kredit, si pembeli
mendapatkan barang dan penjual menerima bayaran dalambentuk uang, artinya
dari barter ini dari jenis barang yang berbeda. Tambahan yang diberikan oleh
pembeli kredit menjadi pengganti untuk penjual yang telah mengorbankan
sejumlah uangnya berhenti pada si pembeli untuk beberapa waktu, padahal bila
uang tersebut berada di tangan penjual, bisa jadi dikembangkan atau sebagai
tambahan modal usaha. Islam membolehkan pihak yang membeli barang,
kemudian menjaulnya, baik secara cash amaupun kredit.
Jadi, inti jual beli kredit adalah bahwa jual beli kredit adalah suatu
pembelian yang dilakukan terhadap sesuatu barang, yang pembayaran harga
barang tersebut dilakukan secara berangsur-angsur sesuai dengan tahapan
pembayaran yang telah disepakati kedua belah pihak (pembeli dan penjual).
5

B. Hukum Jual Beli Kredit


Jual beli secara kredit dengan tambahan harga belum menyebar dan
belum begitu dikenal oleh masyarakat zaman dulu, tetapi menyebar dan
mendunia hingga menjadi semacam wabah penyakit yang menimpa penduduk
dunia pada kurun waktu berikutnya. Oleh karena itu, cukup masuk akal jika
kita tidak mendapatkan pembahasannya dalam kitab-kitab fiqh dan tidak pula
dalam kitab-kitab hadis yang disusun bedasarkan pembahasan dalam fiqh.

Hukum jual beli kredit dengan tambahan harga sedikitnya ada tiga
pendapat ulama :

1. Haram secara mutlak


Kelompok ulama yang mengharamkan secara mutlak jual beli
kredit dengan harga tambahan, diwakili oleh mazhab Hadawiyah dari
kelompok Zaidiyah serta sebagian ulama yang lain. Meea bealasan aena
ada tambahan haga ang beati sama dengan haamna iba. Sebagaimana
fiman Allah Stw. :

‫الر ب ا ي أ ْك ُ ل ُ ون ل َّ ِذ ين‬ِ ‫ن ي ت خ ب َّ ط ُ ه ُ ا ل َّ ِذ ي ُُي ق ُ وم ك م ا إ ِ َّل ي ق ُ و ُم ون ل‬ ُ ‫ال ش َّ ي ْط ا‬


‫س ِم ن‬ ِ ‫الر ب ا ِم ث ْ ُل ال ْ ب ي ْ عُ إ ِ ن َّ م ا ق ا ل ُ وا ب ِ أ ن َّ هُ مْ ذ َٰ ل ِك ۚ ال ْ م‬
ِ ۗ ‫ح َّر م ُو ال ْ ب ي ْع ّللاَّ ُ و أ ح َّل‬
ِ ۚ ‫ع ظ ة ج اء ه ُ ف م ْن‬
‫الر ب ا‬ ِ ‫ۖ ّللاَّ ِ إ ِ ل ى و أ ْم ُر ه ُ س ل ف م ا ُُف ل ه ف ا ن ْ ت ه َٰى ر ب ِ هِ ِم ْن م ْو‬
‫ب ف أ ُولَٰ ئ ِك ع اد و م ْن‬ ُ ‫ار أ صْ ح ا‬ ِ َّ ‫خ ا ل ِد ُ ون ف ِيه ا ه ُ مْ ۖ ال ن‬....

Art inya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat


berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
6

maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di


dalamnya (QS. Al-Baqarah/2:275).
Wajh al-istidlal-nya ayat di atas menurut mereka adalah keumuman
ayat yang menunjukkan atas keharaman tiap-tiap tambahan, kecuali ada
dalil lain yang mentakhshis-kannya. Riba dalam pengertian bahasa adalah
tambahan, dan tambahan harga dalam jual beli kredit terhadap harga
kontan merupakan tambahan tanpa ‘iwadh dalam akad, maka dia adalah
riba.
Munaqasyah al-adillah terhadap ayat di atas, bahwa ayat tersebut
tidaklah menghendaki haramnya tiap-tiap tambahan, ini sudah merupakan
kesepakatan ulama. Dalam hal jual beli pun memang tidak bisa lepas dari
tambahan harga itu, bukan berarti riba.
2. Hukumnya Boleh secara Mutlak
Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama. Karena merupakan
konsekuensi dari nilai harga yang dihutang, dan akadnya mirip dengan
akad memakai salam, yaitu pemesanan barang dengan sistem pembayaran
terhutang. Seandainya pembelian tunai tentu uangnya dapat diputar
kembali dan dapat keuntungan lagi, karena pembelian kredit otomatis
uangnya macet di tangan pengkredit. Oleh karena itu, secara akal tidak ada
larangan untuk memungut nilai tambah dari harga benda dengan syarat
nilai tambahan tersebut tidak memberatkan dan bernilai ekonomis bagi si
pemberi dan si penerima kredit. Jika nilai tambahan tersebut dilarang,
maka dikuatkan praktek riba (al-fakhisy sangat memberatkan karena
bunganya akan terus berbunga) akan semakin marak.
Para ulama membolehkan jual beli tersebut, mengemukakan
banyak dalil yang diambil dari ayat-ayat Alquran, sunnah dan qiyas.
Semua ayat Alquran yang menghalalkan bai’ dijadikan sebagai dalil sah
dan bolehnya akad jual beli kredit, misalnya firman Allah swt.:
‫الر ب ا ي أ ْك ُ ل ُ ون ل َّ ِذ ين‬
ِ ‫ِم ن ال ش َّ ي ْط ا ُن ي ت خ ب َّ ط ُ ه ُ ا ل َّ ِذ ي ي ق ُ و م ُ ك م ا إ ِ َّل ي ق ُ و ُم ون ل‬
ِ ‫الر ب ا ِم ث ْ ُل ال ْ ب ي ْ عُ إ ِ ن َّ م ا ق ا ل ُ وا ب ِ أ ن َّ هُ مْ ذ َٰ ل ِك ۚ ال ْ م‬
‫س‬ ِ ۗ ‫و ح َّر م ال ْ ب ي ْع ّللاَّ ُ و أ ح َّل‬
7

ِ ۚ ‫ع ظ ة ج اء ه ُ ف م ْن‬
‫الر ب ا‬ ِ ‫ۖ ّللاَّ ِ إ ِ ل ى و أ ْم ُر ه ُ س ل ف م ا ف ل ه ُ ف ا ن ْ ت ه َٰى ر ب ِ هِ ِم ْن م ْو‬
‫ب ف أ ُولَٰ ئ ِك ع اد و م ْن‬ ِ َّ ‫خ ا ل ِ د ُون ف ِيه ا ه ُ مْ ۖ ال ن‬....
ُ ‫ار أ صْ ح ا‬

Art inya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya (QS. Al-Baqarah/2:275).
Wajh al-istidlal-nya dari ayat di atas, bahwasanya jual beli barang
secara kredit dengan tambahan harga merupakan satu bagian dari jual beli
pada umumnya, dan ini bisa dipahami dari keumuman ayat di atas.
Hukum syar’i juga membolehkan semua muamalah kecuali memang ada
dalil yang melarangnya secara khusus
Munaqasyah al-adillah dari ayat di atas adalah keumuman ayat di
atas yang membolehkan jual beli secara umum sangat mungkin sekali
untuk ditakhshiskan. Bisa saja jual beli yang pada dasarnya halal berubah
menjadi haram. Adapun hadis-hadis dan atsar yang membolehkan jual beli
dengan kredit dengan tambahan harga pada selain sil’un ribawiyah sangat
banyak, di antaranya:
‫ اشترى من يهودى اعاما ا أجل ور نو درعا من‬: ‫ فبما ثبت أنو عليو الصالة والسالم‬. ‫الح‬
‫ي‬

Hadis shahih yang diriwayatkan dari Nabi Saw., bahwa Nabi


pernah membeli makanan (secara berhutang) kepada seorang Yahudi dan
jaminannya baju perang dari besi. Wajh al-istidlal hadis di atas
menunjukkan bahwa Nabi sendiri pernah melakukan jual beli kredit
8

dengan orang Yahudi dengan berhutang dan pembayarannya dilakukan


kemudian. Munaqasyah al-adillah, bahwa memang hadis tersebut
menunjukkan bolehnya jual beli dengan harga yang ditangguhkan namun
tidak ada tandatanda kebolehan tambahan harga. Apa yang pernah
dilakukan Nabi itu bukanlah dalam konteks jual beli utang dengan
penambahan harga. Antara harga kontan dengan utang tidak ada
perbedaannya, hanya saja Nabi melakukan jaminan dengan cara
menggadaikan baju besinya untuk sementara waktu.

3. Hukumnya Tafshil (antara Haram dan Halal)

Bagi kelompok yang ketiga ini, hukumnya halal jika memenuhi


syarat-syarat tertentu, yaitu apa yang telah dijelaskan di atas oleh
pendapat kedua adalah tidak memberatkan dan saling menguntungkan.
Hukumnya haram, jika memenuhi unsur riba, yaitu tambahan yang sangat
memberatkan, sehingga tidak ada unsur saling tolong-menolong. Dalil-
dalil yang mereka gunakan dalam memutuskan halal/haramnya jual beli
kredit dengan tambahan harga menggunakan dasar pendapat pertama dan
kedua di atas. Bagian pertama dan kedua di sini sama-sama boleh
berdasarkan ayat Alquran, hadits shahih dan ijma’ ulama, sebagaimana
tertera dalam firman Allah swt:

٢٧٥(... ‫رم الر َبا‬ َ ََ‫ وأ َحلَّ ا َّل ُّل‬...


َ ‫الب ْي َع و َح‬
Artinya: “.... Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba ….” (QS al-Baqarah/2: 275).

... ‫ع ْن َ ر نٍاض م ِْن ُ ْم‬ َّ .


َ ً ‫إَّل أ ْن َ ُ ونَ ِ ارة‬..
Artinya: “.... Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlangsung suka
sama suka di antara kamu ….” (QS al-Nisa/4: 29).

Bentuk perdagangan di atas harus memperhatikan dan memenuhi


syarat-syarat yang ditetapkan syara’. Oleh karena itu, apabila si pembeli
merasa terpaksa, maka tidak boleh menjual kepadanya, kecuali dengan
harga yang biasa berlaku. Maka jual beli ini terlarang. Jika keduanya
9

sepakat agar pihak pemberi mengembalikan barang yang dibeli si penjual,


maka inilah yang disebut dengan bai’atain fi bai’atin yang dilarang Nabi
saw.

C. Syarat Dan Ketentuan Jual Beli Kredit


Agar penundaan waktu pembayaran dan angsuran menjadi sah, maka
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harga kredit termasuk jenis utang. Jika penyerahan barang dagangan
ditunda sampai waktu tertentu dengan perkataan pembeli “Saya beli
dengan dirham-dirham ini di lain waktu”. Jual beli seperti itu batal
karena penundaan pembayaran hanya boleh dalam keadaan darurat
manakala pembeli tidak mempunyai uang untuk membayarnya dan
dimungkinkan ia mencarinya dalam beberapa waktu.
2. Harga (pembayarannya) bukan merupakan ganti penukaran uang dan
harga pembayaran yang diserahkan bukan dalam jual beli salam.
Karena kedua jual beli ini mensyaratkan diterimanya uang pembayaran
ditempat transaksi, sehingga sebagai tindakan preventiv untuk
mencegah riba tidak mungkin dilakukan penundaan waktu
pembayaran.
3. Tidak ada unsur kecurangan yang keji pada harga. Penjual
berkewajiban membatasi keuntungan atau laba sesuai kebiasaan yang
berlaku dan tidak mengeksploitasi keadaan pembeli yang sedang
kesulitan dengan menjual barang dengan laba yang berlipat-lipat,
karena hal ini termasuk kerusakan, ketamakan, merugikan manusia dan
memakan harta semasa secara bathil.
4. Mengetahui harta pertama apabila jual beli secara kredit terjadi dalam
wilayah jual beli
5. Saling percaya antara penjual dan pembeli (amanah). Tidak ada
pesyaratan dalam jual beli sistem kredit ini. Apabila pembeli
menyegerakan pembayarannya penjual memotong jumlah tertentu dari
harga yang semestinya.
10

6. Dalam akad jual beli secara kredit, penjual tidak boleh membeli
kepada pembeli, baik pada saat akad maupun sesudahnya, menambah
harga pembayaran atau keuntungan ketika pihak yang berhutang
terlambat membayar utangnya. Tujuan pembeli membeli barang
dagangan dengan harga kredit yang lebih tinggi daripada harga cash
adalah agar ia dapat memanfaatkannya segera atau untuk
diperdagangkan. Namun apabila tujuannya agar ia dapat menjualnya
dengan segera dan mendapatkan sejumlah uang demi memenuhi suatu
kebutuhannya yang lain, praktik demikian disebut tawaruq dan hal
tersebut tidak diperbolehkan.

D. Pengetian Kartu Kredit


Kartu kredit atau credit card adalah uang plastik yang diterbitkan oleh
suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit
atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan secara
angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus
pada waktu yang telah ditentukan.
Kartu Kredit atau Credit Card merupakan sebuah gaya hidup dan
bagian dari komunitas manusia untuk dapat dikategorikan modern yaitu sebuah
gaya hidup yang apabila tidak diikuti membuat tertinggal dari pesatnya
perkembangan kehidupan, akan tetapi di sisi lain akan terbawa arus yang
semakin deras ke pusaran kehidupan yang melupakan identitas dirinya. Kartu
kredit hanya merupakan pilihan bagi manusia untuk menilai sebuah tawaran
dari gaya hidup, menerima atau menolak sesuai dengan kebutuhannya. Kartu
kredit dapat mengatur pola hidup menjadi lebih efisien dan dapat pula
menjurus ke arah konsumtif.
Pengertian Kredit Menurut Undang – undang Perbankan No.10
Tahun1998, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan, pengertian pembiayaan adalah
11

penyediaan uang atau tagihan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil.Adapun unsur-unsur di dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah
sebagai berikut (Kasmir, Edisi Revisi 2014:86)
1. Kepercayaan.
Suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan akan
benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang.
Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah
dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara interen
maupun eksteren.
2. Kesepakatan
Adanya kesepakatan antara pemberi kredit dan penerima kredit.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-
masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
3. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka
waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka
menengah atau jangka panjang.
4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu
risiko tidak tertagihnya / macet pemberian kredit. Semakin panjang
suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko
ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah
yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja.
5. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut
yang kita kenal dengan bunga.
12

Fungsi Kredit Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai fungsi


tertentu. Adapun fungsi utama dalam pemberian suatu kredit, sebagai berikut :
a. Untuk meningkatkan daya guna uang.
jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang
berguna. Dengan diberikannya kredit, uang tersebut menjadi berguna
untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.
b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Uang yang diberikan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
sehingga suatu daerah yang kekurangan dana dengan memperoleh kredit
maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan dana dari daerah
lainnya.
c. Untuk meningkatkan daya guna barang.
Kredit yang diberikan oleh bank akan digunakan oleh (debitur) untuk
mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
d. Meningkatkan peredaran barang.
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu
wilayah lainnya sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke
wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah
barang yang beredar.
e. Sebagai alat stabilitas ekonomi.
Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi,
karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah
barang yang diperlukan oleh masyarakat.
f. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.
Semakin banyak kredit yang disalurkan, akan semakin baik, terutama
dalam hal meningkatkan pendapatan.
g. Untuk meningkatkan hubungan internasional.
Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling
membutuhkan antara penerima kredit dengan pemberi kredit.
Pihak yang Terkait dalam Penggunaan Kartu Kredit Transaksi yang
dilakukan dengan menggunakan kartu kredit melibatkan berbagai pihak yang
13

saling berkepentingan. Masing-masing pihak satu sama lain terikat perjanjian


baik mengenai hak maupun kewajibannya. Pihak-pihak yang terlibat ini pada
akhirnya akan membentuk suatu sistem kerja kartu kredit itu sendiri. Adapun
pihak yang terkait diantaranya yaitu:

a. Penerbit (Issuer)
Penerbit disini merupakan pihak atau lembaga yang menerbitkan dan
mengelola kartu. Penerbit disini seperti bank, lembaga keuangan bukan
bank, dan perusahaan nonlembaga keuangan.
b. Acquirer Acquirer
adalah pengelola, yaitu pihak yang mewakili kepentingan penerbit
untuk menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan kepada
pemegang kartu kredit dan melakukan pembayaran kepada merchant
atau penjual.
c. Pemegang Kartu (Card Holder) Cardholer atau pemegang kartu
adalah pihak yang menggunakan kartu kredit dalam kegiatan
pembayaran, dimana pemegang kartu tersebut telah memenuhi
prosedur atau persaratan yang ditetapkan oleh penerbit untuk dapat
diterima sebagai anggota dan berhak menggunakan kartu sesuai
dengan kegunaannya.
d. Penjual (Merchant) Merchant atau penjual
adalah pihak yang menerima pembayaran dengan kartu atas transaksi
jual beli barang dan jasa denga menggunakan kartu kreditnya. Sebelum
menerima pembayaran dengan kartu kredit, merchant tersebut terlebih
dahulu mengadakan perjanjian kerja sama dengan penerbit dan
pengelola.

Sistem Kerja Kartu Kredit Sistem kerja kartu kredit adalah bekerjanya
kartu kredit mulai dari penerbitan kartu kredit, transaksi pembayaran atau
penarikan uang tunai sampai dengan melibatkan pihak-pihak yang saling
berkepentingan. Berikut ini sistem kerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
14

1. Nasabah mengajukan permohonan sebagai pemegang kartu dengan


memenuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh bank atau
perusahaan pembiayaan.
2. Bank atau perusahaan pembiayaan akan menerbitkan kartu apabila
disetujui, setelah melalui penelitian terhadap kredibilitas (kepercayaan) dan
kapabilitas (kemampuan) calon nasabah, kemudian kartu tersebut
diserahkan ke nasabah pemegang kartu.
3. Dengan kartu yang telah disetujui pemegang kartu dapat melakukan
berbagai tarnsaksi pembelanjaan atau pembayaran di berbagai tempat yang
mengikat perjanjian dengan bank atau perusahaan pembiayaan. Pada toko,
hotel, atau usaha yang menerima pembayaran dengan kartu kredit, bank
penerbit kartu kredit akan melengkapi pedagang dengan prasarana
transaksi kredit dan menempelkan stiker logo yang memberitahukan bahwa
pedagang tersebut dapat menerima pembayaran dengan kartu kredit.
Pemegang kartu cukup menandatangani warkat penjualan (sales draft)
yang telah disediakan para pedagang oleh bank penerbit kartu kredit. Sales
draft tersebut selanjutnya merupakan alat bukti penagihan bagi para
pedagang pada bank penerbit kartu kredit yang dalam hal ini berfungsi pula
sebagai agen pembayaran (paying agent). Atas dasar tagihan itu bank
menagih dan memperhitungkan dengan pemegang kartu kredit.

E. Macam-Macam Banking Card


1. Kartu Kredit (Credit Card)
Kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual-
beli barang dan jasa, kemudian pelunasan atas penggunaannya dapat
dilakukan sekaligus atau secara angsuran sejumlah minimum tertentu.
Pemegang kartu kredit (Card Holder) akan diberikan kredit limit, sehingga
penggunaan kartu kredit tidak boleh melebihi limit yang telah ditetapkan
oleh bank penerbit (Issuer). Bila penggunaan melebihi limit tertentu maka
card holder wajib membayar kelebihan tersebut dengan tingkat bunga yang
lebih tinggi ditambah angsuran wajib sejumlah minimum tertentu pada
15

setiap tanggal jatuh tempo setiap bulan yang ditetapkan oleh Issuae atau
bank. Angsuran wajib dimaksud adalah angsuran terhadap penggunaan
kartu kredit dalam batas plafon/limit yang disepakati.
2. Charge Card
Kartu yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran suatu transaksi
barang dan jasa, kemudian pemegangkartu diwajibkan membayar kembali
secara penuh seluruh taguhannya pada akhir bulan atau bulan berikutnya
dengan atau tanpa beban tambahan. Penggunaan kartu ini tidak dibatasi
limitnya. Keterlambatan pembayaran kartu ini akan dikenakan denda
keterlambatan (late charge) oleh bank sebesar persentase tertentu. Namun
kelebihannya pemegang kartu ini tidak akan dikenakan bunga setiap
pembayarannya. Contoh kartu ini : BCA Card, Hero Master, Dinners Club.
3. Kartu Debet (Debit Card)
Kartu yang dapat digunakan sebagai perintah bayar atau pendebetan
terhadap rekening pemegangnya. Transaksi dengan menggunakan kartu
debet adalah transaksi tunai yang pembayarannya tidak dengan uang tunai,
tetapi melalui pembebanan rekening pemegang kartu debet dan
pengkreditan terhadap rekening merchant. Seorang pemegang kartu debit
harus memiliki saldo rekening di bank penerbit kartu debet. Kartu ini juga
dapat digunakan untuk penarikan tunai sebagaimana kartu ATM.
4. Cash Card Kartu tunai (ATM)
Sering disebut kartu ATM yaitu kartu yang dapat digunakan untuk
penarikan tunai baik di counter-counter bank maupun pada anjungan ATM.
Seorang pemegang kartu ATM harus memiliki rekening tabungan di bank.
Penarikan hanya bisa dilakukan bila saldo yang dimiliki mencukupi untuk
ditarik.
5. Check Guarantee Card
Kartu yang dapat dignakan sebagai jaminan dalam penarikan cek
oleh pemegang kartu tersebut.
16

F. Kartu Kredit Dalam Perspektif Syariah

Fenomena pesatnya perkembangan kartu kredit dengan berbagai


fasilitas kemudahan yang ada di dalamnya, telah pula mendorong bank syariah
atau lembaga keuangan islami lainnya mencoba untuk ikut menerbitkan kartu
kredit islami (islamic credit card). Kartu kredit sendiri merupakan kartu yang
dikeluarkan oleh atau lembaga keuangan tertentu kepada pengguna sehingga
dapat membeli barang-barang dan jasa dari perusahaan yang menerima kartu
tersebut tanpa pembayaran uang secara tunai (hutang).
Pada dasarnya penggunaan kartu kredit islami adalah sama dengan
kartu kredit konvensional, yaitu untuk Penggunaan kartu kredit islami untuk
pembelian barang biasanya tidak terlepas dari dasar skim murabahah, karena
merupakan bentuk dari transaksi jual beli. Sedangkan jika berkaitan dengan
pembelian atau pemanfaatan jasa, maka pendekatan dasar skim yang dilakukan
adalah ijarah. Dengan demikian, fiture penggunaannya tidak terlepas dari
transaksi jual beli atau sewa-menyewa. Perbedaan mendasar yang juga
membedakan dengan kartu kredit konvensional adalah keterbatasan kartu
kredit islami ini dalam transaksi. Tidak semua jenis transaksi dapat dilakukan
oleh kartu kredit islami, yaitu transaksi yang harem menurut syariah islam baik
secara bendanya maupun jasanya. Kartu kredit islami tidak bisa dan tidak boleh
digunakan untuk membeli barang-barang haram seperti minuman keras, babi
dan barang haram lainnya. Kartu ini juga tidak boleh untuk transaksimembayar
diskotik, bar, pelacuran, perjudian dan jasa haram lainnya.
Di Indonesia saat ini perkembangan antara kartu kredit konvensional
dengan syari’ah card berjalan beriringan. Walaupun kartu kredit konvensional
telah mapan dalam perkembangan bisnis di Indonesia, namun perkembangan
syari’ah card saat ini juga sudah tidak dipandang sebelah mata bagi jalannya
roda perekonomian. Adanya dua konsep kartu kredit di Indonesia membuat
daya tarik tersendiri bagi perputaran perekonomian. Sehingga masyarakat
mempunyai alternatif pilihan apakah menggunakan kartu kredit konvensional
17

ataupun syari’ah card. Namun secara mendasar kegunaan keduanya adalah


sama yaitu:
a. Memudahkan sistem pembayaran
b. Mendapatkan uang kontan, barang, jasa atau sesuatu yang bernilai
lainnya yang kemudian membayarnya secara angsuran
c. sebagai alat bukti atau jaminan bagi seseorang yang
memungkinkan pemiliknya mendapatkan pinjaman sesuai limit
untuk pembelian barang dan jasa.
Sedangkan perbedaan antara kartu kredit konvensional dengan syari’ah card ialah
pada syari’ah card tidak diperkenankan untuk memungut bunga tetapi hanya
imbal jasa atau fee dari setiap transaksi sedangkan pada kartu kredit konvensional
lebih kepada berbasis bunga karena berasumsikan bahwa uang yang sejatinya
hanyalah alat tukar (medium of exchange) berubah menjadi komoditas yang dapat
beranak pinak hanya karena kesempatan dan faktor waktu saja, tanpa faktor peran
manusia yang mengusahakannya. Selain itu, yang membedakan antara keduanya
adalah :
1. Dasar hukumnya yaitu pada kartu kredit konvensional menggunakan
payung hukum Undang-Undang Perbankan, sedangkan syari’ah card
didasarkan pada Undang-Undang Perbankan Syari’ah dan Fatwa DSN.
2. Dilihat dari penerbit kartu, pada kartu kredit konvensional diterbitkan oleh
bank umum konvensional, sedangkan syari’ah card diterbitkan oleh
perbankan syari’ah.
3. Dilihat dari perjanjiannya yaitu pada syari’ah card menggunakan 3 (tiga)
akad, diantaranya kafalah, qard dan ijarah, sedangkan pada kartu kredit
konvensional tidak ada. Ide penggunaan syari’ah card di Indonesia mulai
muncul pada awal tahun 2003. Sejak saat itu wacana penggunaan syari’ah
card mengalami perdebatan panjang hingga sampai saat ini. Perdebatan
panjang tersebut terjadi baik dalam teori maupun praktik.
Perspektif teori masih banyak yang mengatakan bahwa syari’ah card lebih
mendekatkan diri kepada sifat israf (berlebih-lebihan) sehingga mendorong
umat Islam bersikap konsumtif, boros dan membiasakan untuk berutang.
18

Namun di lain hal ada juga yang berpendapat jika sifat israf tersebut dibatasi
maka akan dapat mengontrol hal tersebut.
Dari penjelasan tersebut di atas, semakin meningkatnya kebutuhan akan
syari’ah card dalam transaksi bisnis syari’ah yang dilihat dari perkembangan
pengguna syari’ah card, akan tetapi penggunaan syari’ah card tersebut belum
dapat dilakukan secara totalitas karena belum ada kesepakatan secara umum
tentang penggunaan syari’ah card oleh umat Islam.

G. Kartu Kredit Syariah

Istilah syari’ah card banyak dimunculkan oleh akademisi maupun


praktisi diantaranya ada yang menyebutkan dengan Kartu Kredit berbasis
Syari’ah, Kartu Kredit Syari’ah, Islamic Credit Card, Kartu Kredit berdasarkan
Prinsip Syari’ah. Pada prinsipnya keempat istilah ini memiliki makna yang
sama, dan istilah-istilah tersebut menggunakan kata kredit, unsur dari kredit itu
sendiri mengandung riba, Istilah lain dapat dijumpai dalam Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006 yang menggunakan istilah
Syari’ah Card, Istilah ini memiliki kelemahan karena menimbulkan ambiguitas
bila diartikan berdasarkan istilah kata. Syari’ah Card secara kata diterjemahkan
menjadi “Kartu Syari’ah”. Kartu Syari’ah atau Syari’ah Card menurut praktisi
dapat bermakna luas yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu kartu debit dan kartu
pembiayaan (kartu kredit dalam istilah konvensional).
Sehingga menurut praktisi, istilah kartu kredit dalam Islam lebih tepat
menggunakan istilah yang hampir serupa juga dapat dijumpai dalam buku
Abdul Ghofur Anshori yang menggunakan istilah “Kartu Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syari’ah”. Kata “Pembiayaan” itu sendiri dapat diartikan
sebagai suatu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan merupakan pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Pembiayaan
juga merupakan suatu fasilitas yang diberikan bank syari’ah kepada
19

masyarakat yang membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah


dikumpulkan oleh bank syari’ah dari masyarakat yang surplus dana. Maksud
pembiayaan menurut Pasal 1 Ayat 25 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syari’ah adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa
1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyara’ah
2. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik
3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan isthisna
4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qard
5. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi
jasa
Menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
1. pertama, pembiayaan produktif, merupakan pembiayaan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produk perdagangan maupun investasi.
2. Kedua, pembiayaan konsumtif, merupakan pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan.
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 54/DSN-MUI/X/2006
Tentang Syari’ah Card, Syari’ah Card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu
kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para
pihak berdasarkan prinsip syari’ah sebagaimana diatur dalam fatwa ini.
Syari’ah card dalam fiqh muamalah disebut dengan Bithaqah I`timan yaitu
memberikan hak kepada orang lain terhadap hartanya dengan ikatan
kepercayaan, sehingga orang tersebut tidak bertanggung jawab kecuali bila ia
melakukan keteledoran atau pelanggaran.
Syari’ah card sebagai suatu jenis kartu khusus yang dikeluarkan oleh
pihak bank (sebagai pengeluar kartu), lalu jumlahnya akan dibayar kemudian.
Pihak bank akan memberikan kepada nasabahnya itu rekening bulanan secara
global untuk dibayar, atau untuk langsung didebet dari rekeningnya yang masih
berfungsi. Sedangkan definisi kartu kredit menurut Pasal 1 Ayat 4 Peraturan
20

Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Peraturan Bank


Indonesia Nomor: 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran
dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari status kegiatan ekonomi,
termasuk kegiatan pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, di
mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh
penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran
pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge
card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.
Perhitungan antara kartu kredit konvensional dengan syari’ah card ialah
pada kartu kredit konvensional ditentukan oleh biaya bunga dan biaya- biaya
lain (seperti biaya denda keterlambatan) yang timbul pada bulan tersebut, akan
diakumulasi dengan sisa utang pokok yang belum terbayarkan setelah tanggal
jatuh tempo, untuk menghitung biaya bunga pada bulan berikutnya, sehingga
dikenal dengan sistem bunga berbunga (bunga yang dibungankan kembali).
Selain itu perhitungan bunganya juga mulai dilihat berdasarkan nilai awal
utang pada saat transaksi serta juga melihat jumlah hari utang yang berjalan.
Hal itu didasarkan pada saldo utang rata-rata harian, dihitung dari tanggal
transaksi. Sedangkan pada syari’ah card menggunakan sistem perhitungan
biaya Monthly Fee (biaya pengelolaan utang – ujrah equivalent 2,95%)
dihitung berdasarkan kepada sisa utang pokok bersih setelah tanggal jatuh
tempo, jadi biaya yang timbul di bulan sebelumnya tidak diakumulasi dengan
sisa utang pokok untuk menghitung biaya pada bulan berikutnya.
21

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli kredit adalah bahwa jual beli kredit adalah suatu pembelian
yang dilakukan terhadap sesuatu barang, yang pembayaran harga barang
tersebut dilakukan secara berangsur-angsur sesuai dengan tahapan
pembayaran yang telah disepakati kedua belah pihak (pembeli dan penjual).
Hukum jual beli kredit ada tiga pendapat ulama yaitu haram secara mutlak,
boleh secara mutlak, dan Tafshil (antara Haram dan Halal). Adapun syarat
sah pelaksaan kredit yaitu harga kredit termasuk jenis utang, harga
(pembayarannya) bukan merupakan ganti penukaran uang dan harga
pembayaran yang diserahkan bukan dalam jual beli salam, tidak ada unsur
kecurangan yang keji pada harga, mengetahui harta pertama apabila jual beli
secara kredit terjadi dalam wilayah jual beli, saling percaya antara penjual
dan pembeli, penjual tidak boleh membeli kepada pembeli.
Pengertian Kartu kredit atau credit card adalah uang plastik yang
diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk
memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya
dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance
charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan. Jenis-jenis
banking card yaitu Charge Card, Credit Card, Debit Card, Cash Card, Check
Guarantee. Dalam konsep Kartu kredit perspektif syariah, meskipun
kebutuhan akan syari’ah card dalam transaksi bisnis syari’ah yang dilihat
dari perkembangan pengguna syari’ah card semakin meningkat, akan tetapi
penggunaan syari’ah card tersebut belum dapat dilakukan secara totalitas
karena belum ada kesepakatan secara umum tentang penggunaan syari’ah
card oleh umat Islam. Syariah Card yaitu layanan yang berfungsi seperti
kartu kredit berbasis prinsip syariah untuk mengakomodir kebutuhan
transaksi keuangan bagi umat muslim
22

B. Saran

Dengan berbagai perbedaan dan kontroversi yang ada di dalamnya,


wacana kartu kredit islami pun mulai masuk dalam industri keuangan
Indonesia. Terlepas dari fenomena dan kontroversi yang ada di dalamnya,
Islamic card ini sudah mulai menjadi kajian di kalangan ulama, akademisi,
praktisi dan para konsumen. Jangan sampai bermodalkan semangat dan
kreatifitas serta upaya menyaingi produk konvensional umat islam terjebak
dalam labelisasi islami. Para ahli dari berbagai kalangan yang terkait harus
mengkaji lebih dalam dan dengan pemikiran yang jernih, sehingga produk
yang dihasilkan memang bermanfaat bagi kita semua dengan tetap
mengedepankan syariah. Tujuan utama produk syari adalah mendapat
barakah dan ridha dari Allah, bukan hanya sekedar menyaingi produk
konvensional atau supaya terkesan inovatif.
23

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, M. U. (2010). Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung:


ALFABETA.

Abdullah Al Mushlih, S. A. (2004). Fiqih Ekonomi Keuangan Islam . Jakarta:


Darul Haq.

Anshori, A. G. (2010). Pembentukan Bank Syariah melalui Akuisi dan Konversi


(Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam) . Yogyakarta: UII Press.

Antonio, M. S. (Gema Insani Press). Bank Syariah dan Teori ke Praktik. Jakarta:
2001.

Departemen RI. (2010). Al-quran dan Tajwid. Jakarta: Sygma Pres.

Ibrahim, J. (2004). Kartu Kredit - Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan.


Bandung: PT Refika Aditama.

Ifham, A. (2015). Ini Lho Bnk Syariah! (Memahami Bank Syariah dengan
Mudah). Jakarta: PT Gramedia.

Irham Fahmi, Y. L. (2010). Pengantar Manajemen Perkreditan. Bandung:


ALFABETA,cv.

Muhamad. (2005). Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP


STIM YKPN.

Nawawi, I. (2012). Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia


Indonesia.

Suhendi, Hendi. (2002). Fiqh Muamalah. Cet. I. Jakarta: Rajawali Press.

Sulaiman, A. W. (2006). Banking Card Syariah Kartu Kredit dan Debit dalam
Perspektif Fiqih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
24

Anda mungkin juga menyukai